Anda di halaman 1dari 34

Tes Objektif

EnengDianjafraconsultan

6 years ago

A. Pengertian Tes
Istilah tes diambil dari kata “testum” suatu pengertian dalam bahasa
Perancis kuno yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Ada
pula yang mengartikan sebagai sebuah piring yang dibuat dari tanah. Dalam
perkembangannya, istilah tes diadopsi dalam psikologi dan pendidikan.

Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam rangka
melaksanakan kegiatan pengukuran, yang didalamnya terdapat berbagai
pertanyaan, pernyataan atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau
dijawab oleh peserta didik untuk mengukur aspek perilaku peserta
didik. Menurut seorang ahli bernama James Ms. Cattel, pada tahun 1890 telah
memperkenalkan pengertian tes ini kepada masyarakat melalui bukunya yang
berjudul “mental test and measurement”. Selanjutnya di Amerika Serikat tes ini
berkembang dengan cepat sehingga dalam tempo yang tidak begitu lama
masyarakat mulai menggunakannya.

Banyak ahli yang mulai mengembangkan tes ini untuk berbagai bidang,
namun yang terkenal adalah sebuah tes intelegensi yang disusun oleh orang
Perancis bernama Binet, yang kemudian di bantu penyempurnaannya oleh
Simon, sehingga tes tersebut dikenal sebagai tes binet-simon (tahun 1904).

Pengertian tes lebih ditekankan pada penggunaan alat pengukuran. Terdapat


beberapa istilah yang berhubungan dengan tes, yaitu
tes, testing, testee dan tester, maka diterangkan sebagai berikut:

–Tes: adalah merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui
atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang
sudah ditentukan. Untuk mengerjakan tes ini tergantung dari petunjuk yang
diberikan misalnya : melingkari salah satu huruf di depan pilihan jawaban,
menerangkan, mencoret jawaban yang salah, melakukan tugas atau suruhan,
menjawab secara lisan dan sebagainya.

–Testing: testing merupakan saat pada waktu tes itu dilaksanakan atau testing
saat pengambilan tes.
–Testee :(dalam istilah Indonesia tercoba), adalah responden yang sedang
mengerjakan, dinilai atau diukur, baik mengenai kemampuan, minat, bakat,
pencapaian dan sebagainya.

–Tester:(dalam istilah Indonesia: percoba), adalah orang yang diserahi untuk


melaksanakan pengambilan tes terhadap para responden. Dengan lain
perkataan, tester adalah subyek evaluasi (tetapi adakalanya hanya orang yang
ditunjuk oleh subyek evaluasi untuk melaksanakan tugasnya). Menurut Sumadi
Suryabrata (1984:22) tes adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dan
atau perintah-perintah yang harus dijalankan, yang mendasarkan harus
bagaimana tester menjawab pertanyaan atau melakukan perintah-perintah itu,
penyelidik mengambil kesimpulan dengan cara membandingkannya dengan
dengan standar atau testee yang lain.

Untuk memahami tentang pengertian tes, berikut ini dikutip beberapa


pendapat pendapat para ahli, yaitu :

a. Tes adalah suatu pengukuran yang berisi serangkaian pertanyaan, dimana


masing-masing pertanyaan memiliki jawaban yang benar (Ebel & Eriesbie,
1986)

b. Tes merupakan serangkaian tugas-tugas yang digunakan dalam berbagai


observasi (Sax, 1980)

c. Tes seringkali berkonotasi dengan adanya pertanyaan-pertanyaan yang


standar yang perlu dijawab ( Mehrenns & Lehmann, 1973)

B. Pengertian Tes Objektif

Tes objektif yang juga dikenal dengan istilah tes jawaban pendek (short answer
test) tes ya-tidak (yes-no test) dan test model baru (new tipe test) adalah salah
satu jenis tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir soal (item) yang dapat
jawab oleh testee dengan jalan memilih salah satu jawaban (atau lebih) di antara
beberapa kemungkinan jawaban yang dapat dipasangkan pada masing-
masing items atau dengan cara mengisikan (menuliskan) jawaban berupa kata-
kata atau simbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang yang telah disediakan
untuk masing-masing butir items yang bersangkutan.

Dilihat dari sistem penskorannya, tes objektif akan menghasilkan skor yang
sama. Sebagaimana nama yang digunakannya, soal objektif adalah soal yang
tingkat kebenarannya objektif. Oleh karenanya, tes objektif adalah tes yang
dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif (Arikunto, 1995: 165).
Karena sifatnya yang objektif maka penskorannya dapat dilakukan dengan
bantuan mesin. Soal ini tidak memberi peluang untuk memberikan penilaian
yang bergradasi karena dia hanya mengenal benar dan salah. Apabila respons
siswa sesuai dengan jawaban yang dikehendaki maka respons tersebut benar
dan biasa diberi skor 1. Apabila kondisi yang terjadi sebaliknya, maka respons
siswa salah dan biasa diberi skor 0. Jawaban siswa bersifat mengarah kepada
satu jawaban yang benar (convergence).

Merujuk kepada berbagai pendapat tentang tes objektif dapat diambil


kesimpulan bahwa tes objektif adalah tes yang semua informasi yang diperlukan
peserta tes untuk memberikan respon telah disediakan oleh penyusun tes,
sehingga peserta tes tinggal memilihnya. Jawaban yang berupa pilihan bersifat
deterministik, sehingga hanya ada dua kemungkinan kebenaran jawaban – benar
atau salah.

C. Ketepatan Penggunaan Tes Objektif

Tes hasil belajar bentuk objektif sebagai salah satu bentuk tes hasil belajar tepat
digunakan apabila tester berhadapan dengan kenyataan-kenyataan disebutkan
berikut ini:

1. Peserta tes jumlahnya cukup banyak


2. Penyusun tes (tester) telah memiliki kemampuan dan bekal pengalaman
yang luas dalam menyusun butir-butir tes obyektif.
3. Penyusunan tes memiliki waktu yang cukup longgar dalam mempersiapkan
penyusunan butir-butir soal test objektif.
4. Penyusun tes merencanakan, bahwa butir-butir tes soal objektif itu tidak
hanya akan dipergunakan dalam satu kali tes saja melainkan akan
dipergunakan lagi dalam kesempatan tes hasil belajar yang akan datang.
5. Penyusunan tes mempunyai keyakinan penuh bahwa dengan menggunakan
butir-butir soal tes objektif yang disusunnya itu akan dapat dianalisa dalam
rangka mengetahui kualitas butir-butir itemnya, misalnya dari segi derajat
kesukaran, daya pembedanya dan sebagainya.
6. Penyusunan tes objektif berkeyakinan bahwa dengan menggeluarkan butir-
butir soal tes objektif maka prinsip objektivitas akan lebih mungkin untuk
diwujudkan ketimbang menggunakan butir-butir soal tes subjektif.

D. Kebaikan dan Kelemahan Tes Objektif

Seperti halnya tes uraian, sebagai alat pengukur keberhasilan belajar peserta
didik, tes objektif ini disamping memiliki keunggulan-keunggulan juga
memiliki kekurangan-kekurangan.

Di antara keunggulan-keunggulan yang memiliki yang dimiliki oleh tes objektif


ialah bahwa:

1. Tes objetif sifatnya lebih representatif dalam hal mencakup dan mewakili
materi yang telah diajarkan kepada peserta didik atau telah diperintahkan
kepada peserta didik untuk mempelajarinya.
2. Tes objektif lebih memungkinkan bagi tester untuk bertindak lebih objektif,
baik dalam mengoreksi lembar-lembar soal, menentukan bobot skor
maupun dalam menentukan hasil nilai tesnya.
3. Mengoreksi tes objektif jauh lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan
dengan tes uraian, bahkan dapat menggunakan menggunakan alat-alat
kemajuan teknologi misalnya mesin scanner.
4. Berbedanya dengan tes uraian, maka tes objektif memberikan kemungkinan
kepada orang lain untuk ditugasi atau dimintai bantuan guna mengoreksi
hasil tes tersebut.
5. Butir-butir soal pada tes objektif jauh lebih mudah dianalisis, baik dari segi
derajat kesukarannya, daya pembedanya, validitas maupun reliabilitasnya.

Adapun dari segi kelemahan dari tes objektif antara lain adalah:

1. Menyusun butir-butir soal tes objektif adalah tidak semudah seperti halnya
menyusun tes uraian.
2. Tes objektif pada umumnya kurang dapat mungukur atau mengungkap
proses berpikir tinggi atau mendalam.
3. Dengan tes objektif, terbuka kemungkinan bagi testee untuk bermain
spekulasi, tebak terka, adu untung dalam memberikan jawaban soal.
4. Cara memberikan jawaban soal pada tes objektif dimana dipergunakan
simbol-simbol huruf yang sifatnya seragam seperti A, B, C, D dan sebagainya
ini memungkinkan peluang bagi testee untuk saling bekerja sama.

