Anda di halaman 1dari 35

PORTOFOLIO

TUGAS AKHIR SEMESTER

Disusun Oleh:
Iis Khomsiatus Sholiha
XII MM 1/14
TPADV

BIDANG STUDI KEAHLIAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI


PROGRAM STUDI KEAHLIAN TEKNIK KOMPUTER DAN INFORMATIKA
PAKET KEAHLIAN MULTIMEDIA
SMK MUHAMMADIYAH 7 GONDANGLEGI
TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih memberikan
kehidupan, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan portofolio film ini dengan judul film
“Manusia Digital”. Portofolio ini kami buat untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran
produktif TPADV. Dalam portofolio ini kami membahas tentang cara pengambilan gambar,
proses penambilan gambar, proses editing, breakdown film, dan sinopsis. Kami ucapkan terima
kasih atas perhatiannya terhadap portofolio ini, dan kami berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi kami dan seluruh pembaca. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan
kritik kami harapkan dari para pembaca untuk peningkatan pembuatan portofolio pada tugas
yang lain dan pada waktu mendatang.

Malang, 11 Januari 2020

2
3
BAB I
JENIS SENSOR KAMERA DSLR DAN MIRRORLESS

1.1Medium Format
Di saat fotografi semakin memudahkan, ternyata banyak kaum milenial yang belum
memahami istilah ukuran media format pada kamera, padahal perangkat in sangat
menentukan kualitas hasil foto yang dihasilkan. Definisi ukuran media format mengacu pada
ukuran film yang digunakan sebelum era digital, namun dapat diaplikasikan pada ukuran
sensor sebagai media rekam kamera masa kini, baik SLR maupun mirrorless. Ada 3 jenis
ukuran media format baku yaitu :
1. Small format : Ukuran film / sensor setara dengan ukuran 24 x 35mm. Biasa disebut
juga dengan film 135, merupakan ukuran yang paling umum digunakan pada SLR dan
kamera “full-frame” masa kini.
2. Medium format : Terdapat dua ukuran yaitu 120 dan 220. Resolusi lebih baik dari
35mm
3. Large format : Film yang berukuran 4×5 inch atau diatasnya, resolusi sangat besar
Karena kamera digital modern banyak yang ukuran sensornya dibawah 35mm, maka sensor
jenis ini dinamakan APS,  dan ada juga yang ukurannya hanya setengah dari sensor full
frame yaitu Micro Four-Thirds (M4/3). Perbedaan ukuran sensor ini sangat mempengaruhi
ukuran hasil cetakan, begitu pula dengan mood dan feel dari lensa yang digunakan beserta
depth of fieldnya. Apabila lensa kit anda adalah 18-55mm, maka biasanya dapat
diasumsikan bahwa sensor kamera anda berjenis APS-C. Hal ini dikarenakan lensa tersebut
hendak mensimulasikan sudut pandang dari sebuah lensa full-frame pada ukuran focal
length 28-85mm, namun karena ukuran sensor yang lebih kecil (hanya sekitar 75% nya),
maka sudut pandang lensa 18mm pada kamera APS akan terasa seperti dikalikan 1,5,
sehingga menjadi seperti lensa 28mm. Akan tetapi depth of field dan distorsi yang
dihasilkan oleh lensa 18mm dan 28mm tentu saja sangat berbeda, sehingga harus menjadi
bahan pertimbangan bagi fotografer yang akan memilih jenis kamera dan lensanya untuk
mencapai hasil yang diinginkan. Semua kembali lagi kepada preferensi masing2 orang di
belakang kamera.

4
(Gambar 1.1 Medium Format)

1.2 Full Frame

Kamera full frame mengacu pada sensor gambar kamera yang berukuran 36 x 24 mm,
sama seperti film format 35mm. Format ini populer karena kamera dan lensanya bisa
dirancang cukup ringkas/compact untuk dibawa kemana-mana dengan mudah.

Inspirasi dalam membuat format ini datang dari Oscar Barnack yang bekerja untuk
perusahaan pembuat kamera Leica. Saat itu (1913), sebagian kamera profesional ukurannya
besar-besar, sehingga menyulitkan untuk digunakan di berbagai jenis fotografi seperti
fotografi pemandangan, (terutama di pegunungan), satwa, dan dokumentasi.

Peluncuran kamera format 35mm disambut dengan baik dan digunakan fotografer dari
berbagai kalangan, dari penghobi fotografi sampai wartawan foto untuk meliput perang
dunia I, II sampai ke era modern.

Di awal-awal era digital SLR, kamera full frame sempat menjadi kurang populer karena
ongkos untuk membuat sensor full frame sangat mahal. Contohnya di tahun 2002, kamera
full frame Canon yang pertama, Canon 1DS (11.1 MP), dijual dengan harga US$7999 (Rp

5
120 juta dgn kurs 1 USD = Rp 15000). Tapi semakin teknologi berkembang, semakin murah
dan saat ini meskipun kamera bersensor full frame masih relatif tinggi harganya untuk
penghobi fotografi (20 juta keatas), tapi di pasar kamera bekas, banyak kamera full frame
dapat ditemukan dengan harga dibawah Rp 10 juta). ran kamera dan lensa yang relatif lebih
ringan dan compact.

