Anda di halaman 1dari 69

Alergi Makanan

Oleh: Sugiatmi
Abstrak
Kejadian alergi makanan atau reaksi yang merugikan terhadap makanan meningkat selama 2-3
dekade terakhir. Hal ini disebabkan karena perubahan lingkungan, perubahan gaya hidup, perubahan
pola makan, dan perubahan proses produksi dan pengawetan makanan. Pencegahan alergi makanan
terbagi menjadi 3 tahap, yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pengobatan yang paling
penting pada alergi makanan ialah eliminasi terhadap makanan yang bersifat alergen. Pengobatannya
bervariasi, tergantung kepada jenis dan beratnya gejala.
Kata Kunci: Alergi makanan, alergen,

perubahan proses produksi dan pengawetan

Pendahuluan

makanan.

Makan dan makanan merupakan salah


satu kebutuhann pokok sejak manusia dilahir-

Ada beberapa defenisi untuk membeda-

kan. Kecuali untuk memenuhi kebutuhan

kan beberapa macam reaksi yang merugikan

tubuh akan zat makanan (nutrient), makan dan

terhadap makanan :

makanan

1. Food intolerance/food sensitivity yaitu

juga

mempunyai

fungsi

lain,

misalnya untuk kenyamanan, hiburan, rasa

istilah

umum

untuk

semua

respons

aman, kehidupan bersosial, juga mempunyai

fisiologis yang abnormal terhadap makan-

peran besar di dunia bisnis. Sangat banyak

an/aditif makanan yang ditelan. Reaksi ini

orang terlibat dalam proses penanaman bahan

merupakan reaksi non imunologik dan

makanan, proses penjualan, proses pemasakan

merupakan sebagian besar penyebab reaksi

dan pengawetan, proses transportasi bahan

yang tidak diinginkan terhadap makanan.

makanan dan sebegainya. Bila karena sesuatu

Reaksi ini mungkin disebabkan oleh zat

sebab makan dan makanan menimbulkan

yang terkandung dalam makanan seperti

reaksi yang merugikan, maka akan menggangu

kontaminasi toksik (misalnya, histamine

pula banyak bidang kegiatan.

pada keracunan ikan, toksin yang disekresi

Kejadian alergi makanan atau reaksi

oleh salmonella, shigela, dan campylo-

yang merugikan terhadap makanan meningkat

bacter), zat farmakologik yang terkandung

selama 2-3 dekade terakhir. Hal ini disebab-

dalam makanan (misalnya, kafein pada

kan karena perubahan lingkungan, perubahan

kopi, tiramin pada keju) atau karena

gaya hidup, perubahan pola makan, dan

kelainan pada pejamu sendiri, seperti


gangguan metabolisme (misalnya, defi-

87

88
siensi laktase) maupun suatu respons

kacang-kacangan, ikan laut, kedelai

idiosinkrasi pada pejamu.

serta gandum.

2. Food allergy/food hyprsensitivity yaitu

Protein susu sapi merupakan protein

reaksi terhadap makanan yang dapat

asing yang pertama kali dikenal oleh

berulang, mempunyai latar belakang reaksi

bayi. Susu sapi mengandung sedikitnya

imunologis yang abnormal.

20 komponen protein yang dapat

3. Food aversion (psychologically based food

merangsang

pembentukan

antibodi

reaction) yaitu reaksi terhadap makanan,

pada manusia. Fraksi protein susu sapi

tidak mengenakkan, karena faktor psiko-

terdiri dari protein casein dan whey.

logis atau reaksi emosi terhadap makanan,

Beberapa protein whey dapat di denat-

sehingga kalau yang bersangkutan tidak

urasi dengan pemanasan yang ekste-

mengetahui kalau makan makanan tersebut

nsif. Akan tetapi pada tindakan paste-

reaksi tidak timbul.

urisasi rutin, tidak cukup untuk menimbulkan denaturasi

Alergi Makanan

bahkan dapat sifat alergenitas beberapa

1. Defenisi

jenis protein susu sapi seperti

Alergi merupakan suatu reaksi abnormal

beta

lacto globulin. Gejala awal yang timbul

dalam tubuh suatu makanan yang dicetuskan

biasanya gejala pada saluran cerna

oleh reaksi spesifik pada sistem imun. Alergi

seperti diare dan muntah. Protein susu

timbul bila ada kontak terhadap zat tertentu

sapi dapat menimbulkan alergi baik

yang biasanya, pada orang normal tidak

dalam bentuk susu murni atau bentuk

menimbulkan reaksi. Zat penyebab alergi ini

lain seperti es krim, keju dan kue .Anak

disebut allergen. Allergen bisa berasal dari

yang mempunyai alergi terhadap susu

berbagai jenis dan masuk ke tubuh dengan

sapi tidak selalu alergi terhadap daging

berbagai cara. Bisa saja melalui saluran pernapasan, berasal dari makanan, melalui suntikan.

protein ini dan

sapi atau bulu sapi.

Telur ayam juga merupakan alergen

2. Makanan Penyebab Alergi

yang penting pada anak terutama anak

Beberapa jenis makanan yang dapat menim-

yang menderita dermatitis atopik. Kun-

bulkan alergi dapat digolongkan menurut

ing telur dianggap kurang alergenik

kekerapannya sebagai berikut:

dari pada putih telur. Putih telur meng-

1. Golongan makanan yang paling sering

andung sekitar 23 glikoprotein dan

menimbulkan alergi.

yang merupakan alergen utama adalah

ovalbumin, ovomucoid, dan ovotrans-

Makanan yang termasuk golongan ini


antara lain susu sapi/kambing, telur,

Sugiatmi, Alergi Makanan

89
ferrin. Anak yang mempunyai alergi

kecil, udang besar (lobster) serta

terhadap telur ini belum tentu mempun-

kepiting, gejala yang sering timbul

yai

ayam

adalah urtikaria serta angioedema.

maupun bulu ayam, akan tetapi dapat

Alergi terhadap ikan laut. Dengan pro-

timbul reaksi alergi bila diberi-kan

ses pemasakan (pemanasan) sebagian

vaksin yang ditanam pada kuning telur

besar dapat menghancurkan alergen

seperti misalnya vaksin campak. Anti-

utama yang ada dalam hidangan laut

bodi IgE spesifik terhadap putih telur

ini.

alergi

terhadap

daging

ayam di buktikan juga mempunyai

Kacang

kedele

dilaporkan

banyak

reaksi silang dengan protein telur jenis

menimbulkan reaksi hipersensitivitas

unggas yang lain.

pada bayi dan anak, walaupun belum

Kacang-kacangan seperti kacang tanah,

banyak ditemukan di Indonesia. Kare-

kacang mede dan sejenisnya dapat

na harganya murah, kacang kedele ini

menyebabkan reaksi akan tetapi biasa-

banyak dikonsumsi. Kurang lebih 10%

nya bersifat ringan. Gejalanya biasanya

protein

berupa

ditenggorokan.

albumin yang larut dalam air, dan

Walaupun demikian, di Amerika Serik-

sisanya adalah globulin yang larut

at alergi terhadap kacang dilaporkan

dalam garam. Sifat alergenitas kacang

sebagai penyebab kematian tersering

kedele akan berkurang pada pemana-

karena reaksi anafilaksis. Protein kaca-

san. Kacang kedele ini banyak diguna-

ng-kacangan terdiri dari albumin (yang

kan sebagai bahan pengganti susu sapi

larut dalam air) dan globulin (yang

pada penderita alergi susu sapi.

gatal

gatal

tidak larut dalam air) yang terdiri dari

yang

terkandung

adalah

Gandum biasanya dapat menimbulkan

fraksi arachin dan conarachin.

reaksi alergi dalam bentuk tepung bila

Ikan merupakan alergen yang kuat

dihirup. Bila dimakan, tidak selalu

terutama ikan laut. Bentuk reaksi alergi

menimbulkan alergi karena gandum

yang sering berupa urtikaria, atau

dicernakan oleh enzim pencernaan di

asma. Pada anak yang sangat sensitif,

lambung.

dengan hanya mencium bau ikan yang

2. Golongan Makanan Yang Relatif Jarang

sedang dimasak dapat juga menimbul-

Menimbulkan Alergi.

kan sesak nafas atau bersin. Jenis hida-

Makanan yang termasuk golongan ini

ngan laut lain (sea food) yang sering

antara lain daging ayam, daging babi,

menimbulkan

daging sapi, kentang, coklat, jagung (nasi),

alergi

adalah

udang

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.8, No.2, Juli 2012

90
jeruk serta bahan-bahan aditif maka-nan.

makanan. Bahan pewarna yang sering

Reaksi terhadap buah-buahan seperti jeruk,

menimbulkan reaksi alergi adalah tartar-

tomat, apel relatif sering dilaporkan, tetapi

zine, bahan pengawet asam benzoat seda-

sebagian besar melalui timbul pada usia 15

ngkan bahan penambah rasa yang sering

bulan, dengan gejala yang berlangsung

menimbulkan reaksi alergi adalah monoso-

agak lama. Gejala alergi terhadap buah-

dium glutamat yang terkenal dengan gejala

buahan ini umumnya berupa gatal gatal di

Chinese Restaurant syndrome.

mulut. Jeruk sering dapat menyebabkan

3. Gejala Klinis

gatal serta kemerahan pada kulit bayi. Sifat

Sebagian besar gejala alergi makanan

alergenitas buah dan sayur dapat berkurang

mengenai saluran cerna karena saluran cerna

bila disimpan dalam freezer selama 2

merupakan organ yang pertama kali kontak

minggu atau dimasak selama 2 menit.

dengan makanan. Gejala dapat berupa bengkak

Sampai sekarang belum ada data yang

dan gatal di bibir sampai lidah serta orofarings.

menunjukkan bahwa reaksi terhadap buah-

Kontak selanjutnya antara makanan/alergen

buahan ini murni karena alergi yang

dengan esofagus, lambung serta usus dapat

diperani oleh IgE.

menyebabkan gejala nyeri dan kejang perut,

3. Bahan aditif pada makanan

serta muntah sampai diare berat dengan tinja

Selain golongan makanan yang telah


disebutkan di atas, beberapa jenis bahan

berdarah.
Alergen

makanan

dapat

mele-wati

yang ditambahkan pada makanan juga

saluran cerna masuk ke dalam sirkulasi,

dapat menimbulkan reaksi alergi sehingga

selanjutnya dapat mencetuskan reaksi pada

sering salah duga dengan bahan makanan

sistim organ yang lain. Manifestasi kulit

aslinya sebagai penyebab alergi. Bahan

seperti urtikaria akut dan angioedema sering

aditif dapat berupa bahan alami seperti

terlihat pada alergi makanan. Hipersensitif

bumbu atau dapat juga berupa bahan

terhadap makanan ini diperkirakan merupakan

sintetis misalnya bahan pengawet, pewarna

penyebab sekitar sepertiga penderita dermatitis

serta penyedap makanan misalnya vetsin.

atopik. Asma dan rinitis juga dapat disebabkan

Biasanya bahan aditif alami lebih aman

oleh reaksi alergi terhadap makanan, terutama

dibandingkan

pada masa bayi dan anak usia muda.

dengan

bahan

sintetis.

Menurut fungsinya, bahan aditif ini dapat

Reaksi anafilaksis sistemik ter-hadap

dibagi beberapa kelompok yaitu bahan

makanan

pewarna, bahan pengawet, bahan penam-

hipersensitifitas tipe 1 kadang-kadang dapat

bah rasa serta bahan emulsi dan stabilisator

membahayakan jiwa. Biasanya gejala timbul

Sugiatmi, Alergi Makanan

yang umumnya melalui

reaksi

91
satu jam setelah makan alergen, dimulai

5. Manifestasi Alergi pada Bayi Baru

dengan gejala flushing, urtikaria dan angioe-

Lahir hingga 1 Tahun

dema kemudian dilanjutkan dengan gejala

Gejala dan Tanda:

nyeri perut, diare, bronkospasm, hipotensi dan

1. Sistem Pernapasan: Bayi lahir dengan

syok.

sesak (napas berbunyi/grok- grok).


2. Sistem Pencernaan: sering rewel/colic

4. Manifestasi Klinik
Keluhan alergi sering sangat misterius,

malam hari, hiccups (cegukan), mun-

sering berulang, berubah-ubah datang dan

tah, sering flatus, berak berwarna hitam

pergi tidak menentu. Kadang minggu ini sakit

atau hijau, berak timbul warna darah.

tenggorokan, minggu berikutnya sakit kepala,

Lidah sering berwarna putih. Hernia

pekan depannya diare selanjutrnya sulit makan

umbilikalis, scrotalis atau inguinalis.

hingga berminggu-minggu. Bagaimana keluh-

3. Telinga Hidung Tenggorok: sering

an yang berubah-ubah dan misterius itu terjadi.

bersin, hidung berbunyi, kotoran hidu-

Ahli alergi modern berpendapat serangan

ng berlebihan. Cairan telinga berlebih-

alergi atas dasar target organ (organ sasaran).

an. Tangan sering menggaruk atau me-

Reaksi alergi merupakan manifestasi klinis

megang telinga.

yang disebabkan karena proses alergi pada

4. Sistem Pembuluh Darah dan jantung:

seseorang anak yang dapat menggganggu

palpitasi, flushing (muka ke merahan),

semua sistem tubuh dan organ tubuh anak..

nyeri dada, colaps, pingsan, tekanan

Organ tubuh atau sistem tubuh tertentu

darah rendah.

mengalami gangguan atau serangan lebih

5. Kulit: dermatitis atopik, diapers derma-

banyak dari organ yang lain. Mengapa ber-

titis. urticaria, insect bite, berkeringat

beda, hingga saat ini masih belum banyak

berlebihan.

terungkap. Gejala tergantung dari organ atau

6. Sistem Saluran Kemih: Sering kencing,

sistem tubuh , bisa terpengaruh bisa melemah.

nyeri kencing (ngompol).

Jika organ sasarannya paru bisa menimbulkan

7. Sistem Susunan Saraf Pusat

Sensitif:

batuk atau sesak, bila pada kulit terjadi

sering kaget dengan rangsangan suara/

dermatitis atopik. Tak terkecuali otakpun dapat

cahaya, gemetar, bahkan hingga kej-

terganggu oleh reaksi alergi. Apalagi organ

ang.

terpeka pada manusia adalah otak. Sehingga

8. Mata: Mata berair, mata gatal, kotoran

dapat dibayangkan banyaknya gangguan yang

mata berlebihan, bintil pada mata,

bisa terjadi.

conjungtivitis vernalis.

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.8, No.2, Juli 2012

92
6. Diagnosa
Untuk menentukan apakah seseorang
menderita alergi atau tidak haruslah dilakukan
diagnosa seperti:
1. Riwayat medis (anamnesis) dan pemerik-

untuk menegakkan diagnose pasti diperlukan


beberapa peme-riksaan lanjutan.
b. Diet Eliminasi
Diet eliminasi akan lebih mudah dikerjakan jika gejala yang timbul hanya diprovo-

saan fisik

kasi oleh 1 atau 2 makanan dan dikenal seba-

2. Diet eliminasi

gai diet eliminasi sederhana. Jika ada dugaan

3. Double-blind placebo controlled food cha-

alergi terhadap beberapa makanan maka diet

llenge (DBPCFC)

eliminasi harus dilakukan secara bertahap.

4. Tes Kulit (skin prick test)

Prinsip diet eliminasi adalah menghindarkan

5. Radioallergosorbent test (RAST)

bahan makanan yang menjadi tersangka, selama 2 minggu. Dalam kurun waktu ini diobser-

a. Riwayat medis dan pemeriksaan fisik


Riwayat medis pada seseorang yang
diduga alergi pada suatu makanan harus
diidentifikasi apakah makanan tersebut benarbenar menyebabkan alergi serta harus dilihat
gejala yang ditimbulkan. Riwayat medis ini
mencakup:
a. Perhatikan gejala apakah disebabkan
oleh makanan

vasi apakah gejala alergi yang ada berkurang


atau tidak. Bila gejala berkurang, dapat
dilanjutkan uji provokasi untuk mengkonfirmasinya lagi, yaitu dengan pemberian kembali
bahan makanan penyebab alergi dan dicatat
reaksi yang terjadi. Jika makanan tersangka
memang penyebab alergi, maka gejala akan
berkurang saat makanan dieliminasi dan
muncul kembali lagi saat diprovokasi.

b. Waktu mulai dari konsumsi makanan


sampai terjadi gejala
c. Kualitas makanan yang menyebabkan
respon berikutnya
d. Konsistensi gejala
e. Faktor lain yang menyebabkan gejala
yang sama contohnya olahraga
f. Lamanya reaksi
Pemeriksaan fisik dilakukan dan dititik-

c. Double blind, placebo controlled food


challenge (DBPCFC)
DBPCFC

merupakan

gold

standart

untukk alergi makanan dan dapat digunakan


baik pada anak-anak maupun orang dewasa.
d. Tes kulit (skin prick test)
Tes tusuk kulit (skin prick testing)
biasanya dikerjakan pada lengan bawah,

beratkan pada sistem kutan dan gambaran

kadang-kadang

atopic. Selama penelusuran riwayat medis

lengan dibersihkan dengan alkohol, kemudian

serta pemeriksaan fisik kemungkinan dugaan

setetes ekstrak alergen yang diproduksi secara

kearah alergi makanan dapat ditegakkan dan

komersial diteteskan pada daerah kulit yang

Sugiatmi, Alergi Makanan

di

punggung.