E. Petunjuk Penggunaan Tes Objektif

Dengan tujuan agar tes objektif betul-betul dapat menjalankan fungsinya


sebagai alat pengukur hasil belajar, maka petunjuk operasional berikut ini
kiranya dapat dijadikan pedoman dalam menyusun butir-butir item obyektif.

Pertama, untuk dapat menyusun butir-butir soal tes objektif yang bermutu
tinggi, pembuat tes (dalam hal ini guru, dosen dan lain-lain) harus membiasakan
diri dan sering berlatih, sehingga dari waktu ke waktu ia akan dapat merancang
dan menyusun butir-butir soal tes objektif dengan lebih baik dan lebih
sempurna.

Kedua, setiap kali alat pengukur hasil belajar berupa tes obyetif itu selesai
digunakan, hendaknya dilakukan penganalisisan item dengan tujuan dapat
mengidentifikasi butir-butir item mana yang sudah termasuk dalam kategori
“baik” dan butir-butir item mana yang masih termasuk dalam kategori “kurang
baik” dan “tidak baik”.

Ketiga, dalam rangka mencegah timbulnya permainan spekulasi dan kerjasama


yang tidak sehat di kalangan testee, perlu disiapkan terlebih dahulu suatu norma
yang memperhitungkan faktor tebakan. Norma dimaksud berupa sanksi yang
akan diberikan kepada testee, di mana untuk setiap butir item yang dijawab
salah, kepada testee yang bersangkutan akan dikenai denda berupa pengurangan
skor. Dengan cara demikian maka testee diharapkan akan bekerja secara jujur
dan berusaha menjawab soal menurut keyakinannya sendiri, sebab bukan
mungkin bahwa “pertolongan” yang diperoleh dari kalimat testee lainnya justru
akan menjadi “mala petaka” bagi dirinya sendiri.

Keempat, agar tes obyektif disamping mengungkap aspek ingatan atau hafalan
juga dapat mengungkap aspek-aspek berpikir yang lebih dalam, maka dalam
merancang dan menyusun butir-butir item tes obyektif hendaknya tester
menggunakan alat bantu berupa tabel spesifikasi soal atau yang sering dikenal
dengan istilah blue print atau kisi-kisi soal. Dengan menggunakan alat bantu
tersebut diharapkan akan terjadi keseimbangan antara butir soal (yang
jumlahnya cukup banyak itu) dengan aspek-aspek psikologis (yang seharusnya
diungkapkan dalam tes tersebut).

Kelima, dalam menyusun kalimat soal-soal tes obyektif, bahasa atau istilah-
istilah yang dipergunakan hendaknya cukup sederhana, ringkas, jelas dan
mudah dipahami oleh testee. Susunan kalimat yang berkepanjangan istilah-
istilah yang tidak jelas atau meragukan dapat berakibat terjadinya hambatan
bagi testee untuk memberikan jawabannya.

Keenam, untuk mencegah terjadinya silang pendapat atau perbedaan


antara testee dengan tester, dalam menyusun butir-butir soal tes obyektif
hendaknya diusahakan sungguh-sungguh agar tidak ada butir-butir yang dapat
mengahasilkan penafsiran ganda atau kerancuan dalam pemberian jawabannya.

Ketujuh, cara memenggal atau memutus kalimat, membubuhkan tanda baca


seperti titik, koma dan sebagainya, penulisan tanda-tanda aljabar seperti
kuadrat, akar dan sebagainya, hendak ditulis dengan secara benar, usahakan
agar tidak terjadi kesalahan ketik atau kesalahan cetak sehingga tidak
mengganggu konsentrasi testee dalam memberikan jawaban soal.

Kedelapan, dengan cara bagaimanakah testee seharusnya memberikan jawaban


terhadap butir-butir soal yang diajukan dalam tes, hendaknya diberikan
pedoman atau petunjuknya secara jelas dan tegas sehingga testee dapat bekerja
sesuai dengan petunjuk umum atau petunjuk khusus yang dicantumkan dalam
lembar jawaban soal tes.

F. Jenis-jenis Tes Objekti

1. Tes Objektif Menjodohkan

a) Pengertian
Tes menjodohkan adalah butir soal atau tugas yang jawabannya dijodohkan
dengan seri jawaban. Dengan kata lain, tugas peserta tes hanya menjodohkan
premis dengan salah satu seri jawaban. Tes menjodohkan terdiri atas dua bagian
(kolom), yaitu :

1) Bagian pertama disebut seri stem, atau premis, atau pokok soal yang dapat
berbentuk pernyataan atau pertanyaan.

2) Bagian kedua disebut seri jawaban.

Format tes menjodohkan dapat berbentuk :

(a) Kolom pertama atau lajur kiri untuk stem atau pokok soal

(b) Kolom kedua atau lajur kanan untuk seri jawaban

b) Teknik Penyusunan

1) Pastikan seri pertanyaan atau pernyataan (kolom pertama/jalur kiri) dan


seri jawaban (kolom kedua/jalur kanan) bersifat homogen, agar salah satu dari
semua seri jawaban ada kemungkinan sebagai jawaban yang benar.

2) Pastikan petunjuk mengerjakan tes jelas

3) Seyogyanya seri pertanyaan atau pernyataan tidak lebih dari lima item,
karena kalau lebih akan membingungkan dan mengurangi homogenitas

4) Seyogyanya seri jawaban lebih banyak dari seri pernyataan atau


pertanyaan untuk mendorong peserta tes lebih cermat.

5) Seyogyanya seri pernyataan (stem) diberi urut dengan menggunakan


nomor dan seri jawaban dengan menggunakan huruf.

6) Seyogyanya tes ditulis dalam halaman yang sama

c) Kelemahan dan Kelebihan

Kelebihan tes menjodohkan

1) Sangat baik untuk menguji hasil belajar tentang istilah, definisi, peristiwa,
dan penanggalan

2) Sangat baik untuk menguji kemampuan menghubungkan dua hal yang


berhubungan langsung dan tidak langsung

3) Relatif mudah dikonstruksi, khususnya dalam satu pokok bahasan


tertentu.

4) Relatif dapat menguji banyak bahan ajar yang lebih luas.


5) Mudah diskor oleh dosen/guru secara langsung atau oleh orang lain,
karena sudah ada kunci jawaban

6) Penskoran hasil kerja peserta tes dapat dikerjakan secara objektif

Kelemahan tes menjodohkan

1) Ada kecenderungan terlalu menguji kemampuan aspek ingatan

2) Kurang cocok untuk mengukur hasil belajar secara menyeluruh

3) Tidak dapat mengukur semua tujuan pembelajaran/kompetensi yang lebih


menekankan pada pendemistrasian keterampilan dan pengungkapan sesuatu
yang ekspresif

4) Tidak dapat mengukur hasil belajar yang kompleks, baik dari segi domain
maupun dari segi tinngkat kesulitan, khususnya domain afeksi dan motorik.

5) Tidak dapat mengukur hasil belajar yang mengintegrasikan berbagai


konsep atau ide dari berbagai sumber ke dalam satu pikiran utama

6) Tidak cocok untuk mengukur hasil belajar yang mengungkapkan pikiran


dalam bentuk tulis sesuai dengan gaya pikir dan gaya bahasa seseorang

d) Contoh soal

Kelompok A Kelompok B

1. kekurangan Vitamin C a. penyakit rabun ayam


2. kekurangan vitamin B kompleks b. Sariawan
3. kekurangan vitamin B1 c. penyakit gondok
4. kekurangan vitamin A d. penyakit rakhitis
5. kekurangan vitamin D e. penyakit beri-beri

f. pertumbuhan badan lambat

e) Cara mengolah skor tipe tes menjodohkan

Rumus untuk mencari skor dalam tes tipe menjodohkan adalah :

Sk = B

Dengan ketentuan :

Sk = skor yang diperoleh peserta tes

B = jumlah jawaban yang benar


Jadi yang dihitung adalah hanya jawaban yang benar saja, sedangkan jawaban
yang salah tidak mempengaruhi skor.

2. Tes Objektif Pilihan Ganda

1. Pengertian

Tes pilihan ganda adalah butir soal atau tugas yang jawabannya dipilih dari
alternatif yang lebih dari dua. Alternatif jawaban kebanyakan berkisar antara 4
(empat) dan 5 (lima). Nitko (2007) menjelaskan tujuan dasar dari tugas
penilaian, soal pilihan ganda adalah untuk mengidentifikasi siswa yang telah
mencapai tingkat (atau diperlukan) pengetahuan (keterampilan, kemampuan,
atau kinerja) cukup dari target pembelajaran yang dinilai. Pilihan ganda terdiri
atas dua bagian, yaitu :

1) Bagian perteama disebut stem yang dapat berbentuk pernyataan atau


pertanyaan. Stem menurut Nitko (2007) adalah bagian dari soal yang
mengajukan pertanyaan, menetapkan tugas yang harus dilakukan siswa, atau
menyatakan masalah yang harus dipecahkan siswa. Dengan
menulis stem sehingga siswa mengerti apa tugas yang dilakukan atau
pertanyaan apa yang dijawab.

