Kelompok C – PI18A
Dalam pribahasa suku Indian di Amerika berbunyi: “Jika satu buah pinus jatuh, maka
elang akan melihatnya, rusa dapat mendengarnya, dan beruang akan menciumnya”.
(Herrero, 1985). Tiap spesies hewan memiliki sensitivitas yang berbeda terhadap
stimulus. Penglihatan dan pendengaran manusia merespons stimulus dengan
jangkauan yang lebih besar dari hewan, hal tersebut mungkin disebabkan oleh
banyaknya stimulus yang relevan padamanusia. Tetapi, manusia juga memiliki
spesialisasi indra yang sangat penting, Contohnya, indra pengecap memperingatkan
kita tentang racun melalui rasa pahit (Richter. 1950 Schiffman dan Erickson, 1971),
Indra pengecap tidak memberikan respons apapun terhadap materi, yang tidak
berpengaruh terhadap manusia, misalnya selulosa. Sistem olfaktori manusia tidak
merespons gas yang tidak bermanfaat (misalnya karbondioksida), tetapi akan
memberikan respons kuat terhadap stimulus yang penting secara biologis (misalnya
bau daging busuk). Oleh karena itu, untuk selanjutnya akan dibahas mengenai
bagaimana sistem indra manusia yang penting secara biologis dan membahas
bagaimana sistem indra menyebabkan kita dapat mempersepsikan kenyataan.
Sumber : https://www.fundable.com/the-sluis-academy
AUDITION
Jika sebuah pohon roboh di tengah hutan tanpa didengar siapapun, apakah robohnya
pohon tersebut menimbulkan suara?Jawabannyatergantung dari apa yang kita
maksud dengan “suara”. Jika kita mendefinisikan suara hanya sebagai getaran, maka
pohon yang roboh menimbulkan suara. Akan tetapi, pada umumnya kita
mendefinisikan suara sebagai bentuk fenomena psikologi, yaitu getaran yang
didengar oleh sebagian organisme. Berdasarkan definisi tersebut, getaran bukanlah
suara kecuali didengar oleh seseorang.
Auditory system
Auditory System
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=SU_aecxckRg
Suara dan Telinga
Gelombang suara adalah kompresi periodik medium, seperti: udara,
air, dan lain
sebagainya. Ketika sebuah pohon roboh, hal tersebut menyebabkan
pohon dan tanah
bergetar sehingga menghasilkan gelombang suara di udara yang
ditangkap oleh kedua
telinga kita. Jika sesuatu jatuh ke permukaan bulan yang
tidak terdapat udara, maka
kita tidak dapat mendengarnya kecuali kita
menempelkan telinga ke permukaan
bulan.
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=L4F4zaRqQdk
Dimensi Fisik dan Psikologi Suara
Tiap gelombang suara memiliki amplitudo dan frekuensi yang berbeda. Amplitudo
adalah intensitas suara. Kompresi udara dengan intensitas tinggi menghasilkan
gelombang suara dengan amplitudo yang besar, contohnya seperti petir yang
menggelegar. Kenyaringan (loudness) adalah persespsi intensitas yang berkaitan
dengan amplitudo, tetapi keduanya adalah hal yang berbeda. Ketika amplitudo
meningkat dua kali lipat, maka kenyaringannya meningkat, tetapi tidak dua kali lipat.
Kenyaringan dipengaruhi oleh banyak faktor, contohnya pada amplitudo yang sama
seseorang yang berbicara dengan cepat terdengar lebih nyaring daripada suara musik
yang pelan. Jadi apabila Anda mengeluh tentang suara iklan yang terlalu nyaring
dibanding acara stasiun televisi, hal tersebut salah satunya disebabkan karena
pemainnya berbicara lebih cepat di dalam iklan.