Mula-mula

93
telah ditandai. Dengan menggunakan lancet

Jika anda alergi, maka akan tampak benjolan

steril, dilakukan tusukan kecil menembus

kecil menyerupai gigitan nyamuk pada tempat

tetesan tadi. Dengan cara ini sejumlah kecil

tusukan dalam waktu 15-20 menit (Gambar 2).

alergen dapat memasuki kulit (Gambar 1).

Mengukur benjolan 15 menit kemudian.


e. Radioallegrosorbent test (RAST)
Metode untuk menggambarkan adanya antibody IgE terhadap makanan spesifik, namun
tidak menegakkan diagnosis alergi makanan
klinis.

7. Klasifikasi
Gambar 1. Melakukan tusukan kecil pada kulit
dengan lancet steril

Reaksi yang
merugikan pada
mamakanan

Non Imunologik

Imunologik

Mediator IgE
Tipe I

Non Mediator IgE


Tipe II
Tipe III
Tipe IV

Enzim
Obat

1. Tipe I (reaksi hipersensitivitas terjadi

yang dilapisi antibody akan dibersihkan

bila alergen berinteraksi membentuk

atau dihancurkan oleh sistem monosit-

antibody IgE yang spesifik

makrofag.

dan berika-

tan dengan mast sel.


2. Tipe II (reaksi antibodi

3. Tipe III (kompleks imun) disebabkan


sitotoksik)

melibatkan antibodi IgG dan IgM yang

oleh kompleks solubel dari alergen dengan antibodi IgG dan IgM.

mengenali alergen di membran sel. Den-

4. Tipe IV (reaksi hipersensitivitas lambat):

gan adanya komplemen serum, maka sel

reaksi yang dimediasi oleh limposit T.

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.8, No.2, Juli 2012

94
8. Prevalensi

terhadap udang kecil, dan 26.56% terhadap

Angka kejadian alergi makanan ini,

cokelat sedangkan dari seluruh penderita alergi

banyak diteliti dan dilaporkan dengan hasil

anak sekitar 2.4% adalah alergi terhadap susu

yang bervariasi. Departemen Pertanian Ame-

sapi.

rika Serikat melaporkan sekitar 15% populasi

Prevalensi alergi makanan dalam dekade

mempunyai alergi terhadap makanan atau

terakhir ini tampaknya meningkat. Spektrum

/ingredient/ makanan tertentu. Di Poliklinik

alergi makanan dalam dekade terakhir relatif

Alergi Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan

tidak berubah. Susu sapi, telur, kacang tanah,

Anak FKUI/RSCM, dari hasil uji kulit terha-

kedelai, gandum, kacang polong, ikan dan

dap 69 penderita asma alergik didapatkan

kerang masih merupakan alergen utama pada

45.31% positif terhadap kepiting, 37.53%

masa anak.

9. Patofisiologi Alergi Makanan

Gambar 2. Sumber dari: http://www.worldofteaching.The Immune System

Sugiatmi, Alergi Makanan

95

Gambar 3. Sumber dari : Food and Agriculture Organization and World Health Organization
Ket: Gambar 2. Limposit T berikatan dengan

akan menyebabkan granuasi mast sel inilah

B sel pada saat allergen sudah menempel pada

yang menyebabkan alergi.

B sel. Ikatan ini membentuk plasma sel dan


plasma sell akan menghasilkan IgE yang

10. Penanggulangan
a. Pencegahan

berfungsi sebagai antibodi. Alergen akan

Pencegahan alergi makanan terbagi menjadi 3

menempel pada IgE yang kemudian akan

tahap, yaitu pencegahan

menempel pada mast sel, dan menyebabkan

primer, sekunder dan tersier.

granulasi pada mast sel.

1. Pencegahan Primer, bertujuan mengham-

Ket. Gambar 3. Macrofag menangkap allergen

bat sesitisasi imunologi oleh makanan

dan pada saat itu juga macrofag menghasilkan

terutama mencegah terbentuknya Imuno-

T sel dan T sel ini berikatan dengan B sel dan

globulin E (IgE). Pencegahan ini dilaku-

B sel akan menghasilkan IgE yang juga akan

kan sebelum terjadi sensitisasi atau

mengikat allergen. Pada saat B sel dan T cell

terpapar dengan penyebab alergi. Hal ini

berikatan akan membentuk plasma sel sehing-

dapat dilakukan sejak saat kehamilan.

ga IgE terlepas dan menempel pada mast sel.

2. Pencegahan sekunder, bertuju-an untuk

Sebagian allergen selain dimakan oleh makro-

mensupresi (menekan) timbulnya penya-

fag akan menempel pada IgE yang terikat pada

kit setelah sensitisasi. Pencegahan ini

mast sel dan apabila IgE ini tidak tahan(IgE

dilakukan setelah terjadi sensitisasi tetapi

sebagai antibodi tidak berfungsi maksimal)

manifestasi penyakit alergi belum muncul. Keadaan sensitisasi diketahui dengan

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.8, No.2, Juli 2012

96
cara pemeriksaan IgE spesifik dalam

menimbulkan reaksi. Zat penyebab alergi ini

serum darah, darah tali pusat atau uji

disebut allergen. Allergen bisa berasal dari

kulit. Saat tindakan yang optimal adalah

berbagai jenis dan masuk ke tubuh dengan

usia 0 hingga 3 tahun.

berbagai cara. Bisa saja melalui saluran perna-

3. Pencegahan tersier, bertujuan untuk men-

pasan, berasal dari makanan, melalui suntikan.

cegah dampak lanjutan setelah timbul-

Alergi dapat digolongkan menurut keke-

nya alergi. Dilakukan pada anak yang

rapannya yaitu Golongan makanan yang paling

sudah mengalami sensitisasi dan menun-

sering menimbulkan alergi, yang relatif jarang

jukkan manifestasi penyakit yang masih

menimbulkan alergi dan bahan aditiv dalam

dini tetapi belum menunjukkan gejala

makanan. Gejala dapat berupa bengkak dan

penyakit alergi yang lebih berat. Saat

gatal di bibir sampai lidah serta orofarings.

tindakan yang optimal adalah usia 6

Kontak selanjutnya antara makanan/alergen

bulan hingga 4 tahun.

dengan esofagus, lambung serta usus dapat


menyebabkan gejala nyeri dan kejang perut,

b. Pengobatan
Pengobatan yang paling penting pada
alergi

makanan ialah

eliminasi

terhadap

makanan yang bersifat alergen. Pengobatannya

serta muntah sampai diare berat dengan tinja


berdarah.
Pencegahan

alergi

makanan

terbagi

bervariasi, tergantung kepada jenis dan berat-

menjadi 3 tahap, yaitu pencegahan primer,

nya gejala. Tujuan pengobatan adalah mengu-

sekunder dan tersier. Pengobatan yang paling

rangi gejala dan menghindari reaksi alergi di

penting pada alergi makanan ialah eliminasi

masa yang akan datang. Gejala yang ringan

terhadap makanan yang bersifat alergen.

atau terlokalisir mungkin tidak memerlukan

Pengobatannya bervariasi, tergantung kepada

pengobatan khusus. Gejala akan menghilang

jenis dan beratnya gejala. Tujuan pengobatan

beberapa saat kemudian. Antihistamin bisa

adalah mengurangi gejala dan meng-hindari

meringankan berbagai gejala. Untuk gejala

reaksi alergi di masa yang akan datang.

yang berat, bisa diberikan kortikosteroid (misalnya prednison) dan epinefrin (adre-nalin).
Simpulan
Alergi merupakan suatu reaksi abnormal
dalam tubuh suatu makanan yang dicetuskan
oleh reaksi spesifik pada sistem imun. Alergi
timbul bila ada kontak terhadap zat tertentu
yang biasanya, pada orang normal tidak

Sugiatmi, Alergi Makanan

Daftar Pustaka
1. Dinajani,S Abidin. Penatalaksanaan
Penyakit Alergi. Edisi Kedua. Fakultas
Kedokteran. Universitas Indonesia. 2008.
2. Charlotte M, Nancy J. Nutrition.
Essentilals and Diet Therapy, sixth edition.
United States of Amerika. 1991.
3. Food and Agriculture Organization and
World Health Organization (FAO/WHO).

97
Human Vitamin and Mineral
Requirements. FAO/WHO. Rome. 2002.
4. Modern Nutrion in Health and Disease
eight edition/ Edited by Maurice E

Shilss.Penerbit Lea & Febiger. New York.


1994.
5. http://www.worldofteaching.The Immune
System.

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.8, No.2, Juli 2012

Gizi, Kesehatan dan Metode Kontrasepsi bagi Ibu Menyusui


Oleh: Tria Astika Endah Permatasari
Abstrak
Keberhasilan pemberian Air Susu Ibu (ASI) sangat ditentukan oleh gizi dan kesehatan ibu jauh
sebelum hamil dan menyusui. Kekurangan Energi Kronik (KEK) yang terjadi pada Wanita Usia
Subur (WUS) menyebabkan ibu hamil berisiko mengalami berbagai masalah gizi dan kesehatan
tidak hanya bagi ibu namun bagi anak yang menentukan status kesehatan pada periode kehidupan
selanjutnya. Berlanjut pada saat menyusui dimana kebutuhan energi dibutuhkan jauh lebih besar
lagi dibandingkan pada saat hamil.

Ibu tidak hanya harus memenuhi kebutuhan dasar bagi

kelangsungan hidupnya namun lebih utama lagi bertanggung jawab atas sumber makanan untuk
anaknya sejak dalam kandungan hingga 2 tahun pertama kehidupan anak. Masalah penting yang
dihadapi oleh ibu menyusui adalah pengontrolan jarak kelahiran. Pemilihan metode kontrasepsi
yang tepat membantu memulihkan kesehatan ibu pasca persalinan. Dampak terbesar lainnya adalah
metode kontrasepsi memengaruhi produksi ASI sebagai sumber utama makanan anak selama 6
bulan kehidupan yaitu dengan pemberian ASI eksklusif. Perlunya pengaturan jarak kehamilan
sangat penting untuk membantu kegiatan menyusui berlanjut. Tidak ibu berhenti menyusui ketika
hamil lagi. Kehamilan segera setelah ibu selesai masa nifas selain menurunkan tingkat kesehatan
ibu yang masih dalam masa pemulihan juga dapat mengabaikan hak anak untuk mendapatkan ASI
sebagai makanan terbaik bagi anak dan investasi kesehatan serta kecerdasan untuk masa depannya.
Kata kunci: Gizi, kesehatan, metode kontrasepsi, ibu menyusui

demikian jumlah ibu yang selamat pasca

Pendahuluan
Tingginya

Angka

Kematian

Bayi

persalinan harus selalu dijaga bahkan diting-

(AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di

katkan derajat kesehatannya karena selain

wilayah manapun di Indonesia menjadi salah

bertanggung jawab terhadap keberlangsungan

satu fokus perhatian dari target pencapaian

hidupnya sendiri juga akan menentukan ting-

Millenium Development Goals (MDGs).

kat kesehatan anak dan keluarganya.1

Dalam waktu per tiga menit, satu dari anak

Salah satu upaya untuk mempercepat

balita di negara ini meninggal dunia. Data ini

pemulihan kesehatan ibu pasca persalinan

diperburuk dengan kenyataan bahwa setiap

adalah dengan menyusui secara eksklusif.

satu jam seorang ibu meninggal dunia ketika

ASI selain sangat bermanfaat bagi pencapaian

melahirkan atau karena berbagai penyebab

pertumbuhan optimal dan imunitas tubuh

yang berkaitan dengan kehamilan. Dengan

terutama selama enam bulan pertama pada

98

99
anak terutama mencegah terjadinya berbagai

setelah melahirkan. Pada hakikatnya menyu-

penyakit infeksi seperta diare dan Infeksi

sui merupakan hal yang mudah dan menye-

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) juga sangat

nangkan bagi ibu dan bayi. Ikatan hati antara

2,3

Manfaat ASI untuk

ibu dan bayi sejak masa kandungan akan

ibu antara lain dapat menghindarkan dari

lebih diperkuat tatkala ibu memberikan ASI

risiko perdarahan setelah melahirkan, sebagai

pada bayinya dengan penuh keyakinan dan

alat kontrasepsi alami, serta mengurangi

kecintaan. Menyusui dapat meningkatkan

kemungkinan menderita kanker ovarium dan

jalinan cinta kasih antara ibu dan anak.

bermanfaat bagi ibu.

kanker payudara.

Namun demikian menyusui jika tidak didu-

Seorang ibu harus memperhatikan gizi,

kung oleh kecukupan gizi dan kondisi kese-

kesehatan serta memilih metode kontrasepsi

hatan yang baik serta teknik menyusui yang

yang tepat pada saat menyusui. Kebutuhan

tidak tepat, maka akan terjadi berbagai

gizi ibu menyusui lebih tinggi dibandingkan

masalah gizi dan kesehatan selama menyusui.

saat hamil.5 Asupan gizi ibu berpengaruh

Berikut adalah beberapa masalah gizi dan

terhadap kesehatan, status gizi dan kebuga-

kesehatan yang umum terjadi pada ibu

rannya. Kondisi ibu saat sakit perlu diperhati-

menyusui:

kan karena penyakit yang diderita ibu serta

1. Malnutrisi

obat-obatan yang dikonsumsi ibu dapat

a. Gizi Kurang

memengaruhi bayinya. Selain itu menyusui

Masalah gizi dan kese-hatan

dan metode kontrasepsi juga saling menun-

yang umum ditemui pada ibu menyu-

jang satu sama lain karena akan memengaruhi

sui di Indonesia adalah terjadinya

kesehatan ibu serta produksi ASI selama ibu

kurang gizi. Hal ini biasa terjadi pada

menyusui. Semua hal tersebut sangat menen-

ibu dengan status gizi KEK (Kekura-

tukan keberhasilan pemberian ASI yang

ngan Energi Kronis) sebelum kehamil-

bertujuan untuk meningkatkan derajat keseha-

an dimana ibu memiliki Lingkar

tan ibu dan dan anak.

Lengan Atas (LLA) <23,5 cm.6 Ibu


juga seringkali mengabaikan pemerik-

A. Berbagai Masalah Gizi dan Kesehatan


pada Ibu Menyusui

selama 9 bulan

Masa menyusui merupakan periode


yang

mampu

memberikan

saan kesehatan sebelum hamil juga

makna

bagi

kehidupan ibu dan bayi daur kehidupan


berikutnya. Proses menyusui merupakan pro-

perawatan
Masih
mengenai
beberapa

kehamilan serta

postnatal

yang

buruk.

terdapatnya

kepercayaan

larangan

mengonsumsi

makanan

bergizi

tinggi

ses alamiah yang setiap ibu akan alami

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.8, No.2, Juli 2012

100
seperti sumber protein antara lain

menyusui

ikan, daging dan yang lainnya menye-

idealnya.8

babkan asupan gizi pada saat menyu-

mencapai

berat

badan

2. Masalah Kesehatan Gigi dan Tulang

sui menjadi berkurang. Padahal ibu

Defisiensi kalsium seringkali terjadi

memerlukan tambahan energi sebesar

pada masa ibu hamil dan menyusui. Masalah

500 kalori pada 6 bulan pertama

tulang dan gigi seringkali dialami oleh ibu

kehidupan bayi dan meningkat men-

menyusui. Gigi berlubang atau mudah goyah

jadi 550 kalori pada 6 bulan berikut-

seringkali diderita oleh ibu saat menyusui.

nya dari kebutuhan energi pada diet

Selain itu Ibu lebih berisiko mengalami

normal.7

penurunan densitas massa tulang seperti

b. Gizi Lebih

osteopenia bahkan berisiko terkena osteopo-

Selain masalah gizi kurang,

rosis. Hal ini terkait dengan produksi hormon

kasus gizi lebih pada ibu menyusui

estrogen dan progesteron pada saat ibu

masih dijumpai juga di Indonesia.

memproduksi ASI terlebih saat pemberian

Kondisi ini umum terjadi pada ibu

ASI eksklusif dimana ibu seringkali meng-

dengan sosial ekonomi menengah ke

gunakan metode kontrasepsi alami dengan

atas. Ibu dengan status gizi lebih

cara menyusui. Hormon ini berperan dalam

bahkan obesitas seringkali berupaya

pembentukan tulang. Sehingga dimungkinkan

untuk menurunkan berat badan secara

ibu lebih berisiko mengalami penurunan den-

drastis segera setelah melahirkan. Pen-

sitas massa tulang dibandingkan saat tidak

gaturan

menyusui.9

makanan

yang

dilakukan

harus tetap diperhatikan tidak hanya


untuk kebutuhan ibu, namun juga
untuk

memenuhi

Masalah kesehatan utama lainnya yang

bayi

seringkali dihadapi oleh ibu saat menyusui

terutama selama pemberian ASI eksk-

adalah adanya penyakit mastitis pada payu-

lusif selama 6 bulan pertama dalam

dara ibu. Kondisi yang sangat tidak nyaman

kehidupan bayi. Diet hendaknya dila-

yang dirasakan ibu karena terjadinya pera-

kukan setelah masa pemberian ASI

dangan payudara pada ibu yang disertai

eksklusif dilakukan dan dilakukan

maupun tidak diserta infeksi ini dapat menu-

secara bertahap. Olahraga aman dan

runkan kesehatan ibu dan lebih bahaya lagi

dilakukan

proses

secara

kebutuhan

3. Penyakit Mastitis

rutin

oleh

ibu

pemberian

ASI

dapat

berhenti.

menyusui sangat dianjurkan untuk

Bahkan ibu dapat mengalami trauma dalam

mengembalikan

memberikan ASI karena mengalami penyakit

berat

badan

ibu

Permatasari, Gizi, Kesehatan dan Metode Kontrasepsi bagi Ibu Menyusui

101
mastitis. Penyakit ini biasanya menyertai

B. Kebutuhan Gizi pada Ibu Menyusui

proses menyusui, sehingga disebut juga

Gizi pada ibu menyusui sangat erat

mastitis laktasional atau mastitis puerperalis.

kaitannya dengan produksi ASI yang sangat

Abses payudara, pengumpulan nanah lokal di

dibutuhkan untuk tumbuh kembang anak.

dalam payudara, merupakan komplikasi berat

Asupan gizi ibu harus dapat menjamin

dari mastitis. Dua penyebab utama mastitis

pembentukan ASI dengan jumlah dan kualitas

adalah stasis ASI dan infeksi. Bakteri patogen

yang baik untuk memenuhi kebutuhan hidup

yang paling sering ditemukan pada mastitis

anak. Hampir seluruh zat gizi makro maupun

adalah Staphilococcus aureus.

mikro diperlukan lebih banyak saat menyusui.