2) Bagian kedua disebut options atau alternatif jawaban. Nitko (2007)


menjelaskan alternatif harus selalu diatur dengan cara yang benar (logis,
numerik, abjad, dll). Urutan kronologis di mana peristiwa terjadi dan ukuran
benda (besar, menengah, kecil) adalah contoh dari perintah logis. Jika tidak ada
urutan logis atau numerik di antara mereka, alternatif harus diatur dalam urutan
abjad. Alasannya pertama adalah bahwa tidak membangun pola yang dapat
menjadi petunjuk jawaban untuk siswa yang tidak tahu jawaban. Kedua,
mengikuti aturan ini dapat menghemat waktu siswa.

Alternatif jawaban terdiri atas dua unsur, yaitu :

a) Kunci jawaban sebagai jawaban yang benar

b) Alternatif bukan kunci disebut dengan pengecoh atau distractor atau foils

Tes pilihan ganda ada beberapa macam, yaitu :

1) Pilihan ganda biasa

2) Pilihan ganda analisis hubungan antar hal

3) Pilihan ganda analisis kasus

4) Pilihan ganda kompleks

5) Pilihan ganda menggunakan gambar, grafik, atau tabel


1. Teknik Penyusunan

1) Menyusun “stem” soal

Yang Dilakukan Yang dihindari

1. Kalau memungkinkan, tulis dengan 8.


pertanyaan langsung
2. Jika melengkapi kalimat yang digunakan,
pastikan :

– Stem dinyatakan dengan


pertanyaan langsung

– Pilihan diletakkan pada akhir


dari kalimat

1. Mengontrol susunan kata-kata


sehingga kosa kata dan struktur kalimat
2. Dalam soal tes definisi, tempatkan kata
atau istilah dalam stem dan gunakan
definisi atau gambaran pada alternatif
jawaban
3. Hindari kata atau ungkapan asing,
berlebihan, dan tidak berguna yang
dapat menjadi “window dressing”
4. Hindari menggunakan soal negatif
5. Hindari ungkapan pada soal sehingga
pendapat sendiri dari penempuh ujian
menjadi pilihan.
6. Hindari susunan kata yang
“textbook atau ungkapan berupa kalimat
klise
7. Hindari soal-soal yang memberi
“petunjuk” dan “pengait”
2) Menyusun Pilihan dan Pengecoh
Yang dilakukan Yang dihindari

1. Pada umumnya berusaha membuat tiga15.


sampai lima pilihan
2. Semua pilihan harus sejenis dan tepat
dengan “stem”
3. Meletakkan pengulangan kata dan
ungkapan pada “stem”
4. Konsisten menggunakan dan tanda
baca yang benar yang berhubungan
dengan “stem”
5. Mengatur pilihan dalam daftar susunan
daripada berurutan
6. Mengatur urutan pilihan secara logis
dan bermakna
7. Semua pengecoh secara gramatikal
harus benar dengan mengikuti kepada
“stem”
8. Hindari tumpang tindih pada pilihan
9. Hindari membuat pilihan kumpulan dari
soal benar salah
10. Hindari menggunakan “not given” “tidak
ada yang di atas” dan lain-lain sebagai
pilihan dalam tipe jenis soal jawaban
paling benar (gunakan pada jenis
jawaban benar)
11. Hindari menggunakan “semua yang ada
di atas” : batasi penggunaannya pada
jenis jawaban benar
12. Hindari menggunakan petunjuk lisan
pada pilihan
13. Hindari menggunakan istilah teknis, kata
yang tidak diketahui atau penamaan
dan istilah lucu atau penamaan sebagai
pengecoh
14. Hindari membuat pilihan lebih susah
untuk menyisihkan pengecoh sehingga
memilih kunci jawaban
3) Menyusun Pilihan yang Benar

a) Umumnya hanya ada satu jawaban benar atau jawaban terbaik pada soal
pilihan ganda

b) Pastikan ahli yang kompeten dapat menyetujui yang menjadi kunci


jawaban yang benar adalah fakta yang benar

c) Jawaban yang benar harus secara gramatikal benar untuk menjawab


“stem”

d) Memeriksa kembali seluruh tes untuk memastikan pilihan yang benar tidak
mengikuti pola yang mudah dipelajari

e) Hindari ungkapan pada pilihan benar yang textbook atau gaya klise

f) Pilihan benar harus yang kira-kira secara keseluruhan sama kedalamannya


sebagai pengecoh

g) Keuntungan tes pilihan ganda adalah mengurangi jumlah waktu yang


digunakan untuk menulis jawaban, dengan demikian membiarkan penilaian
mencakup lebih banyak bahan.

1. Kelemahan dan Kelebihan


Beberapa tahun kita dapat melihat banyak penggunaan tes pilihan ganda dalam
proses penilaian hasil belajar siswa. Contohnya tes ini digunakan pada ujian
akhir nasional baik di SD, SMP, maupun SMA. Menurut Popham (1995) soal
pilihan ganda dapat digunakan untuk mengukur pengetahuan milik siswa atau
kemampuan seorang siswa dalam berpikir dengan tingkat tinggi. Kekuatan dari
soal pilihan ganda adalah tes ini adalah memuat beberapa jawaban yang berbeda
dalam yang saling berhubungan kebenarannya. Sehingga ujian dapat kita sebut
untuk membuat perbedaan hampir tidak kentara diantara pilihan jawaban,
beberapa yang mungkin menjadi sedikit benar.

Sedangkan menurut Nitko (2007) merinci beberapa kelebihan dari tes pilihan
ganda ini, yakni sebagai berikut:

1) Format pilihan ganda dapat digunakan untuk menilai berbagai jenis


keragaman target pembelajaran dibandingkan format soal pilihan jawaban
lainnya.

2) Soal pilihan ganda tidak memerlukan siswa untuk menulis dan


menguraikan jawaban mereka dan sehingga mengurangi kesempatan untuk
siswa berkemampuan kurang untuk “menipu” jawaban mereka.

3) Tes pilihan ganda fokus pada membaca dan berpikir. Tes tidak menuntut
siswa untuk menggunakan proses menulis dalam kondisi pemeriksaan.

4) Siswa memiliki sedikit kesempatan untuk menebak jawaban yang benar


untuk soal pilihan ganda daripada soal benar-salah atau soal mencocokkan.

5) Pilihan untuk pengecoh siswa mungkin memberikan kita diagnosis


pengetahuan yang dalam tentang siswa yang mengalami kesulitan. Namun,
untuk pengecoh untuk membuatnya harus berhati-hati sehingga pengecoh
menarik siswa yang biasa membuat kesalahan atau yang biasa memiliki
kesalahpahaman.

Lebih rincinya tes pilihan ganda ini memiliki kelebihan sebagai berikut :

1) Dapat mengukur semua tujuan pembelajaran/kompetensi khususnya


domain kognisi, dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks

2) Dapat menggunakan tes yang relatif banyak yang mewakili bahan ajar
yang lebih luas

3) Penskoran hasil kerja peserta tes dapat dikerjakan secara objektif

4) Penskoran hasil kerja peserta tes dapat dikerjakan oleh mesin atau orang
lain secara objektif, karena sudah ada kunci jawaban
5) Menuntut kecermatan yang tinggi untuk membedakan jawaban yang
paling benar di antara jawaban yang benar

6) Dapat mengurangi kesempatan menebak, karena option-nya lebih dari dua

7) Tingkat kesukaran butir tes relatif dapat dikendalikan dengan mengubah


tingkat homogenitas alternatif jawaban

Kelemahan tes pilihan ganda

Setiap tes memiliki kelemahan tersendiri, menurut Popham (1995) tes ini hanya
perlu mengenali sebuah jawaban benar. Tes ini tidak butuh menghasilkan
jawaban benar. Sedangkan Nitko (2007) menjelaskan beberapa kelemahan dari
soal pilihan ganda, yaitu sebagai berikut :

1) Siswa harus memilih diantara daftar pilihan yang telah ditetapkan, bukan
menciptakan atau mengekspresikan ide-ide atau solusi mereka sendiri.

2) Kelemahan dalam penulisan tes pilihan ganda akan menjadikan soal


dangkal, sepele, dan terbatas pada pengetahuan yang faktual.

3) Karena biasanya hanya satu pilihan dari soal yang sebagai kunci yang
benar, siswa yang pintar menjadi dihukum untuk tidak memilih jawaban yang
benar. Siswa yang pintar dapat mendeteksi cacat dalam soal pilihan ganda
karena ambiguitas dari kata-kata, sudut pandang yang berbeda, atau
pengetahuan mata pelajaran tambahan, sedangkan siswa lain tidak mungkin
mendeteksinya.