Sumber : https://www.sciencebuddies.org/teacher-resources/lesson-plans/sound-wave-
frequency-amplitude
Jeda waktu antar-puncak gelombang menentukan besarnya frekuensi suara, hal
tersebut kita alami sebagai tinggi nada. Gelombang suara pertama memperlihatkan 5
gelombang suara dalam 0,1 detik atau 50 Hz, yaitu sebuah suara berfrekuensi sangat
rendah yang kita alami sebagai nada rendah. Ketiga gelombang suara selanjutnya
merepresentasikan frekuensi 100 Hz. Perbedaan struktur vertikal antar-gelombang
merepresentasikan amplitudo atau intensitas suara tersebut, yang kita alami sebagai
kenyaringan.
Struktur Telinga
Sumber: https://www.dailykos.com/stories/2015/6/28/1394915/-KosAbility-Can-You-
Hear-Me-Now-On-Hearing-Loss
Ahli anatomi membagi telinga menjadi 3 bagian, yang bertahap. yaitu: telinga luar,
tengah, dan dalam. Termasuk ke dalam bagian telinga luar adalah pinna (daun
telinga),sebuah struktur yang mudah dikenali, sanggurdi terbentuk dari daging dan
tulang rawan yang melekat di kedua sisi kepala kita. Pinna membantu penentuan
sumber suara dengan cara mengubah arah pantulan suara. Kita harus mempelajari
bagaimana memanfaatkan informasi tersebut karena tiap individu memiliki bentuk
pinna yang berbeda (Van Wanrooij dan Van Opstal, 2005). Pinna kelinci yang lebar dan
dapat digerakkan memungkinkan kelinci menentukan sumber suara jauh lebih tepat.
Pada telinga dalam terdapat sebuah struktur yang berbentuk seperti siput yang
disebut koklea (dalam bahasa Latin “cochlea” berarti siput).
Sumber: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1672293017300752
Apabila suara mengenai membran timpani maka akan menyebabkan bergetarnya tiga
tulang kecil, yaitu: tulang martil, landasan, dan sanggurdi, yang akan mengubah
gelombang suara menjadi getaran yang lebih kuat di dalam koklea yang berisi cairan.
Getaran di dalam koklea akan mengubah posisi sel-sel rambut yang ada pada
membran basilar.
Sel-sel rambut pada sistem auditori tiga spesies (a dan b) Sel-sel rambut dari organ
sakulu kodok, sebuah organ yang mendeteksi getaran yang ada dalam tanah. (c) Sel-sel
rambut dari koklea kucing. (d) Sel-sel rambut dari koklea kadal, Kc= kinosilium, yaitu
salah satu komponen penting pada berkas rambut.
Sumber: https://www.britannica.com/science/basilar-membrane
Teori yang ada saat ini merupakan gabungan dari teori frekuensi dan teori tempat.
Sesuai dengan teori frekuensi, membran basilar memang bergetar secara sinkron
dengan suara berfrekuensi rendah (sekitar 100 Hz-lebih besar dari satu oktaf di
bawah tangga nada C tengah yang berfrekuensi 264 Hz) dan untuk tiap satu
gelombang, akson saraf auditori akan menghasilkan satu potensial aksi. Suara pelan
hanya mengaktivasi beberapa neuron, sementara suara yang kencang dapat
mengaktivasi lebih banyak neuron. Oleh karena itu, pada frekuensi rendah, impuls
frekuensisnya akan menandakan tinggi nada dan jumlah penembakan neuron akan
menandakan kenyaringannya.
Neuron auditori lain juga menghasilkan potensial aksi dengan posisi yang terkunci
pada fase puncak gelombang suara, tetapi antar-neuron tersebut dapat terkunci pada
puncak gelombang yang berbeda.
