SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi syarat sidang aktif
Oleh :
1910631220051
2019
Kata pengantar
Abstrak
Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian alergi terus meningkat tajam baik di
dalam negeri maupun luar negeri. World Allergy Organization (WAO) menyebutkan
22% penduduk dunia menderita alergi dan terus meningkat setiap tahun. Alergi
makanan merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh reaksi IgE terhadap bahan
(zat kimia) makanan. Alergi makanan dapat mengganggu fungsi otak dan sistem
organ tubuh serta mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui gambaran sensitivitas terhadap alergen makanan di Poli Alergi
Imunologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2007. Data yang
digunakan merupakan data sekunder dari 208 responden yang memiliki rekam medik
dan yang melakukan tes tusuk kulit (skin prick test) di Poli Alergi Imunologi RSCM
tahun 2007. Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan jenis alergen
makanan pada kelompok anak dan dewasa. Sebesar 49% responden sensitif terhadap
alergen makanan. Jenis makanan yang paling banyak menyebabkan alergi pada anak-
anak dan dewasa berturut-turut adalah udang, putih telur dan maizena. Susu sapi dan
tepung terigu merupakan jenis makanan yang paling banyak menyebabkan alergi
hanya pada anak-anak, sedangkan pada dewasa, makanan yang paling banyak
menyebabkan alergi adalah kepiting.
Abstract
Pendahuluan
Latar Belakang
Istilah alergi dipakai dalam konteks reaksi hipersensitif yang disebabkan akibat reaksi
imun yang berakibat buruk terhadap jaringan atau mengganggu proses fisiologi
manusia. Rekasi imun dicetuskan oleh adanya kompleks biokimiawi atau respon
infalammasi yang menghasilkan gejala-gejala klinis. ( buku alergi makanan)
Kejadian alergi makanan dipengaruhi oleh genetik, umur, jenis kelamin, pola makan,
jenis makanan awal, jenis makanan, dan faktor lingkungan. Penyakit alergi
merupakan gangguan kronik yang umum terjadi pada anak-anak dan dewasa.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Oehling et al. dalam
Prawirohartono pada 400 anak umur 3-12 tahun didapatkan data bahwa 60%
penderita alergi makanan adalah perempuan dan 40% laki-laki. Pola makan (eating
habits) juga memberi pengaruh terhadap reaksi tubuh, contohnya populasi di
Skandinavia sering menderita alergi terhadap ikan.7 Prevalensi alergi makanan di
Indonesia adalah 5-11%. Prevalensi alergi makanan yang kecil ini dapat terjadi
karena masih banyak masyarakat yang tidak melakukan tes alergi untuk memastikan
apakah mereka positif alergi makanan atau tidak. Persepsi mereka, jika setelah makan
makanan tertentu (telur, kepiting, udang, dan lain-lain) mereka merasa gatal-gatal,
maka mereka menganggap bahwa mereka alergi terhadap makanan itu sehingga data
yang ada tidak cukup mewakili. Disamping itu, tempat untuk melakukan tes alergi
masih belum banyak ditemukan. Salah satu rumah sakit yang memiliki Poli Alergi
Imunologi untuk melakukan tes alergi adalah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM). Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
sensitivitas terhadap alergen makanan di Poli Alergi Imunologi RSCM baik pada
anak maupun dewasa.
Di berbagai belahan dunia masalah alergi makanan rentan dialami oleh anak-anak.