Badan Kesehatan Dunia, WHO (2005)

Sebagai contoh adalah kebutuhan energi

menyebutkan bahwa jumlah kasus infeksi

diperlukan tambahan 500 kalori pada 6 bulan

payudara yang terjadi pada wanita seperti

pertama

kanker, tumor, mastitis, penyakit fibrocustic

menjadi 550 kalori pada 6 bulan berkutnya.

terus meningkat, dimana penderita kanker

Begitupun kebutuhan protein perlu penamba-

payudara mencapai hingga lebih 1,2 juta

han sekitar 17g per hari saat menyusui. Zat

orang terdiagnosis, dan 12% diantaranya

gizi mikro pun memerlukan penambahan

merupakan infeksi payudara berupa mastitis

kebutuhan yang sama, misalnya kebutuhan

pada wanita pasca post partum. Di Indonesia

kalsium dianjurkan ditambah sebanyak 150

tercatat hanya 0,001/ 100.000 angka kesakitan

mg hari untuk memenuhi Angka Kecukupan

akibat infeksi berupa mastitis. Dampak terbe-

Gizi (AKG) ibu saat menyusui.7

kelahiran

anak

dan

meningkat

sar dari terjadinya penyakit mastitis pada ibu

Status gizi ibu juga menentukan kuan-

menyusui adalah berhentinya pemberian ASI

titas dan kualitas dalam produksi ASI.4 Ibu

pada anak sehingga berakibat pada penurunan

dengan status gizi baik dan kurang tidak

status kesehatan anak terutama terjadinya

memiliki perbedaan secara bermakna kuanti-

penyakit infeksi seperti diare dan Infeksi

tas maupun kualitasnya. Ibu secara normal

Saluran Pernafasan Akut (ISPA).

10

Penyakit

memproduksi ASI sekitar 800-850 ml per

disebabkan teknik

hari. Kandungan lemak, protein dan laktosa

menyusui yang tidak tepat terutama teknik

pada ibu dengan status gizi tersebut dapat

pelekatan bayi menyusu pada payudara

dikatakan sama. Perbedaan kuantitas maupun

ibunya.4

kualitas dalam produksi ASI akan terlihat

ini umumnya terjadi

bermakna pada ibu dengan kondisi kekurangan gizi tingkat berat atau mengalami KEK.
Kandungan protein, lemak maupun laktosa-

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.8, No.2, Juli 2012

102
nya jauh lebih rendah pada ibu dengan

Contoh menu untuk memenuhi kebutuh-

kondisi KEK dibandingkan pada ibu dengan

an makanan tambahan per hari pada ibu

status gizi baik atau gizi kurang pada tingkat

menyusui adalah :

ringan.

Jenis Makanan
60 g beras
50 g ikan tuna
25 g tempe
100 gr sayur bayam
100 g pisang
5 ml minyak
Sumber : Depkes, 2007

Ukuran Rumah Tangga


(URT)
gelas belimbing
1 potong sedang
1 potong kecil
1 mangkok penuh
1 buah sedang
1 sendok makan

C. Dampak Konsumsi Obat-Obatan pada

Nilai Kalori
240 kalori
95 kalori
40 kalori
50 kalori
50 kalori
45 kalori

bulan dibandingkan dengan usia bayi yang


lebih tua.4

Ibu Menyusui
Kesehatan ibu pasca persali-nan dapat

Sebagian kecil saja obat yang dapat

menurun karena secara fisiologis ibu dalam

menimbulkan efek samping pada saat meny-

tahapan memulihkan luka yang terjadi karena

usui. Terkadang ibu perlu menghentikan men-

melahirkan seperti kondisi rahim dan fungsi

yusui saat mengonsumsi obat tersebut salah

organ-organ yang berperan selama hamil dan

satunya adalah obat anti kanker. Terlebih jika

melahirkan. Jika kondisi ini tidak dijaga atau

ibu diobati dengan zat radioaktif, sebaiknya

dipulihkan dengan baik maka kemungkinan

ibu berhenti untuk menyusui. Namun obat-

ibu

saat

obatan ini juga jarang sekali digunakan.4

menyusui sangatlah tinggi. Hal ini didukung

Beberapa antibiotik juga sebaiknya dihindari

juga dengan masalah psikologis yang kerap

untuk dikonsumsi saat ibu menyusui meski-

kali muncul saat menyusui.2 Terkadang ibu

pun pada umumnya antibiotik yang diberikan

memerlukan

untuk

oleh dokter saat ibu menyusui aman bagi

membantu mengatasi sakit yang dideritanya.

bayinya. Dianjurkan untuk menghindari pe-

Obat yang langsung berpengaruh ke ASI

makaian chloram-penicol, tetracycline dan

jumlahnya sangat sedikit dan sebagian kecil

metroni-dazole. Selain itu juga sebaiknnya

lainnya berpengaruh kepada bayi. Hanya

ibu menghindari penggunaan kontra-sepsi

sedikit sekali obat yang memiliki efek

yang mengandung estrogen. Konsumsi diure-

samping saat menyusui. Dampak yang ditim-

tik thiazide seperti chlortiazide sebaik-nya

bulkan dari obat-obatan tersebut lebih beri-

dihindari karena dikhawatirkan dapat mengu-

siko terhadap bayi yang berusia dibawah 1

rangi pasokan ASI.

untuk

mengalami

bantuan

sakit

pada

obat-obatan

Permatasari, Gizi, Kesehatan dan Metode Kontrasepsi bagi Ibu Menyusui

103
Langkah pencegahan lebih diutamakan

syarat selama ibu tidak mengalamai haid,

bagi ibu dalam memilih jenis dan dosis obat-

menyusui mencegah kehamilan dengan baik

obatan yang dikonsumsi saat ibu menyusui.

hingga lebih dari 90% hingga bayi berusia 6

Ibu sebaiknya memeriksa jenis obat yang

bulan. Ibu harus memberikan ASI secara

diminum dan perhatikan terus efek samping

penuh dan tidak ada penjadwalan dalam

yang ditimbulkan setelah ibu mengonsumsi

memberikan ASI termasuk saat malam hari.

obat tersebut seperti ngantuk yang berlebihan,

Ibu selalu menyusui kapanpun bayi ingin

berkurangnya nafsu makan dan efek lainnya

menyusu. Metode ini dikenal dengan istilah

yang merugikan kesehatan ibu dan bayi. Oleh

metode MAL (Metode Amenore Laktasi).

karena itu petunjuk pemakaian dan dosis yang

Namun jika ibu sudah haid maka ibu dapat

dianjurkan harus senatiasa dipatuhi untuk

mengalami kehamilan kapan saja tanpa ada

mencegah efek samping negatif yang lebih

perlindungan.4 Oleh karena itu ibu sebaiknya

lanjut.

menggunakan metode kontrasepsi lainnya

D. Metode Kontrasepsi bagi Ibu Menyusui

dengan tetap memberikan ASI pada bayinya.

Pemilihan metode kontrasepsi yang

Berikut adalah metode kontrasepsi yang dapat

tepat dan cermat juga sangat menentukan

dipilih ibu selama menyusi selain Metode

kesehatan ibu dan bayi saat proses menyusui.

Amenore Laktasi (MAL):

Berbagai metode kontrasepsi ditawarkan pada

1. Semua metode non hormonal adalah

ibu menyusui terutama untuk mengontrol

cocok digunakan saat ibu menyusui.

jarak kehamilan anak satu dan lainnya. Meto-

Metode non hormonal tidak berpenga-

de kontrasepsi dapat dipilih ibu baik secara

ruh terhadap produksi ASI. Salah satu

alami maupun non alami. Penggunaan alat

metode yang tepat digunakan saat men-

kontrasepsi ini membantu ibu untuk melan-

yusui adalah IUD. Pilihan lain adalah

jutkan ibu dalam memyusui. Jika ibu hamil

penggunaan kondom oleh suami sehing-

saat anak masih memerlukan ASI dapat

ga ibu tidak menerima dampak hormo-

menyebabkan proses pmberian ASI menjadi

nal dari konsumsi alat kontrasepsi. Den-

terhenti. Hal terpenting adalah ibu harus

gan catatan penggunaan kondom tepat

memastikan metode kontrasepsi yang tepat

dan mengikuti aturan pemakaian yang

yang digunakan saat proses meyusui berlang-

benar. Alat kontrasepsi tersebut dapat

sung.

membantu melindungi ibu dalam menMenyusui merupakan metode kontra-

sepsi alami yang dapat dipilih ibu terutama

cegah terjadinya kehamilan terutama


setelah bayi berusia 6 bulan.

pada 6 bulan pertama kehidupan bayi dengan

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.8, No.2, Juli 2012

104
2. Metode hormonal yang digunakan saat

Pemilihan metode kontrasepsi yang

ibu menyusui harus memperhatikan

tepat juga segera harus diputuskan terlebih

jenis hormon yang terdapat pada jenis

jika ibu bekerja di luar rumah. Ibu hanya

kontrasepsi tersebut. Metode hormonal

diberikan cuti melahirkan selama 3 bulan

yang hanya mengandung hormon prog-

yang terkadang sudah dipotong sebulan sebel-

esteron sesuai dipakai saat ibu men-

um ibu melahirkan. Selain ibu diharuskan

yusui. Jenis kontrasepsi ini antara lain

mampu mengatur tetap memberikan ASI pada

depo-provera, norplant terbaru atau pil

bayinya ibu juga dituntut mengontrol jarak

yang mengandung progesteron saja.

kehamilan satu dengan lainnya karena masih

Metode tersebut tidak berpengaruh pada

dalam tahap pemulihan fisik maupun psikolo-

produksi ASI bahkan mungkin dapat

gis pasca persalinan. Dukungan keluarga khu-

meningkatkan produksi ASI.

susnya suami sangat berperan dalam mem-

3. Metode hormonal dengan menggabung-

bantu ibu memberikan ASI pada bayinya

kan hormon estrogen dan progesteron

menjaga kesehatan, serta pemilihan metode

paling tidak tepat digunakan saat ibu

kontrasepsi yang digunakan ibu selama proses

menyusui, misalnya pemaikaian pil

menyusui.11

kombinasi. Penggunaan KB suntik pun

E. Diskusi

harus lebih hati-hati untuk digunakan

Status gizi dan kesehatan ibu saat

selama menyusui. Semua metode horm-

menyusui menentukan derajat kesehatan ibu

onal tidak dianjurkan untuk digunakan

dan anak. Hal ini tidak saja memberikan

selama 6 minggu pertama setelah mela-

dampak pada keberlangsungan hidup ibu

hirkan. Namun hal ini seringkali segera

namun juga bagi anak. Ibu dengan status gizi

dilakukan ibu setelah bahkan sebelum

baik dapat memenuhi kebutuhan gizi untuk

berakhirnya masa nifas terutama bagi

hidupnya serta mencapai berat badan ideal

mereka yang memiliki tingkat kesubur-

setelah kehamilan. Tujuan utama lainnya jika

an yang tinggi. Dukungan suami dan

ibu memiliki status gizi baik yaitu ibu dapat

keluarga serta peran petugas kesehatan

memproduksi ASI sesuai dengan keperluan

terkait dalam hal ini adalah bidan atau

gizi bayi dalam mencapai pertumbuhan dan

dokter kandungan sangat diharapkan

perkembangan optimal terutama selama 6

untuk memberikan informasi yang benar

bulan pertama kehidupannya. Ibu dengan

dan sesuai dengan kebutuhan ibu untuk

status gizi baik memiliki tingkat kepercayaan

menjaga status kesehatannya tetap dal-

diri untuk dapat menyusui secara penuh

am kondisi yang baik.

selama pemberian ASI eksklusif dan mene-

Permatasari, Gizi, Kesehatan dan Metode Kontrasepsi bagi Ibu Menyusui

105
ruskan pemberian ASI hingga 2 tahun disertai

usui. Pengontrolan jarak antar kehamil-an

makanan pendamping ASI (MP-ASI). Kecu-

berkaitan dengan kelanjutan atau pember-

kupan gizi ini saling berkaitan erat dengan

hentian proses menyusui. Ibu yang hamil

status kesehatan ibu menyusui. Ibu yang sehat

kembali saat masih menyusui terutama pada

tentu dapat menyusui secara baik dan selalu

awal-awal setelah masa nifas, dapat membuat

memproduksi ASI untuk mencukupi kebutuh-

proses menyusui berhenti. Oleh karena itu

an bayi kapanpun juga tanpa ada penjadwalan

seluruh

dalam menyusui bayinya dan tanpa mengkha-

terhadap kesehatan ibu dan anak khususnya

watirkan efek samping yang mungkin muncul

terkait program Keluarga Berencana (KB)

akibat konsumsi obat-obatan jika ibu sakit.

sudah seharusnya mensosialisasikan metode

pihak

yang

bertanggung

jawab

Perawatan ante natal sebelum kehamil-

kontrasepsi yang aman bagi ibu menyusui

an jauh lebih ditekankan sebelum dialaminya

sehingga tidak menurunkan kesehatan ibu dan

periode kehamilan dan menyusui. Hal terse-

tidak mengurangi produksi ASI.

but penting untuk mempersiapkan pertumbu-

Metode Amenore Lactation (MAL)

han dan perkembangan bayi secara optimal

selayaknya direkomendasikan sebagai metode

selama 9 bulan dalam kandungan dan diterus-

kontrasepsi yang alami, murah dan aman

kan menyusui hingga usai anak 2 tahun.

digunakan oleh ibu memnyusui dengan

Diupayakan ibu dalam kondisi sehat dan

kondisi yang tepat yaitu bila ibu belum

memiliki status gizi yang baik sebelum hamil

mengalami haid setelah masa nifas dan

yang dapat diintervensi sebelum pra nikah

memberikan ASI secara penuh kepada bayi-

dan jauh lebih awal yaitu sejak masa remaja.

nya. Hal ini tentu akan seiring dengan prog-

Pengetahuan mengenai gizi dan kesehatan

ram pemberian ASI eksklusif yang mengharu-

reproduksi yang terkait dengan kehamilan dan

skan bayi hanya diberi ASI saja tanpa tamba-

proses menyusui harus terus diberikan secara

han minuman atau makanan lainnya selama 6

konsisten ke seluruh remaja dan calon ibu di

bulan pertama kehidupan anak dan tanpa pen-

Indonesia sehingga mereka akan lebih matang

jadwalan dalam menyusui.

dalam segi fisik, psikologis dan penge-tahuan


serta pemahaman yang baik untuk mencetak
generasi bangsa yang sehat dan berkualitas.
Pemilihan metode kontrasepsi yang
tepat digunakan oleh ibu menyusui terutama
pada 6 bulan pertama kehidupan bayi sangat
memengaruhi keberlangsungan proses meny-

Daftar Pustaka
1. Unicef Indonesia,
2012. Ringkasan
Kajian Kesehatan Ibu dan Anak. Hal:1-2.
[Diunduh 01 Januari 2013].
2. Roesli, Utami, 2000. Mengenal ASI
Eksklusif. Pustaka Pembangunan Swadaya
Nusantara, Jakarta.