4) Soal pilihan ganda cenderung berdasarkan pada pengetahuan “standar,”


“adakan,” atau “disahkan”. Masalah siswa memecahkan pada soal pilihan ganda
cenderung sangat terstruktur dan tertutup (telah memiliki satu jawaban yang
benar). Ini memberikan kesan bahwa semua masalah dalam bidang mata
pelajaran memiliki satu jawaban yang benar, yang dapat mendorong siswa
untuk menempatkan kepercayaan yang berlebihan pada kebenaran figur otoritas
atau mungkin menggambarkan suatu subyek yang memiliki basis pengetahuan
yang tetap dan terbatas. Selanjutnya, sehingga guru menggunakan tes pilihan
ganda yang gagal untuk menggunakan soal yang terkait dengan bahan
penafsiran yang realistis, hasil tes ini tidak memiliki konteks dunia nyata. Hal
ini disebut sebagai pengetahuan yang tidak kontekstual. Akibatnya, tes tidak
dapat menilai apakah siswa dapat menggunakan apa yang telah mereka pelajari
dalam kondisi yang berarti dan nyata.

5) Penggunaan pengujian pilihan ganda yang secara berlebihan untuk


kepentingan penilaian dapat membentuk pendidikan dengan cara yang tidak
diinginkan. Penolakan pada tes soal pilihan ganda ini menunjukkan penilaian
yang guru gunakan dapat membentuk muatan dan jenis pengajaran yang guru
berikan pada siswa. Jika merancang tinggi penilaian soal pilihan ganda yang
memusatkan pada pengetahuan nyata, guru cenderung untuk menggunakan
teknik latihan dan pratek untuk mempersiapkan siswa untuk melakukan
penilaian dengan soal pilihan ganda. Jika tes mengandung soal pilihan ganda
yang digunakan menilai pengetahuan dan menerapkan berpikir tingkat tinggi,
strategi mengajar latihan dan praktek tidaklah efektif.

Lebih lanjut kelemahan tes pilihan ganda ini dapat dirinci sebagai berikut:

1) Sukar dikonstruksi, khususnya mencari alternatif jawaban yang homogen

2) Ada kecenderungan hanya menguji kemampuan ingatan domain kognisi

3) Kurang cocok untuk mengukur hasil belajar yang menyeluruh atau total

4) Testwise mempunyai pengaruh pada hasil tes peserta karena faktor


kebiasaan

5) Tidak dapat mengukur semua tujuan pembelajaran/kompetensi yang lebih


menekankan pada pendemonstrasian keterampilan dan pengungkapan sesuatu
yang ekspresif

6) Tidak dapat mengukur hasil belajar yang komplesk, baik dari segi domain
maupun dari segi tingkat kesulitan, khususnya domain afeksi dan motorik

7) Tidak dapat mengukur hasil belajar yang mengintegrasikan berbagai


konsep atau ide dari berbagai sumber ke dalam satu pikiran utama

1. Jenis-jenis Soal Pilihan Ganda dan Contohnya

1) Melengkapi Pilihan

Soal dalam bentuk ini terdiri atas kalimat pokok yang berupa pernyataan yang
belum lengkap diikuti oleh empat atau lima kemungkinan jawaban yang dapat
melengkapi pernyataan tersebut. Responden atau testee diminta untuk memilih
salah satu dari kelima kemungkinan jawaban yang tersedia. Dalam bentuk
ini hanya satu jawaban benar, seperti dalam contoh diatas, dan perhatikan
contoh soal berikut ini:

1. Hak yang tersebut dibawah ini TIDAK termasuk prerogatif presiden.


2. Interpelasi
3. Grasi
4. Amnesti
5. Abolisi
6. Rehabilitas
1. Bahan-bahan berikut dapat menimbulkan pencemaran lingkungan hidup, kecuali:
2. Insektisida
3. Pestisida
4. Buangan minyak bumi
5. Busa detergen
6. Pupuk hijau

Dalam bentuk soal tersebut kita dapat mengenal adanya variasi lain, yaitu
variasi bentuk “tidak” dan variasi bentuk “kecuali”. Kedua bentuk ini
memerlukan kemampuan diskriminatif dari yang dites.

2) Pilihan Ganda Analisis Hubungan Antar Hal

Pada bentuk soal hubungan antarhal, siswa dituntut untuk mengidentifikasi


hubungan sebab-akibat antara pernyataan pertama (yang merupakan akibat) dan
pernyataan kedua (yang merupakan sebab). Kedua pernyataan (pertama dan
kedua) dihubungkan dengan kata “sebab”. Kedua pernyataan itu dapat benar,
salah, atau dapat juga pernyataan yang satu benar, yang lain salah. Apabila
kedua pernyataan itu benar, yang perlu diperhatikan ialah apakah kedua
pernyataan itu mempunyai hubungan sebab-akibat. Contoh:

Petunjuk:

Untuk soal berikut pilihlah:

1. Jika pernyataan pertama betul, pernyataan kedua betul dan keduanya


mempunyai hubungan sebab-akibat.
2. Jika pernyataan pertama betul, pernyataan kedua betul, tetapi keduanya
tidak mempunyai hubungan sebab-akibat.
3. Jika salah satu dari kedua pernyataan salah.
4. Jika kedua pernyataan salah.

Soal:

Transmigrasi sangat penting peranannya dalam pelaksanaan pembangunan

Sebab

Transmigrasi dapat menunjang pemerataan pelaksanaan pembangunan.

(kunci: a)

3) Pilihan Ganda Analisis Kasus

Soal test bentuk ini merupakan simulasi keadaan nyata; jadi seolah-olah yang
diuji diharapkan kepada keadaan sebenarnya. Kasus yang diberikan biasanya
berupa cerita atau uraian tentang kejadian, situasi, proses dan hasil percobaan
ataupun penelitian, yang ada hubungannya dengan bidang studi atau mata
pelajaran yang akan diujikan. Dari satu kasus dapat dibuat lebih dari satu
pertanyaan atau soal didahului oleh satu kasus. Contoh:
Petunjuk:

Untuk soal berikut ini disediakan suatu teks yang harus dipahami secara
cermat. Kemudian menyusul soal-soal yang memasalahkan hal-hal yang
berhubungan dengan isi teks. Pilih salah satu jawaban yang paling tepat pada
soal-soal yang mengiringi teks.

Pada suatu waktu disuatu daerah banyak terdapat awan, udara panas, dan kilat
serta halilintar silih berganti. Yang menyebabkan udara menjadi panas ialah:

(a). Matahari tidak kelihatan

(b). Kilat dan halilintar

(c). Hujan akan turun

(d). Penguapan tertahan

4) Pilihan Ganda Melengkapi Berganda (asosiasi pilihan ganda)

Bentuk soal ini hampir sama dengan bentuk soal “melengkapi pilihan”, yaitu
satu pernyataan yang tidak lengkap diikuti dengan beberapa kemungkinan.
Perbedaannya ialah, pada bentuk “melengkapi berganda” ini kemungkinan yang
benar satu, dua, tiga, atau empat. Contoh:
Petunjuk:

Dibawah ini terdapat soal-soal yang mempunyai kejadian yang dapat timbul
bersama.

Pilihlah:

a. Jika (1), (2), dan (3) benar

b. Jika (1) dan (2) benar

c. Jika (2) dan (4) benar

d. Jika hanya (4) yang benar

e. Jika semuanya benar

Soal: Salah satu vitamin yang larut dalam lemak adalah vitamin A yang
terdapat didalam:

(1) Minyak ikan dan telur

(2) Bayam dan kubis


(3) Air susu dan wortel

(4) Kecambah dan buah-buahan yang asam

5) Pilihan Ganda dengan Pemakaian Diagram, Grafik, atau Tabel

Bentuk ini mempermasalahkan atau mengacu pada gambar, diagram grafik, dan
sejenisnya. Yang ditanyakan adalah kelainan, keadaan, atau gejala yang
terungkap didalamnya. Permasalahannya diajukan dengan suatu gambar,
diagram, atau grafik yang bersangkutan. Bentuk soalnya sama dengan bentuk
“melengkapi lima pilihan”.

Contoh:

Grafik berikut menggambarkan konsumsi bensin di Provinsi A dalam tujuh tahun terakhir

Jika kecenderungan konsumsi tersebut berlanjut, berapa juta liter perkiraan


konsumsi bensin pada tahun ke-8

1. 40
2. 43
3. 44
4. 45
5. 47

1. Cara Mengolah Skor Tes Pilihan Ganda

Rumus untuk mencari skor dalam tes tipe pilihan ganda ada 2 macam, yaitu :

1) Sistem Denda

Rumus skor dengan sistem denda adalah :

Dengan ketentuan

Sk = skor yang diperoleh peserta tes

B = jumlah jawaban yang benar

S = jumlah jawaban yang salah

P = banyaknya pilihan (option)

1 = bilangan tetap

Contoh :
Jumlah soal tes ganda = 20 butir soal. Pilihan jawaban (option) sebanyak 5
buah. Kartika dapat menjawab dengan betul sejumlah 13 butir soal, jawaban
yang salah berjumlah 4 butir soal dan 3 butir soal tidak dikerjakan. Maka skor
untuk Kartika adalah :

Kelebihan sistem denda akan mengurangi kemungkinan peserta tes untuk


berspekulasi (untung-untungan) dalam menjawab soal tes, namun
kelemahannya ada kemungkinan seorang peserta tes memperoleh skor negatif.