Sekitar 20% anak usia satu 1 tahun pertama pernah mengalami reaksi terhadap
makanan yang diberikan termasuk yang disebabkan reaksi alergi. Kebanyakan dari
mereka adalah yang mengkonsumsi susu sapi atau susu formula. Alergi susu sering
kali disamakan dengan intoleransi laktosa karena gejala kedua kondisi ini memang
mirip. Padahal, keduanya merupakan kondisi yang sangat berbeda. Alergi susu sapi
terjadi ketika sistem kekebalan tubuh bayi bereaksi berlebihan terhadap protein dalam
susu, sedangkan intoleransi laktosa terjadi ketika bayi sulit mencerna laktosa (gula
alami pada susu). https://www.alodokter.com/alergi-susu
Tidak seperti intoleransi laktosa yang tidak melibatkan sistem kekebalan tubuh, alergi
susu sapi justru terjadi akibat adanya reaksi sistem kekebalan tubuh anak dengan
protein yang terkandung di dalam susu sapi. Jenis protein yang paling sering
menyebabkan alergi adalah whey dan kasein. Bayi yang mengalami alergi bisa saja
alergi terhadap salah satu atau kedua protein tersebut. Reaksi yang muncul biasanya
terjadi dalam hitungan menit atau jam setelah mengonsumsi susu. Anak bisa saja
alergi terhadap susu apapun, karena dalam berbagai susu terdapat protein di
dalamnya, namun yang paling sering terjadi adalah alergi yang disebabkan oleh susu
sapi. https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/alergi-autoimun/alergi/gejala-dan-tanda-
anak-alergi-susu-sapi/
Manifestasi klinis yang timbul karena alergi susu sapi sangat bervariasi dan dapat
menjadi masalah yang mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak. Salah satu
manifestasi klinis yang terjadi adalah diare kronik akibat terjadinya suatu enteropati.
Enteropati akibat sensitisasi protein susu sapi ini dikenal dengan Cow’s Milk Protein
Sensitive Enteropathy (CMPSE). Menurut Walker Smith (1978) insiden CMPSE
adalah 7,6%, namun peneliti lain mendapat angka yang bervasiasi yaitu antara 0,3 –
8%.
Perlu dipahami bahwa CMPSE merupakan salah satu bentuk alergi yang melibatkan
reaksi imunologi, harus dibedakan dengan intoleransi susu sapi yang tidak melibatkan
reaksi imunologi. Selain itu perlu juga dipahami bahwa enteropati tidak hanya
disebebakan oleh alergi protein susu sapi tetapi juga dapat disebabkan oleh alergi
bahan makanan lain, infeksi, obat-obatan dan penyebab lainnya. Diagnosis CMPSE
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan sebagai diagnosis pasti
dengan biopsi usus.
CMPSE adalah sindroma klinis akibat sensitisasi seorang terhadap protein susu sapi
yang di absorpsi melalui mukosa usus yang permeabel. Sindroma ini ditandai oleh
gejala klinis yang khas seperti muntah, diare khusus, malabsorpsi, gangguan
pertumbuhan (failure to thrive) dan pada biopsi usus halusnya ditemukan mukosa
abnormal. (buku alergi makanan)
Salah satu penyakit non infeksi dan non degeneratif yang banyak memberi masalah
terhadap kehidupan ini. Di dalam tubuh penderita alergi, imunoglubin E (Ig E)
terdapat dalam kadar yang tinggi terutama imunoglobulin E yang spesifik terhadap
zat-zat tertentu. Mediator seperti histamin dan lain-lain dikeluarkan dari reaksi
imunoglobulin E dengan alergi tersebut. Mediator tersebut menimbulkan gejala-
gejala alergi seperti gatal-gatal di kulit, saluran cerna, mata, serta susunan saraf. (di
jurnal)
Alergi yang diperantarai oleh IgE merupakan jenis reaksi alergi yang paling diketahui
mekanismenya. Pada reaksi alergi yang diperantarai IgE, saat pertama kali memasuki
tubuh, sel dendritik sebagai salah satu APC yang terdapat di epitel akan memproses
alergen pada lokasi terjadinya kontak. Selanjutnya, alergen yang telah diproses ini
akan ditranspor ke kelenjar limfe dan mempresentasikan Major Histocompatibility
Complex (MHC) kelas II ke sel T helper naif (TH0). Sel T selanjutnya akan
berdiferensiasi menjadi T helper 2 (TH2) dan sel T helper folikular (TFH) yang
berperan dalam produksi sitokin-sitokin, khususnya IL-4 yang menginduksi
diferensiasi lebih lanjut ke arah TH2. Melalui IL-4, TH2 dan TFH selanjutnya akan
menginduksi limfosit B untuk menukar produksi isotipe antibodi dari IgM menjadi
IgE. IgE yang dihasilkan akan menempel pada reseptor-reseptor IgE berafinitas tinggi
(FϲεRI) pada sel mast, basofil dan eosinofil yang menandai terjadinya proses
sensitisasi. Sel mast, basofil dan eosinofil merupakan sel efektor dari reaksi
hipersensitivitas tipe cepat (immediate hypersensitivity reactions) yang mengandung
granula berisi mediator-mediator reaksi alergi seperti histamin, heparin dan serotonin.
