Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

ALERGI MAKANAN
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Temanggung

Disusun oleh:
Nurvina Lutfiany
20224010008

Dokter Pembimbing:
dr. Nugroho Agung D., Sp. PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD TEMANGGUNG


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
BAB 1
PENDAHULUAN
Makanan adalah salah satu penyebab reaksi alergi yang berbahaya. Namun, tidak semua
reaksi makanan yang tidak diinginkan dapat disebut sebagai alergi makanan. Klasifikasi dari
EAACI (European Association of Alergy and Clinical Immunology) membagi reaksi makanan
yang tidak diinginkan menjadi reaksi toksik dan non toksik. Reaksi toksik adalah reaksi yang
ditimbulkan dari iritan tertentu atau racun dalam makanan misalnya daging yang terkontaminasi
oleh bakteri, atau makanan yang terkontaminasi oleh sisa pestisida. Reaksi non toksik dapat
berupa reaksi imunologis dan reaksi non imunologis (intoleransi makanan). Intoleransi makanan
dapat diakibatkan zat yang terdapat pada makanan tersebut (seperti histamin pada ikan
diawetkan), tiramin yang terdapat pada keju), atau akibat kelainan pada orang tersebut (seperti
defisiensi laktosa).1
Alergi makanan adalah respons abnormal terhadap makanan yang diperantarai oleh reaksi
alergi imunologis. Alergi makanan dapat bermanisfestasi seperti alergi yang lain pada satu organ
atau berbagai organ target: pada kulit seperti urtikaria; angioedema; dermatitis atopik, pada
saluran napas seperti rhinitis dan asma, pada saluran cerna seperti nyeri abdomen; muntah; diare,
pada kardiovaskuler seperti syok anafilaktik. Alergi makanan pada orang dewasa dapat
merupakan alergi yang sudah terjadi saat anak-anak atau reaksi yang memang baru terjadi pada
usia dewasa. Secara umum patofisiologi alergi makanan dapat diperantarai IgE maupun
tidakdiperantarai oleh IgE.1
Prevalensi alergi makanan di Indonesia adalah 5-11%. Dalam beberapa tahun terakhir,
angka kejadian alergi terus meningkat tajam baik di dalam negeri maupun luar negeri. World
Allergy Organization (WAO) menyebutkan 22% penduduk dunia menderita alergi dan terus
meningkat setiap tahun. Dalam studi tahun 2014, diperkirakan kasus alergi makanan terjadi pada
5% usia dewasa dan 8% pada anak-anak. Pada negara barat, kasus alergi makanan berkisar 10%
dan prevalensi tertinggi pada anak-anak.2,3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Alergi makanan adalah reaksi sistem imun yang terjadi setelah paparan terhadap
makanan tertentu. Makanan didefinisikan sebagai substansi yang dikonsumsi oleh
manusia baik yang sudah diproses, semi proses maupun mentah. Alergen makanan
didefinisikan sebagai komponen spesifik dari makanan atau bahan makanan (secara
tipikal merupakan protein, namun bisa juga dalam bentuk hapten) yang dikenali oleh sel
imun yang kemudian menimbulkan reaksi imunologik yang diperantarai oleh sel mast
dan IgE.2,4
Tidak semua reaksi makanan yang tidak diinginkan dapat disebut sebagai alergi
makanan. Klasifikasi dari EAACI (European Association of Alergy and Clinical
Immunology) membagi reaksi makanan yang tidak diinginkan menjadi reaksi toksik dan
non toksik. Reaksi toksik adalah reaksi yang ditimbulkan dari iritan tertentu atau racun
dalam makanan misalnya daging yang terkontaminasi oleh bakteri, atau makanan yang
terkontaminasi oleh sisa pestisida. Reaksi non toksik dapat berupa reaksi imunologis dan
reaksi non imunologis (intoleransi makanan). Intoleransi makanan dapat diakibatkan zat
yang terdapat pada makanan tersebut (seperti histamin pada ikan diawetkan), tiramin
yang terdapat pada keju), atau akibat kelainan pada orang tersebut (seperti defisiensi
laktosa). Sedangkan, alergi makanan adalah respons abnormal terhadap makanan yang
diperantarai oleh reaksi alergi imunologis.1