Apabila kita mendengar suara dengan frekuensi yang sangat tinggi, maka kita
menggunakan mekanisme yang serupa dengan teori tempat. Kerapatan membran
basilar berubah, pada bagian dasarnya menegang, bagian tersebut merupakan lokasi
pertemuan antara tulang sanggurdi dan koklea; pada ujung yang berlawanan (apeks),
membran tersebut mengendur (von Bekesy, 1956)
Suara berfrekuensi tinggi mengeksitasi sel-sel rambu pada bagian dasar. Suara
berfrekuensi rendah mengeksitasi sel-sel rambut pada bagian apeks. Sel-sel rambut
pada membran basilar memiliki karakteristik yang berbeda di tiap titik. Sel-sel rambut
tersebut diatur dengan baik sehingga hanya bergetar apabila ada gelombang suara
dengan frekuensi tertentu. Suara dengan frekuensi paling tinggi akan menggetarkan
sel-sel rambut pada bagian dasar membran dan suara dengan frekuensi yang lebih
rendah akan menggetarkan sel-sel rambut pada bagian setelahnya (Warren, 1999).
Sebenarnya, mekanisme pendengaran untuk frekuensi lebih dari 4000 Hz belum
seluruhnya dipahami, karena frekuensi yang sangat tinggi tersebut mengubah
beberapa karakteristik neuron dan membrannya (Fridberger et al., 2004). Beberapa
orang menderita “buta nada; istilah ilmiahnya adalah amusia.
Seseorang yang sama sekali tidak sensitif terhadap frekuensi tidak akan memahami
bahasa lisan, karena tiap suara yang kita keluarkan tergantung pada perubahan tinggi
nada yang cepat dan sedikit. Tetapi terdapat sejumlah orang, yang diperkirakan
mencapai 4 % dari populasi, mengalami gangguan pendengaran yang serius sehingga
tidak dapat mendeteksi sedikit perubahan frekuensi, misalnya antara C dan C# Seperti
yang dapat Anda bayangkan bahwa mereka tidak menikmati musik (Hyde dan Peretz,
2004). Fenomena tersebut belum dapat dijelaskan.
Gangguan Pendengaran
1. Tuli
2. Pendengaran, Perhatian, dan Usia Lanjut
Lokalisasi Suara
How Your Ears Work
Fungsi Pendengaran
Indra Mekanik
Jika kita meletakkan tangan kita di permukaan radio kita, kita merasakan ada
getaran yang sama dengan yang kita dengar. Jika kita cukup berlatih, dapatkah kita
belajar untuk “mendengar” getaran dengan jari-jari kita? Tidak, mereka akan tetap
menjadi getaran. Jika spesies tanpa telinga punya cukup waktu, mungkinkah detektor
getarnya berkembang menjadi pendeteksi suara? Bisa jadi. karena faktanya, telinga
kita berevolusi seperti itu. Sebagian besar evolusi terdiri dari mengambil sesuatu yang
berevolusi untuk satu tujuan dan memodifikasinya untuk tujuan lain. Indra mekanik
merespons tekanan, tekukan, atau distorsi reseptor lainnya. Seperti sentuhan, rasa
sakit, dan sensasi tubuh lainnya, serta sensasi vestibular, yang mendeteksi posisi dan
pergerakan kepala. Audisi juga merupakan rasa mekanis karena sel-sel rambut
dimodifikasi sebagai reseptor sentuhan. Kami menganggapnya secara terpisah karena
kompleksitas dan pentingnya.
Sensasi Vestibular
Saat kita menggerakkan kepala, organ vestibular yang berdekatan dengan koklea
memantau pergerakan dan mengarahkan gerakan kompensasi mata kita. Saat kepala
kita bergerak ke kiri, mata kita bergerak ke kanan; saat kepala kia bergerak ke kanan,
mata kita bergerak ke kiri. Dengan mudah, kita tetap fokus pada apa yang ingin Anda
lihat (Brandt, 1991).