2) Sistem Tanpa Denda

Rumus skor dengan sistem tanpa denda adalah :

Sk = B

Dengan ketentuan :

Sk = skor yang diperoleh peserta tes

B = jumlah jawaban yang benar

Jadi yang dihitung adalah hanya jawaban yang benar saja, sedangkan jawaban
yang salah tidak mempengaruhi skor.

Apabila jawaban Kartika dalam contoh di atas menggunakan sistem tanpa


denda, maka Kartika memperoleh skor = 13

Kekurangan sistem tanpa denda adalah mendorong peserta tes berspekulasi


(untung-untungan) dalam menjawab soal tes, namun kelebihannya adalah tidak
ada peserta tes yang memperoleh skor negatif.

3. Tes Objektif Benar Salah

1. Pengertian

Tes benar salah adalah butir soal atau tugas yang berupa pernyataan yang
jawabannya menggunakan pilihan pernyataan benar atau salah. Alternatif
jawaban dapat berbentuk:

1) Benar-salah

2) Setuju-tidak setuju

3) Baik-tidak baik

1. Teknik Penyusunan
1) Pastikan pernyataan tes bersifat absolut benar atau salah sesuai dengan
kondisinya.

2) Pastikan tes pernyataan mengukur hasil belajar yang sesuai dengan


kompetensi yang dikembangkan

3) Pastikan kunci jawaban benar

4) Pastikan petunjuk mengerjakan tes jelas

5) Hindari tes tentang pernyataan yang masih diperdebatkan

6) Pastikan pernyataan tidak menggunakan ungkapan atau kata-kata yang


bermakna tidak tentu, misalnya kata kebanyakan, sering kali, kadang-kadang,
selalu, dan sejenisnya

7) Seyogyanya jumlah antara jawaban yang benar dan yang salah seimbang

1. Kelemahan dan Kelebihan

Kelebihan tes benar salah


1) Sangat baik untuk menguji hasil belajar tentang fakta dan ingatan

2) Relatif mudah dikonstruksi, khususnya dalam satu pokok bahasan tertentu

3) Relatif dapat menguji banyak bahan ajar yang lebih luas

4) Mudah diskor oleh dosen/guru secara langsung atau oleh orang lain,
karena sudah ada kunci jawaban

5) Penskoran hasil kerja peserta tes dapat dikerjakan secara objektif

6) Petunjuk cara mengerjakan mudah dimengerti

Kelemahan tes benar-salah

1) Sering membingungkan bagi mereka yang tidak mengetahui secara pasti

2) Lebih mendorong peserta tes untuk menebak jawaban, khususnya ketika


ia tidak mengetahui jawabannya. Sebab, kemungkinan untuk benar sebanding
dengan kemungkinan untuk salah.

3) Ada kecenderungan terlalu menguji kemampuan aspek ingatan

4) Ada kecenderungan mendidik berpikir “hitam-putih”, padahal


kebanyakan hasil belajar bukanlah sesuatu yang memiliki kebenaran absolut
5) Banyak masalah yang tidak dapat dinyatakan dengan kemungkinan benar
atau salah

6) Kurang cocok untuk mengukur hasil belajar yang menyeluruh

7) Tidak dapat mengukur semua tujuan pembelajaran/kompetensi yang lebih


menekankan pada pendemonstrasian keterampilan dan pengungkapan sesuatu
yang ekspresif

8) Tidak dapat mengukur hasil belajar yang kompleks, baik dari segi domain
maupun dari segi tingkat kesulitan, khususnya domain afeksi dan motorik

9) Tidak dapat mengukur hasil belajar yang mengintegrasikan berbagai


konsep atau ide dari berbagai sumber ke dalam satu pikiran utama

1. Contoh soal

1. B — S Gaya adalah sesuatu yang mengubah bentuk benda.


2. B — S 25% dari 44 adalah kurang dari 12
3. B — S UUD 1945 telah diamandemen sebanyak 4 kali
4. B — S UUD 1945 tidak boleh dirubah substansinya.

1. Cara Mengolah Skor Tes Tipe Benar-Salah

1) Sistem Denda

Rumus skor dengan sistem denda adalah :

Sk = B – S

Dengan ketentuan :

Sk = skor yang diperoleh peserta tes

B = jumlah jawaban yang benar

S – jumlah jawaban yang salah

Contoh :

Jumlah soal tes = 100 butir soal. Ahmad dapat menjawab dengan betul sejumlah
70 butir soal, jawaban yang salah berjumlah 25 butir soal dan 5 butir soal tidak
dikerjakan. Maka skor untuk Ahmad adalah :

70 – 25 = 45
Kelebihan system denda akan mengurangi kemungkinan peserta tes untuk
berspekulasi (untung-untungan) dalam menjawab soal tes, namun
kelemahannya ada kemungkinan seorang peserta memperoleh skor negatif.

2) Sistem Tanpa Denda

Rumus skor dengan sistem tanpa denda adalah :

Sk = B

Dengan ketentuan

Sk = skor yang diperoleh peserta tes

B = jumlah jawaban yang benar

Jadi yang dihitung adalah hanya jawaban yang benar saja, sedangkan jawaban
yang salah tidak memengaruhi skor akhir.

Apabila jawaban Ahmad dalam contih di atas menggunakan sistem tanpa denda,
maka Ahmad memperoleh skor = 70.

Kekurang sistem tanpa denda adalah mendorong peserta tes untuk berspekulasi
(untung-untungan) dalam menjawab soal tes, namun kelebihannya adalah tidak
ada peserta tes yang memperoleh skor negatif.

1. Tes Obyektif Bentuk Isian Melengkapi (Completion Test)


2. Pengertian

Tes melengkapi adalah butir soal atau tugas yang jawabannya diisi oleh peserta
tes dengan melengkapi satu kata, satu frasa, satu angka, satu rumus, atau satu
formula. Butir soal ini berupa kalimat pernyataan yang belum selesai sehingga
peserta harus melengkapi kalimat penyataan tersebut.

1. Teknik Penyusunan

Ebel (Azwar, 2012: 101) mengemukakan beberapa petunjuk dalam


penulisan item soal tes isian melengkapi agar dapat dicapai kualitas item yang
baik. Petunjuk itu antara lain:

1) Pertanyaan atau pernyataan soal harus ditulis dengan hati-hati sehingga


dapat dijawab dengan hanya satu jawaban yang pasti

Kurang baik:

Sapi adalah hewan…


Komentar: Jawaban pelengkap terhadap aiteini sangat banyak yang dianggap
benar, tergantung bagaimana siswa menangkap maksud item, yang sangat
mungkin tidak sesuai dengan keinginan penulis item. Walaupun
penulis item menghendaki satu jawaban yang benar, akan tetapi jawaban seperti
“berkaki empat”, “pemakan rumput”, “berguna”, “jinak”, dan sebagainya,
semuanya tidak dapat disalahkan.

Lebih baik:

Makanan sapi adalah…

2) Sebaiknya rumuskan jawabannya lebih dahulu baru kemudian menulis


pertanyaannya.

Petunjuk ini sesuai dengan sifat item tipe jawaban melengkapi yang memang
memusat pada jawaban yang diinginkan. Dengan menulis pertanyaan sambil
memperhatikan jawaban yang kita kehendaki maka dapat dijaga bahwa hanya
akan ada satu jawaban yang layak diberikan terhadap item.

3) Gunakan pertanyaan lagsung, kecuali bilamana model kalimat tak selesai


akan memungkinkan jawaban yang lebih jelas.

Baik:

Makhluk hidup membutuhkan makan untuk…

4) Usahakan agar dalam pertanyaan tidak terdapat petunjuk yang mungkin


digunakan oleh subjek dalam jawaban item

Kurang baik:

Mesin uap dijalankan oleh mesin yang digerakkan oleh tenaga……..

Komentar: untuk mengetahui jawaban pertanyaan seperti demikian ini,


seseorang yang tidak belajar dapat memanfaatkan kata-kata yang memberi
petunjuk. Karena namanya mesin uap, tentu saja digerakkan oleh tenaga uap.

5) Jangan menggunakan kata atau kalimat yang langsung dikutip dari buku.

Kurang baik:

Jumlah skor dibagi oleh banyak skor adalah…

Komentar: Kalimat di atas tidak lebih daripada kutipan batasan pengertian harga
rata-rata atau mean. Pertanyaan demikian itu hanya mengungkap kemampuan
menghafal dan tidak mengukur pengertian.