Kamera full frame juga menikmati ketersediaan lensa-lensa dari jaman kamera film yang
bisa dipasang langsung atau dengan adaptor ke kamera digital baru.

Kelemahan kamera full frame yang dikeluhkan biasanya adalah harga kamera dan lensa
yang lebih mahal, ukuran lebih besar dan berat daripada kamera bersensor lebih kecil, dan
hasil gambar tidak se-detail kamera medium format.

Di era kamera mirrorless (tanpa cermin), kamera full frame makin populer karena
ukurannya yang bisa dibuat lebih ringan dan kecil dibanding desain kamera DSLR.
Beberapa kamera digital mirrorless perdana yang mengunakan sensor full frame adalah
Leica M9 (2009) dan Sony A7 (2013). Menurut saya, kamera bersensor full frame tetap akan
jadi format yang populer di tahun tahun mendatang. Hal ini bisa dilihat sebagian besar
produsen kamera ternama membuat kamera full frame sat ini: Canon, Nikon, Sony,
Panasonic, Leica, dan Pentax. Sedangkan perusahaan lensa pihak ketiga yang membuat
kamera untuk kamera full frame antara lain Sigma, Tamron, Tokina, Zeiss, Samyang,
7Artisans, Yongnuo dan lain-lain.

6
1.3 APSC
Pada kamera digital, sensor gambar adalah bagian dari kamera yang
menerima cahaya yang masuk dari lensa dan mengubahnya menjadi sinyal listrik
yang dapat dilihat, dianalisis, atau disimpan. Semua komponen ini tersedia
dalam berbagai bentuk dan ukuran, tetapi ada format standar tertentu yang
banyak digunakan oleh produsen kamera .
“APS-C” adalah singkatan untuk “Advanced Photo System type-C”. Ini
berasal dari format C (“Classic”) dari format negatif film APS yang pertama
kali diperkenalkan oleh produsennya pada tahun 1996 sebagai bagian dari upaya
untuk membuat kamera lebih mudah diakses oleh pengguna kamera non-
profesional. Ketika fotografi digital menjadi lebih populer, produsen kamera
memasukkan sensor gambar digital dengan ukuran yang hampir sama.
aat Anda melepas lensa pada sebagian kamera mirrorless, Anda dapat langsung
melihat sensor gambar, dan perbedaan ukurannya cukup jelas apabila Anda
meletakkan kamera mirrorless full-frame dan APS-C secara berdampingan. Pada
kamera DSLR, sensor gambar berada di belakang cermin tetapi hal yang sama
tetap berlaku.

7
(gambar 1.3 Kamera APSC)

1.4 Micro Four Thirds


Sistem Micro Four Thirds adalah “Standar Baru” berdasarkan penggabungan Live View
shooting dengan sistem Four Thirds, membebaskan pengguna dari jendela bidik dan bergerak
lebih dekat ke keseimbangan optimal antara kualitas gambar dan ukuran yang kompak.
Dengan Sistem Micro Four Thirds, lebih banyak orang akan dapat menikmati penggunaan
kamera jenis lensa-lepas/tukar dengan kemampuan ekstensi sistem yang hanya ada pada
fotografi SLR sebelumnya, selain itu juga mendapatkan manfaat dari kenyamanan dan
portabilitas yang tinggi sebagai kamera kompak dengan lensa tetap.
Sistem kamera Micro Four Third (MFT) tidak lepas dari pendahulunya yaitu sistem Four
Thirds. Tidak seperti sistem single-lens reflex tua (SLR), Four Thirds ini memang dirancang
dari awal khusus sepenuhnya untuk keperluan digital fotografi. Dimana sistim Four Thirds
ini adalah benar-benar sebuah standar baru yang dibuat oleh Olympus dan Eastman Kodak
khusus untuk kamera Digital Single-Lens Reflex (DSLR) dan kamera Digital Mirrorless
Camera (DMC) serta untuk pengembangan-pengembangan selanjutnya.
Untuk memaksimalkan kinerja sensor gambar, kamera harus dirancang sedemikian rupa
sehingga cahaya dapat terpancar dalam garis lurus bahkan pada pinggiran permukaan sensor
gambar. Jika film ukuran 35mm tradisional atau sensor gambar ukuran APS yang dirancang

8
untuk kebutuhan seperti diatas, satu-satunya cara untuk memastikan bahwa cahaya yang
terpancar ke sensor gambar dalam garis lurus adalah dengan cara meningkatkan ukuran
optik/lensa. Ketika sistem Four Thirds dirancang, perlu adanya penanganan khusus yang
dilakukan padanya untuk menghindari masalah-masalah tersebut diatas, dan juga untuk
mencapai keseimbangan optimal antara kualitas gambar yang tinggi dan ukuran yang
ringkas. Dan hasil dari pencarian ini adalah sensor gambar jenis-4/3 di mana sistem “Four
Thirds” mendapatkan namanya.