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.8, No.2, Juli 2012

106
3. Hernawati, Nia, 2007. Tidak Ada yang
Bisa
Menggantikan
ASI.
Dari
http://asiku.wordpress.com/2007/07/page/
2/ [diakses 12 Agustus 2011]
4. Depkes, RI. 2007. Pelatihan Konseling
Menyusui. Direktorat Bina Gizi dan
Kesehatan. Jakarta
5. Brown J.E., Nutrition Through The Life
Cycle 2nd., Thomson Wadsworth, 2005.
6. Gibson, Rosalind S, 2005. Principles of
Nutritional Assesment. Edisi kedua.
Oxford University. New York.

7. WNPG, 2004. Angka Kecukupan Gizi


bagi Orang Indonesia.
8. Krummel, Nutrition in Womens Health,
An Aspen Publication, 1996.
9. Compston, Juliet, 2002. Seri Kesehatan
Bimbingan Dokter pada Osteoporosis.
Dian Rakyat. Jakarta.
10. WHO, 2009. Infant and Young Child
Feeding. WHO Press, Geneva.
11. Februhartanty, J, 2008. Strategic Roles of
Fathers in Optimizing Breastfeeding
Practices : A Study in A Urban Setting of
Jakarta. Jakarta.

Permatasari, Gizi, Kesehatan dan Metode Kontrasepsi bagi Ibu Menyusui

Pengetahuan dan Perilaku Pencegahan Kecacatan Penderita Kusta di Wilayah Kerja


Puskesmas Kecamatan Cilincing Tahun 2012
Oleh: Nurfadhilah, Muhammad Dwi Putra
Abstrak
Puskesmas Kecamatan Cilincing sudah mencapai eliminasi kusta, akan tetapi angka kecacatan
tingkat dua masih tinggi sehingga dibutuhkan penelitian pengetahuan dan perilaku pencegahan
kecacatan tingkat 2 penderita kusta. Penelitian ini merupakan studi kasus dengan pengumpulan data
secara wawancara mendalam. Berhasil diwawancara sebanyak 13 informan dari 27 orang yang
terdaftar sebagai pasien baru kusta. Hasil penelitian menunjukkan peran pengetahuan dalam
terjadinya kecacatan tingkat 2. Penderita kusta cacat tingkat 2 kurang melakukan perawatan diri.
Pencegahan cacat dapat dilakukan dengan penyuluhan oleh puskesmas atau mencari sendiri
informasi secara aktif mengenai kusta. Terdapat 2 pasien kusta yang mengalami peningkatan
kecacatan dari derajat 1 menjadi derajat 2. Saran antara lain pelayanan kesehatan agar dapat
memberikan informasi yang lebih lengkap mengenai penyakit kusta dan cara perawatan diri.
Kata kunci: kusta, perilaku pencegahan, kecacatan tingkat 2

kusta terdaftar, terdiri dari 45 wanita dan 52

Pendahuluan
Situasi penderita kusta di Indonesia

pria, dengan Prevalence Rate (PR) sebesar

tercatat 19 provinsi telah mencapai eliminasi

0,821 per 10.000 penduduk. Pada 2011 turun

kusta dengan angka penemuan kasus kurang

menjadi 92 orang terdaftar, terdiri dari 28

dari 10 per 100.000 populasi, atau kura-

wanita dan 64 pria, serta memiliki PR 0,58

ng dari 1.000 kasus per tahun. Sampai akhir

per 10.000 penduduk pada tahun 2011.

2009 tercatat 17.260 kasus baru kusta di

Sedangkan pada data yang didapat dari

Indonesia dan telah diobati. Saat ini tinggal

puskesmas Kecamatan Cilincing, ditemukan

150 kabupaten/kota yang belum mencapai

25%

eliminasi. Sebanyak 1.500-1.700 (10%) kasus

seluruh penderita kusta pada tahun 2010 dan

kecacatan

setiap

terjadi penurunan menjadi 11,11% pada tahun

tahunnya. Sekitar 14.000 (80%) adalah kasus

2011. Puskesmas Kecamatan Cilincing sudah

kusta Multi Basiler (MB), sedangkan sekitar

mencapai eliminasi kusta, sesuai hasil tahun

1500-1800 kasus merupakan kasus pada

2011 PR 0,78 per 10.000 penduduk akan

anak.1

tetapi angka kecacatan tingkat dua masih

tingkat

Berdasarkan

II

data

ditemukan

Dinas

Kesehatan

menderita cacat tingkat 2 di antara

tinggi di atas target yang diharapkan dalam

Jakarta Utara pada 2010 terdapat 97 penderita

program pemerintah.

107

108
Tujuan umum penelitian ini yaitu diketahuinya pengetahuan dan perilaku pencegah-

pedoman wawancara, perekam suara, dan


kamera.

an kecacatan tingkat 2 penderita kusta di


wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Cilin-

Hasil dan Diskusi


Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan,

cing.

yaitu:
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan

a. Tidak semua pasien dapat diwawancara


karena keterbatasan waktu mereka.

dalam penelitian yaitu metode penelitian

b. Wawancara pada umumnya dilakukan

kualitatif dengan studi kasus. Pengumpulan

di ruang tunggu poli TB dan Kusta atau

data dilakukan pada Februari - Maret 2012 di

rumah informan sehingga tidak terlalu

wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Cilin-

terjaga

cing Jakarta Utara.

terbuka). Mereka juga terpengaruh ora-

Jumlah informan yang berhasil diwawancara sebanyak 13 dari 27 orang yang terdaf-

privasinya

(menjadi

kurang

ng di sekitar mereka dalam menjawab


pertanyaan wawancara.

tar sebagai pasien baru kusta pada 2011.

c. Wawancara yang dilakukan saat sore

Pasien dengan cacat tingkat 2 hanya 1 orang

hari juga mempengaruhi konsentrasi

yang berhasil diwawancara. Namun demikian,

informan dalam menjawab pertanyaan

dalam perjalanan penelitian ditemukan bahwa

karena informan sudah lelah bekerja

2 pasien yang sebelumnya tercatat sebagai

d. Peneliti kesulitan menemukan alamat

penderita dengan kecacatan tingkat 1 mening-

informan terdata karena ternyata alamat

kat menjadi kecacatan tingkat 2.

yang dimaksud tidak benar.

Triangulasi data dilakukan dengan dua

e. Keberadaan orang lain untuk membantu

kali In-depth Interview. Pertama, dilakukan

menemukan alamat pasien mengakibat-

pada tanggal 13 - 21 Februari 2012 di rumah

kan pasien merasa tidak nyaman dan

informan dan ruang tunggu puskesmas,

menunda proses wawancara.

didapatkan data sebelas orang. Kedua, dilaku-

f. Peneliti tidak bisa melakukan triangulasi

kan pada tanggal 22 Februari 2012 di Puskes-

sumber

demi

menjaga

kerahasiaan

mas Kecamatan Cilincing bertepatan diada-

informan. Pertanyaan mengenai stigma

kannya penyuluhan dan demonstrasi cara

dan perilaku yang ditujukan kepada

perawatan diri kusta, dilakukan konfirmasi

orang-orang di sekitar informan tidak

data 4 orang yang telah diwawancara ditam-

dapat dilakukan. Informan umumnya

bah 2 informan baru. Instrumen penelitian

tidak memberitahukan kepada keluarga

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

maupun orang sekitarnya mengenai

Nurfadhilah & Putra, Pengetahuan dan Perilaku Pencegahan Kecacatan Penderita Kusta

109
penyakitnya sehinga apabila peneliti

Karakteristik Informan yang terdiri dari

melakukan wawancara dapat mengaki-

umur, jenis kelamin, tingkat kecacatan,

batkan ketidaknyamanan bagi informan.

tingkat pendidikan, dan perkerjaan dapat


dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Informan Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Tingkat Kecacatan,


Pendidikan Terakhir, dan Pekerjaan pada Pasien Kusta di Puskesmas Kecamatan Cilincing
Tahun 2012
Nama Informan
Karakteristik
Tn. RS
Tn. AD
Tn. O
Tn.A
Jenis kelamin
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Usia
30 tahun
23 tahun
50 tahun
15 tahun
Tingkat
2
1
2
0
kecacatan
Pendidikan
Tidak
SD
SMP
SMP
terakhir
sekolah
Status
Pengangguran Pengangguran Pemulung
Pelajar
Pekerjaan

Karakteristik
Jenis kelamin
Usia
Tingkat
kecacatan
Pendidikan
terakhir
Status
Pekerjaan

Karakteristik
Jenis kelamin
Usia
Tingkat
kecacatan
Pendidikan
terakhir
Status
Pekerjaan

Nama Informan
Tn. RH
Tn. AS
Laki-laki
Laki-laki
32 tahun
37 tahun

Tn. RP
Laki-laki
35 tahun

Tn. M
Laki-laki
(15 tahun)

SMP

SD

SMA

SD

Penarik
becak

Tukang
kayu

Teknisi
mesin

Pengangguran

Nama Informan
Tn. H
Ny. A
Laki-laki
Perempuan
25 tahun
21 tahun

Tn.W
Laki-laki
30 tahun

Tn.I
Laki-laki
53 tahun

Ny. D
Perempuan
30 tahun

SMU

SD

SMA

SMP

SMP

supir truk

wiraswasta

Pedagang

Pengangguran

Buruh pabrik

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.8, No.2, Juli 2012

110
jawaban benar, sebagian benar, dan salah.

Pengetahuan
Jawaban informan pada penilaian pengetahuan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu

Pertanyaan tentang pengetahuan terdiri atas 6


pertanyaan.

Tabel 2 Perbandingan Jawaban Informan Mengenai Pengetahuan Kusta pada Pasien Kusta
di Puskesmas Kecamatan Cilincing Tahun 2012
Pertanyaan
Apakah bapak/ibu/saudara
mengetahui apa itu
penyakit kusta ?

Jawaban Benar
ini opini dulu sebelum saya
kena ini, penyakit ini semacam kutukan, tapi ada juga
yang bilang kalau ini penyakit menular. setau saya itu
-Tn. RPYa palingan begini nih
Bisa bapak/ibu/saudara
ceritakan bagaimana gejala gejalanya kaya saya dulu
tuh. Tangan, muka, badan
penyakit kusta itu?
merah-merah, pegel, kaki
bengkak, ada sisiknya gitu
sama keram, apa itu yah
namanya, baal -Tn. Hmenular klo tidak diobati
Sepengetahuan
lewat napas yang terlalu
bapak/ibu/saudara
penyakit kusta itu menular dekat
-Tn. ASatau tidak?
Jika ya,bagaimana cara
penularannya?
Penyakit kusta bisa
menyebabkan cacat?
Jika ya,bagian tubuh mana
yang bisa terkena
bagaimana cara merawat
bagian tubuh tersebut agar
tidak semakin parah ?

Bisa bapak/ibu/saudara
ceritakan bagaimana cara
pengobatan penyakit
kusta?

Apa bapak/ibu/ saudara


tahu apa akibatnya jika
tidak minum obat secara
teratur?
apa yang menyebabkan
tidak minum obat secara
teratur?

Berdasarkan pengalaman
nyatanya ada sih yang cacat
Kaki, tangan, terutama jari
(Untuk mata) kalo denger
sih belum, tapi liat digambar ada
-Tn. RPminum obat teratur, yang 8
biji 1 kali minum 1 kali sehari obat yang merah diminum yang atasnya dulu baru
yang buletnya 1 kali sehari
sampai habis
-Tn. ADakan menimbulkan kecacatan
-Tn. AS-

Sebagian benar
Ya begini mbak,,ini yang keliatannya, ya merahmerah begini deh (Sambil menunjukan bagianbagian tubuhnya yang
merah) -Tn. H Yaa paling bercak aja
ini, gak berasa
-Tn. M-

Jawaban salah
.gak tau apaan,
emang apa?
-Tn. RH-

Yaa katanya sih bisa


menular kalau nggak diobatin
Katanya darii..bisa dari
pakaian, juga bisa dari
bekas minum gitu bisa
-Tn. IYa bisa jari tangan, jari
kaki.
-Tn. AD-

Enggak mba, Soalnya saya udah 5


tahun idup ama istri ama anak, mereka masih biasa aja,
berarti ga nular
-Tn. Hkemungkinan
belum tau
-Tn. A-

Ini yang saya rasakan


sendiri, kalo ga minum,
bisa kaya orang narkoba
nagih gitu ya,trus panas
dingin, ga bisa aktifitas
-Tn. RP-

Bisa jadi merahmerah


Ngulang dari awal pengobatannya
-Tn. M-

Ga tau sih. Tadinya juga aku ngiranya penyakit kulit


biasa
-Ny. D-

Nurfadhilah & Putra, Pengetahuan dan Perilaku Pencegahan Kecacatan Penderita Kusta

111
Rata-rata hitung pengetahuan informan

Perilaku Pencegahan Cacat

sebesar 59,6 dilihat pada perbandingan skor

Peneliti menilai perilaku pasien kusta

pengetahuan dari 13 informan (1 subjek tidak

melalui 3 pertanyaan, dengan jawaban yang

dapat dinilai karena pertanyaan tidak terjawab

dikelompokan menjadi perawatan luka yang

seluruhnya).

baik dan buruk, perawatan agar tidak cacat


yang benar dan salah,

cara penyembuhan

kusta yang benar dan salah, dan keteraturan


minum obat.
Tabel 3. Perilaku Perawatan Luka pada Penderita Kusta
Pertanyaan

Jawaban Benar

Jawaban Salah

Bagaimana cara bapak/ibu waktu itu saya pernah dikasih tau ada
/saudara melakukan pera- olahraga kecil, pagi2 pake sarung
kakinya ditarik2 (sambil menunjukan
watan pada luka ?
caranya), menggerakkan jari supaya
jangan terlalu banyak diam,terutama
abis bangun tidur. Dulu kan saya
pernah ikut kegiatan kaya gini juga
(sambil tertawa kecil).
kan disini ada anjuran gosok pake
batu apung itu tiap mandi, trus rendam
selama 20 menit, abis itu gosok pake
batu apung itu kelukanya langsung
Tn. RP
Menurut bapak/ibu/saudara direndem air ,sama diururt pake
penyakit kusta bisa menye- minyak ,terus pake sepatu yang tebel
tapi sih saya tiap kerja pake sandal
babkan cacat?
bagaimana cara merawat jepit aja gak pake sepatu abisan kan
bagian tubuh tersebut agar saya kerjanya jadi tukang kayu rapih
amat kalo pake sepatu soalnya juga
tidak semakin parah ?
temen saya kalo kerja Cuma pake
sandal sama celana pendek
Tn. H
Sepengetahuan bapak/ibu/ bisa tapi lama. dikasih tau pokoknya
saudara penyakit kusta bisa dibilangin minum obat terus sampe
sembuh jangan pernah berenti.
di sembuhkan atau tidak?
jika ya, bagaimana caranya Ny. A
Bisa bapak/ ibu/ saudara Nah, itu katanya kalau nggak minum,
ceritakan bagaimana cara lewat sehari ya ngulang dari pertama.
pengobatan penyakit kus- Yang saya takutkan ya itu, jadi kan
berobat yang sekian bulan sia-sia.
ta?
Makanya saya biar bagaimanapun juga
tetep rutinlah.
Tn. I

satu-satunya jalan pake rokok.. itu


aja (menjawab dengan tegas)
ya.. di buka.. rokok biasa.. yang
biasanya oarang buang puntungan,
yang baru kek, celupin air, trus tempelin mana yang kena, misalnyayang
ini yang kena, ya udah tempelin aja
deh (dengan menunjukkan luka yang
ada darahnya di lengannya)
Tn. O
ya cari obat, Cuma klo saya yang
bolong, saya kasih obat gak susahsusah klo saya, cari puntung rokok, di
buka di tempelin langsung mandek si
darah tuh udah gak ngali
Tn. O
gak tau juga sih saya udah lama gak
sembuh sembuh
Tn. RH
tau neng minum obat yang udah
dikasih dari puskesmas jangan ampe
putus tapi kalo saya sih males minum
obatnya bosen.jadinya saya empet
berenti minum obatnya terus nyambung
lagi ,minum obantya lantaran dulu
saya kena paku kakin ya pas lagin
kerja baru deh mulai minum obat lagi
soalnya kaki saya jadi pada bengkak
pas kena paku.kan sayabkerja pake
sandal jepit terus kena paku eh nimbus
pakunya akirnya saya ke puskesmas
lagi buat berobat kaki bengkak
sekalian di suntik di kaki
Tn. Rh

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.8, No.2, Juli 2012

112
Karakteristik Informan

terakhir SD sedangkan 1 penderita kusta

Informan yang berhasil diwawancara

lainnya tidak sekolah sama sekali. Lain

kebanyakan laki-laki. Hal ini sesuai dengan

halnya dengan penderita kusta dengan keca-

penelitian Kamseno (2010), laki-laki lebih

catan tingkat 0 dan 1 hanya 2 dari 10 infor-

banyak menderita kusta.2

man yang memiliki pendidikan di bawah

Berdasarkan jenis kelamin informan,

SMP. Hal ini berbeda dengan penelitian

perempuan lebih dini mulai berobat ke

bahwa 46% penderita kusta memiliki pendidi-

puskesmas dibandingkan dengan laki-laki

kan terakhir SMA2 tetapi sesuai dengan pene-

karena bersangkutan dengan estetika. Hal itu

litian yang menyatakan sebagian besar ber-

mengakibatkan perempuan tidak jatuh men-

pendidikan terakhir SD.3,4

jadi cacat tingkat 2. Seorang informan mem-

Dilihat dari pekerjaannya terdapat satu

iliki ruam di daerah pipi kirinya yang sangat

orang informan dengan cacat tingkat 2

mengganggu. Warna ruamnya yang hitam dan

berawal dari luka saat bekerja. Hal ini sesuai

besar serta terkadang terasa nyeri mendorong-

dengan penelitian yang menyatakan pekerja

nya untuk rutin datang dan berobat ke puskes-

kasar menimbulkan resiko lebih besar untuk

mas. Sedangkan pada laki-laki lebih tidak

menimbulkan kecacatan.4

peduli. Mereka datang dengan keadaan sudah

Dilihat dari pekerjaannya hanya 4 dari

mulai parah (kecacatan tingkat 2) atau datang

13 informan tidak bekerja. Hal ini menunju-

karena keluhan tambahan berupa luka yang

kan penyakit kusta itu tidak menghalangi

lama tidak sembuh.

mereka untuk berkerja karena tanggung jawab

Penderita kusta umumnya kelompok


usia produktif sehingga berpengaruh pada

sebagai tulang punggung keluarga.