Lebih baik:
Lima orang siswa mempunyai 270 permen. Rata-rata permen yang dimiliki
seorang siswa adalah…

1. Kelemahan dan Kelebihan

1) Kelebihan tes jawaban melengkapi

a) Relatif mudah dikonstruksi apabila jawabannya sudah pasti.

b) Lebih cocok untuk mengukur kemampuan mengingat fakta dan prinsip


sederhana.

c) Mampu menguji sebagian besar pokok bahasan dalam waktu relatif


singkat.

d) Cocok untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah sederhana dalam


bidang matematika.

e) Peserta tes harus mengisi jawaban, bukan memilih jawaban.

2) Kelemahan tes jawaban melengkapi

a) Kurang dapat menguji semua tingkat kemampuan hasil belajar, karena


keterbatasan jawaban satu kata, frasa, angka, atau formula.

b) Lebih menekankan kemampuan mengingat.

c) Relatif sulit dikonstruksi apabila jawabannya tidak pasti.

d) Tidak dapat mengukur hasil belajar yang kompleks, baik dari segi domain
maupun dari segi tingkat kesulitan, khususnya domain kognisi dan afeksi.

e) Tidak dapat mengukur hasil belajar yang mengintegrasikan berbagai


konsep atau ide dari berbagai sumber ke dalam satu pikiran utama.

f) Tidak cocok mengukur hasil belajar yang mengungkapkan pikiran dalam


bentuk tulis sesuai dengan gaya pikir dan gaya bahasa sendiri.

1. Contoh soal
1. Teori kritik sastra Arab klasik disebut …
2. Teori strukturalisme genetik dikembangkan oleh …
3. Karya agung Kahlil Gibran …

4.

1. G. Penyusunan Kisi-kisi dan Butir Soal


1. Penentuan dan Penyebaran Soal

Sebelum menyusun kisi-kisi dan butir soal perlu ditentukan jumlah soal setiap
kompetensi dasar dan penyebaran soalnya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan
contoh penilaian akhir semester berikut ini.

Contoh penyebaran butir soal untuk penilaian akhir semester ganjil

No Kompetensi Materi Jumlah soal tes tulis Jumlah


soal
Dasar PG Uraian
Praktik

1 1.1 ………… ……….. 6 — —

2 1.2 ………… ……….. 3 1 —

3 1.3 ………… ……….. 4 — 1

4 2.1 ………… ……….. 5 1 —

5 2.2 ………… ……….. 8 1 —

6 3.1 ………… ……….. 6 — 1

7 3.2 ……….. ……….. — 2 —

8 3.3 ………. ……….. 8 — —

Jumlah soal 40 5 2

1. Penyusunan Kisi-kisi

Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) merupakan deskripsi


kompetensi dan materi yang akan diujikan. Tujuan penyusunan kisi-kisi adalah
untuk menentukan ruang lingkup dan sebagai petunjuk dalam menulis soal.
Kisi-kisi dapat berbentuk format atau matriks seperti contoh berikut ini.

FORMAT KISI-KISI PENULISAN SOAL

Jenis sekolah : ……………… Jumlah soal :………………………

Mata pelajaran : ………………… Bentuk soal/tes :


…………………………….

Alokasi waktu : ………………………


Kls/ Materi Nomor
Standar Kompetensi
No. Indikator soal
Kompetensi Dasar smt pokok soal

Keterangan:

Isi pada kolom 2, 3. 4, dan 5 adalah harus sesuai dengan pernyataan yang ada di
dalam silabus/kurikulum. Penulis kisi-kisi tidak diperkenankan mengarang
sendiri, kecuali pada kolom 6.

Kisi-kisi yang baik harus memenuhi persyaratan berikut ini.

1. Kisi-kisi harus dapat mewakili isi silabus/kurikulum atau materi yang telah
diajarkan secara tepat dan proporsional.
2. Komponen-komponennya diuraikan secara jelas dan mudah dipahami.
3. Materi yang hendak ditanyakan dapat dibuatkan soalnya.

1. H. Analisis Tes

Analisis tes dilaksanakan untuk mengetahui baik-buruknya suatu tes, meliputi


empat hal yakni:

1. Analisis validitas tes.

Validitas tes adalah tingkat keabsahan atau ketepatan suatu tes Tes yang valid
(absah = sah) adalah tes benar-benar mengukur apa yang hendak diukur. Tes
matematika kelas dua SMP, hendaknya benar-benar mengukur hasil belajar
matematika siswa SMP kelas dua; bukan siswa SMP kelas tiga atau siswa SD
kelas enam. Dan bukan mengukur hasil belajar dalam bidang studi lainnya. Tes
yang disusun untuk mengukur hasil belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia
pada kelas tertentu, hendaknya tidak menyimpang sehingga mengukur hasil
belajar matematika, IPS, atau Bahasa Indonesia pada tingkat/kelas lain.

Macam-macam validitas tes hasil belajar dan cara mengetahui /menghitung


koefisien validitas tes.

1. Validitas permukaan (face validity)

Tingkat validitas permukaan diketahui dengan melakukan Analisis rasional


(semata-mata berdasarkan pertimbangan logis, bukan pada hitungan angka-
angka empirik). Berbagai aspek berikut ini perlu dianalis/diperiksa kualitasnya.

1) Apakah bahasa dan susunan kalimat (redaksi) tiap butir soal cukup jelas
dan sesuai dengan kemampuan siswa ?
2) Apakah isi jawaban yang diminta tidak membingungkan ?

3) Apakah cara menjawab sudah dipahami siswa ?

4) Jangan sampai siswa tahu isi jawabannya tetapi tidak tahu bagaimana cara
menjawab soal bersangkutan.Apakah tes itu telah disusun berdasar
kaidah/prinsip penulisan butir soal?

Tes yang tidak mengikuti kaidah penulisan butir soal akan tampaksemrawut
sehingga membingungkan siswa. Setiap tes paling sedikit harus diperiksa
melalui analisis validitas permukaan. Walaupun analisis ini tergolong paling
lemah, namun lebih baik daripada tidak ada analisis sama sekali. Tentu saja akan
lebih baik bila suatu tes dianalisis lebih lanjut.

1. Validitas isi (content validity)

Tingkat validitas isi juga dapat diketahui dengan analisis rasional. Pada
prinsipnya dilakukan pemeriksaan terhadap tiap butir soal, apakah sudah sesuai
dengan TIK atau pokok bahasan yang akan diteskan. Pengujian validitas isi
dilakukan dengan menjawab pertanyaan berikut.

1) Apakah keseluruhan tes telah sesuai dengan kisi-kisi ?

Kisi-kisi adalah suatu bagan atau matrik yang menggambarkan penyebaran


soal-soal sesuai dengan aspek atau pokok bahasan yang hendak diukur, tingkat
kesukaran dan jenis soal. Kisi-kisi itu harus disusun sedemikian rupa sehingga
mencakup seluruh bahan pelajaran yang akan diteskan.

2) Apakah terdapat butir soal yang menyimpang, atau menuntut jawaban di


luar bahan pelajaran bersangkutan ?

Penyimpangan yang tidak kentara perlu dihilangkan. Semakin banyak soal yang
menyimpang, semakin rendah tingkat validitas isi.

1. Validitas kriteria (criterion validity)

Validitas ini diketahui dengan cara empirik, yakni menghitung koefisien


korelasi antara tes bersangkutan dengan tes lain sebagai kriterianya. Yang dapat
digunakan sebagai kriteria adalah tes yang sudah dianggap valid; atau nilai mata
pelajaran yang sama yang dipandang cukup obyektif. Sebagai contoh, skor tes
Bahasa Inggris buatan guru dikorelasikan dengan skor tes Bahasa Inggris yang
telah dibakukan. Skor tes Matematika akhir tahun dikorelasikan dengan nilai
rata-rata Matematika selama satu tahun.

Dengan rumus korelasi Pearson’s Product Moment dan menggunakan


kalkulator, perhitungan validitas kriteria tersebut tidak terlalu sulit. Lebih
mudah lagi bila menggunakan komputer. Kesulitan utama dalam menentukan
validitas kriteria ialah mencari skor tes yang akan dijadikan kriteria. Bila
kriterianya buruk atau tidak valid, maka validitas tes yang diperoleh akan
percuma saja.

1. Validitas ramalan (predictive validity)

Validitas ini menunjukkan sejauh mana skor tes bersangkutan dapat digunakan
meramal keberhasilan siswa di masa mendatang dalam bidang tertentu. Cara
menghitungnya sama seperti validitas kriteria, dalam hal ini skor tes
dikorelasikan dengan keberhasilan siswa di masa datang. Misalnya antara nilai
UAN (Ujian Akhir Nasional) di SMP, dengan prestasi belajar di SMA dalam
mata pelajaran yang sama.