Pada beberapa individu dengan alergi susu sapi, tidak ditemukan kenaikan kadar IgE
yang spesifik terhadap protein susu sapi di sirkulasi darah dan tidak menunjukkan
hasil yang positif pula pada uji tusuk kulit. Karena tidak melibatkan kenaikan kadar
IgE seperti pada hipersensitivitas tipe I, reaksi ini disebut alergi yang tidak
diperantarai IgE (non IgE-mediated allergy) atau sering juga disebut sebagai delayed-
type allergic reaction. Mekanisme alergi ini belum diketahui secara pasti, namun
berdasarkan beberapa studi diperkirakan ada dua mekanisme yang dapat mendasari
respon alergi ini. Yang pertama adalah reaksi yang diperantarai TH1, dimana
kompleks imun yang terbentuk akan mengaktivasi komplemen- komplemen.
Mekanisme kedua adalah reaksi yang melibatkan interaksi sel limfosit T, sel mast
atau neuron, dimana interaksi ini menimbulkan perubahan fungsional pada motilitas
usus dan aktivitas otot polos saluran cerna. Sel limfosit T akan menginduksi sekresi
sitokin-sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan IL-13 yang akan mengaktivasi eosinofil,
sel mast, basofil dan makrofag untuk melepaskan mediator-mediator inflamasi yang
pada akhirnya akan menyebabkan inflamasi kronis dan manifestasi alergi susu sapi.
Sebetulnya semua makanan dapat menimbulkan alergi, namun antara satu makanan
dengan makanan yang lain mempunyai derajat alergenitas berbeda, misalnya yang
satu menimbulkan lebih banyak reaksi alergi dibandingkan makanan lainnya.
Kebanyakan dari mereka adalah yang mengkonsumsi susu sapi.
Rumusan Masalah
1.
2.
3.
Kegunaan Penelitian
Hasil akhir dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para orangtua
agar lebih memperhatikan buah hati mereka agar terhindar dari kasus alergi pada susu
sapi. Namun, penelitian ini juga dipaparkan berupa penanganan konseling makanan
sehingga anak yang mengalami alergi terhadap susu sapi masih bisa
menyeimbangkan asupan mereka dengan cara bahan pangan lain untuk
menyamaratakan kandungan yang ada dalam susu sapi.
Kegunaan Teoritis
Secara teoritis hasil akhir ini diharapkan dapat menjadi literatur penelitian selanjutnya
dan dapat dikembangkan lebih luas. Selain itu, diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan penunjang dalam kegiatan belajar dan mengajar bagi mahasiswa di Indonesia.
Bab 2
Penelitian terdahulu
Hasil penelitian terdahulu merupakan hasil referensi bagi peneliti untuk melakukan
penelitian ini. Dalam penelitian terdebut terdapat kesamaan permasalahan penelitian,
menjadikan gambaran mengenai penelitian, dan tentu saja pengetahuan penelitian.
