Anda di halaman 1dari 4

Nama:

NIM:

Offering:

Tugas:

1. Pengembangan alat pengukuran

Pengembangan alat ukur perlu menempuh langkah-langkah tertentu. Ada 9 langkah yang harus
ditempuh untuk dapat mengembangkan tes hasil belajar atau prestasi belajar dengan baik. Langkah-
langkah itu adalah:

1. Menyusun spesifikasi tes


2. Menulis tes
3. Menelaah soal
4. Melakukan uji coba
5. Menganalisis  butir soal
6. Memperbaiki soal
7. Merakit soal
8. Melaksanakan tes
9. Menafsirkan hasil tes

Uraian tiap langkah dipaparkan sebagai berikut:

Langkah awal mengembangkan tes adalah menetapkan spesifikasi tes, yaitu uraian yang
menunjukkan keseluruhan karakteristik yang harus dimiliki suatu tes. Spesifikasi tes yang jelas
mempermudah dalam menulis soal, siapa saja yang menulis soal akan menghasilkan tingkat
kesulitan soal yang relatif sama. Penyusunan spesifikasi tes mencakup kegiatan sebagai berikut:

1. Menentukan tujuan tes


2. Menyusun kisi-kisi tes
3. Memilih bentuk tes
4. Menentukan panjang tes.

Tujuan tes misalnya ditentukan untuk formatif atau tujuan sumatif. Sedangkan untuk menyusun kisi-
kisi tes ada langkah-langkah yang harus ditempuh. Langkah itu adalah:

(1). Penentuan indikator-indikator

(2). Pemilihan bentuk tes, dan

(3). Penentuan panjang tes.

Butir-butir tes hendaknya dapat mengukur indikator, dan indikator-indikator dapat mengukur
kompetensi dasar. Hal ini untuk mengurangi penyimpangan dalam memilih bahan yang akan diujikan
agar memenuhi syarat validitas. Hal yang penting dalam menentukan materi tes adalah kompetensi
dasar yang ingin dicapai dan jenis tagihannya, karena ada kompetensi dasar yang diukur melalui
tugas rumah ada yang melalui ulangan harian.

Penentuan bentuk tes yang tepat ditentukan oleh tujuan tes, jumlah peserta tes, waktu yang
tersedia untuk memeriksa lembar jawaban tes, cakupan materi tes, dan karakteristik mata pelajaran
yang diujikan. Bentuk tes objektif pilihan ganda dan benar salah sangat tepat digunakan bila jumlah
peserta tes banyak, waktu koreksi singkat, dan cakupan materi yang diujikan banyak. Kelebihan tes
objektif bentuk pilihan adalah lembar jawaban dapat diperiksa dengan komputer, sehingga
objektivitas penyekoran dapat dijamin. Namun penyusunan tes objektif memerlukan kecermatan
tertentu.

Bentuk tes uraian objektif sering digunakan pada mata pelajaran yang batasnya jelas, misalnya mata
pelajaran Fisika, Matematika, Kimia, Biologi dsb. Soal pada tes ini jawabannya hanya satu, mulai dari
memilih rumus yang tepat, memasukkan angka dalam rumus, menghitung hasil, dan menafsirkan
hasilnya.  Sistem penyekoran pada tes bentuk uraian objektif dapat dibuat dengan jelas dan rinci.

Panjang tes ditentukan oleh waktu yang tersedia untuk melakukan ujian dengan memperhatikan
bahan yang diujikan dan tingkat kelelahan peserta tes. Pada umumnya tes dilakukan dalam waktu 90
menit sampai 120 menit. Tes pilihan ganda dengan tingkat kesulitan sedang tiap butir memerlukan
waktu pengerjaan sekitar 1 menit. Banyaknya butir soal bentuk uraian tergantung pada kompleksitas
soal. Namun disarankan menggunakan lebih banyak soal untuk menjamin validitas isi yang lebih
baik.

Ada 3 hal utama yang harus diperhatikan dalam menentukan jumlah soal yang akan diujikan, yaitu:

(1). Bobot masing-masing bagian yang telah ditentukan dalam kisi-kisi,

(2). Keandalan yang diinginkan, dan

(3). Waktu yang tersedia.

Bobot skor tiap soal dapat ditentukan sebelum tes digunakan, yaitu berdasarkan tingkat esensialitas,
kekompleksitasan atau kesulitan, yang kompleks atau sulit diberi bobot yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang lebih sederhana atau mudah. Pemberian bobot dapat pula diberikan
setelah tes digunakan, yaitu dengan menghitung simpang baku tiap butir soal. Penentuan bobot
didasarkan pada besarnya simpang bakunya, seperti butir yang simpang baku skornya besar diberi
bobot besar. Dan butir yang memiliki simpang baku skornya kecil diberi bobot kecil.

Jumlah soal yang diperlukan tiap jenis tes untuk suatu satuan waktu tertentu harus diperhitungkan
dengan tepat. Hal ini untuk menjaga agar waktu yang disediakan tidak kurang dan tidak berlebih.
Guru yang sudah berpengalaman dapat menentukan jumlah soal dengan tepat.