Pengetahuan

penghasilan yang didapatkan untuk kebutuhan

Dari hasil penelitian mengenai pengeta-

hidupnya. Informan merasa penyakitnya cuk-

huan ini didapatkan 6 informan masuk keda-

up mengganggu dalam bekerja karena dahulu

lam kelompok pengetahuan kurang dan 6

sebelum pengobatan mengalami beng-kak

informan lainnya masuk ke dalam kelompok

pada seluruh bagian tubuh dan mulai mem-

pengetahuan baik serta terdapat 1 informan

utuskan untuk berhenti bekerja. Hal ini sesuai

yang tidak dapat dinilai dikarenakan informan

dengan penelitian sebelumnya, penderita kus-

tidak menjawab dengan lengkap seluruh poin-

ta terbanyak pada usia 31-40 tahun.3

poin jawaban.

Bila ditinjau pendidikan terakhir infor-

Pengetahuan

kemungkinan

berperan

man, dua dari tiga penderita kusta dengan

dalam terjadinya kecacatan tingkat 2 pada

kecacatan tingkat 2 memiliki pendidikan

penderita kusta. Berdasarkan skor penilaian,

Nurfadhilah & Putra, Pengetahuan dan Perilaku Pencegahan Kecacatan Penderita Kusta

113
nilai terendah yang didapatkan adalah 35.

aan yang memiliki jumlah jawaban salah

Skor tersebut merupakan skor yang dimiliki

paling banyak yaitu pertanyaan mengenai

penderita kusta dengan kecacatan tingkat 2.

pengertian penyakit kusta (P1) dan mengenai

Mereka tidak menjawab dengan tepat perta-

penularan penyakit kusta (P2). Oleh karena

nyaan mengenai pengertian penyakit kusta

itu menurut peneliti pertanyaan mengenai hal-

dan bagaimana penularan penyakit kusta.

hal tersebut harus lebih ditekankan untuk

Mereka juga menjawab sebagian benar ketika

edukasi kepada penderita kusta.

ditanyakan mengenai pencegahan kecacatan.

Hampir sebagian besar dari informan

Tidak ada satupun informan yang menderita

ketika

ditanyakan

mengenai

pengertian

kecacatan tingkat 2 pada kelompok informan

penyakit kusta menjawab penyakit kutukan.

dengan pengetahuan baik. Sesuai dengan

Hal tersebut kemungkinan terjadi karena

penelitian sebanyak 61,5% penderita memi-

masih banyaknya stigma masyarakat yang

liki pengetahuan rendah.2

menganggap bahwa kusta merupakan penya-

Pada poin-poin di tiap pertanyaan pada

kit yang menjijikan dan tidak dapat disembu-

wawancara pengetahuan mengenai kusta dan

hkan sehingga mempengaruhi persepsi infor-

pencegahannya ini terdapat dua poin pertany-

man mengenai penyakit kusta.

14
12
10

P1
P2

P3
6

P4
P5

P6

2
0
Jawaban Benar

Sebagian Benar

Jawaban salah

Gambar 1. Perbandingan Jawaban Informan Mengenai Pengetahuan Kusta

Dibutuhkan edukasi lebih mengenai

dan menarik sehingga kegiatan edukasi ber-

kusta, khususnya kepada penderita kusta.

jalan efektif. Edukasi efektif serta kompre-

Dibutuhkan juga metode edukasi yang baik

hensif dapat membantu meningkatkan penge-

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.8, No.2, Juli 2012

114
tahuan penderita kusta. Hal ini sesuai dengan

wanita. Pengetahuan kemungkinan berperan

penelitian bahwa pengetahuan penderita kusta

dalam terjadinya kecacatan tingkat 2. Pada

mengalami perubahan yang signifikan setelah

penderita kusta dengan kecacatan tingkat 2

diberikan edukasi.

seluruhnya termasuk kelompok berpengetahuan kurang. Edukasi dengan efektif serta

Perilaku Pencegahan Cacat


Dari hasil wawancara terdapat 3 informan dengan cacat tingkat 2. Cara mereka
melakukan perawatan luka dan keteraturan
minum obat agar tidak cacat masih kurang.
Diperlukan pengetahuan berbagai hal yang
dapat menimbulkan kecacatan dan pencegahan kecacatan, sehingga tidak menimbulkan
cacat tubuh yang tampak menyeramkan.5
Dilihat dari cara melakukan perawatan
luka juga masih dianggap kurang, karena di
antara mereka tidak melakukan perawatan
luka dengan benar misalnya melakukan
perawatan lukanya dengan menggunakan
puntung rokok. Bahkan ada juga informan
yang tidak tahu sama sekali cara perawatan
luka. Seharusnya perilaku pencegahan penyakit kusta dilakukan sesuai prinsip 3M.6
Sebagian besar informan mengetahui
cara penyembuhan penyakit kusta. Namun
terdapat informan yang tidak melakukan
pengobatan dengan teratur.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan karakteristik angka kecacatan penderita kusta paling banyak diderita

komprehensif dapat membantu meningkatkan


pengetahuan penderita kusta. Penderita kusta
cacat tingkat 2 kurang melakukan perawatan
diri pencegahan cacat dapat diatasi dengan
penyuluhan oleh puskesmas atau mencari
sendiri informasi secara aktif mengenai kusta
dan mereka juga tidak teratur minum obat.
Terdapat 2 pasien kusta yang mengalami
peningkatan kecacatan dari derajat 1 menjadi
derajat 2. Sehingga angka kecacatan tingkat 2
meningkat menjadi 18,5%. Perilaku pencegahan kecacatan dan stigma diduga berperan
dalam hal ini.
Saran yang dapat diberikan dari hasil
penelitian ini antara lain pelayanan kesehatan
disarankan agar lebih dapat memberikan
informasi yang lengkap mengenai penyakit
kusta dan cara perawatan diri untuk mencegah
terjadinya kecacatan baik pada pasien baik
melalui penyuluhan perorangan atau kelompok. Pelayanan kesehatan disarankan agar
meningkatkan penemuan kasus secara aktif
terhadap pasien-pasien kusta yang belum
ditemukan agar dapat mengurangi tingginya
angka kecacatan tingkat 2.

laki-laki. Terdata 22 orang laki-laki dan 5


orang perempuan. Pengobatan dini menye-

Daftar Pustaka

babkan rendahnya angka kecacatan pada

1. Departemen Kesehatan R.I, 2010,


Prevalensi kusta berhasil diturunkan 81

Nurfadhilah & Putra, Pengetahuan dan Perilaku Pencegahan Kecacatan Penderita Kusta

115
persen. Diunduh dari www.depkes.go.id
pada 1 Februari 2012
2. Kamseno, A. Efektivitas Lembar Balik
Untuk Meningkatkan Pengetahuan Pasien
Tentang Penyakit Kusta di Poliklinik
Kulit dan Kelamin RS Dr Cipto
Mangunkusumo Jakarta,Jakarta,2010
3. Soeratman, AR. Gambaran Kualitas
Hidup Pasien kusta di Poliklini Kulit dan
Kelamin RS. Dr Cipto Mangunkusumo,
Jakarta periode Meii-Juli 2009. Jakarta ;
Universitas Indonesia. 2010.
4. Prawoto. Faktor-faktor yang Berpengaruh
Terhadap Terjadinya Reaksi Kusta pada

studi di Kabupaten Brebes. Semarang ;


Universitas Diponegoro. 2008.
5. Wisnu IM, Hadilukito G. Pencegahan
cacat kusta. Dalam: Sjamsoe Daili ES,
Menaldi SL, Isniarto SP, Nilasari H,
Penyunting. Kusta. Edisi ke-2. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, 2003; 1-11
6. Departemen Kesehatan R.I Ditjen
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
lingkungan. Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta. Cetakan XVIII.
Jakarta 2006.

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.8, No.2, Juli 2012

Dukungan Mahasiswa terhadap Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok


di Universitas Muhammadiyah Jakarta Tahun 2012
Oleh: Munaya Fauziah
Abstrak
Merokok merupakan penyebab dari berbagai masalah kesehatan. Undang-undang (UU) Kesehatan
Nomor 36/2009 bertujuan untuk melindungi warga Negara Indonesia terhadap masalah tersebut dan
di dalamnya mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). UU tersebut kemudian diterapkan di
lingkungan Muhammadiyah melalui edaran dari PP Muhammadiyah No.412/I.0/H/2011 tentang
KTR. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dukungan mahasiswa UMJ tentang pelaksanaan
KTR di kampus. Desain studi yang digunakan yaitu cross sectional dengan pengumpulan data
secara accidental sampling pada 267 mahasiswa di fakultas-fakultas di lingkungan UMJ pada bulan
April-Mei 2012. Hasilnya 88,8% mahasiswa menyatakan dukungan terhadap pelaksanaan KTR di
kampus UMJ.
Kata Kunci: KTR, dukungan, kampus

berjumlah 267 mahasiswa. Pengambilan sam-

Latar Belakang
Peraturan tentang kawasan tanpa rokok

pel dilakukan sepanjang bulan April-Mei tah-

telah dikeluarkan berdasarkan Fatwa Majelis

un 2012 secara accidental sampling pada

Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhamma-

mahasiswa di fakultas yang ada di lingkungan

diyah No. 6/SM/MTT/III/2010 tentang huk-

UMJ. Analisis data yang dilakukan yaitu

um

analisis univariat.

merokok

yang

menyatakan

bahwa

merokok dapat merugikan kesehatan dan


Hasil

hukumnya haram. Pimpinan pusat Muham-

Sebanyak 54% mahasiswa memiliki

madiyah selanjutnya mengeluarkan edaran

status merokok. Hampir sepertiga responden

No.412/I.0/H/2011 tentang penerapan kawas-

(32,2%) menginginkan untuk berhenti mero-

an tanpa rokok di lingkungan Muhammadi-

kok. Mahasiswa yang membutuhkan bantuan

yah. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti

untuk berhenti merokok sebesar 23,2%.

tertarik untuk meneliti tentang dukungan

Mayoritas responden yang mengetahui baha-

mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jaka-

ya merokok (96%). Lebih dari separuh respo-

rta (UMJ) mengenai peraturan kawasan tanpa

nden (54,3%) mengetahui tentang masalah

rokok di lingkungan UMJ tahun 2012.

pengendalian tembakau di Indonesia. Sebanyak 85,8% butuh akan lingkungan bebas

Metode
Penelitian ini adalah penelitian deskrip-

asap rokok, iklan, promosi dan sponsor rokok.

tif kuantitatif dengan desain studi cross

Mayoritas (93,3%) menyetujui bahwa setiap

sectional. Responden dalam penelitian ini

orang berhak mendapatkan lingkungan bebas

116

117
asap rokok dan 88,8% menyetujui diberlaku-

karena dari hasil penelitian ini diketahui

kannya kebijakan KTR dikampus sendiri.

bahwa hampir seluruh mahasiswa mengetahui

Sebanyak 76,4 % menyetujui adanya Tim

bahaya merokok. Adapun tentang Kawasan

Pengawas KTR di Kampus. Lebih banyak

Tanpa Rokok (KTR), hanya separuh lebih

(60,7%) yang menyetujui adanya sangsi pada

mahasiswa yang mengetahui kebijakan peme-

pihak yang melanggar aturan KTR di kampus.

rintah mengenai pengendalian tembakau ter-

Lebih dari separuhnya (62,9%) menyetujui

masuk KTR.

sistem penerimaan mahasiswa baru dan

Kebijakan yang dikeluarkan pada Tahun

sistem perekrutan karyawan dan dosen, tidak

2009 oleh pemerintah tentang Undang-

menerima seseorang yang merokok. Maha-

Undang Kesehatan Nomor 36/2009 bertujuan

siswa (80,1%) menyetujui adanya program

untuk melindungi warga Negara Indonesia

rehabilitasi perokok di kampus. Lebih dari 3/4

dan di dalamnya mengatur tentang Kawasan

responden (78,3%) menyetujui adanya ruang-

Tanpa Rokok (KTR). Undang-undang Kese-

an/tempat khusus merokok yang jauh dari

hatan tersebut kemudian diterapkan di lingku-

tempat belajar, tempat ibadah, kantin atau

ngan Muhammadiyah melalui edaran dari PP

tempat-tempat umum lainnya. Efektivitas

Muhammadiyah No.412/I.0/H/2011 tentang

kebijakan KTR Kampus untuk menjadikan

KTR. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah

lingkungan bebas asap rokok, iklan, promosi

area yang dinyatakan dilarang untuk berbagai

dan sponsor rokok diakui oleh hampir 3/4

hal menyangkut rokok baik itu penggunaan,

responden (64,8%). Hasil penelitian ini menu-

kegiatan produksi, penjualan, iklan, penyim-

njukkan permintaan mahasiswa akan keter-

panan atau gudang, promosi dan sponsorship

sediaan tempat rehabilitasi dan sarana prasa-

rokok. KTR mencakup fasilitas pelayanan

rana pendukung KTR.

kesehatan, fasilitas pelayanan sosial, tempat


proses belajar mengajar, tempat bermain

Pembahasan

anak-anak, tempat ibadah, kantor dan sekre-

Lebih dari separuh responden penelitian ini adalah mahasiswa perokok (54%),
namun sepertiga dari mahasiswa perokok
tersebut memiliki keinginan untuk dapat
berhenti merokok (32,2%). Mahasiswa juga
menyatakan membutuhkan bantuan untuk
berhenti merokok (23,2%). Keinginan untuk
dapat berhenti merokok didasarkan pada

tariat Muhammadiyah dan Ortomnya. Zonazona tersebut merupakan zona strategis di


lingkungan Muhammadiyah.
Edaran dari PP Muhammadiyah tersebut juga berisi langkah-langkah penerapan
KTR. Langkah-langkah penerapan kawasan
tanpa rokok meliputi persiapan penerapan,
pelaksanaan dan monitoring dan evaluasi.

pengetahuan mereka akan bahaya merokok,

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 8, No. 2, Juli 2012

118
Langkah-langkah pengembangan KTR dian-

berada di lingkungan Universitas Muhamma-

taranya memperluas kawasan KTR dan

diyah Jakarta. Efektivitas kebijakan KTR di

meningkatkan kualitas sarana dan prasarana

kampus untuk menjadikan lingkungan bebas

layanan. Melakukan penghargaan dan sangsi

asap rokok, iklan, promosi dan sponsor rokok

serta melakukan langkah-langkah pengawas-

diakui oleh 64,8% mahasiswa. Dari besaran

an. Untuk melaksanakan langkah-langkah

persentase tersebut berarti mahasiswa telah

tersebut perlu dukungan dari sivitas akade-

mengakui bahwa kebijakan KTR di kampus

mika dan sesuai dengan hasil penelitian ini

efektif dijalankan.

bahwa 76,4% mahasiswa menyetujui adanya

Menurut teori Green yang mencoba

pengawas KTR di kampus. Sebanyak 60,7%

menganalisis perilaku manusia dari tingkat

mahasiswa menyetujui adanya sangsi pada

kesehatan. Kesehatan seseorang atau masya-

pihak yang melanggar aturan KTR di kampus.

rakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok,

Lebih dari separuhnya (62,9%) menyetujui

yakni faktor perilaku (behaviour causes) dan

sistem penerimaan mahasiswa baru dan

faktor di luar perilaku (non-behaviour cau-

sistem perekrutan karyawan dan dosen, tidak

ses). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentu-

menerima seseorang yang merokok. Semua

kan atau terbentuk dari 3 faktor.

hasil ini menunjukkan dukungan yang kuat

a.