(gambar 1.4 Kameran Micro Four Third)

9
BAB II

FITUR-FITUR KAMERA

2.1 Shutter Speed

Shutter speed atau jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi kecepatan


rana, merupakan salah satu elemen pembentuk segitiga eksposure, Shutter speed merujuk
kepada berapa lama shutter kamera terbuka, dan mengijinkan cahaya mengenai sensor.
Jadi semakin cepat shutter speed yang anda pilih, maka semakin cepat dan semakin
sedikit cahaya yang mengenai sensor kamera, hal itu yang menyebabkan di ruangan yang
gelap dan anda menggunakan shutter speed cepat, bisa menyebabkan hasil foto menjadi
gelap atau under eksposure.
Hal sebaliknya berlaku ketika anda menggunakan shutter speed lambat atau
slow speed, maka cahaya yang mengenai sensor akan semakin banyak, karena shutter
terbuka dalam waktu yang lebih lama. Shutter speed yang lambat akan menyebabkan foto
yang dihasilkan lebih terang (jika terlalu lama bisa over eksposure), namun dampak yang
paling signifikan biasanya dari shutter speed yang dipilih terlalu lama adalah foto yang
kita ambil sangat rentan blur karena getaran tangan kita.
Mengapa seperti itu? Karena sehebat apapun anda, takkan bisa memegang
kamera tanpa bergetar atau bergoyang, yah kecuali tangan anda memang sudah tak bisa
digerak-gerakkan. Berdasarkan fakta itu maka lahirlah teori mengenai shutter speed yang
ideal agar saat kita mengambil foto menggunakan tangan (bahasa
kerennya handheld) foto tersebut tetap tajam dan tidak blur. Agar supaya foto tidak blur
maka kita harus memperhitungkan shutter speed 1 per panjang focal lensa yang kita
gunakan (1/focal length).
Jadi misalnya kita menggunakan lensa 50 mm, maka shutter speed yang ideal
adalah 1/50s, tapi sayangnya rumus tersebut berlaku jika kita menggunakan kamera full
frame, jika kita menggunakan kamera APSC yang terkena crop factor  maka nilai shutter
speed tersebut berubah. Untuk Nikon crop factor kamera APSCnya adalah 1.5x panjang
focal lensa, sedangkan untuk APSC Canon nilai crop factornya adalah 1.6x panjang focal
lensa. Jadi untuk lensa 50mm, shutter speed idealnya adalah 1.5 x 50 = 75mm

10
atau 1/75s. Jadi agar supaya saat kita memotret menggunakan tangan dan fotonya tidak
blur kita harus menggunakan shutter speed minimal sebesar 1/75s.
Berikut manfaat saat kita menggunakan shutter speed baik dengan kecepatan
tinggi (High Speed) dan kecepatan rendah (Slow Speed) :
Dengan kecepatan tinggi kita bisa membekukan gerakan, apa maksudnya
membekukan gerakan? Ketika kita menentukan shutter speed yang tinggi, atau pada
beberapa kasus shutter speed bisa sangat cepat, maka gerakan objek itu bisa seakan
terhenti atau beku (motion freeze), contohnya ketika kita memotret orang berlari dengan
kecepatan 1/1000s maka di foto yang kita hasilkan kita bisa melihat gerakan orang
tersebut terhenti, atau seolah diam.
dengan shutter speed yang cukup, kita mampu menangkap pergerakan objek
yang kita foto.
Sebaliknya jika kita menggunakan shutter speed rendah, maka manfaatnya
adalah kita bisa menghasilkan jejak cahaya atau light trails ketika kita memotret jalan
raya atau lalulintas di malam hari.
Karena shutter membuka dalam waktu lama, cahaya lampu yang dihasilkan
oleh kendaraan yang lewat akan membentuk garis cahaya.

gambar 2.1 Shutter speed yang di perlambat

11
2.2 ISO

Dalam dunia sehari-hari kita akan bisa mengumpamakan ISO adalah sebuah kerikil atau
batu yang kita masukkan ke dalam segelas air. Tentunya dengan bantuan dari batu gelas
tersebut tidak memerlukan banyak air untuk bisa menjadi penuh dan air sampai ke bibir
gelas tanpa harus kita menuangkan air sampai ke bibir gelas sendiri. Nah, perumpaman ini
bisa kita samakan dengan cara kerja dan fungsi dari ISO itu sendiri. Dengan semakin besar
ISO yang akan kita gunakan nanti, tentunya akan membuat kita tidak memerlukan banyak
cahaya untuk bisa mendapatkan cahaya yang tepat dan juga ketepatan cahaya untuk bisa
mendapatkan gambar terbaik dengan menggunakan kamera. Setelah kita membahas
berkaitan ISO secara umum dan juga fungsi dari ISO itu sendiri. Ada banyak hal lain
berkaitan dengan ISO yang juga harus kita pahami dalam dunia fotografi. Salah satu hal
yang akan kita temukan dalam pengaturan ISO tentunya adalah satuan dari ISO itu sendiri.
Untuk satuan yang ada di dalam pengaturan ISO bukan hanya ada pilihan auto saja. Namun,
masih ada pilihan angka yang akan dimulai dari 50/100, 200, 400, 800, 1600 dan masih ada
selanjutnya dalam satuan ISO. Kalau kita menggunakan kamera yang sudah profesional,
maka untuk nilai satuan dari ISO sendiri akan bisa mencapai sampai 25000. ISO bukan
hanya akan membuat pengambilan gambar dengan cahaya yang tepat mudah untuk kita
lakukan saja, namun dengan menggunakan ISO juga akan menimbulkan efek noise pada
foto atau gambar yang kita dapatkan. Dengan semakin canggihnya kamera yang ada
sekarang, efek yang akan ditimbulkan dari ISO yaitu noise juga bukan menjadi masalah
yang besar lagi karena banyak kamera yang walaupun menggunakan ISO dengan satuan
yang tinggi masih bisa mendapatkan efek noise pada foto yang sangat rendah. Ketika
membahas berkaitan dengan ISO tentunya juga memang tidak bisa kita lepaskan dari yang
namanya efek noise dari ISO. Seperti yang telah diuraikan diatas, memang dengan semakin
tingginya ISO yang akan kita gunakan, maka noise yang nantinya akan bisa kita dapatkan
akan menjadi semakin tinggi. Namun, masalah noise ini juga bukan menjadi masalah
penggunaan ISO tinggi karena sudah banyak kamera canggih yang bisa mengurangi efek
noise pada penggunaan ISO. Nah, mari kita bahas lebih jauh berkaitan dengan noise. Bagi
yang masih belum paham dengan apa itu noise, maka berikut ini penjelasan untuk pengertian
noise. Noise merupakan bintik kecil yang akan bisa kita temukan di dalam foto. Efek noise