B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi alergi makanan di Indonesia adalah 5-11%. Dalam beberapa tahun
terakhir, angka kejadian alergi terus meningkat tajam baik di dalam negeri maupun luar
negeri. World Allergy Organization (WAO) menyebutkan 22% penduduk dunia
menderita alergi dan terus meningkat setiap tahun. Dalam studi tahun 2014, diperkirakan
kasus alergi makanan terjadi pada 5% usia dewasa dan 8% pada anak-anak. Pada negara
barat, kasus alergi makanan berkisar 10% dan prevalensi tertinggi pada anak-anak.2,3

C. ETIOLOGI
Hampir setiap jenis makanan memiliki potensi untuk menimbulkan reaksi alergi.
Sifat fisikokimia yang berperan dalam alergenisitas masih belum banyak diketahui.
Allergen dalam makanan terutama berupa protein yang terdapat di dalamnya. Beberapa
makanan seperti susu sapi, telur, dan kacang mengandung beberapa protein allergen
sekaligus. Namun demikian, tidak semua protein dalam makanan tersebut mampu
menginduksi produksi IgE.
Penyebab tersering alergi makanan pada orang dewasa adalah kacang-kacangan,
ikan, dan kerang. Sedangkan penyebab tersering alergi makanan pada anak adalah susu,
telur, kacang-kacangan, ikan, dan gandum. Sebagian besar alergi makanan akan
menghilang setelah pasien menghindari makanan tersebut dan kemudian melakukan cara
eliminasi makanan, kecuali alergi terhadap kacang-kacangan, ikan, dan kerrang
cenderung menetap atau menghilang setelah jangka waktu yang sangat lama. Berikut
macam-macam bahan makanan yang sering menjadi penyebab alergi makanan:
1. Makanan Sehari-hari
a. Susu Sapi
Susu sapi sedikitnya merupakan 20% komponen yang dapat menimbulkan
produksi antibody. Fraksi protein susu utama adalah kasein (76%) dan whey.
Whey mengandung beta-laktoglobulin, alfa-laktalbumin, immunoglobulin sapi,
dan albumin serum sapi. Alergi dilaporkan dapat terjadi terhadap semua
komponen tersebut. Ditemukan reaksi silang antara susu sapi dengan susu,
sehingga tidak dapat digunakan sebagai pengganti pada anak dengan alergi susu
sapi. Manifestasi alergi susu sapi pada orang dewasa lebih berupa gangguan
saluran napas dan kulit, namun menetap lebih lama daripada alergi susu sapi pada
anak.
b. Telur
Telur ayam sering merupakan sebab alergi makanan pada anak. Putih telur lebih
alergenik dibanding dengan kuning telur dan reaksi terhadap kuning telur dapat
disebabkan oleh karena kontaminasi protein. Alergen utama putih telur adalah
ovalbumin.
c. Daging
Walaupun daging merupakan sumber protein utama, alergi terhadap protein
daging sapi hamper tidak pernah dilaporkan. Reaksi alergi akibat daging yang
pernah dilaporkan antara lain alergi terhadap daging ayam, kalkun, dan babi.
d. Kacang Tanah
Kacang mungkin merupakan makanan alergenik paling berbahaya. Reaksi dapat
berupa anafilaksis. Tiga jenis protein telah diidentifikasi sebagai alergen utama;
Ara h1, Ara h2, dan Ara h3. Minyak kacang tanah yang dimurnikan aman untuk
orang yang alergi kacang tanah. Seperti halnya dengan kacang tanah, almond,
kacang mede, kemiri, kenari, dan pistachio telah dilaporkan dapat menimbulkan
anafilaksis.
e. Kedelai
Kedelai sering menimbulkan reaksi alergi. Kedelai banyak digunakan sebagai
sumber protein yang murah. Telah diidentifikasi jenis alergen dan tidak ada yang
predominan. Minyak kedelai yang dimurnikan meskipun aman, tetap harus
diwaspadai.
f. Biji-bijian
Beberapa biji-bijian seperti bunga matahari, opium, biji kapas, dan wijen
dilaporkan sebagai penyebab alergi makanan.
g. Ikan
Ikan dapat menimbulkan sejumlah reaksi. Alergen utama dalam codfish adalah
Gad c1. Spesies ikan biasa memiliki alergen yang analog dengan Gad c1 codfish.
Antigen rentan terhadap manipulasi dan penyimpanan. Antigen tersebut mudah
disebarkan ke udara dan dapat memicu reaksi alergi saluran napas. Alergi ikan
juga dapat disebabkan kontak langsung dengan kulit berupa dermatitis kontak.
Apakah seseorang yang alergi terhadap satu jenis ikan juga harus pantang jenis
ikan lainnya, masih merupakan kontroversi.
h. Crustacea dan molluscum
Golongan kerrang-kerangan merupakan alergen utama yang mengenai sekitar
250.000 orang dewasa di Amerika. Dalam golongan crustacea termasuk lobster,
kepiting, udang, dan udang karang. Dalam golongan molluscum termasuk tiram,
keong/siput, gurita, cumi-cumi. Udang mengandung beberapa alergen. Antigen II
dianggap sebagai alergen utama. Daging udang mengandung glikoprotein otot
yang mengandung Pen a1 (Tropomiosin). Tropomiosin juga dapat menyebabkan
reaksi silang antara crustacea, molluscum, dan beberapa artropoda.
i. Sayuran
Alergi terhadap sayuran yang sering dilaporkan pada usia dewasa adalah terhadap
seledri dan wortel. Alergi terhadap kedua sayuran ini dapat bereaksi silang dengan
polen. Sedangkan alergi terhadap jenis sayuran lain sangat jarang dilaporkan.
Patatin, sejenis alergen yang ditemukan pada tomat dan kentang juga dilaporkan
menyebabkan berbagai reaksi alergi.
j. Buah-buahan
Apel merupakan penyebab alergi buah-buahan paling sering terjadi dengan
manifestasi utama berupa sindrom alergi oral, diikuti reaksi anafilaksis.
Sedangkan alergi buah persik 86% manifestasinya berupa sindrom alergi oral,
diikuti dengan urtikaria kontak, lalu reaksi sistemik. Sebagian besar pasien alergi
buah persik juga mengalami alergi terhadap polen.
k. Sereal
Reaksi alergi terhadap sereal sering ditemukan terutama pada anak. Fraksi
globulin dan fraksi glutenin diduga merupakan alergen utama yang menimbulkan
reaksi IgE.