Faktor-faktor predisposisi (predisposing

dari mahasiswa untuk terlaksananya KTR di

factors), yakni terwujud dalam pengeta-

kampus.

huan, sikap, kepercayaan, keyaki-nan,

Kebijakan KTR yang diharapkan oleh

nilai-nilai dan sebagainya.

mahasiswa termasuk menyediakan tempat

Dalam penelitian ini mahasiswa memiliki

rehabilitasi

yang ingin

keinginan untuk berhenti merokok atau-

berhenti merokok. Hal tersebut diketahui dari

pun menyatakan membutuhkan bantuan

hasil penelitian bahwa 80,1% mahasiswa

untuk berhenti merokok karena pengeta-

menyetujui adanya program rehabilitasi pero-

huan mereka yang tinggi terhadap bahaya

kok di kampus. Lebih dari 3/4 responden

merokok.

bagi

mahasiswa

(78,3%) menyetujui adanya ruangan/tempat

b.

Faktor pemungkin/pendukung (enabling

khusus merokok yang jauh dari tempat

factors), yang terwujud dalam lingkung-

belajar, tempat ibadah, kantin atau tempat-

an fisik,

tempat umum lainnya.

kesehatan, keterjangkauan sumber daya

Terlaksananya KTR di kampus sangat


ditentukan

oleh

adanya

kebijakan

ketersediaan

sumber

daya

kesehatan, prioritas dan komitmen masy-

dan

arakat atau pemerintah terhadap keseh-

pelaksanaannya oleh seluruh elemen yang

atan, keterampilan yang berkaitan dengan

Fauziah, Dukungan Mahasiswa terhadap Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok

119
kesehatan. Menyangkut juga keterjang-

stimulus yang diberikan (objek). Upaya

kauan berbagai sumber daya, biaya,

untuk menyebarluaskan kebijakan KTR

jarak,

di UMJ diterima oleh mahasiswa karena

ketersediaan

transportasi,

jam

buka, dan keterampilan petugas.

sebelumnya sudah mendapatkan stimulus

Pembentukan perilaku mahasiswa yang

berupa informasi tentang pengendalian

mendukung adanya KTR, mendukung

tembakau di tingkat nasional. Penelitian

penyediaan tempat rehabilitasi, sangsi

ini mengungkapkan bahwa 54,3% maha-

dan sebagainya, terjadi karena adanya

siswa UMJ mengetahui tentang masalah

dukungan sumber daya dari Universitas

pengendalian tembakau di Indonesia.

Muhammadiyah Jakarta baik berupa


kebijakan

c.

maupun

2. Merespon

(responding),

memberikan

langkah-langkah

jawaban apabila ditanya, mengerjakan

pelaksanaan KTR yang sudah diupaya-

dan menyelesaikan tugas yang diberikan

kan.

adalah suatu indikasi dari sikap. Suatu

Faktor penguat/pendorong (reinforcing

usaha untuk menjawab pertanyaan atau

factor), yang terwujud dalam sikap dan

mengerjakan tugas yang diberikan, lepas

perilaku petugas kesehatan atau petugas

dari pekerjaan itu benar atau salah,

lain yang merupakan kelompok referensi

adalah berarti bahwa orang menerima ide

perilaku masyarakat.

tersebut. Respon dari mahasiwa (267


mahasiswa) untuk berpartisipasi secara

Untuk mendorong pelaksanaan KTR

sukarela dalam penelitian ini adalah hal

lebih lanjut perlu dilanjutkan pembentukan

positif yang menunjukkan bahwa maha-

satuan pengawas KTR di lingkungan Univer-

siswa UMJ menerima ide mengenai pen-

sitas Muhammadiyah Jakarta. Pembatasan

gendalian tembakau khususnya yang

fasilitas untuk merokok, pembatasan daerah

terkait KTR.

bebas rokok, diharapkan dapat mengu-rangi

3. Menghargai (valuing), mengajak orang

kebiasaan merokok.

lain untuk mengerjakan atau mendiskusi-

Dukungan mahasiswa terhadap KTR di UMJ

kan suatu masalah adalah suatu indikasi

merupakan perwujudan sikap mahasiswa

sikap tingkat tiga.

terhadap masalah pengendalian tembakau.

4. Bertanggung jawab (responsible), berta-

Menurut teori, sikap terdiri dari berbagai

nggung jawab atas segala sesuatu yang

tingkatan (Notoatmodjo, 2007):

telah dipilihnya dengan segala risiko

1. Menerima (receiving), diartikan bahwa

adalah merupakan sikap yang paling

orang (subjek) mau dan memperhatikan

tinggi. Dukungan yang tinggi terhadap

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 8, No. 2, Juli 2012

120
KTR merupakan bentuk tanggung jawab
mahasiswa terhadap kesehatan diri dan
lingkungannya.
Simpulan
Sebanyak 88,8% mahasiswa sangat
mendukung diberlakukannya kebijakan KTR
di lingkungan UMJ.
Daftar Pustaka
1. Tim Pengendalian Tembakau MPKU PP
Muhammadiyah,
2011.
Ringkasan
Standar Operasional Prosedur Penerapan

KTR di Lingkungan Persyarikatan dan


Amal Usaha Muhammadiyah, MPKU
PPM, Jakarta.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. 2010. Riset Kesehatan Dasar
2010: Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
3. Green, W. Lawrence dan Marshall W.
Kreuter.
1991.
Health Promotion
Planning: An Educational and Ecological
Approach Third Edition. United States of
America: Mayfield Publishing Company.
4. Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta.

Fauziah, Dukungan Mahasiswa terhadap Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok

Masalah Perilaku dan Psikologis pada Demensia


Behavioral and Psychological Symptoms Of Dementia
Oleh: Rusdi Effendi
Abstrak
Salah satu masalah mental yang bisa terjadi pada pasien usia lanjut adalah demensia, yang ditandai
dengan penurunan kemampuan kognitif (kemampuan daya ingat, belajar, konsentrasi dll). Selain
masalah kognitif ada masalah spesifik lain yang merupakan entitas sendiri, yang mungkin lebih
merepotkan keluarga atau pengasuhnya (care giver) yaitu bermacam-macam masalah perilaku
maupun psikologis yang dialami oleh penderita demensia. Gejala utama dari masalah perilaku dan
psikologis pada demensia adalah: delusi, halusinasi, misidentifikasi, depresi, anxietas, agitasi,
intrusivitas, negativism. Penanggulangan masalah perilaku dan psikologis pada penderita demensia
mencakup pendekatan non farmakologi termasuk intervensi perilaku dan pendekatan farmakologis.
Berdasarkan pendekatan ini penanggulangan dilaksanakan berdasarkan tingkat keparahan demensia,
dengan tujuan mencegah peningkatan keparahan (preventif) dan mengurangi keparahan (terapi).
Kata kunci: Demensia, perilaku, psikologis
Abstract
One of the mental problem that can occur in elderly patients with dementia are marked by the
decline of cognitive ability to remember, learn, concentrate and other. Other cognitive problems
have other specific problems that an entity of its own, which is more troublesome family or
caregivers, that various kind of psychological or behavioral problems by people with dementia. The
main symptoms of bladder control and psychological behavior in dementia is delusions,
hallucinations, misidentification, depression, anxiety, intrusivity, negativism. Handling of
psychological and behavior problems in patients with dementia include non-farmacological
approaches including behavioral intervention and farmacological approaches. Based on approach,
implemented in accordance with the handling of the severity of dementia. With the aim of
preventing of increasing the severity and terapy.
Keywords: Dementia, Behavioral, Psychological

produktif. Tentu saja menjadi lanjut usia yang

Latar Belakang dan Permasalahan


Usia panjang mungkin dambaan semua

seperti ini tidaklah mudah. Banyak faktor

orang, tetapi sebenarnya yang lebih menjadi

yang mempengaruhinya yaitu, faktor stressor

idaman banyak orang adalah menjadi lanjut

biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Per-

usia yang tetap aktif, berkualitas dan masih

hatian terhadap lanjut usia ternyata sudah

121

122
menjadi perhatian dunia karena dalam salah

masalah perilaku maupun psikologis yang

satu resolusinya tahun 1991 WHO menetap-

dialami oleh penderita demensia (Behavioral

kan bahwa tanggal 1 Oktober sebagai hari

and psychological symptoms of dementia-

lanjut usia internasional.

BPSD). Pemahaman yang lebih baik menge-

Sejalan dengan kemajuan ilmu pengeta-

nai masalah ini akan sangat bermanfaat bagi

huan dan tekhnologi terutama dalam bidang

semua pihak untuk melakukan upaya penang-

kedokteran, usia harapan hidup juga mening-

gulangan yang tepat dan lebih baik demi

kat. Di Negara-negara maju, jumlah populasi

membantu mereka yang berusia lanjut menja-

lanjut usia diperkirakan akan meningkat dari

lani masa tua secara bahagia.

229 juta orang pada

tahun 1999, menjadi

sekitar 376 juta orang pada tahun 2050, yang


berarti meliputi sekitar 33% populasi dari

Kajian Literatur
1. Pengertian Demensia
Demensia merupakan penyakit pada

negara-negara maju. Pada tahun 2050 PBB


memperkirakan, satu dari tiap lima orang
penduduk dunia akan berusia sama atau lebih
dari 60 tahun. Oleh karena itu perhatian yang
lebih besar perlu diberikan pada hal-hal yang
menyangkut segi-segi kesehatan warga lanjut
usia, baik secara fisik maupun psikis. Terjadi
kemunduran dalam fungsi sosial, makin lanjut
usia makin banyak kehilangan teman, makin

usia lanjut, ditandai terutama pada defek


kognitif multiple, mencakup intelegensia,
daya ingat, daya belajar, kemampuan berbahasa, orientasi, persepsi, atensi, konsen-trasi,
daya nilai, kemampuan memecahkan masalah
dan kemampuan sosial, kesadaran tetap baik,
mungkin juga ada masalah berubahnya
kepribadian.
Secara umum demensia dibagi dalam 4

kehilangan lingkup pergaulan sosial dan


makin terasa isolasi sosial. Terjadi perubahan
kemampuan mental, berupa berbagai penyakit
degeneratif, Salah satu masalah mental yang
bisa terjadi pada mereka yang berusia lanjut
adalah demensia, yang ditandai oleh penurunan kemampuan kognitif (daya ingat, belajar,
konsentrasi dan lain-lain). Selain masalah
kognitif, ada masalah spesifik lain yang
merupakan suatu entitas tersendiri yang
mungkin lebih merepotkan keluarga atau care
giver (pengasuh), yaitu bermacam-macam

taraf: ringan, sedang, berat dan sangat berat.


Demensia ringan ditandai oleh gangguan
daya ingat yang jelas dan konsisten, terutama
untuk hal-hal yang baru terjadi, proses
berfikir lamban dan sulit untuk berkonsentrasi, sulit mempelajari informasi baru, memerlukan isyarat bantu untuk mengingat, mudah
lupa nama benda atau orang. Tidak mampu
lagi melakukan dengan baik kegiatan yang
disukai dan kegiatan yang lebih kompleks
yang terkait dengan pekerjaan, kegiatan
dimasyarakat, aktivitas sosial dan kegiatan

Effendi, Masalah Perilaku dan Psikologis pada Demensia

123
rumah tangga serta menurunnya kemampuan

ditandai oleh terganggunya daya ingat jangka

untuk menilai kehidupan sosial sehari-hari,

pendek, kesalahan mengenali dan menempat-

sepintas tampilan penderita tampak wajar, dan

kan benda-benda, salah menandai arah, mulai

meskipun harus diingatkan, ia tetap dapat

tidak mampu melakukan hitungan sederhana,

melakukan kegiatan perawatan diri harian

mulai tidak mampu mengetahui waktu, mulai

secara mandiri. Pada Demensia sedang, daya

ada gangguan kemampuan kerja, refleks

ingat jangka pendek buruk, sedangkan daya

melambat, kemampuan mengemudi mulai

ingat jangka panjang mulai terganggu, daya

terganggu, emosi labil, mood swing, afek

nilai sosial terganggu, diluar rumah tidak

datar, mulai ada depresi dan delusi, menjadi

dapat berfungsi secara mandiri, kegiatan

lebih pendiam, mulai mengisolasi diri, eksp-

didalam rumah juga terbatas pada hal-hal

resi wajah kabur, ketika berkomunikasi mulai

yang

berkurang

sulit mencari kata-kata yang tepat, mulai

keinginan untuk melakukan kegiatan yang

membutuhkan bantuan untuk perawatan diri,

sebelumnya disukai. Pada Demensia berat,

mulai menolak mandi dan mulai mengalami

daya ingat sangat menurun, daya ingat jangka

inkontinensia. Tahap pertengahan ditandai

pendek

sangat

oleh hilangnya daya ingat jangka pendek dan

terganggu, ada disorientasi, biasanya terhadap

menengah, tidak mampu mengingat hal-hal

waktu

lagi

yang baru terjadi, sehingga kemampuan

berfungsi secara mandiri didalam maupun

belajar pun hilang, daya nilai memburuk,

diluar rumah, memerlukan bantuan untuk

tidak mampu memecahkan masalah, tidak

kegiatan hidup dan perawatan diri harian serta

mampu membuat keputusan, membutuhkan

mungkin ada inkontinensi. Paling parah

petunjuk berulang-ulang untuk melakukan hal

adalah Demensia sangat berat, yang ditandai

tertentu, ada disorientasi waktu, tempat, orang

oleh

untuk

dan kejadian, ada diskoneksi antara pikiran

berfikir, tidak mampu melaksanakan instruksi

dan tindakan, ada gangguan keseimbangan

sederhana, inkontinensia, tidak mampu berge-

dan koordinasi, risiko jatuh meningkat, emosi

rak, tidak bisa melakukan tindakan bertujuan,

labil, mood swing, makin asyik dengan diri

penderita biasanya diam saja ditempat tidur,

sendiri, kemampuan untuk memahami makna

tidak berespon, mengalami kesulitan menelan

dan

dan mengalami kontraktur.

menurun, kehangatan emosional menurun,

sederhana

maupun

dan

dan

sangat

jangka

tempat,

panjang

tidak

ketidakmampuan

mampu

pen-derita

manfaat

relasi

dengan

orang

lain

Pentahapan lain membagi demensia atas

kurang peka terhadap perasaan orang lain,

tiga tahap, yaitu tahap awal, tahap perte-

gelisah dan berjalan mondar-mandir, berjalan

ngahan dan tahap lanjut. Pada tahap awal,

tanpa tujuan, ada delusi, halusinasi dan

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 8, No. 2, Juli 2012

124
menjadi pencuriga, pola tidur terganggu,

menjerit-jerit) merupakan gejala yang menon-

bicara lambat diulang-ulang, ada jeda dan

jol pada penyakit tersebut.

kalimat-kalimat sering tidak tuntas, perbenda-

Masalah perilaku dan psikologis pada

haraan kata sangat menurun, konstruksi

demensia, adalah istilah yang meng-gambar-

kalimat sangat buruk, kemampuan memahami

kan suatu rentang yang heterogen, mencakup

pembicaraan verbal atau tertulis menurun,

bermacam-macam reaksi psikologis, gejala-

untuk perawatan diri makin tergantung ban-

gejala psikiatrik dan perilaku yang terjadi

tuan orang lain, sulit berpakaian, takut mandi,

pada penderita demensia oleh karena sebab

inkontinensia, kemampuan koordinasi untuk

apapun. Masalah psikologis mencakup antara

beberapa tindakan tertentu hilang (duduk,

lain delusi (terutama yang bersifat kecuriga-

toileting, dan lain-lain). Tahap lanjut ditandai

an), halusinasi, ansietas, depresi, misiden-

oleh kehilangan daya ingat yang ekstensif,

tifikasi, sedangkan masalah perilaku menca-

pada umumnya tidak mampu lagi berdiri atau

kup antara lain agresifitas-agitasi, wandering,

berjalan atas upaya sendiri, sering tidak mam-

gangguan tidur, gangguan makan dan perilaku

pu lagi menelan, sering agitatif, terjadi pena-

seksual yang tidak patut.

rikan diri secara sosial, tidak mampu lagi

perbendaharaan kata hilang sehingga komuni-

Angka kejadian, jenis jenis gangguan


dan gejalanya
Gejala utama BPSD adalah delusi,

kasi hanya berlangsung dalam bentuk meniru

halusinasi (lihat dan dengar), misidentifikasi,

kata-kata orang lain atau kata-kata sendiri,

depresi, ansietas.

mengenali waktu, tempat, orang dan kejadian,

2.

tidak mampu memahami informasi atau

Secara umum pravelensi BPSD di

petunjuk dan untuk perawatan diri sepenuh-

nursing home di AS 43-93%, di Australia 29-

nya tergantung pada bantuan orang lain.

93%.