12
memang salah satunya bisa terjadi karena penggunaan ISO. Penggunaan ISO yang kurang
tepat juga akan membuat foto menjadi tidak bagus kualitasnya.
Dengan kita sudah paham dengan pengertian ISO kamera dan juga efek yang terjadi dari
penggunaan ISO yang ada diatas. Maka kapan kita akan menggunakan ISO dengan tepat.
Untuk ISO dengan nilai yang tinggi biasanya akan bisa kita gunakan pada saat kita akan
memotret dengan intensitas cahaya yang kurang. Artinya ISO tinggi digunakan kalau kita
memotret pada saat malam hari misalnya. Intinya dalam menentukan ISO yang tepat
tentunya kita juga harus melakukan pengaturan pada exposure speed dan juga aperture juga.

gambar 2.2 ISO

13
2.3 Diafragma

Diafragma dalam fotografi adalah ukuran besar atau kecilnya bukaan lensa. Diafragma
mengatur besarnya cahaya yang masuk ke dalam kamera dengan cara mengatur besar dan
kecilnya lubang cahaya pada lensa. Diafragma sering juga disebut bukaan lensa
atau aperture.  Diafragma ini merupakan bagian dari segitiga eksposur.
Sebagaimana definisinya, diafragma merupakan ukuran besar kecilnya sebuah lubang.
Biasanya besar kecilnya sebuah lubang dinyatakan dengan ukuran panjang diameter atau jari-
jarinya. Hal ini berlaku juga untuk ukuran diafragma atau aperture.
Besarnya bukaan aperture atau diafragma dinyatakan dengan ukuran panjang diameter.
Hanya saja ukuran panjang diameter lubang ini dibuat dalam ukuran relatif terhadap panjang
fokus lensa. Biasanya sering ditulis f/n dimana n adalah angka-angka tertentu sesuai dengan
interval f-stop. Jadi dengan mengetahu 'f' atau focal length yang digunakan dan mengetahui 'n'
atau aperture number yang dipilih maka kita bisa menghitung panjang diameter lubang
bukaan lensa yang kita gunakan. Besarnya bukaan aperture atau diafragma dinyatakan dengan
ukuran panjang diameter. Hanya saja ukuran panjang diameter lubang ini dibuat dalam ukuran
relatif terhadap panjang fokus lensa. Biasanya sering ditulis f/n dimana n adalah angka-angka
tertentu sesuai dengan interval f-stop. Jadi dengan mengetahu 'f' atau focal length yang
digunakan dan mengetahui 'n' atau aperture number yang dipilih maka kita bisa menghitung
panjang diameter lubang bukaan lensa yang kita gunakan.
Sebagai contoh f/4 digunakan untuk menyatakan besaran lubang diafragma yang panjang
diameternya setara dengan jarak fokus dibagi 4. Saat kita menggunakan panjang fokal lensa
atau focal length 200 mm dengan aperture f/4 artinya diameter bukaan lensa yang dihasilkan
dari settingan ini adalah 200 mm dibagi 4 yaitu 50 mm atau 5 cm
Sebagai contoh lensa kit bawaan kamera biasanya mempunyai rentang bukaan diafragma
maksimum antara f/3.5 sampai f/5.6. Biasanya ditulis sebagai berikut Canon EF-S 18-55
mm f/3.5-5.6. Arti dari spesifikasi lensa ini adalah, pada focal length paling dekat atau 18
mm, lensa ini akan mempunyai bukaan maksimum di f/3.5. Sedangkan pada focal length
paling jauh yaitu 55 mm, lensa ini akan mempunyai bukaan maksimum sebesar f/5.6.
Sederhana kan. Pada bagian depan lensa, spesifikasi ini tertulis tapi tidak menggunakan tanda

14
f melainkan hanya angka "1:" saja diikuti aperture maksimum lensa yang bisa digunakan. Di
bawah ini foto bagian depan lensa kit Canon EF-S 18-55 mm 1:3.5-5.6 IS II.
Cara cek diafragma pada kamera DSLR
Diafragma atau aperture bisa kita amati dari bagian depan lensa atau bagian belakang lensa.
Pada bagian depan kita bisa melihat susunan blade yang rapi dan membentuk lubang di
tengah lensa. Ukuran lubang ini berubah sesuai dengan settingan apperture atau diafragma.
Kita bisa melihat pergerakan diafragma ini pada saat kita memotret atau bisa bisa juga dengan
menekan tombol preview dof (dept of field) yang biasa ada pada bagian depan body kamera.
Tombol preview DOF ini sebenarnya menurut saya tidak bermanfaat dalam pemotretan. Hal
ini disebabkan oleh kenyataan bahwa preview yang dimaksud disini hanya menggerakan
diafragma sesuai settingan kamera, view finder optik menjadi lebih gelap atau terang
tergantung settingan diafragma. DOF atau ruang tajam foto tidak akan terlihat disini.