Berikut berapa peneliti terdahulu yang menjadi bagian dari referensi dalam penelitian
ini :
Kerangka Pemikiran
Berbeda dengan sistem imun didapat, tubuh memiliki sistem imun adaptif.
Sistem imun ini memerlukan beberapa hari untuk dapat diaktivasi. Sistem
imun adaptif bersifat spesifik pada satu jenis antigen tertentu dan memiliki
respons yang lebih kuat dibandinkan dengan sistem imun yang didapat.
Spesifitas dari sistem imun didapat ini adalah karena jenis-jenis sel ini bekerja
dengan mengenali resptor antigen yang terdapat di permukaan selnya. Dengan
demikian sistem imun dapat mengerahkan sumber dayanya untuk melakukan
penyerangan terhadap patogen dengan antigen yang spesifik tersebut.
Serangkaian sistem tubuh manusia terdiri dari sel, protein, dan komponen
lainnya yang saling berinteraksi satu sama lain. Untuk menjalankan peran-
peran tersebut dapat berupa bentuk, protein yang dihasilkan maupun
keberadaannya di dalam tubuh. Sel imun tersebut terdiri dari :
a. Sel makrofag
Makrofag adalah bentuk aktif dan matang dari sel monosit. Sel ini tinggal
di sebagian besar jaringan dari tubuh. Sebagai salah satu detektor utama
dari kehadiran petogen jaringan. Makrofag memiliki usia hidup yang
cukup lama dan dapat memiliki fungsi untuk mengeliminasi patogen
secara fagositosis (proses memakan sel lain) dan memiliki kemampuan
untuk menginisiasi rangkaian proses imun dengan cara menginduksi
inflamasi
b. Sel granulosit
Disebut sel granulosit karena sel ini terlihat memiliki granula pada
penampang selnya. Terdapat 3 jenis granulosit yaitu neutrofil, basofil, dan
eosinofil. Sel granulosit cenderung berusia lebih pendek karena hanya
dapat bertahan beberap hari saja. Selain itu sel neutrofil mampu
melakukan eliminasi terhadap patogen yang masuk ke dalam tubuh
dengan cara fagositesis dan pembentukan enzim. Berbeda dengan
neutrofil, sel basofil dan eosinofil tidak terlalu banyak diketahui. Kedua
sel ini berperan aktif dalam pertahanan tubuh dari parasit dan berkaitan
dengan kejadian alergi pada makanan.
c. Sel mast
Sel mast merupakan komponen imun yang tidak terlalu banyak dipahami.
Sel ini diketahui berkaitan dengan respons alergi dan juga terlibat pada
infeksi parasit.
d. Sel dendrik
Disebut sel dendrik karena memiliki tangan yang panjang seperti halnya
sel-sel dendrit di sistem saraf. Sel dendrit bertugas untuk menangkap dan
mematikan patogen dan memiliki fungsi dalam proses antigen yang
diperoleh dari proses fagositosis tersebut. Kemampuan sel dendrit ini
krusial untuk menjembatani antara respons imun didapat dan respons
imun adaptif.
e. Sel Natural Killer (NK)
Berbeda dengan sel-sel lainnya, sel NK ini memiliki sifat responsif
terhadap antigen, tetapi juga responsif terhadap infeksi yang tidak
memiliki antigen spesifik. Sel ini juga memiliki kemampuan untuk
menganli dan mebunuh sel-sel yang tidak normal seperti sel tumor dan
sel-sel yang terinfeksi virus.
f. Sel Limfosit
Sel ini memiliki kemampuan untuk mengaktivasi sistem imun adaptif
yang spesifik terhadap antigen yang dimiliki oleh patogen. Secara umum
sel ini terbagi menjadi dua, yaitu Limfosit B dan Limfosit T. Salah satu
fitur yang menarik dari komponen sistem limfosit ini ialah kedua
komponen, yaitu sel B dan sel T memiliki kemampuan untuk
berdiferensiasi menjadi sel memori. Sel memori ini akan mengingat jenis
antigen yang pernah teraktivasi dan bertahan dalam tubuh. Hal ini
memastikan bahwa ketika muncul serangan berikutnya dari patogen
dengan antigen yang sama, respon imun tubuh telah siap untuk
mengeliminasinya.