Masalah perilaku dan psikologis pada


demensia (BPSDBehavioral and Psychologi-

Sedangkan

secara

lebih

spesifik,

kejadian dan tampilan gejala-gejala BPSD


adalah sebagai berikut :

cal of Dementia), adalah bagian integral dari

Delusi (10-73 %), terutama yang bersi-

proses demensia yang sering menjadi masalah

fat kejaran dan curiga. Penderita sering meng-

bagi penderita, keluarga dan pengasuh serta

atakan ada yang mencuri barang miliknya

masyarakat pada umumnya (Burns, 1992).

(18-43%), merasa dibuang, diterlan-tarkan

Alois Alzheimer pada desk-ripsi pertamanya

oleh keluarga, pasangannya berseling-kuh,

tentang penyakit Alzhimer pada tahun 1906

pasangan dan orang lain yang ditemui adalah

sudah menyebutkan bahwa gangguan perilaku

palsu (impostor), rumah bukanlah rumah

(ide-ide paranoid, delusi dengan tema seksual,

sendiri, ada orang lain di rumah, berbicara ke

Effendi, Masalah Perilaku dan Psikologis pada Demensia

125
cermin seakan-akan berbicara dengan orang

di televisi sebagai kejadian yang sesung-

lain, misidentifikasi orang-orang yang dilihat

guhnya yang mempunyai aspek tiga dimensi

di televisi. Delusi dianggap merupakan predi-

yang berlangsung di sekitar penderita. Bebe-

ktor kuat bagi perilaku agresif.

rapa bentuk misidentifikasi antara lain sind-

Halusinasi (12-49%), terbanyak adalah

roma Capgras (impostors), sindroma Fregoli

halusinasi visual (30%, melihat ada sese-

(dress up as other) dan intermetamorfosis

orang di rumah), auditorik (10%). Pada

(identical through physical appearance).

pasien demensia Lewy Body, 80% mengalami

Ganguan psikotik (30%), sering didap-

halusinasi (visual). Kelainan organik di otak

atkan pada penderita demensia Alzheimer

dan jejaring serabut syaraf (atrofi serebral,

(DA) dan gejala yang menonjol adalah

pelebaran ventrikel) diduga mendasari berke-

misidentifikasi serta halusinasi yang biasanya

mbangnya gejala-gejala halusinasi dan delusi.

visual. Delusi yang aneh dan kompleks.,

Halusinasi lihat, misalnya mungkin terjadi

gejala-gejala Schneider, ide bunuh diri dan

karena gangguan visus yang berdampak

riwayat psikosis di masa lalu jarang didapat-

deprivasi visual atau karena patologi lobus

kan.

oksipital yang menyebabkan agnosa visual.

Depresi, cukup banyak didapatkan pada

Sedangkan bagi munculnya waham curiga,

penderita demensia (50%). Mood

yang

fungsi lobus frontalis harus cukup baik. Bila

depresi dialami oleh sekitar 40-50% penderita

kondisi demensia sudah makin berat. Sehing-

DA, sedangkan depresi berat dialami oleh

ga kerusakan struktural dan gangguan fungsi-

sekitar 10-20% penderita DA. Pada kondisi

onal otak makin berat, gejala-gejala halusinasi

ini didapatkan mood yang sangat depresif,

dan delusi juga akan menghilang. Gejala

hilangnya rasa senang, perasaan bersalah,

halusinasi dan delusi menonjol pada taraf

merasa lebih baik mati saja, serta ada riwayat

sedang dan berat dan akan menghilang pada

depresi (diri sendiri, keluarga) sebelum meng-

taraf sangat berat/lanjut.

alami demensia. Demensia dan depresi meru-

Misidentifikasi (4-17%), terjadi akibat

pakan dua gangguan psikiatrik terbanyak

mispersepsi stimulus eksternal, bisa sampai

pada lansia. Bahkan pada awal abad ke-20,

mempunyai kualitas delusional. Merasa ada

depresi sudah dicermati kemungkinannya

orang yang tidak dikenal di rumah (17%),

sebagai manifestasi awal demensia. Peruba-

tidak mengenal bayangan diri sendiri di kaca,

han-perubahan awal pada otak terkait dengan

salah mengenali orang lain dan yakin bahwa

proses penyakit Alzheimer, sudah berlang-

orang tersebut adalah seseorang yang lain

sung sekitar 10 tahun sebelum munculnya

(12%), menganggap kejadian pada tontonan

gejala demensia, sehingga depresi mungkin

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 8, No. 2, Juli 2012

126
merupakan gejala prodromal demensia (Price

GABA dan hal ini dianggap mendasari gejala

& Moris, 1999). Identifikasi depresi penting,

depresi dan apati pada penderita.

karena menyebabkan distress pada penderita

Ansietas, biasanya berkaitan dengan

maupun pengasuh, mempercepat disabilitas,

hal-hal

padahal sebenarnya dapat diterapi.

mencemaskan

Perlu juga diingat bahwa depresi juga


menyebabkan
Validasi

keadaan pseudode-mensia.

depresi

pada

demensia

yang

sebelumnya
penderita.

tidak

Pada

pernah

penelitian

Chemerinski dkk (1998), didapatkan prevalensi gangguan ansietas 7% (GAD 5%, gang-

dapat

guan panik 2%). Biasanya ada dua bentuk

dilakukan melalaui pengamatan terhadap

kecemasan yang menonjol, yaitu sindroma

korelasi biologiknya, perjalanan penyakit

Godot, terus menerus menanyakan upcoming

alamiahnya dan respon terhadap terapi.

event dan perasaan takut ditinggal sendiri

Gejala-gejala yang memang terkait dengan

yang bisa mencapai kualitas fobia. Ansietas

emosi depresi akan berespon terhadap terapi

bisa juga mencerminkan perasaan yang

antidepresan (disforia yang pervasive, rasa

dialami penderita yang menyadari mulai

bersalah, ingin bunuh diri), sedangkan gejala-

terjadinya penurunan kemampuan fungsi

gejala yang merupakan bagian dari proses

kognitif.

demensia, tidak akan berespons (afek datar,

Wandering (3-60%), merupakan salah

bicara lambat, perlambatan psikomotor, dan

satu gejala yang paling merepotkan keluarga

konsentrasi yang buruk).

dan pengasuh. Mencakup beberapa macam

Apati, ditemukan pada sekitar 50%

perilaku

yaitu:

checking,

berulang-ulang

penderita demensia. Penderita tampak apatis,

memeriksa keberadaan pengasuh atau sese-

kehilangan minat pada kegiatan harian,

orang yang lain; trailing, stalking, shadowing

perawatan diri dan interaksi sosial. Apatisme

mengikuti pengasuh atau orang lain kemana

tercermin pada ekspresi wajah, vokalisasi,

pun pergi; pottering, rooting, berkeliling

respon emosional dan inisiatif. Apati dan

rumah atau halaman melakukan beberapa

penderita Demensia Alzheimer pada umum-

kegiatan tanpa hasil yang jelas; aim-less

nya berkaitan dengan depresi. Meskipun

walking;

demikian, pada sekitar 14% penderita, apati

kegiatan tertentu secara berlebihan; wander-

tidak terkait dengan gangguan emosi. Pada

ing off, keluyuran sehingga sering harus dicari

penelitian Lanctot KL dkk, didapatkan bahwa

dan dibawa pulang; berulang-ulang mencoba

pada stadium akhir DA terjadi perubahan-

pergi dari rumah.

nighttime

walking;

melakukan

perubahan dan neurotransmisi GABA-nergik,

Sering didapatkan pada tahap awal atau

sehingga terjadi peningkatan kadar plasma

pertengahan demensia. Meskipun biasanya

Effendi, Masalah Perilaku dan Psikologis pada Demensia

127
dideskripsikan sebagai berjalan tanpa tujuan,

ntut

perhatian,

memerintah,

mengeluh,

pada satu penelitian didapatkan bahwa 93%

interupsi) dan verbal agresif (menjerit-jerit,

wandering ternyata mempunyai tujuan yang

mengutuk, temper outburst serta mengeluar-

logis, yaitu menemui seseorang atau sekelom-

kan suara-suara yang aneh). Agresivitas fisik

pok orang (53%) dan menuju jendela yang

dan verbal biasanya pada penderita demensia

bisa memberi pemandangan luar yang bagus

yang relasi sosialnya buruk. Agresifitas fisik

(29%). Oleh karena itu, bila penderita menun-

tipikal untuk penderita (biasanya pria) yang

jukkan gejala ini, perlu diteliti adakah kebutu-

mengalami gangguan kognitif berat. Agresi-

hannya yang tidak terpenuhi dengan baik.

vitas verbal biasanya berkaitan dengan depre-

Wandering sering dilatarbelakangi oleh salah

si dan masalah kesehatan. Perilaku fisik non-

satu dari hal-hal berikut ini: sejak sebelum

agresif biasanya didapatkan pada pende-rita

sakit memang suka berjalan kaki, misalnya

yang mengalami gangguan fungsional. Perila-

sebelum sarapan; ingin pergi ke suatu tempat

ku verbal non-agresif biasanya didapatkan

atau menemui seseorang; ada delusi tertentu;

pada penderita demensia wanita yang depre-

alasan medik lain seperti rasa nyeri, ingin

sif, yang kondisi kesehatannya buruk, meng-

buang air besar/kecil. Upaya penanggulangan

alami nyeri kronis, serta sering juga meng-

mencakup antara lain mengunci pintu atau

alami gangguan kognitif dan relasi sosialnya

akses ke luar rumah lainnya sampai penggu-

buruk. Langkah awal menghadapi penderita

naan alat transmiter elektronik untuk menan-

demensia yang agitatif adalah melakukan

dai keberadaan penderita.

evaluasi menyeluruh yang teliti terhadap diri

Agitasi (20%), yaitu aktivitas verbal,

penderita. Ketidaknyamanan seringkali melat-

vokal atau motorik yang tidak selaras, tidak

arbelakangi perilaku tersebut. Karena keada-

patut (inappropriate), tidak beralasan, tidak

annya penderita seringkali tidak dapat men-

didasari oleh kebutuhan atau akibat kebingu-

yatakan secara jelas gangguan yang dirasakan

ngan penderita. Menurut Jiska-Cohen Mans-

dan hal ini yang kemudian bisa mendorong

field, agitasi dapat dikelompokkan atas perila-

munculnya perilaku agitatif. Delirium, rasa

ku fisik non-agresif (gelisah, manerisme,

nyeri, infeksi dan konstipasi dapat menyebab-

pacing/berjalan mondar mandir, menyem-

kan agitasi. Ryden dkk (1991), menemukan

bunyikan barang-barang, berpakaian yang

bahwa 72% perilaku agresif terjadi pada

tidak

kalimat

konteks adanya sentuhan/ invasi teritorial

tertentu); fisik agresif (memukul, mendorong,

terhadap penderita (membantu gerakan tubuh,

mencakar, menendang, menggigit, meram-

berpakaian, perawatan diri dan kebersihan).

pas);verbal non-agresif (negativisme, menu-

Bridget-Parley dkk, (1994) mendapatkan,

pantas,

mengulang-ulang

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 8, No. 2, Juli 2012

128
bahwa 65% perilaku agresif terjadi saat

penelitian terhadap penderita cedera otak

perawatan diri. Perilaku agitasi (fisik, verbal)

fokal, mengemukakan pendapat, bahwa reaksi

nonagresif, adalah yang frekuensinya paling

katastrofik depresif, lebih banyak dialami

tinggi dan cenderung bertahan lebih lama

oleh mereka yang gangguannya terjadi pada

dibandingkan gejala gejala BPSD lainnya.

hemisfer dominan, sedangkan reaksi euforik-

Perilaku manusia menunjukkan variabilitas

maniakal, lebih banyak ditampilkan oleh

sirkadian, mungkin demikian juga perilaku

penderita cedera hemisfer non-dominan.

agitatif pada penderita demensia. Berdasarkan

Complaining, bahkan yang bersifat

pengamatan, frekuensi agitasi ternyata terti-

tuduhan sering dilakukan oleh penderita

nggi terjadi antara jam 15.00 -19.00, (late

demensia.

afternoon-early evening). Perubahan-peruba-

Disinhibisi,

menyebabkan

penderita

han yang terkait dengan bagian anterior

berlaku impulsif dan tidak selaras, tidak patut.

hipothalamus, yaitu nuklus suprakhiasmatik

Perhatian penderita mudah teralih, emosinya

(SCN) diduga berperan pada fenomena ter-

tidak stabil, wawasan dan daya nilai buruk

sebut.

serta tidak mampu mempertahankan perilaku


Reaksi Katastrofik, ditandai oleh resp-

sosial yang layak. Gejala-gejala lain yang

ons emosional yang eksesif, berlebihan terha-

terkait dengan disinhibisi adalah menangis,

dap stresor (kecil) dari lingkungan. Sering

euforia, agresivitas verbal, agresivitas fisik

terjadi pada awal demensia, ketika penderita

terhadap barang atau orang lain, mencederai

diminta melakukan sesuatu yang di luar

diri sendiri, disinhibsi seksual, agitasi moto-

Kemampuannya. Selain itu reaksi katastrofik

rik, intrusivitas, impulsivitas dan keluyuran.

bisa dipresipitasi oleh mispersepsi, halusinasi,

Perilaku

delusi, delirium, rasanyeri, infeksi. Reaksi

konsekuensi yang serius secara hukum, sosial

katastrofik bisa tampil dalam bentuk ledakan

maupun ekonomi. Kelainan perilaku seksual

kemarahan (38% penderita DA), igresivitas

bisa terjadi pada sekitar 10% penderita

verbal, ancaman akan melakukan agresivitas

demensia.

fisik, serta agresivitas fisik sung-guhan.

disinhibisi

bisa

mengakibatkan

Intrusivitas (41-67%), tampil dalam

Gejala awal biasanya adalah agitasi, gelisah,

bentuk

tidak bisa diam, negativistik yang kemudian

ketidaksabaran, bergantung (clinging) atau

akan berekskalasi menjadi berte-riak-teriak,

memaksa orang lain/pengasuh melakukan

membanting barang-barang dan posturing.

sesuatu yang sebenarnya tidak ingin dilaku-

Pada awal pengembangan konsep reaksi

kan. Gejala ini menyebabkan penderita sering

katastrofik,

Gainotti

(1972), berdasarkan

Effendi, Masalah Perilaku dan Psikologis pada Demensia

perilaku

menuntut

(demanding),

129
mencampuri urusan orang lain tanpa diudang

bisa terjadi peningkatan resistensi terhadap

atau mengganggu milik orang lain.

asuhan harian.

Negativisme, secara umum tampil dal-

Dikaitkan dengan beratnya demensia,

am bentuk perilaku tidak kooperatif, tidak

maka

mengulang-ulang

pertanyaan

dan

ingin bekerjasama. Yang kadang hal ini bisa

keluyuran malam hari biasanya terdapat pada

terjadi karena penderita memang tidak tahu

penderita demensia sedang; perilaku menu-

harus berbuat apa ketika diminta melakukan

ntut perhatian terutama didapatkan pada

sesuatu. Penderita demensia bisa kehilangan

penderita demensia sedang dan berat, demi-

semangat/kemauan, inisiatif, sulit membuat

kian juga mengucapkan kata kata kasar-kotor;

keputusan, lalu cenderung menarik diri (intro-

sedangkan berbuat gaduh, ledakan kemarahan

verted). Spektrum emosi menyempit, tidak

dan agresifltas fisik terutama didapatkan pada

ada lagi kehangatan dan rasa humor. Secara

demensia berat.

singkat, penderita tampak sangat apatis.