Pada beberapa lensa zaman dulu, bukaan lensa juga bisa diatur melalui aperture ring yang
melingkar pada body lensa. Aperture ring ini mempunyai skala sesuai dengan interval f-stop
lensa tersebut. Pada lensa jenis ini kita bisa langsung melihat perubahan aperture secara
langsung saat kita merubah ring aperture.
Pengaruh diafragma pada ruang tajam foto
Foto yang diambil pada diafragma atau aperture yang berbeda akan menghasilkan ruang
tajam yang berbeda. Ruang tajam atau depth of field merupakan area pada foto yang masih
terlihat tajam, sementara di luar area tersebut akan terlihat blur atau tidak fokus. Efek ini
sering disebut sebagai bokeh. Sebenarnya kurang tepat kalau hal ini disebut bokeh, karena
bokeh sebenarnya ada unsur blur dari pantulan cahaya.

Efek ruang tajam ini dapat diamati secara langsung saat kita menggunakan kamera DSLR
maupun mirrorless dengan menggunakan live view. Saat menggunakan live view mode,
bukaan diafragma lensa langsung berubah begitu kita merubah settingan diafragma. Cahaya
langsung masuk ke sensor dan di terjemahkan pada LCD. Sehingga efek dari semua settingan
langsung terlihat pada LCD ini.
Lain halnya dengan view finder optik. Jika kita melihat pada tampilan view finder optik maka
efek depth of field ini tidak akan terlihat meskipun kita sudah menekan tombol depth of field

15
review. Hal ini disebabkan apa yang kita lihat pada view finder optik merupakan pantulan
cahaya dari objek yang ada di depan lensa dan tidak ada pemrosesan gambar di sensor. Sensor
baru bekerja setelah kita menekan tombol shutter release.

Secara sederhana jika kita ingin mendapatkan foto dengan ruang tajam yang sempit makan
kita harus gunakan diafragma yang besar. Seperti dijelaskan ditas diafragma yang besar
dilambangkan dengan angka f/n dimana n adalah angka yang paling kecil misalnya 1.8. Jadi
saat kita menggunakan diafragma f/1.8 maka kita akan memperoleh foto dengan ruang tajam
yang sempit. Berikut ini contoh foto yang diambil menggunakan kamera Nikon D700 dan
lensa Nikor Af 50 mm f/1.8 pada bukaan terbesarnya f/1.8

gambar 2.3 Diafragma

16
2.4 Mode M dan A

Mode M (Manual) Inilah mode yang paling sering digunakan oleh para fotografer profesional
karena dapat mengontrol segala macam aspek fungsi dari kamera yang digunakan.

Mode manual artinya pengguna dapat mengatur semua fungsi untuk disesuaikan dengan kondisi
cahaya dan faktor-faktor lainnya.

Menggunakan mode ini dibutuhkan pengetahuan yang mendalam tentang cara main kamera dan
fungsi-fungsi yang berada di dalamnya, terutama soal hubungan antara shutter speed dan aperture.

Mode A (Auto) Mode ini terlihat jelas pada tombol pilihannya. Pada mode ini kamera akan
mengatur semuanya untuk pengguna, mulai dari aperture, shutter speed, ISO sampai white balance.
Tak hanya itu, pengaturan ini juga bisa saja membuat flash berfungsi secara tiba-tiba jika kamera
merasa kondisi cahayanya terlampau gelap.

Mode ini sangat berguna jika pengguna ingin membiasakan diri dengan kamera yang baru atau
tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengatur pengaturan kameranya secara manual

gambar 2.4 mode M dan A

17
2.5 Mode AV dan TV

Mode AV (Aperture Priority Mode) Dalam Aperture Priority Mode, pengguna memiliki kendali
dari pengaturan aperture (atau f-stop). Artinya, pengguna dapat mengontrol seberapa besar cahaya yang
masuk melalui lensa dan kedalaman ruangnya.

Mode ini biasanya sangat berguna saat pengguna ingin mengontrol ketajaman fokus dari objek foto
(kedalaman ruang) dan teknik fotografi lainnya yang tak bergantung pada shutter speed.

Mode TV (Shutter Priority) Saat ingin menangkap objek yang bergerak cepat, mode ini dapat
diandalkan oleh para pengguna. Mode ini juga ideal untuk digunakan saat ingin mencoba teknik long
exposure.

Pengguna dapat mengatur shutter speed dan kamera akan mengatur secara otomatis bukaan dan besaran
sensitivitas ISO-nya.