Sensasi dari organ vestibular mendeteksi arah kemiringan dan jumlah percepatan
kepala. Kita menggunakan informasi tersebut secara otomatis untuk memandu
gerakan mata dan menjaga keseimbangan.
sumber: Biological Psychology 12E, James W. Kalat
Organ vestibular, yang menjadi pejaga keseimbangan dalam tubuh, ditunjukkan pada
gambar di atas. Sistem ini terletak pada tulang temporal telinga, mencakup koklea dan
berbagai reseptor di telinga kita. Seperti reseptor pendengaran, reseptor vestibular
adalah reseptor sentuhan yang dimodifikasi.
Suatu sistem indra yang mendeteksi pengalaman yang disebut sentuhan atau tekanan,
suhu (hangat atau dingin), sakit (termasuk gatal dan geli), termasuk juga propriosepsi
(sensasi pergerakan otot) serta posisi persendian seperti postur, pergerakan, visera
dan ekspresi wajah.
Reseptor Somatosensori
sumber:
http://senyumsimetris.blogspot.com/2015/10/sistem-olfaktori-dan-somatosensori.html
Sistem somatosensori bergantung pada beragam reseptor yang sensitif terhadap
stimulasi yang berbeda pada kulit dan jaringan internal. Otak mempertahankan
beberapa perwakilan somatosensorik tubuh yang paralel. Stimulus berupa luka
mengeksitasi reseptor nyeri yang merupakan ujung saraf yang tidak bercabang.
Beberapa reseptor nyeri juga memberikan respon pada gerakan sendi atau gerakan
otot. Tubuh juga memiliki reseptor khusus untuk mendeteksi berbagai tingkat panas
atau dingin suhu tubuh kita.
Menggelitik
Mengapa kita bisa tertawa jika seseorang dengan cepat menyentuhkan ketiak, leher,
atau telapak kaki kita? Sebab simpanse merespons sensasi serupa dengan semburan
terengah-engah yang menyerupai tawa. Mengapa kita tidak bisa menggelitik diri
sendiri? Karena alasan yang sama kita tidak dapat mengejutkan diri sendiri. Ketika
kita menyentuh diri sendiri, otak kita membandingkan stimulasi yang dihasilkan
dengan stimulasi “yang diharapkan” dan menghasilkan respons somatosensori yang
lebih lemah daripada yang akan kita alami dari sentuhan yang tidak terduga
(Blakemore, Wolpert, & Frith, 1998).
Somatosensasi dalam
Sistem saraf Pusat
Informasi dari reseptor sentuhan di kepala memasuki pusat sistem saraf (SSP) melalui
saraf kranial (saraf sadar). Informasi dari reseptor di bawah kepala memasuki
sumsum tulang belakang dan melewati otak melalui 31 saraf tulang belakang,
termasuk 8 saraf serviks, 12 saraf toraks, 5 saraf lumbal, 5 saraf sakral, dan 1 saraf
tulang rusuk. Setiap saraf tulang belakang memiliki komponen sensorik dan
komponen motorik.
Setiap saraf tulang belakang menginervasi (menghubungkan ke) area tubuh yang
terbatas yang disebut dermatome.
Reseptor untuk rasa bukanlah neuron sejati tetapi sel kulit yang dimodifikasi. Seperti
halnya neuron, reseptor rasa memiliki selaput yang menggairahkan dan melepaskan
neurotransmiter untuk menggairahkan neuron tetangga, yang pada gilirannya
mengirimkan informasi ke otak. Seperti halnya sel-sel kulit, reseptor rasa secara
bertahap dihilangkan dan diganti masing-masing berlangsung sekitar 10 hingga 14
hari (Kinnamon, 1987)
Orang-orang di Barat mendesrikipsikan rasa dengan istilah asin, manis, asam dan
pahit, mamun berberapa rasa menolak dikategorikan dengan istilah-istilah ini. Satu
cara untuk mengidenntifikasi tipe reseptor adalah menemukan prosedur yang
mengubah satu reseptor bukan yang lain. Contohnya, mengunyah buah beri
memberikan rasa tapi mengubah rasa menjadi manis , beri mempunyai protein dan
miraculin yang mengubah reseptor manis, memungkinkan acid untuk mensimulasi.