Suatu tes yang baik biasanya memiliki angka validitas 0,50 atau lebih; tentu saja
angka itu makin tinggi makin baik. Suatu tes dengan angka validitas kurang dari
0,50 belum tentu buruk. Mungkin kriterianya yang buruk atau keliru
menentukan kriteria.

1. Analisis reliabilitas tes.

Reliabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsistensi) suatu tes, yakni sejauh
mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg/konsisten
(tidak berubah-ubah). Sebaliknya, tes yang tidak reliabel seperti karet untuk
mengukur panjang, hasil pengukuran dengan karet dapat berubah-ubah (tidak
konsisten).

Cara mengetahui reliabilitas tes Ada tiga cara mengetahui reliabilitas tes. Pada
prinsipnya diperoleh dengan menghitung koefisien korelasi antara dua
kelompok skor tes.

Tiga cara itu sebagai berikut.

a) Test-retest method (metoda tes ulang).

Satu tes (yakni tes yang akan dihitung reliabilitasnya), diteskan terhadap
kelompok siswa tertentu dua kali dengan jangka waktu tertentu (misalnya satu
semester atau satu catur wulan). Skor hasil pengetesan pertama dikorelasikan
dengan skor hasil pengetesan kedua. Koefisien korelasi yang diperoleh
menunjukkan koefisien reliabilitas tes tersebut.

b) Paralel test method (metoda tes paralel)

Cara ini mengharuskan adanya dua tes yang paralel, yakni dua tes yang disusun
dengan tujuan yang sama (hanya sedikit berbedaan redaksi, isi atau susunan
kalimatnya). Dua tes tersebut diadministrasikan pada satu kelompok siswa
dengan perbedaan waktu beberapa hari saja. Skor dari kedua macam tes tersebut
dikorelasikan dengan teknik yang sama seperti pada metode testretest. Koefisien
korelasi yang diperoleh menunjukkan tingkat reliabilitas tes.

c) Split-half method (metode belah dua)

Cara ini paling mudah dan seyogyanya diterapkan oleh para guru pada semua
tes yang diberikan kepada siswanya. Tidak perlu mengulangi pelaksanaan tes
atau menyusun tes yang paralel. Cukup satu tes dan diadministrasikan satu kali
kepada sekelompok siswa (minimal 30 siswa).

Pada saat penyekoran, tes dibelah menjadi dua sehingga tiap siswa memperoleh
dua macam skor, yakni skor yang diperoleh dari soal-soal bernomor ganjil dan
skor dari soal-soal bernomor genap. Skor total diperoleh dengan menjumlah
skor ganjil dan genap. Selanjutnya skor-ganjil dikorelasikan dengan skor-genap,
hasilnya adalah koefisien korelasi rgg, atau koefisien korelasi ganjil-genap.

Karena tes dibelah jadi dua, maka koefisien korelasi ganjil-genap tersebut
dikoreksi sehingga menjadi koefisien reliabilitas. Rumusnya sebagai berikut:

rtt =

Keterangan:

rtt = koefisien reliabilitas tes

rgg = koefisien korelasi ganjil-genap (separoh tes tes dengan separoh lainnya)

Harga-harga tersebut dimasukkan ke dalam rumus Pearson’s Product Moment


sebagai berikut:

Kriteria:

0,800 – 1,00 : sangat tinggi

0,600 – 0,79 : tinggi

0,400 – 0,59 : cukup

0,200 – 0,39 : rendah

0,000 – 0,19 : sangat rendah

1. Analisis butir soal yang meliputi:

Baik buruknya tes tergantung pada butir-butir soal yang ada di dalamnya. Oleh
sebab itu untuk mendapatkan tes yang baik perlu dipilih butir-butir yang baik.
Butir yang buruk harus dibuang, yang kurang baik perlu direvisi. Untuk
mengetahui kualitas tiap butir soal perlu analisis satu persatu. Analisis meliputi
perhitungan daya pembeda, tingkat kesukaran, homogenitas tes serta analisis
distraktor/pengecoh pada tes pilihan ganda.

Daya pembeda menunjukkan sejauh mana tiap butir soal mampu membedakan
antara siswa yang menguasai bahan dengan siswa yang tidak menguasai bahan.
Butir soal yang daya pembedanya rendah, tidak ada manfaatnya, malahan dapat
merugikan siswa yang belajar sunguh- sungguh.

Tingkat kesukaran menunjukkan apakah butir soal tergolong sukar, sedang atau
mudah. Tes yang baik memuat kira-kira 25% soal mudah, 50% sedang dan 25%
sukar. Butir soal yang terlalu sukar sehingga hampir tidak terjawab oleh semua
siswa atau terlalu mudah sehingga dapat dijawab oleh hampir semua siswa,
sebaiknya dibuang karena tidak bermanfaat.

Tingkat homogenitas soal menunjukkan apakah tiap butir soal mengukur


aspek/pokok bahasan yang sama, atau sejauh mana tiap butir soal menyumbang
skor total tiap siswa. Butir soal yang homogen adalah yang menunjang skor
total. Sebaliknya, butir soal yang tidak seiring dengan skor-total dikatakan tidak
homogen, dan lebih baik dibuang atau direvisi.

Pada tes pilihan ganda, tiap butir soal menggunakan beberapa pengecoh
(distraktor / penyesat / option). Tiap pengecoh hendaknya bermanfaat atau
berfungsi, yakni ada sejumlah siswa yang memilihnya. Pengecoh yang tidak
dipilih sama sekali oleh siswa berarti tidak berfungsi mengecohkan siswa,
sebaliknya pengecoh yang dipilih oleh hampir semua siswa berarti terlalu mirip
dengan jawaban yang benar.

Langkah-Langkah Analisis Butir Soal

Butir soal tes pilihan ganda jumlahnya cukup besar, biasanya antara 50-100
butir, bahkan ada yang sampai 200 butir dengan ragam soal yang berbedabeda.
Untuk keperluan analisis, lembar jawaban siswa merupakan dokumen utama
yang harus ada. Analisis lengkap meliputi semua hal, sedang analisis singkat
hanya meliputi: reliabilitas belah-dua, daya pembeda atau tingkat kesukaran.
Langkah-langkah analisis butir soal adalah sebagai berikut.

1. Memberi skor pada lembar jawaban.

1) Berilah tanda silang pada lembar jawaban, mana butir soal yang dijawab
benar dan mana yang salah. Yang benar diberi skor satu, yang salah diberi nol.
Untuk pemberian nilai, boleh saja jawaban benar diskor 4 dan jawaban salah
didenda 1.
2) Skor tiap lembar jawaban (tiap siswa) dijumlahkan, dengan 3 macam skor:
(1) jumlah skor soal bernomor ganjil, (2) jumlah skor soal bernomor genap, dan
(3) skor total.

3) Jumlah skor ganjil dan genap digunakan untuk menghitung reliabilitas.


Lihat teknik analisis reliabilitas belah-dua. Sedang skor total digunakan untuk
mengurutkan dan membuat kelompok Atas – Bawah (kelompok Unggul – Asor)

1. Menghitung daya pembeda

1) Berdasar skor total, susunlah nama atau nomor siswa dari tertinggi hingga
terendah. Ambil 27% siswa yang skor-totalnya tinggi atau 27 % Kelompok
Atas, dan 27% yang rendah (Kelompok Bawah).

2) Buatlah tabel, khusus untuk siswa kelompok Atas dan kelompok Bawah.
Jumlah kolom dalam tabel minimal sama dengan jumlah butir soal, sehingga
memuat seluruh jawaban siswa. Tanda 1 artinya jawaban betul dan 0 artinya
jawaban salah. Tabel ini digunakan untuk menghitung daya pembeda maupun
tingkat kesukaran butir soal.

3) Hitung jumlah jawaban yang benar (bertanda 1), baik pada Kelompok
Atas maupun pada Kelompok Bawah. Lihat contoh.

4) Daya pembeda dihitung dengan rumus:

DP = indeks daya pembeda butir soal tertentu (satu butir)

BA = jumlah jawaban benar pada Kelompok Atas

BB = jumlah jawaban benar pada Kelompok Bawah

NA = jumlah siswa pada salah satu kelompok A atau B

Kriteria daya pembeda sebagai berikut:

Negatif – 9% = sangat buruk, harus dibuang

10% – 19% = buruk, sebaiknya dibuang

20% – 29% = agak baik, kemungkinan perlu direvisi

30% – 49% = baik

50% ke atas = sangat baik

Pada prinsipnya, daya pembeda dihitung berdasar selisih jawaban benar pada
Kelompok Atas dan Kelompok Bawah, dibagi dengan jumlah siswa pada salah
satu kelompok tersebut. Dikalikan 100% agar diperoleh angka bulat (bukan
pecahan, tetapi persen). Masih ada beberapa teknik dan rumus menghitung daya
pembeda, namun cara di atas paling sederhana sehingga cocok untuk para guru.