Mode ini sangat cocok digunakan saat ingin memotret pertandingan olahraga atau pun dalam wildlife
photography.

gambar 2.5 mode AV dan TV

18
BAB III
JENIS - JENIS LENSA

3.1 Lensa Kit

Seperti namanya, lensa kit adalah lensa bawaan yang sudah termasuk dalam paket saat
membeli kamera.

Ukuran lensa kit pada umumnya adalah 18-55 mm dengan jarak fokal yang lebar. Bukaan
atau aperture lensa ini tidak maksimal sehingga autofocus-nya lambat.

Oleh karena itu, lensa bawaan cenderung lebih cocok untuk pemotretan statis dan bersudut
lebar. Contohnya seperti foto-foto landscape, bangunan, portrait, dan pemotretan acara
(angle lebar).

Jenis lensa kamera ini juga cukup bagus untuk menciptakan ilusi ruangan.

Kamu bisa membuat objek yang ingin ditonjolkan jadi tampak lebih jauh dari sebenarnya,
sementara objek-objek dekat kamera malah tampak diperbesar.

gambar 3.1 Kit

19
3.2 Lensa Tele

Lensa tele digunakan untuk memotret objek atau pemandangan dari jarak
yang sangat jauh.
Jenis lensa ini juga punya banyak titik fokus dan dapat melakukan zoom dengan sangat detail.
Dengan lensa tele, kamu bisa mengisolasi dan memfokuskan objek yang jauh.
Oleh karena itu, lensa tele sangat bagus untuk memotret pemandangan outdoor, seperti bentang
alam, pertandingan olahraga, satwa-satwa liar, hingga foto-foto planet dan bintang.
Akan tetapi, lensa tele biasanya berukuran besar dan berat untuk dibawa-bawa. Kamu
memerlukan tripod untuk menopang kamera ini.

gambar 3.2 Tele

20
3.3 Lensa Macro

Kalau kamu ingin mengabadikan detail terkecil dari objek, gunakanlah lensa
makro. Jenis lensa kamera ini sangat bagus untuk memotret close up yang sangat
ekstrem. Kamu bisa zoom objek hingga lima kali ukuran sebenarnya.

Tidak perlu khawatir hasilnya akan blur atau pecah. Lensa makro mampu menghasilkan
gambar yang tajam, akurat, dan berkualitas tinggi pada jarak yang sangat dekat.

Jenis lensa makro sangat bagus untuk fotografi alam, karena kamu akan bisa
mengabadikan hampir sebagian besar detail dalam satu gambar.

Lensa makro mampu menampilkan detail bulu-bulu halus pada serangga, kepingan salju
(snowflake), tetesan air pada tanaman, atau detail kilau pada cincin berlian.

gambar 3.3 Macro

21
3.4 Lensa Fixed

Lensa fixed atau lensa prime adalah jenis lensa kamera yang semua elemen lensa, mulai
dari focal length, zoom, dan aperture-nya, bersifat permanen alias tidak bisa diutak-atik.
Dengan lensa ini, kamu hanya bisa memotret dari satu angle. Jadi kalau ingin
menghasilkan gambar wide shot dan close up, kamu harus berpindah lokasi. Bukan
dengan mengutak-atik zoom di kamera.

Namun, meski tidak bisa diubah, lensa kamera fixed menghasilkan kualitas gambar yang tajam
dalam situasi apa pun.

Lensa prima bagus untuk semua jenis foto, khususnya fotografi landscape, portrait, foto-foto
pernikahan, dan panorama.

Jenis lensa kamera ini juga bagus untuk memotret pada pencahayaan yang minim atau remang-
remang tanpa perlu menggunakan ISO tinggi.

gambar 3.2 fixed

22
3.5 Lensa Wide

Wide angle lens adalah jenis lensa kamera untuk menangkap area yang luas dalam satu bidang
foto. Maka itu, lensa bersudut lebar sangat cocok untuk foto-foto landscape.

Dengan ukuran lensa rata-rata 17-40mm, kamu bisa mendapatkan porsi pemandangan yang lebih
banyak dan hasil gambar jauh lebih jelas.

Semakin rendah angka focal length, semakin banyak gambar yang bisa masuk dalam foto.

Jenis lensa lebar juga bagus untuk menangkap keseluruhan bangunan tanpa terpotong.

Cole Classroom mengingatkan bahwa hasil foto dengan lensa lebar kadang bisa terdistorsi.

Khususnya jika dalam foto tersebut ada gambar wajah. Jenis lensa kamera ini juga tidak begitu bagus
untuk memotret dengan efek bokeh atau latar belakang buram.