D. PATOFISIOLOGI
Alergi makanan pada orang dewasa dapat merupakan reaksi yang memang sudah
terjadi saat kanak-kanak atau reaksi yang memang baru terjadi pada usia dewasa. Secara
umum patofisiologi alergi makanan dapat diperantarai IgE maupun tidak diperantarai
IgE.
1. Diperantarai IgE
Secara imunologis, antigen protein utuh masuk ke dalam sirkulasi dan disebarkan
ke seluruh tubuh. Untuk mencegah respons imun terhadap semua makanan yang
dicerna, diperlukan respons yang ditekan secara selektif yang disebut toleransi atau
hiposensitisasi.
Kegagalan untuk melakukan toleransi oral ini memicu produksi berlebihan
antibody IgE yang spesifik terhadap epitope yang terdapat pada alergi makanan.
Antibody tersebut berkaitan kuat dengan reseptor IgE pada basophil dan sel mast,
juga berikatan dengan kekuatan lebih rendah pada makrofag, monosit, limfosit,
eosinophil, dan trombosit.
Ketika protein makanan melewati sawar mukosa, terikat dan bereaksi silang
dengan antibody tersebut, akan memicu IgE yang telah berikatan dengan sel mast.
Kemudian sel mast akan melepaskan berbagai mediator (histamin, prostaglandin, dan
leukotriene) yang akan menyebabkan vasodilatasi, sekresi mucus, kontraksi otot
polos, dan influx sel inflamasi lain sebagai bagian reaksi hipersensitifitas cepat. Sel
mast yang teraktivasi tersebut juga mengeluarkan berbagai sitokin lain yang dapat
menginduksi reaksi tipe lambat. Selama 4-8 jam pertama, neutrophil, dan eusinofil
akan dikeluarkan ke tempat reaksi alergi. Neutrophil dan eusinofil yang teraktivasi
akan mengeluarkan berbagai mediator seperti platelet activating factor, peroksidase,
eosinophil major basic protein dan eosinophil cationic protein. Sedangkan pada 24-48
jam berikutnya, limfosit dan monosit menginfiltrasi lokasi tersebut dan memicu
reaksi inflamasi kronik.