1. Menghitung tingkat kesukaran

Tabel skor yang digunakan disini sama dengan tabel skor untuk menghitung
daya pembeda, tetapi menggunakan rumus:

TK = indeks tingkat kesukaran butir soal tertentu (satu butir)

BA = jumlah siswa yang menjawab benar pada kelompok A

BB = jumlah siswa yang menjawab benar pada kelompok B

NA = jumlah siswa pada kelompok A (atas/unggul)

NB = jumlah siswa pada kelompok B (bawah/asor)

Makin besar harga TK, makin mudah butir soal tersebut, sehingga dapat juga
disebut ‘‘tingkat kemudahan”

Kriteria tingkat kesukaran (tingkat kemudahan) sebagai berikut:


0% – 15% = sangat sukar, sebaiknya dibuang.

16% – 30% = sukar

31% – 70% = sedang

71% – 85% = mudah

86% -100% = sangat mudah, sebaiknya dibuang.

Tingkat kesukaran tiap butir soal lebih baik bila dihitung berdasar jawaban
seluruh siswa yang ikut tes (bukan hanya kelompok unggul dan asor yang
berjumlah 54%). Tetapi hal ini sulit dilaksanakan, kecuali menggunakan
komputer.

Rumus yang digunakan adalah:

TK = indeks tingkat kesukaran butir soal tertentu (satu butir soal)

nB = jumlah siswa yang menjawab benar pada butir itu

N = jumlah seluruh siswa yang mengikuti tes

1. Menghitung homogenitas butir soal


Homogen tidaknya butir soal diketahui dengan menghitung koefisien korelasi
antara skor tiap butir soal dengan skor total. Diperlukan perhitungan korelasi
sebanyak butir soal dalam tes bersangkutan (bila ada 50 butir soal, maka Anda
harus menghitung koefisien korelasi sebanyak 50 kali). Skor tiap butir soal
adalah 1 atau 0, sedang skor total tiap siswa cukup bervariasi.

Teknik korelasi yang digunakan boleh dengan Pearson’s Product Moment,


boleh juga dengan teknik Korelasi Point Biserial. Namun teknik Pearson lebih
mudah bila langsung menggunakan kalkulator atau komputer. Hasil perhitungan
korelasi tidak jauh berbeda walau dengan teknik apapun.

Butir soal yang homogen, koefisien korelasinya sama atau di atas batas
signifikasi (batas kritis korelasi). Butir soal yang tidak/kurang homogen
koefisien korelasinya negatif atau lebih kecil dari batas signifikansi. Butir soal
tersebut mungkin mengukur aspek lain di luar bahan yang diajarkan (soal tidak
sesuai dengan tujuan pengajaran), maka sebaiknya direvisis atau dibuang.

1. Analisis distraktor/pengecoh.

Pada tes pilihan ganda ada beberapa option/alternatif jawaban yang sengaja
dimasukkan sebagai pengecoh (distraktor).

Pengecoh dianggap baik bila jumlah siswa yang memilih pengecoh itu sama
atau mendekati jumlah ideal.

Indeks pengecoh dihitung dengan rumus:

IPc = Indeks Pengecoh/Distraktor

nPc = Jumlah siswa yang memilih pengecoh itu

N = Jumlah seluruh subyek yang ikut tes

nB = Jumlah subyek yang menjawab benar pada butir soal itu

Alt = Banyak alternatif jawaban/option (3, 4, atau 5)

Catatan: Bila semua siswa menjawab benar pada butir soal tertentu (semua
sesuai kunci), maka IPc = 0 artinya buruk (semua pengecoh tidak berfungsi).

Untuk analisis pengecoh perlu dibuat tabel khusus agar setiap butir soal
diketahui berapa siswa yang menjawab a, berapa yang menjawab b, berapa yang
menjawab c, dan seterusnya. Tentu saja sangat memakan waktu dan tenaga. Bila
diolah dengan komputer dan data sudah dimasukkan dalam disket, pengolahan
ini hanya memerlukan waktu beberapa detik saja.

1. Analisis teknis kegunaan tes.


Dengan melakukan analisis tes, guru dapat “menabung-soal” atau membuat
“bank-soal” yakni kumpulan soal-soal yang sudah teruji kebaikannya. Manfaat
terbesar dari kegiatan analisis tes ialah guru makin memahami bagaimana wujud
tes yang baik, bagaimana butir soal yang baik. Sehingga pada akhirnya guru
makin terampil menyusun tes dengan baik dan efisien. Kritik terhadap tes
bentuk pilihan ganda yang dianggap lebih buruk dari tes bentuk uraian karena
“makin membodohkan siswa”, sebenarnya bersumber pada tes pilihan ganda
yang buruk.

BAB III

KESIMPULAN

1. Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam rangka
melaksanakan kegiatan pengukuran, yang didalamnya terdapat berbagai
pertanyaan, pernyatan atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau
dijawab oleh peserta didik untuk mengukur aspek perilaku peserta didik.
2. Tes objektif adalah tes yang semua informasi yang diperlukan peserta tes
untuk memberikan respon telah disediakan oleh penyusun tes, sehingga
peserta tes tinggal memilihnya. Tes objektif yang sering digunakan adalah
bentuk pilihan ganda, benar salah, menjodohkan, dan uraian objektif.
3. Secara umum, ada dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes, yaitu:
4. Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik.
5. Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes
tersebut akan dapat diketahui seberapa jauh program pengajaran yang telah
ditentukan, telah dapat dicapai.
1. Sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus
memenuhi persyaratan tes, yaitu memiliki: validitas, reliabilitas, dan
obyektivitas
2. Ada dua unsur penting dalam validitas ini. Pertama, validitas menunjukan
suatu derajat, ada yang sempurna, ada yang sedang dan ada pula yang
rendah. Kedua, validitas selalu dihubungkan dengan suatu putusan atau
tujuan yang spesifik.
3. Objektivitas dimaksud adalah bahan pelajaran yang telah diberikan dan
diperintahkan untuk dipelajari oleh peserta didik itulah yang dijadikan
acuan dalam pembuatan atau penyusunan tes hasil belajar tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Abad, F.J. et al. (2009). “The Multiple-Choice Model Some Solutions for
Estimation of Parametes in The Presence of Omitted Responses”. Sage
Publications. 33, (3), 200-221.
Azwar, Saifuddin. (2012). Tes Prestasi : Fungsi Pengembangan Pengukuran
Prestasi Belajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.

Kim, Jee, Soen. dan Hanson, B.A. (2002). “Test Equating Under The Multiple
Choice Model”. Sage Publications. 26, (3), 225-270.

Mardapi, Djemari. (2008). Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Non tes.
Yogyakarta : Mitra Cendikia

Munthe Bermawi. (2009). Desain Pembelajaran : Yogyakarta : Pustaka Intan


Madani.

Nitko, Anthony. (2007). Educational Assessment of Studies. New Jersey :


Pearsom Education Inc.

Popham, W. James. (1995). Classroom Assessment. United Statesof America :


Allyn and Bacon.

Putro, S, Eko. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta : Pustaka


Pelajar.

Rupp, A.A. et al (2006). ”How Assessing Reading Comprehension With


Multiple Choice Questions Shapes The Construct : A Cognitive Processing
Prespective. Sage Publications. 23, (4), 441-474.

Scharf, E.M. dan Baldwin, L.P. (2007). “Assessing Multiple Choice Question
(MCQ)Tests – A Mathematical Perspective”. Sage Publications. 8, (1), 31-47.

Schochet, Peter. Z. (2009). “An Approach for Addressing the Multiple Testing
Problem in Social Policy Impact Evaluations”. Sage Publications. 33, (6), 539-
567.

Sukardi, M. (2009). Evaluasi Pendidikan. Jakarta Timur : Bumi Aksara.

Torre, J.D.L. (2009). “A Cognitive Diagnosis Model for Cognitively Base


Multiple Choice Options”. Sage Publications. 33, (3), 163-183.

Zimmerman, D.W. dan Williams, R.H. (2009). “A New Look at the Influence
of Guessing on the Reliability of Multiple-Choice Tests”. Sage
Publications. 27, (5), 357-371.
bentuk menjodohkan terdiri atas kumpulan soal dan kumpulan jawaban yang keduanya
dikumpulkan pada dua kolom yang berbeda, yaitu kolom sebelah kiri menunjukkan kumpulan
persoalan, dan kolom sebelah kanan menunjukkan kumpulan jawaban. Jumlah pilihan jawaban
dibuat lebih banyak dari jumlah persoalan.
Bentuk soal menjodohkan sangat baik untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam
mengidentifikasi informasi berdasarkan hubungan yang sederhana dan kemampuan
menghubungkan antara dua hal. Semakin banyak hubungan antara premis dengan respon
dibuat, maka semakin baik soal yang disajikan.

Anda mungkin juga menyukai