Meski begitu, kamu tetap bisa mengakalinya saat proses pengeditan foto nanti.

gambar 3.5 wide

23
3.6 Lensa Fisheye

Lensa fisheye adalah lensa sudut ultra lebar yang dapat menangkap gambar dengan radius
180 derajat penuh di sekitar bidang pandang. Objek-objek dalam foto terlihat terdistorsi,
cembung seperti berada dalam gelembung. Objek di sekitarnya tampak kecil dan
melengkung, sementara fokus dari objek fotomu akan tampak jauh lebih besar dari
biasanya. Lensa fisheye paling sering digunakan dalam fotografi kreatif, abstrak, dan
fotografi komersial. Untuk memotret aktivitas olahraga dan pemandangan, lensa ini juga
sangat berguna. Lensa fisheye juga cenderung menawarkan aperture maksimum yang lebih
baik. Artinya, kamu bisa memotret dalam cahaya rendah dengan lebih mudah.

gambar 3.6 fisheye

24
BAB IV

PERGERAKAN KAMERA

4.1 Kamera Angle


Angle merupakan sebuah posisi sudut pandang kamera. Angle kamera memiliki
berbagai jenis. Angle kamera ini sangat bermanfaat dalam menciptakan persepsi orang yang
lihat di dalam fotografi, sinematografi bahkan ilustrasi sekalipun. Sudah wajib hukum nya
para dekave harus mengetahui berbagai macam angle kamera sekaligus manfaat dan tujuan
dari angle tersebut.

gambar 4.1 kamera angle

4.2 High Angle


ada yang namanya high angle. High angle merupakan sudut pandang tinggi yang
diambil di atas objek namun tidak se-extreme bird eye. sehingga muka objek masih bisa
terlihat oleh kamera. Bagian kepala objek akan terlihat lebih besar daripada kakinya. Posisi
kamera high angle akan selalu miring ke bawah.

Kesan : Objek terkesan kurang berdaya (lemah), pengamat akan merasa berkuasa dalam
melihat foto/video

25
gambar 4.2 high angle

4.3 Low Angle


Turun dari eye level ada yang namanya low angle atau sudut pandang rendah.
Sudut pandang ini berada dibawah kepala objek. Posisi kamera akan selalu miring ke atas.
Namun muka dari objek masih bisa terlihat. Kaki objek akan lebih besar dan kepala objek.
Posisi ini sering digunakan dalam film super hero.

Kesan : Objek terlihat kuat, besar dan kokoh; pengamat akan terlihat takjub dan tidak berdaya

4.4 Eye Level


Sudut pandang eye level dibuat sejajar dengan mata atau objek yang dibidik. Posisi
kamera pun tidak miring keatas maupun kebawah. Posisi ini merupakan angle paling netral
dan sudut pandang yang paling jujur apa adanya. Posisi ini sering digunakan dalam foto
produk di online shop.

Kesan : Apa yang kamu lihat itulah yang sebenarnya, Proporsi terlihat seimbang, netral

26
gambar 4.4 eye level

4.5 Pan Right dan Left


Pan/Panning merupakan gerakan kamera menoleh kekiri (Pan left) dan kekanan
(Pan right). Ada banyak fungsi dalam shot ketika melakukan paning meski pada prinsipnya
dengan menggunakan gerakan yang sama.

Gerakan pan yang sering digunakan dalam pengambilan gambar secara umum adalah Follow


pan, yakni gerakan kamera mengikuti subyek bergerak (travelling), hal ini biasanya untuk
mempertahankan komposisi visual agar tetap proporsional dalam frame, memberi head
space maupun walking space sehingga subyek tidak terpotong saat melakukan gerakkan
tertentu..

Gerakan paning juga dapat dilakukan untuk pengambilan gambar pada obyek yang tak


bergerak, misalkan kondisi ruangan, foto-foto yang berjajar di dinding, suasana kota atau yang
lainnya. Hal ini untuk membangun suasana lingkungan dimana subyek berada sekaligus
menciptakan interaksi visual antara subyek dengan lingkungannya (survening pan).

Interupted pan juga merupakan salah satu gerakan kamera jenis pan. Teknik ini digunakan
saat ingin menghubungkan dua subyek yang berbeda dalam satu shot. Misalnya, awal shot
melakukan follow pan pada satu subyek yang berjalan di pertokoan, kamera tiba-tiba berhenti
dan fokus melakukan follow pan pada sosok anak kecil yang mencoba mencuri salah satu
makanan dalam toko tersebut. Contoh lain misalnya ketika sebuah adegan dimana subyek
meninggalkan ruang, kamera bergerak ke arah handphone yang ketinggalan di meja.

Gerakan paning juga bisa digunakan untuk transisi antara dua shot, istilah yang populer
digunakan adalah whipe pan, yakni melakukan gerakan paning secara cepat antara shot satu
dengan lainnya. Penggunaan transisi ini dapat menciptakan gambar yang lebih

27
dinamis dan mempersingkat waktu dalam sebuah kejadian yang memiliki hubungan sebab
akibat.

gambar 4.5 panning

4.6 Tilt Up dan Down


Tilt/Tilting adalah gerakan kamera secara vertical, mendongak dari bawah ke atas (Tilt
up) maupun dari atas ke bawah (Tilt down). Gerakan tilting banyak digunakan untuk
menggiring mata penonton pada aktivitas tertentu pada subyek, misalnya shot dimulai dengan
wajah perempuan menangis menunduk kebawah, kamera melakukan tilt down, dan shot
berakhir pada jemarinya yang bergetar sedang membaca/membalas sms dari seseorang,
mungkin sedang diputus pacarnya.

Proses sebab-akibat dapat diciptakan dengan tilting, pada adegan diatas sebenarnya juga bisa
saja dibalik dengan melakukan tilt up, yakni dimulai dari shot jemari bergetar menulis sms,
kemudian tilt up pada wajah yang menangis.

gambar 4.6 tilting

28
4.7 Zoom In dan Out
Zoom/zooming merupakan gerakan paling dasar, yakni dengan cara mendekati atau
menjauhi obyek secara optik dengan mengubah panjang focal lensa dari sudut pandang sempit
ke sudut pandang lebar, atau sebaliknya. Gambar yang dihasilkan dari gerakan ini adalah
subyek seolah-olah mendekat (Zoom in) dan subyek seolah-olah menjauh (Zoom out).