2. Tidak Diperantarai IgE


Patogenesis reaksi alergi makanan yang tidak diperantarai IgE belumlah diketahui
dengan jelas. Reaksi hipersensitivitas tipe II (reaksi sititoksik), tipe III (reaksi
kompleks imun), dan tipe IV (reaksi hipersensitivitas diperantarai sel T) pernah
dilaporkan terjadi pada pasien yang mengalami alergi makanan, walaupun belum
cukup bukti untuk membuktikan perannya pada alergi makanan.

E. GAMBARAN KLINIS
1. Reaksi Hipersensitivitas Diperantarai IgE
Gambaran klinis reaksi alergi terhadap makanan terjadi melalui IgE dan
menunjukkan manifestasi terbatas: gastrointestinal, kulit, dan saluran napas. Tanda
dan gejalanya disebabkan oleh pelepasan histamin, leukotriene, prostaglandin, dan
sitokin. Awitan respons alergi terjadi dalam 30 menit setelah mengonsumsi makanan.
Ada hubungan tidak erat antara derajat alergi dan cepatnya awitan. Pasien yang
sangat alergi dapat mengalami reaksi dalam menit atau bahkan detik setelah
konsumsi. Ciri kedua reaksi alergi nampaknya tidak tergantung pada dosis. Reaksi
berat yang terjadi oleh dosis kecil sama dengan yang ditimbulkan dosis besar.
Anafilaksis dapat terjadi hanya melalui kontak kacang tanah dengan bibir atau setelah
makan kacang tanah dalam jumlah besar. Ciri reaksi alergi lainnya ialah terjadinya
reaksi berat diberbagai tempat dan organ. Mengapa alergen yang dimakan
menimbulkan efek luas? Respon berupa urtikaria ditentukan oleh distribusi random
IgE pada sel mast di seluruh tubuh. Makanan sebagian dicerna. Dalam usus kecil
terjadi absorbs direk peptide di plak Peyer. Plak Peyer dilapisi sel berdinding tipis,
disebut Sel M yang memudahkan peptide masuk langsung ke dalam plak Peyer.
Begitu sampai di center germinal plak Peyer, antigen diikat sel dendritic dan sel
Langerhans. Sel-sel tersebut bermigrasi melalui saluran limfe dan menyebarkan
informasi mengenai antigen dan dapat menimbulkan reaksi difus.