Segala hal yang memiliki acid akan terasa manis dan selain rasa asam yang biasa ada
dalam beri. Yang sering kali dikonsumsi saat diet sebagai pengganti makanan manis ,
namun jika terlalu banyak dapat menyebabkan sakit maag. Jus jeruk akan terasa aneh
jika diminum setelah sikat gigi, pasta gigi mengandung sodium lauryl sulfat yang
memiliki rasa pahit dan melemahkan rasa manis dengan melapisi reseptor manis di
lidah.
Subtansi lain yang dapat merubah rasa adalah tanaman gymnema sylvestre yang bisa
dibuat menjadi teh. Setelah membasahi lidah dengan gymnema selama 30 detik dan
mencoba berbagai rasa.Seperti asin ataupun manis, akan terasa seperti biasa namun
berubah menjadi hambar. Permen terasa asam pahit atau asin. Rasa itu sebenarnya
ada namun tidak terasa karena pemanisnya. Pemanis buatan aparteme hanya
kehilangan sebagian rasa manisnya yang mengartikan bahwa itu mensimulasi
reseptor tambahan selain reseptor manis. Orang yang menderita diabetes sebaiknya
tidak mengkonsumsi tanaman ini, karena gymnema sylvestre dapat mengubah
penyerapan gula di usus. Gymnema sylvestre juga dapat membuat tinja anda menjadi
hijau dalam beberapa hari kedepan setelah . Semua ini menegaskan bahwa kita
mempunyai reseptor yang sensitif terhadap satu cita rasa daripada rasa yang lain.
Bukti lebih lanjut untuk tipe terpisah pada reseptor rasa datang dari penelitian
berikut: basahi lidah dengan cairan asam, misal jus lemon tanpa gula. Kemudian coba
cairan asam yang lain seperti , cuka. Anda akan merasa cairan kedua kurang asam
dari yang pertama dari biasanya. Tergantung kepekatan jus lemon yang anda coba
cairan kedua bisa jadi tidak terasa asam sama sekali. Fenomena, ini disebut
adaptasi, merefleksikan kejenuhan reseptor untuk merasakan rasa asam. Sekarang
jika anda mencoba sesuatu yang asin, manis, atau pahit.Berbagai subtansi ini akan
terasa sama seperti biasa. Dalam waktu singkat anda akan merasakan cross-
adaptation (adaptasi silang) mengurangi rasa setelah terpapar makanan dengan cita-
rasa lain. Tenyata, reseptor asam berbeda dengan reseptor lain. Serupa dengan
reseptor asin yang berbeda dengan reseptor lain.Meskipun kita mengetahui bahwa
kita memiliki setidaknya empat reseptor, beberapa bukti menujukan bahwa ada
reseptor yang kelima, gultamat,seperti yang ada di monosodium gultamat (MSG).
Lidah mempunyai reseptor gultamat yang menyerupai reseptor gultamat sebagai
neurotrasmmiter. Gultamat terasa seperti kaldu ayam tanpa garam, atau yang biasa
disebut umami.Dan lagi faktanya kimiawi berbeda merangsang reseptor yang
berbeda, memproduksi ritme berbeda dari berbagai aksi potensial. Untuk sensasi-
sensasi lain kita berasumsi bahwa yang penting adalah berapa banyak aksi potensial
yang akan terjadi dalam satu waktu. Di dalam rasa, pola sementara juga penting, atau
mungkin sangat penting.Tiap rasa akan ada selama 30 detik, ditandai garis stimulus.
Respon akan ada hingga lidah dibasahi oleh air.