Banyak keraguan terhadap kualitas gizi susu pengganti susu sapi. Keraguan
tersebut seperti susu soya tidak menggemukkan, Susu hipoalergenik tidak mebuat
anak pintar karena tidak mengadung DHA dan sebagainya. Secara umum semua susu
formula yang beredar secara resmi kandungan gizinya sama. Karena mengikuti
standard RDA (Recomendation Dietery Allowence) dalam jumlah kalori, vitamin dan
mineral harus sesuai dengan kebutuhan bayi dalam mencapai tumbuh kembang yang
optimal. Keraguan bahwa susu formula tertentu tidak menggemukkan tidak beralasan
karena kandungan kalori, vitamin dan mineral tidak berbeda. Penggunaan apapun
merek susu formula yang sesuai kondisi dan usia anak selama tidak menimbulkan
gangguan fungsi tubuh adalah susu yang terbaik untuk anak tersebut. Bila
ketidakcocokan susu sapi terns dipaksakan pemberiannya, akan mengganggu fungsi
tubuh terutama saluran cerna sehingga membuat gangguan pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Selain merupakan sumber protein yang sangat baik, susu soya juga mengandung
berbagai vitamin dan mineral. Susu ini sangat cocok diminum orang-orang yang
punya alergi terhadap susu sapi. Kelebihan lainnya, susu soya hanya mengandung
sedikit lemak jenuh dan tidak mengandung kolesterol sama sekali.
Walaupun tidak mengandung susu sapi, tetapi faktanya dapat terjadi reaksi silang
protein susu sapi dengan protein soya. Hingga 10-14 persen bayi yang punya alergi
susu sapi juga bisa mengalami reaksi alergi terhadap susu soya.
Kandungan vitamin D dan kalsium susu sapi sangat tinggi karena bermanfaat untuk
menjaga kekuatan tulang dan mencegah osteoporosis. Bagi anak-anak, kalsium dan
vitamin D yang cukup bisa mencegah perawakan pendek. Susu kedelai alami tidak
mengandung kalsium dan vitamin D. Namun berkat kemajuan zaman, sudah tersedia
susu kedelai yang diperkaya (fortifikasi) dengan kalsium, vitamin D, maupun zat gizi
lainya yang menyerupai susu sapi. Maka, dari segi kandungan kalsium, vitamin D,
serta mikronutrien lain. Para orangtua pun tidak khawarit akan perbedaan kandungan
gizi antaranya keduanya. Sebab, mikronutrien susu soya juga bisa diperkaya berkat
kecanggihan teknologi pangan saat ini. https://fajar.co.id/2019/05/28/nutrisi-dalam-
susu-soya-setara-dengan-susu-sapi/
Protein, lemak, serta karbohidrat termasuk zat gizi makro yang sangat penting
dalam pembentukan energi. Energi sangat bermanfaat untuk mendukung tumbuh
kembang anak. Bahan makanan seperti susu, telur, daging, dan kacang kedelai sangat
penting untuk kecukupan protein dan lemak. Salah satu kelainan yang mungkin
terjadi pada anak dengan kekurangan protein adalah malnutrisi akut (kwashiokor)
yang sering ditemukan pada anak dengan alergi.
Meski demikian, orangtua tidak perlu khawatir apabila anak mengalami alergi
terhadap susu sapi, karena alternatif lainnya dapat memberikan susu soya. Kandungan
protein pada susu kedelai jauh lebih tinggi dibandingkan susu sapi, yaitu 2,2-2,6 gram
per 100 kkal. Namun, sejumlah penelitian membuktikan pertumbuhan anak yang
mengonsumsi susu sapi setara dengan yang mengonsumsi susu kedelai.