2. Reaksi Hipersensitivitas Non-IgE


Reaksi hipersensitivitas non-IgE akibat makanan umumnya bermanifestasi
sebagai gangguan saluran cerna dengan berbagai variasi, mulai dari mual, muntah,
diare, dan nyeri abdomen. Berlawanan dengan reaksi hipersensitivitas yang
diperantarai IgE, beratnya reaksi yang terjadi bergantung pada jumlah alergen yang
dikonsumsi dan awitannya sangat bervariasi, mulai dari beberapa menit sampai
beberapa jam kemudian.
Manifestasi alergi makanan juga dapat berupa manifestasi local dan sistemik.
Manifestasi lokal biasanya karena kontak langsung dengan makanan. Pada kulit
berupa urtikaria kontak, pada saluran napas berupa rhinitis setelah inhalasi partikel
makanan, dan pada saluran cerna misalnya sindrom alergi oral. Manifestasi sistemik
terjadi setelah menelan makanan. Factor penentu terjadinya reaksi sistemik ataupun
local adalah reaksi biokimia protein makanan tersebut, respons imun individu, dan
hipereaktivitas target organ.
Berbagai macam manifestasi alergi makanan pada target organ tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut:
F. DIAGNOSIS
Diagnosis alergi makanan memerlukan gabungan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang.1
1. Anamnesis
Komponen anamnesis dalam mendiagnosis alergi makanan sangat penting karena
melalui anamnesis kita dapat menggali ada tidaknya riwayat adanya reaksi alergi
yang ditimbulkan oleh makanan tertentu dan tipe alergi yang terjadi.
2. Pemeriksaan Fisik
Melalui pemeriksaan fisik, kita dapat menemukan gejala-gejala alergi yang
disebabkan oleh reaksi terhadap jenis makanan tertentu.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Skin Prick Test (SPT)
Pemeriksaan ini berfungsi untuk mengidentifikasi makanan yang berpotensi
menyebabakan reaksi alergi yang disebabkan oleh aktivasi IgE terhadap jenis
makanan tertentu. Caranya adalah dengan menginjeksikan alergen dalam jumlah
yang minimum ke kulit dan menunggu hasilnya dalam 30 menit, apabila timbul
kemerahan dan indurasi dengan diameter > 3mm maka hasilnya dinyatakan
positif.1
b. Serum Total IgE
Pada orang yang memiliki riwayat atopi, biasanya akan terjadi peningkatan IgE
dalam serum darah, namun para ahli lebih menganjurkan untuk dilakukan test IgE
alergen spesifik.1
c. Atopy Patch Test (APT)
Uji dilakukan dengan cara menempelkan alergen melalui suatu bahan ke kulit
yang utuh.1
d. Oral Food Challenges
Oral food challenges (OFC) adalah memberikan makanan yang diduga
mengandung alergen kepada pasien dengan jumlah yang ditambah secara
bertahap bertahap dalam rentang kurang lebih 20-30 menit, apabila timbul reaksi
alergi maka segera dihentikan, dan apabila pada jumlah maksimal tidak terjadi
reaksi alergi, pasien tidak diperbolehkan pulang selama beberapa jam untuk
menghindari adanya komplikasi akibat reaksi alergi lambat. Oral food challenge
tidak dilakukan bila pasien menunjukkan Riwayat hipersensitivitas yang jelas atau
reaksi berat.

G. TATALAKSANA
Terapi alergi makanan adalah menghindari makanan penyebab. Pada reaksi alergi
makanan ringan bisa diberikan antihistamin, jika perlu ditambahkan kortikosteroid pada
reaksi sedang. Sedangkan pada serangan anafilaksis terapi utamanya adalah
epinefrin/adrenalin.1
Penatalaksanaan alergi makanan dibedakan menjadi dua, yaitu mengatasi gejala
alergi akut dan mencegah terjadinya reaksi alergi. Pengobatan gejala akut dilakukan
dengan menggunakan epinefrin atau antihistamin. Sedangkan, pencegahan reaksi alergi
yang terbaik adalah dengan menghindari paparan alergen.

Penatalaksanaan Alergi Makanan Reaksi Akut


Pada pasien dengan gejala yang lokal, seperti mulut gatal atau urtikaria lokal,
dapat dengan antihistamin oral, misalnya difenhidramin 25–50 mg setiap 6–8 jam,
cetirizine 5–10 mg/hari, atau loratadine 10-20 mg/hari.5,6
Sementara pasien dengan anafilaksis, dapat diberikan epinefrin dari larutan
1:1000, dengan dosis dewasa sebesar 0,3–0,5 mL dan dosis anak sebesar 0,01 mL/kg BB.
Epinefrin diberikan secara intramuskular, dan dapat diulang setelah 10–15 menit. Selain
itu, dapat ditambah antihistamin parenteral, misalnya difenhidramin 10–50 mg IV/IM
setiap 6–8 jam.5,6
Pada pasien dengan riwayat anafilaksis sebaiknya diberikan epinefrin self-
injectable, serta instruksi tertulis mengenai cara mengatasi alergi jika tidak sengaja
menelan alergen. Pasien juga perlu mengenali tanda-tanda anafilaksis, misalnya
angioedema, lidah bengkak, sesak di dada, perubahan suara napas, suara serak, dan rasa
seperti tersedak.5,7