Perubahan ukuran subyek secara visual akan terjadi pada satu frame, misalanya dari Long
Shot menjadi Medium Shot atau yang lainnya. Aktivitas ini dapat dilakukan dengan posisi
kamera tetap diam maupun dikombinasi dengan gerakan kamera lainnya.

Melakukan zoom in biasa digunakan untuk memperjelas sesuatu hal yang lebih penting, baik
pada subyek maupun sebuah kejadian. Pandangan yang semula mempunyai banyak subyek
dapat dikerucutkan menjadi satu atau beberapa subyek saja. Sedangkan zoom out lebih banyak
dilakukan untuk menarik penonton agar mengetahui ruang dimana subyek berada, juga untuk
menunjukkan ada banyak hal penting yang juga bisa dilihat disekitar subyek.

Untuk banyak adegan, penggunaan zoom tidak begitu efektif digunakan. Penggunaan Cut-to


Cut saat editing dapat mempersingkat durasi meski apa yang ingin disampaikan lewat gambar

gambar 4.7 zoom

29
4.8 Track in dan Out
(Track) adalah pengambilan gambar mendekati atau menjauhi subyek dengan
menggerakkan kamera di atas tripot atau dolly. Pengambilan gambar dengan cara ini biasanya
kamera lebih dapat dirasakan seolah-olah menjadi mata penonton, gerakan kamera dapat
mewakili gerakan penonton sehingga mereka dapat dibawa ikut terlibat dalam sebuah
peristiwa film.

Track in atau kamera mendekati subyek, biasanya digunakan untuk membawa perasaan


penonton untuk lebih berani, kuat, dan siap menghadapi tantangan. Sedangkan Track
out (menjauhi subyek) bisa digunakan untuk mewakili perasaan kecewa, takut, dan merasa
inferior.

Sebagaimana penggunaan zoom in, gerakan Track in yang mendekati subyek dapat membawa


penonton pada satu titik pusat perhatian, perasaan tegang dan membangun rasa keingintahuan.
Sedangkan proses pelepasan ketegangan dapat dilakukan dengan Track out.

gambar 4.8 track

30
4.9 Follow Through
Follow adalah gerakan kamera mengikuti objek yang bergerak, bisa dengan pan, tilt, ped
atau yang lainnya. Untuk menciptakan gambar yang lebih dinamis bisa
juga mennggunakan crane, atau dapat juga dilakukan dengan handheld. Crane sangat
memungkinkan menggabungkan beberapa gerakan kamera sehingga gambar dapat terlihat
dinamis.

gambar 4.9 follow

31
BAB V

TATA CAHAYA

5.1 Key Light


Pencahayaan utama yang diarahkan pada objek. Keylight merupakan sumber
pencahayaan paling dominan. Biasanya keylight lebih terang dibandingkan dengan fill light.
Dalam desain 3 poin pencahyaan, keylight ditempatkan pada sudut 45 derajat di atas subjek.Fill
Light

gambar 5.1 key light

5.2 Fill light

Pencahayaan pengisi, biasanya digunakan untuk menghilangkan bayangan objek yang


disebabkan oleh key light. Fill light ditempatkan berseberangan dengan subyek yang
mempunyai jarak yang sama dengan keylight. Intensitas pencahyaan fill light biasanya setengah
dari key light.

32
gambar 5.2 Fill Light

5.3 Back Light

Pencahayaan dari arah belakang objek, berfungsi untuk meberikan dimensi agar subjek
tidak “menyatu” dengan latar belakang. Pencahyaan ini diletakkan 45 derajat di belakang
subyek. Intensitas pencahyaan backlight sangat tergantung dari pencahayaan key light dan fill
light, dan tentu saja tergantung pada subyeknya. Misal backlight untuk orang berambut pirang
akan sedikit berbeda dengan pencahayaan untuk orang dengan warna rambut hitam

gambar 5.3 back light

33
BAB VI

JENIS-JENIS SHOT

6.1 Close-Up
Teknik ini biasanya diambil mulai bagian bawah bahu sampai kepala. Teknik ini
untuk memperlihatkan detail ekspresi dan mimik seseorang. Biasanya digunakan untuk memotret
ekspresi seseorang misalnya juga memperlihatkan kerutan wajah pada subjek agar terlihat dramatis

gambar 6.1 close up

6.2 Medium Shot


Teknik ini lebih sempit lagi dari medium long shot. Pengambilan gambar dimulai dari
sekitar pinggang sampai kepala. Biasanya digunakan untuk menonjolkan lebih detail bahasa tubuh
dan ekspresi subjek.

gambar 6.2 medium shot

34
6.3 Full Shot
pengambilan gambar objek secara penuh dari kepala sampai kaki, pengambilan gambar
dengan shot ini biasanya bertujuan untuk memperkenalkan objek dengan apa yang dilakukannya dan
lingkungannya.

gambar 6.3 full shot

35

Anda mungkin juga menyukai