Zat gizi mikro atau mikronutrien adalah vitamin dan mineral yang dibutuhkan
tubuh. Salah satu vitamin yang berpengaruh saat menghindari asupan susu sapi
adalah vitamin D. Sejumlah penelitian menyatakan, anak yang tidak mendapatkan
nutrisi pengganti dari susu sapi berisiko kekurangan vitamin D dan kalsium. Para
orangtua dapat menambahkan asupan nutrisi lain seperti buah-buahan dan sayur yang
mengandung vitamin dan mineral. Asupan kalsium dapat diperoleh dari ASI dan
formula kedelai yang difortifikasi dengan vitamin dan mineral.
Bahan makanan yang mengandung vitamin D dan kalsium dapat diperoleh dari
sumber lain seperti bayam, brokoli, produk olahan kedelai, ikan tuna, sarden, dan
telur. Vitamin D dari sinar matahari bisa didapatkan dengan mengajak anak berjemur
di luar rumah sebelum pukul 9 pagi.
Susu formula soya adalah susu formula bebas laktosa untuk bayi dan anak yang
mengalami alergi terhadap protein susu sapi. Nutrilon soya adalah susu formula bebas
laktosa yang aman dipakai oleh bayi/ anak yang sedang menderita diare atau
memerlukan diet bebas laktosa. Soya menggunakan isolat protein kedelai sebagai
bahan dasar. Isolat protein kedelai tersebut memiliki kandungan protein tinggi yang
setara dengan susu sapi. Seperti halnya pada ASI, kalsium dan fosfor pada susu
formula soya memiliki perbandingan 2 : 1 untuk menunjang pembentukan tulang dan
gigi yang kuat. Susu formula ini juga ada yang mengandung asam lemak esensial,
yaitu,
Omega 6 dan Omega 3 dengan rasio yang tepat sebagai bahan dasar pembentukan
AA & DHA untuk tumbuh kembang otak yang optimal. Pemberian AA dan DiIA
secara langsung pada formula ini tidak terlalu penting karena sebenamya tubuh bayi
cukup bulan sudah bisa mensitesa atau memproduksi sendiri AA dan DHA dari asam
lemak esessial lain yang ada dalam kandungan susu tersebut.
Karbohidrat pada formula soya adalah maltodextrin, yaitu sejenis karbohidrat yang
dapat ditoleransi oleh sistem penccrnaan bayi yang terluka saat mengalami diare ataupun
oleh sistem pencemaan bayi yang memang alergi terhadap susu sapi. Susu formula
soya (kedelai) kurang lebih sama manfaat nutrisinya dibandingkan formula hidrosilat
ekstensif tetapi lebih murah dan rasanya lebih familiar.
Pada penelitian yang dilakukan terhadap 170 bayi alergi susu sapi didapatkan susu
soya bisa diterima oleh sebagian besar bayi dengan alergi susu sapi baik IgE dan hon
lgE . Perkembangan IgE berkaitan dengan susu soya termasuk jarang. Susu soya
direkomendasikan untuk altematif pilihan pertama pada penderita alergi susu sapi
pada asia di atas 6 bulan. Tetapi bukan berarti penelitian ini merubah pemberian susu
formula soya di bawah usia 6 bulan. Anak yang mengalami alergi susu sapi, ternyata
didapatkan sekitar 30 - 40% mengalami alergi susu soya.
2. Susu Kambing
Altenatif pengganti pada alergi susu sapi adalah susu formula yang
mengandung protein susu sapi hidrolisa (melalui pemrosesan khusus). Susu formula
ini rasanya memang tidak begitu enak dan relatif lebih mahal. Protein Whey sering
lebih mudah di denaturasi (dirusak) oleh panas dibandingkan protein kasein yang
lebih tahan terhadap panas. Sehingga proses denaturasi whey dapat diterima oleh
penderita alergi susu sapi evaporasi.