Informasi dari reseptor di lidah berjalan ke otak bersama selaput anak telinga, batang
ketujuh saraf cranial (saraf wajah) informasi dari lidah posterior dan tenggorokan
bergerak sepanjang cabang saraf kranial kesembilan dan kesepuluh. Saraf rasa ini
memproyeksikan kei nukleus dari trus solitarius(NTS), struktur di medula (Travers,
Pfaff mann,& Norgren, 1986). Dari NTS, cabang informasi keluar,mencapai pons,
hipotalamus lateral, amigdala, sangventral-posterior thalamus, dan dua area korteks
serebral(Pritchard, Hamilton, Morse, & Norgren, 1986; Yamamoto,1984). Salah satu
area ini, korteks somatosensori, merespons untuk aspek sentuhan stimulasi lidah.
Area lainnya,dikenal sebagai insula, adalah korteks rasa primer.
Sensitivitas rasa bervariasi di antara spesies hewan. Kucing, hyena, anjing laut, dan
singa laut tidak memiliki reseptor rasa manis. Menjadi karnivora (pemakan daging),
mereka tidak pernah memilih makanan dengan rasa manis. Individu juga bervariasi
dalam sensitivitas rasa mereka. Satu gen mengendalikan sebagian besar varians,
meskipun gen lain juga berkontribusi.
Pada 1990-an, para peneliti menemukan bahwa orang dengan sensitivitas rendah
terhadap zat pahit juga kurang sensitif dibandingkan rata-rata terhadap selera lain.
Rata-rata, supertaster lebih menyukai makanan favorit mereka daripada orang lain,
dan menghindari makanan yang paling tidak mereka sukai. Perbedaan antara taster
dan supertaster tergantung pada jumlah papilla fungiform di dekat ujung lidah,
dengan supertaster memiliki jumlah terbatas. Perbedaan anatomi, sebagian
tergantung pada genetika tetapi juga pada usia, hormon, dan pengaruh lainnya.
Penciuman
Reseptor Penciuman
Neuron yang bertanggung jawab untuk penciuman adalah sel-sel penciuman yang
melapisi epitel penciuman di bagian belakang hidung. Perkiraan terbaik adalah
bahwa manusia memiliki beberapa ratus protein reseptor penciuman, sedangkan
tikus dan tikus memiliki sekitar seribu jenis. Sejalan dengan itu, tikus membedakan
antara bau yang tampaknya sama untuk manusia.
Kita hanya memiliki tiga jenis kerucut dan lima jenis reseptor rasa, sebagai ilustrasi,
karena kita hanya memiliki tiga jenis kerucut, masing-masing kerucut berkontribusi
untuk setiap persepsi warna. Setiap reseptor penciuman merespon hanya beberapa
rangsangan. Respons dari satu reseptor mungkin berarti, “asam lemak dengan rantai
lurus tiga hingga lima atom karbon.” Tanggapan yang lain mungkin berarti, “baik
asam lemak atau aldehida dengan rantai lurus lima hingga tujuh atom karbon”.
Aktivitas gabungan kedua reseptor itu mengidentifikasi suatu bahan kimia dengan
tepat. Pertanyaan itu mungkin muncul pada Anda, “Mengapa evolusi repot-repot
merancang begitu banyak jenis reseptor penciuman? Bagaimanapun juga, penglihatan
warna hanya bertahan dengan tiga jenis kerucut. ”Alasan utamanya adalah bahwa
energi cahaya dapat diatur sepanjang dimensi tunggal, panjang gelombang. Proses
penciuman di udara bahan kimia yang tidak berkisar sepanjang satu kontinum.
Perbedaan Individu
Feromon
Synesthesia
Synesthesia adalah pengalaman yang dimiliki beberapa orang dimana stimulasi satu
indera membangkitkan persepsi indra itu dan juga indera lainnya. Orang yang
melaporkan sinestesia telah meningkatkan jumlah materi abu-abu di area otak
tertentu dan mengubah koneksi ke area lain. Sebagai contohnya, seseorang mungkin
menganggap huruf J sebagai hijau atau mengatakan bahwa setiap rasa terasa seperti
bentuk tertentu pada lidah.
View all posts by psychology student
20th Mar 2019
Uncategorized
BLOG AT WORDPRESS.COM.
UP ↑