Anda di halaman 1dari 2

Amoral dan Immoral

 Amoral
Dalam Concise Oxford Dictionary kata amoral diterangkan sebagai “unconcerned with, out
of the sphere of moral”, “non moral” yang artinya “tidak berhubungan dengan konteks
moral”, “di luar suasana etis”, “non-moral”
 Immoral
Dalam Concise Oxford Dictionar kata immoral diterangkan sebagai “opposed to morality;
morally evil” yang artinya “bertentangan dengan moralitas yang baik”, “secara moral buruk
tidak etis”

Dalam bahasa Latin (K. Bertens, 2001). Kata "amoral" sebaiknya diartikan sebagai "netral dari sudut
moral" atau "tidak mempunyai relevansi etis". Contohnya, "Memeras para pensiunan adalah
tindakan tidak bemoral". Jika kita tidak ingin memakai kata "immoral" tetapi menggunakan kata
"amoral", maka dalam hal ini berarti telah terjadi salah kaprah. Kita tidak mempunai alasan untuk
menyimpang dari kebiasaan internasional.

Etiket berasal dari bahasa Perancis, etiquette, yang artinya kartu undangan. Di dalam Encyclopedia
Americana dikatakan bahwa etiquette berasal dari bahasa Perancis kuno, estiquer sama dengan
bahasa Jerman, stehen. Dalam bahasa Inggris kata tersebut artinya to stick atau affix, artinya
melekatkan. Beberapa abad yang lalu disebutkan bahwa peraturan-peraturan dilekatkan pada papan
yang dalam bahasa Perancis disebut L'estiquet. Kata tersebut dalam bahasa Inggris artinya the rules
of the day (peraturan-peraturan hari ini). Di negara Perancis pengertiannya menjadi regles da savoir
vivere (peraturan-peraturan untuk mengetahui bagaimana bertingkah-laku). Dalam bahasa Inggris
"etika" (ethics) dan "etiket" (etiquette) menurut artinya dua istilah ini memang dekat satu sama lain.
Dalam perkembangan berikutnya pengertian etiket adalah aturan sopan santun dalam pergaulan,
yang lebih menitikberatkan pada cara-cara berbicara yang sopan, cara berpakalan, cara duduk, cara
menerima tamu di rumah atau di kantor dan tata cara sopan santun alinnya. Etiket juga merupakan
sekumpulan peraturan-peraturan kesopanan yang tidak tertulis, namun sangat penting untuk
diketahui oleh setiap orang yang ingin memperlancar pergaulan dalam menjalani kehidupan yang
penuh persaingan (Sri Haryudhowati Poerwadi, 2001).

Menurut K. Bertens (2001) persamaan kedua istilah tersebut adalah sebagai berikut :

a. Etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. Istilah-istilah Ini hanya dipakai untuk hal-hal
yang berkaitan dengan manusia. Sedangkan untuk hewan tidak mengenal etika maupun
etiket
b. Etika dan etiket keduanya mengatur perilaku normatif, artinya memberi norma bagi perilaku
manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh
dilakukan Justru karena normatif ini kedua istilah tersebut mudah dicampur adukkan

Perbedaan istilah etiket sebagai berikut:

1) Etiket menyangkut cara suatu perbuatan yang harus dilakuka oleh manusia. Di antara
beberapa cara yang memungkinkan, etiket menunjukkan cara yang tepat, artinya cara yang
diharapkan serta ditentukan dalam suatu kalangan tertentu. Misalnya jika saya
menyerahkan sesuatu, maka saya harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan
kanan. Mengenai perihal etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan. Etika
memberi norma tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut masalah apakah suatu
perbuatan boleh dilakukan atau tidak.
2) Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Apabila tidak ada orang lain yang hadir atau tidak ada
saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misalnya, ada banyak peraturan etiket yang mengatur
cara kita makan. Contohnya, kita makan sambil berbunyi.
3) Etiket bersifat relatif Suatu perbuatan yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan,
bisa saja hal itu dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Contoh yang jelas adalah makan
dengan tangan atau bersendawa sewaktu sedang makan. Lain halnya dengan etika jauh
lebih absolut, misalnya "Jangan mencuri", "jangan membunuh" merupakan prinsip-prinsip
etika yang tidak bisa ditawar-tawar atau mudah diberi "dispensasi".
4) Jika berbicara tentang etiket, maka kita memandang manusia secara lahiriah saja, sementara
berbicara tentang etika berarti memandang dari dalam (kejiwaan). Dari luar seseorang
terlihat sangat sopan dan halus, tetap! di dalam (Jiwa)nya penuh kebusukan. Contoh
konkritnya, banyak penipu berpenampilan sangat meyakinkan, begitu halus, dan menawan
hati sehingga mudah meyakinkan orang lain yang akan menjadi sasarannya.

Lebih lanjut Sri Haryadhowati Poerwadi (2001) memaparkan bahwa terdapat nilai-nilai khusus
guna mendukung tata cara formal atau tata krama lahirlah sesuai status sosial masing-masing
individu, yaitu :

a) Nilai-nilai kepentingan umum, tata krama yang dilakukan agar tidak melanggar dan
mengganggu kepentingan umum. Misalnya membiasakan bersedia untuk "antri".
b) Nilai-nilai kejujuran, keterbukaan, dan kebaikan. Contohnya menolak dengan sopan
suatu ajakan atau tawaran.
c) Nilai-nilai kesejahteraan, misalnya keengganan dan ketidakmampuan menolak karena
ada unsur kesejahteraan di dalamnya, seperti tidak bisa menolak ajakan kawan yang
disegani untuk ikut menjadi pemegang polis asuransi.
d) Nilai-nilai kesopanan, harga menghargai, misalnya ketidakmam- puan menghindari suatu
undangan walaupun dirinya dalam kondisi lelah, karena kalau menolak hadir takut dikira
kurang menghargai.
e) Nilai-nilai diskresi (dari bahasa Inggris descretion) diartikan sebagai suatu pertimbangan,
penuh pikir dalam arti mampu membedakan sesuatu yang patut dirahasiakan dan yang
boleh dikatakan

Anda mungkin juga menyukai