Metode penelitian
Metode penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data yang
valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, atau dibuktikan, suatu
pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami,
memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang tertentu. Jenis-jenis metode
penelitian dapat dikelompokan menurut bidang, tujuan, metode, tingkat eksplanasi,
dan waktu. Menurut bidang, penelitian dapat dibedakan menjadi penelitian akademis,
profesional dan institusional. Dari segi tujuan, penelitian dapat dibedakan menjadi
penelitian murni dan terapan.
Dari segi metode penelitian, dapat dibedakan menjadi penelitian survey, penelitian
expofacto, eksperimen, naturalistik, policy research, evaluation research, action
research, sejarah, dan Research and development. Dari level of expalanation dapat
dibedakan menjadi penelitian deskriptif, komparatif dan asiosiatif. Dari segi waktu
dapat dibedakan menjadi penelitian cross sectional dan lonitudinal. Dibawah akan
diuraikan jenis metode penelitian menurut tujuan, metode, dan tingkat eksplanasi.
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang sesuai adalah dengan
metode dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkip, buku cetak, surat kabar, majalah, jurnal, dan
sebagainya. Metode dokumentasi dalam penelitian ini yaitu pengumpulan data berupa
jurnal dan artikel yang masih dalam ruang lingkup alergi makanan.
3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh bayi yang berumur 7-24 bulan di wilayah
Desa Wadas, Kecamatan Telukjambe Timur.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah bayi berumur 7-24 bulan terpilih. Jumlah sampel
dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus dua proposi. Dalam penelitian yang
didapat hasil adanya hubungan yang signifikat antara konsumsi susu pada balita.
Dengan memasukkan nilai proposi konsumsi susu pada bayi didapatkan jumlah
sampel minimal sejumlah 10 sampel.
Selanjutnya pemilihan sampel dilakukan dengan metode random sampling. Data bayi
satu desa dikumpulkan dengan cara meminta data ke Puskesmas Desa Wadas. Setelah
data diperoleh, data kemudian dinomori mulai dari data anak bayi RW 01 sampai RW
13. Kemudian dilakukan pengocokan secara acak sehingga terambil 10 data bayi.
Kelurahan Desa Wadas memiliki Puskesmas Desa sendiri yang letaknya tepat
bersebelahan dengan Kantor Desa. Desa Wadas terdiri dari 6 Rukun Warga (RW)
yang masing-masing membina 1 posyandu. Data anak bayi dan balita yang tercatat di
catatan kader posyandu, rinciannya sebagai berikut :
Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Bayi dan Balita Umur 7-36 Bulan di Desa Wadas
Kecamatan Telukjambe Timur Kabupaten Karawang
Tabel 4.2 Distribusi Asupan Susu yang Dikonsumsi Bayi dan Balita di Desa Wadas
Kecamatan Telukjambe Timur Kabupaten Karawang
Posyandu
Susu
Formula/Asi Nusa
Mawar Anggrek Babakan Kemuning
Indah Kenanga
X 14 Tengah X
IX
Asi 30 41 60 28 89 28
Formula Susu
45 24 34 36 36 43
Sapi
Formula Susu
7 4 10 7 4 14
Soya
Formula Susu
4 10 8 8 5 4
Kambing
Dari total yang telah dipaparkan pada tabel bahwa asupan susu yang dikonsumsi oleh
bayi dan balita terbanyak pada Asi yaitu sekitar 48%. Sementara terbanyak yang
dikonsumsi yaitu susu formula yakni sekitar 43%. Pada formula susu soya sekitar 5%
dan sisanya 4% untuk bayi dan balita yang mengkonsumsi formula susu kambing.
Tabel 4.3 Distribusi Persentase Pengetahuan Orangtua Mengenai Alergi Susu Sapi