2. Teknik pengukuran: thurstone, guttman, likert

Skala thurstone dapat digunakan untuk menduga preferensi individu dengan menggunakan
nilai frekuensi responnya. Posisi dari butir-butir pertanyaan dapat diperoleh dengan mengambil
rataan dari persentil sebaran normal baku berdasarkan proporsi preferensi responden terhadap
sebuah butir pertanyaan (Budiaji, 2013).
Skala guttman menggunakan skala kumulatif dimana jika individu setuju pada butir
pertanyaan tertentu, maka individu tersebut juga setuju pada semua butir pertanyaan lain yang
lebih lemah (pertanyaan sebelumnya). Skala guttman jarang dipakai peneliti karena membutuhkan
upaya yang lebih gigih untuk mendapatkan butir-butir pertanyaan yang valid (Budiaji, 2013).

Skala likert menggunakan beberapa butir pertanyaan untuk mengukur perilaku individu
dengan merespon 5 titik pilihan pada setiap butir pertanyaan, sangat setuju, setuju, tidak
memutuskan, tidak setuju, dan sangat tidak setuju (Budiaji, 2013).

3. Desain pembuatan instrumen:

Untuk memahami konsep penyusunan dan pengembangan instrumen, maka di bawah ini akan
disajikan proses atau langkah-langkah yang ditempuh dalam penyusunan instrumen dilengkapi
dengan bagan proses penyusunan item-item instrumen suatu penelitian.

Secara garis besar langkah-langkah penyusunan dan pengembangan instrumen menurut (Muljono,
2002) adalah sebagai berikut :

1. Berdasarkan sintesis dari teori-teori yang dikaji tentang suatu konsep dari variabel yang hendak
diukur, kemudian dirumuskan konstruk dari variabel tersebut. Konstruk pada dasarnya adalah
bangun pengertian dari suatu konsep yang dirumuskan oleh peneliti.

2. Berdasarkan konstruk tersebut dikembangkan dimensi dan indikator variabel yang sesungguhnya
telah tertuang secara eksplisit pada rumusan konstruk variabel pada langkah 1.

3. Membuat kisi-kisi instrumen dalam bentuk tabel spesifikasi yang memuat dimensi, indikator,
nomor butir dan jumlah butir untuk setiap dimensi dan indikator.

4. Menetapkan besaran atau parameter yang bergerak dalam suatu rentangan kontinum dari suatu
kutub ke kutub lain yang berlawanan, misalnya dari rendah ke tinggi, dari negatif ke positif, dari
otoriter ke demokratik, dari dependen ke independen, dan sebagainya.

5. Menulis butir-butir instrumen yang dapat berbentuk pernyataan atau pertanyaan.

6. Butir-butir yang telah ditulis merupakan konsep instrumen yang harus melalui proses validasi, baik
validasi teoretik maupun validasi empirik.

7. Tahap validasi pertama yang ditempuh adalah validasi teoretik

8. Revisi atau perbaikan berdasarkan saran dari pakar atau berdasarkan hasil panel.

9. Setelah konsep instrumen dianggap valid secara teoretik atau secara konseptual, dilakukanlah
penggandaan instrumen secara terbatas untuk keperluan ujicoba.

10. Ujicoba instrumen di lapangan merupakan bagian dari proses validasi empirik.

11. Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan kriteria baik kriteria internal maupun kriteria
eksternal

12. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh kesimpulan mengenai valid atau sebuah perangkat
instrumen. Jika kita tidaknya sebuah butir menggunakan kriteria internal, yaitu skor total instrumen
sebagai kriteria maka keputusan pengujian adalah mengenai valid atau tidaknya butir instrumen dan
proses pengujiannya biasa disebut analisis butir.
13. Untuk kriteria internal atau validitas internal, berdasarkan hasil analisis butir maka butir-butir
yang tidak valid dikeluarkan atau diperbaiki untuk diujicoba ulang, sedang butir-butir yang valid
dirakit kembali menjadi sebuah perangkat instrumen untuk melihat kembali validitas kontennya
berdasarkan kisi-kisi.

14. Selanjutnya dihitung koefisien reliabilitas. Koefisien reliabilitas dengan rentangan nilai (0-1)
adalah besaran yang menunjukkan kualitas atau konsistensi hasil ukur instrumen. Makin tinggi
koefisien reliabilitas makin tinggi pula kualitas instrumen tersebut. Mengenai batas nilai koefisien
reliabilitas yang dianggap layak tergantung pada presisi yang dikehendaki oleh suatu penelitian.
Untuk itu kita dapat merujuk pendapat-pendapat yang sudah ada, karena secara eksak tidak ada
tabel atau distribusi statistik mengenai angka reliabilitas yang dapat dijadikan rujukan.

15. Perakitan butir-butir instrumen yang valid untuk dijadikan instrumen final.

Referensi tambahan:

Budiaji, W. (2013). Skala Pengukuran dan Jumlah Respon Skala Likert (The Measurement Scale and
The Number of Responses in Likert Scale). Ilmu Pertanian Dan Perikanan, 2(2), 127–133.
http://umbidharma.org/jipp
Muljono, P. (2002). Penyusunan dan Pengembangan Instrumen Penelitian. Lokakarya Peningkatan
Suasana Akademik Jurusan Ekonomi, 1–27.

Anda mungkin juga menyukai