Pencegahan Reaksi Alergi Makanan


Menghindari paparan dengan makanan yang sudah dipastikan menyebabkan
alergi, baik secara tertelan, kontak kulit, maupun inhalasi. Kontak secara inhalasi dapat
terjadi karena protein dapat menguap selama proses pengolahan, misalnya pada asap dari
proses menggoreng atau mengukus, atau alergennya mudah terhirup misalnya tepung.5,6
Selama proses pengolahan dan penyajian, tidak boleh ada kontak dengan
makanan penyebab alergi. Jenis makanan yang diduga memiliki reaksi silang dengan
makanan penyebab alergi juga dihindari. Reaksi silang sering ditemukan pada susu sapi
dan susu kambing, antar jenis ikan, gandum dan biji-bijan lain, antar kacang-kacangan,
serta sapi dan susu sapi.5,6
Pada anak-anak, pembatasan jenis makanan dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan. Oleh karena itu, dapat diberikan jenis makanan lain yang tidak
menyebabkan alergi, tetapi memiliki jenis dan jumlah nutrisi yang mirip.5,6
Setelah 1–2 tahun menghindari makanan penyebab alergi, 2/3 pasien mengalami
toleransi. Disarankan untuk mencoba kembali makanan tersebut setelah 1–3 tahun.
Namun, semakin tua usia terjadinya alergi, semakin kecil pula kemungkinan terjadi
toleransi.5,7

Imunoterapi
Imunoterapi merupakan pemberian alergen makanan secara bertahap untuk
meningkatkan ambang toleransi terhadap makanan tersebut. Beberapa metode pemberian
imunoterapi, antara lain epicutaneous (EPIT), sublingual (SLIT), dan oral OIT).
Pemberian OIT menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan EPIT dan SLIT, tetapi
juga menyebabkan efek samping yang lebih banyak.8,9 Sebagian penelitian mengenai
imunoterapi ditujukan terhadap alergi kacang, sebab alergi kacang banyak ditemukan,
dan berpotensi menyebabkan anafilaksis.9

H. KOMPLIKASI
Reaksi anafilaksis merupakan salah satu komplikasi yang paling berbahaya dari
alergi makanan yang dapat menyebabkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rengganis I,Yunihastuti E. Alergi Makanan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Internal
Publishing, Juli 2014;VI:507-512.
2. Sicherer SH, Sampson HA. Food allergy: Epidemiology, pathogenesis, diagnosis, and
treatment. J Allergy Clin Immunol. 2014 Feb; 133(2):291-307
3. Loh W, Tang M.L.K. The Epidemiology of Food Allergy in the Global Context. Int J
Environ Res Public Health. Sep; 15(9): 2043. 2018.
4. Boyce JA, Assaád A, Burks AW, Jones SM, Sampson HA, Wood RA, et al Guidelines
for the Diagnosis and Management of Food Allergy in the United States: Report of the
NIAID-Sponsored Expert Panel. J Allergy Clin Immunol. 2014.
5. Sicherer SH. Food Allergies. Medscape. 2020
https://emedicine.medscape.com/article/135959-overview#a5
6. Delves PJ. Food Allergy. MSD Manual. 2020
http://www.msdmanuals.com/professional/immunology-allergic-disorders/allergic,-
autoimmune,-and-other-hypersensitivity-disorders/food-allergy
7. Siregar SP. Sari Pediatri, 2001; 3(3): 168-174
8. Macdougall JD, Burks AW, Kim EH. Current Insights into Immunotherapy Approaches
for Food Allergy. Immunotargets Ther. 2021 Jan 27;10:1-8. doi: 10.2147/ITT.S266257.
9. Romantsik O, Tosca MA, Zappettini S, Calevo MG. Oral and sublingual immunotherapy
for egg allergy. Cochrane Database Syst Rev. 2018 Apr 20;4(4):CD010638. doi:
10.1002/14651858.CD010638.pub3.

Anda mungkin juga menyukai