Alasan utama penempatan penderita

Negativisme bisa juga tampil dalam bentuk

demensia di tempat perawatan adalah adanya

sikap keras kepala, tidak kooperatif atau

gejala gejala psikotik seperti delusi dan halu-

menolak bantuan perawatan diri. Gejala

sinasi;

terakhir sering tampak pada penderita yang

keluyuran, gangguan tidur dan agitasi. Seda-

mengalami kelainan pada lobus frontalis.

ngkan di tempat perawatan, gejala-gejala

Negativisme biasanya tampil pada awal

perilaku yang paling menyulitkan adalah

demensia vaskuler sedangkan pada DA,

resistensi terhadap perawatan, agitasi dan

terjadi pada fase lanjut. Negativisme harus

gangguan bicara. Berbuat gaduh adalah

dibedakan dari depresi. Pada depresi pende-

gejala yang paling sulit dicegah.

tiga

alasan

utama

lain

adalah

rita jelas tampak sedih, mudah menangis, ada

Perilaku atau kepribadian pramorbid

perubahan neurovegetatif, ada rasa bersalah,

tertentu mungkin berperan bagi timbulnya

ada pikiran untuk bunuh diri. Pemberian obat

BPSD (prediktor). Neurotisisme, yang antara

antidepresi dengan cepat akan mengurangi

lain ditandai oleh daya toleransi frustrasi yang

gejala gejala depresi, tetapi tidak bermanfaat

rendah, dianggap merupakan faktor risiko

terhadap gejala negativisme.

bagi terjadinya depresi, sedangkan hostilitas

Sundowning, terjadi pada senja hari,


ketika penderita demensia secara tiba tiba

merupakan faktor risiko bagi berkembangnya


delusi.

menjadi gelisah dan bingung, disorientasi


meningkat secara akut, impulsif, ada deteriorasi kognisi, disorganisasi, delusi, sehingga

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 8, No. 2, Juli 2012

130
3. Gangguan perilaku dan psikologis pada
beberapa tipe demensia
Pada dasarnya masalah-masalah perilaku dan psikologis bisa dialami oleh penderita
demensia jenis yang mana saja. Meskipun
demikian beberapa masalah perilaku dan
psikologis tertentu sering lebih menonjol pada
jenis demensia tertentu.

didapat
Ansietas: didapat pada 50% penderita
Rasa marah, anger: didapatkan pada 30%
penderita
Gangguan makan dan gangguan tidur:
sering terjadi
Perilaku bermasalah: didapatkan pada 20-

Demensia Alzheimer
Absher dan Cummings, mengemukakan tujuh
kategori non-cognitive behavioral changes
pada penderita demensia Alzheimer, menca-

60% penderita
Demensia vaskuler
Secara umum, tanda dan gejala psikologis dan
perilaku berikut ini merujuk pada demensia

kup:
Kepribadian:

berat jarang didapatkan; euforia: jarang

perubahan

kepribadian

merupakan gejala yang paling sering


dijumpai diantara penderita DA (75%),
berupa kehilangan minat terhadap lingkungan (disengaged) dan perilaku sosial
yang tidak patut (disinhibition)
Psikosis: didapatkan pada 50% penderita
DA, biasanya pada tahap lanjut; Delusi
tentang ada orang yang mencuri barangnya merupakan gejala yang paling menonjol, diikuti gejala Capgras. Bila terjadi
lebih dini, menunjukkan prognosis yang

vaskuler:
Labilitas emosional (perubahan perubahan
emosi, reaksi emosional berlebihan terhadap masalah-masalah kecil)
Ansietas
Gejala gejala depresi lebih sering didapatkan dibandingkan penderita demensia
Alzheimer
Fluktuasi kemampuan fungsional ("good
and bad" days)
Mengalami kebingungan (confusion) pada
senja atau malam hari

buruk. Gejala lain yang terkait adalah

Halusinasi dan delusi juga lebih sering

halusinasi (didapatkan pada 25% pende-

didapatkan dibandingkan penderita deme-

rita, juga merupakan indikator prognosis

nsia Alzheimer, tetapi lebih jarang diban-

yang buruk, dengan urutan visual, dengar,

dingkan penderita demensia Lewy-Body

gustatori, cium dan haptik/raba), wander-

Wawasan terhadap penurunan daya ingat

ing, dan agresifitas

tetap baik sampai stadium yang sangat

Gangguan mood: rasa sedih, demoralisasi,

lanjut (late stage), berbeda dengan pende-

didapatkan pada 50% penderita; depresi

rita demensia Alzheimer yang sudah


terganggu sejak awal penyakit.

Effendi, Masalah Perilaku dan Psikologis pada Demensia

131
Selain gejala gejala yang berlaku umum di

khoreo-athetoid, perlambatan psikomotor dan

atas, beberapa subtipe demensia vaskuler

kesulitan melaksanakan tugas-tugas yang

mempunyai juga gejala-gejala yang relatif

kompleks, merupakan gambaran penyakit ini,

khas.

sementara daya ingat, kemampuan berbahasa

Demensia multi-infark (MID)

dan wawasan penyakit tetap baik.

Merupakan jenis demensia vaskuler


yang paling banyak, disebabkan oleh sejumlah serangan stroke mikro: kelemahan ringan
pada lengan atau kaki, bicara tidak jelas, rero
(slurred), sulit mengikuti pembicaraan, sulit
berkomunikasi secara baik, bingung, halusinasi (lihat, dengar), delusi, kelainan ekspresi
dan labilitas emosi (menangis dan tertawa

yang demensianya diawali dengan defisit


memori, pada penyakit Pick gejala awal justru
perubahan perilaku dan kepribadian. Berdasarkan kriteria yang diajukan oleh Kelompok
Manchester/Lund,

gejala

yang

menonjol

adalah disinhibisi, tidak adanya wawasan,


apati, disorganisasi, aspontanitas, indifferen-

tanpa alasan yang jelas), inkontinensia.


Demensia vaskulker subkortikal (Penyakit

ce, perawatan diri buruk (tidak mampu


merawat diri), rigiditas mental, perseverasi,

Binswanger)
Adalah demensia vaskuler yang ditandai
oleh banyak infark mikro pada substansia
alba: disfungsi eksekutif, gangguan perhatian,
kehilangan daya ingat, fungsi motorik melambat, ataksia, inkontinensi (sejak awal sakit),
serta hilangnya kelancaran berbicara, apatisme, depresi, emosi ditandai oleh "ups and

hiperoralitas, dan ada perilaku utilisasi.


Demensia Lewy-Body
Dimasa lalu penyakit ini dianggap
jarang terjadi, tetapi kenyataan saat ini
menunjukkan

sebenarnya

cukup

banyak

terjadi. Ada tiga mekanisme dasar penyakit


ini yaitu :
1. Kelainan pada jaras nigrostriatal, menda-

downs"

sari munculnya gejala gejala motorik

Penyakit Parkinson
Sekitar

Penyakit Pick (Demensia Frontotemporal)


Berbeda dengan penyakit Alzheimer

20-30%

penderita

penyakit

Parkinson akan mengalami demensia. Masalah perilaku dan psikologis yang menonjol
adalah perlambatan motorik dan perlambatan

Parkinsonisme
2. Kelainan kortikal, mendasari gangguan
kognitif dan gejala gejala neuropsikiatrik
3. Kelainan sistim

simpatis,

mendasari

gangguan otonomik

berpikir (brady-phrenia).

Pada kebanyakan kasus, didapatkan

Penyakit Huntington
Demensia merupakan bagian dari perjalanan penyakit ini. Selain gejala khas gerakan

gejala-gejala yang berkait dengan gabungan


ketiga mekanisme dasar diatas. Gejala-gejala
psikotik, terutama halusinasi yang persisten

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 8, No. 2, Juli 2012

132
dan delusi merupakan karakteristik demensia

melalui verbalisasi halus, tidak bisa diam,

LB. Halusinasi visual didapatkan pada 33-

gaduh-gelisah verbal, non-verbal, bersik-

80% penderita yang kualitasnya sedemikian

ap pasif, meninggalkan pengasuh atau

rupa sehingga bisa memancing respons emo-

menarik diri sesaat sebelum pelaksanaan

sional. Delusi didapatkan pada 56% penderita

asuhan, tidak mau membuka mulut atau

dan biasanya terkait dengan materi halusinasi,

menelan

dan

Ringan-sedang: merenggut benda benda

kompleks dibandingkan delusi pada Demen-

lunak (handuk, pakaian), tubuh, tungkai

sia Alzheimer. Memperhatikan mekanisme

menjadi lemas, mengeluarkan kata kata

dasar penyakit ini, maka obat-obat anti-

ancaman dengan suara biasa, posturing,

psikotik bukan pilihan untuk mengatasi

terbungkuk di kursi atau di tempat tidur,

gejala-gejala psikotiknya, karena bisa menye-

meludahkan makanan atau obat, bersum-

babkan terjadinya efek samping yang hebat.

pah-serapah mengekspresikan sikap keti-

Pemberian inhibitor kholinesterase dianggap

dakpatuhan, secara verbal (suara meng-

bisa memberi hasil yang baik.

geram, kata-kata) menolak upaya penga-

Demensia terkait penyakit HIV-AIDS

suhan

sehingga

cenderung lebih menetap

Ensefalopati mendasari gejala-gejala

Sedang: sakit punggung, bersedekap,

demensianya. Apati, labilitas emosi dan disin-

menyilangkan tungkai, merenggut atau

hibisi perilaku merupakan gejala BPSD yang

berpegangan pada pengasuh atau benda-

sering didapatkan.

benda sekitar (kursi, tempat tidur), men-

Cedera kepala

geluarkan kata-kata ancaman dengan cara

Demensia bisa merupakan sekuele dari

berteriak atau menjerit-jerit atau dengan

trauma kepala, misalnya demensia pugilistika

ungkapan kekerasan yang lain, menarik

yang dialami para mantan petinju. Gejala

diri ketika sedang dirawat-diasuh, mendo-

gejala BPSD-nya adalah labilitas emosional,

rong pengasuh, secara spontan mengkaku-

impulsifitas dan disartria.

kan tubuh atau tungkai, menggoyang-

4. Dampak BPSD (Behavioral and


Psychological Symptoms of Dementia)
Salah satu dampak penting BPSD adalah

goyangkan lengan atau tungkai


Berat: menggigit, memukul, menen-dang,

resistensi terhadap asuhan. Secara umum

mencubit, mencakar, menampar, mengi-

resistensi ini dibagi dalam empat tingkatan:

bas, melakukan bermacam-macam tindak-

Ringan: agitasi, inkoherensi, indeferensi,

an fisik yang kuat sebagai penolakan

tidak bereaksi terhadap permintaan penga-

terhadap asuhan, melempar barang-barang

suh, sikap menolak yang diungkapkan

Effendi, Masalah Perilaku dan Psikologis pada Demensia

133
Resistensi sedang merupakan bentuk

Simpulan

yang paling sering dijumpai (45%), dengan

a. Behavioral and psychological symp-

perilaku mengkakukan tubuh/tungkai serta

toms of dementia (masalah perilaku

merenggut/berpegangan pada tubuh pengasuh

dan psikologis pada demensia) meru-

sebagai gejala resistensi yang paling sering

pakan kumpulan gejala yang dapat

terjadi. Gejala resistensi lain yang juga cukup

berupa gangguan persepsi, proses

sering didapat adalah berpegangan pada

pikir, suasana perasaan, dan perilaku

kursi/tempat tidur, merenggut benda benda

yang terjadi pada pasien demensia.

lunak, kebingungan-indeferensi ketika menja-

Gejala yang menyerupai gejala psiko-

lani pengasuhan dan agitasi. Kegiatan asuhan

tik dahulu disebut psychosis in demen-

yang paling sering terkait dengan resistensi

tia atau psychosis in Alzheimers dese-

adalah: perbaikan posisi di tempat tidur,

ase. Demensia merupakan penyakit

makan, mandi, penggantian bantal, berpakai-

degeneratif yang menyerang struk-tur

an dan toileting.

otak mengakibatkan hilangnya kema-

Dampak lain adalah beban terhadap

mpuan intelektual, sehingga menimb-

pengasuh (caregiver), yang bisa sedemikian

ulkan hendaknya bermakna bagi pend-

rupa beratnya sehingga mengakibatkan sindr-

erita dalam melaksanakan fungsi sosi-

oma "burn out" pada pengasuh. Beban pada

al dan pekerjaan.

pengasuh terbagi atas beban obyektif dan

b. Prinsip umum pengelolaan masalah

beban subyektif. Beban obyektif adalah yang

perilaku dan psikologis pada demen-

terkait dengan beratnya disabilitas dan masa-

sia:

lah perilaku yang harus dihadapi pengasuh.

1. Intervensi non farmakoterapi

Sedangkan beban subyektif terkait dengan

2. Asetil cholinesterase inhibitor

respons emosional pengasuh akibat beban dan

3. Terapi adjuvant lain berdasarkan

tanggung jawab mereka terhadap tugas yang

gejala yang timbul, yaitu anti

dijalani, mencakup exhaustion, distres dan

psikotik atipikal, anti depresan,

overload. Pada banyak penelitian sudah

anti ansietas.

didapatkan bahwa BPSD merupakan prediktor terkuat bagi terjadinya beban peker-jaan

Saran
a. Beberapa hal yang harus diperhatikan saat

dan morbiditas psikiatrik pada pengasuh yang

merawat pasien demensia:

selanjutnya akan mempengaruhi kuali-tas

asuhan yang diberikan.

Dilakukan bersama (tim) mengikut


sertakan

orang

lain

yang

dapat

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 8, No. 2, Juli 2012

134
diandalkan misalnya anggota keluarga
atau sahabat.
-

Pelaku rawat perlu memperhatikan


kepentingan dan ungkapan perasaan
pasien dan perlu mempelajari penyakit
ini.

Interaksi,

komunikasi

terapeutik,

mempermudah membina hubungan


saling percaya antara perawat dan
pasien.
b. Pemahaman yang cukup tentang penyakit
ini, kesiapan mental dan motivasi untuk
berbagi dan menciptakan perawatan yang
kreatif menjadi modal utama dalam
memberikan asuhan.
c. Kasih sayang dan perhatian merupakan
pintu masuk untuk memberikan asuhan
yang utuh dan menyeluruh sehingga penderita merasa aman dan nyaman.

Daftar Pustaka
1. Balestreri L, Grossberg A, Grossberg GT,
Behavioral and Psychological Symptoms
of Dementia as a Risk Factor for Nursing
Home Placement, in International Psychogeriatrics Vol 12 suppl 1, 2000.
2. Ballard C, Lowery K, Powell I, O'Brien J,
James I, Impact of Behavioral and
Psychological Symptoms of Dementia on
Caregivers, in International Psychogeriatrics vol 12 suppl 1,2000.
3. Bliwise DL, Orcadian Rhythms and
Agitation, in International Psychogeriatrics vol 12 suppl 1, 2000.
4. BPSD Educational Pack, International
Psychogeriatric Asociation, 2003.
5. Brodaty H, Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia, Kongres I
API, Jakarta, Juni 2003.

6. Brodaty H, Draper BM, Low LF,


Behavioural and Psychological Symptoms
of Dementia: a seven-tiered model of
service delivery, MJA vol 178 March
2003.
7. De Deyn PP, Challenging BPSD, adding
life to years, teleconference session,
Antwerp, March 2004.
8. Erkinjuntti T, Vataja R, Leppavuori A,
Behavioral and Psychologi cal Symptoms
of Dementiaand Vascular Dementia, in
International Psychogeriatrics vol 12
suppl 1, 2000.
9. Gauthier S, Clinical diagnosis and
management of Alzheimer's disease, 1st
Ed, Martin Dunitz Ltd, 1996.
10. Grealy J, McMullen H, Grealy J, Dementia care, a practical photographic guide,
1st Ed, Blackwell Publishing, 2005.
11. Haupt M, Behavioral and Psychological
Symptoms of Dementia; Physical Nonaggressive Agitation, in International
Psychogeriatrics vol 12 suppl 1,2000.
12. Holroyd S, Hallucinations and Delusions
in Dementia, in International Psychogeriatrics vol 12 suppl 1, 2000.
13. International Psychogeriatrics vol 12
suppl 1, 2000, Overview
14. Katz IR, Agitation, Aggressive Behavior,
and Catastrophic Reactions, in International Psychogeriatrics vol 12 suppl 1,
2000.
15. Kertesz A, Behavioral and Psychological
Symptoms and Frontotemporal Dementia
(Pick's Disease), in International Psychogeriatrics vol 12 suppl 1,2000.
16. Lanctot KL, Herrmann N, Rothenburg L,
Eryavec G, Behavioral correlates of
GABA-ergicdisruption in Alzheimer's
disease, in International Psychogeriatrics,
Cambridge University Press, vol 19 no 1,
Feb 2007.
17. McKeith IG, Behavioral and Psychological Symptoms of Dementia and Dementia
With Lewie Bodies, in International
Psychogeriatrics vol 12 suppl 1, 2000.
18. Meins W, Impact of Personality on
Behavioral and Psychological Symptoms
of Dementia, in International Psychogeriatrics vol 12 suppl 1,2000.

Effendi, Masalah Perilaku dan Psikologis pada Demensia

135
19. Mintzer JE, Brawman-Mintzer O, Mirski
DF, Barkin K, Anxiety in the Behavioral
and
Psychological
Symptoms
of
Dementia, in International Psychogeriatrics vol 12 suppl 1, 2000.
20. Neugroschl JA, Kolevzon A, Samuels SC,
Marin DB, Dementia, in Kaplan &
Sadock's Comprehensive Textbook of
Psychiatry 8 th Ed., Lippincot Williams &
Wilkins, Baltimore, 2005.
21. O'ConnorDW, Epidemiology of Behavioral and Psychological Symptoms of
Dementia, in international Psychogeriatrics. vol 12 suppl 1, 2000.
22. Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan &
Sadock's Synopsis of Psychiatry, Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th
Ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2007.

23. Siregar I, Diagnosis Demensia Vaskuler,


PIDT PDSKJI 2007, Palembang, 5 Juli
2007.
24. Siregar I, Penatalaksanaan masalah
perilaku dan psikologis pada pasien usia
lanjut, "4th National Congress and 3rd
Bandung branch scientific meeting of
Indonesian Society of Medical Gerontology" - Workshop for nurses: Perawatan
geriatrik, Bandung 12 Juli 2007.
25. Starkstein SE, Apathy and With drawal, in
International Psychogeriatrics vol 12
suppl 1,2000.
26. Verhey FRJ, Visser PJ, Phenomenology of
Depression in Dementia, in International
Psychogeriatrics vol 12 suppl 1, 2000.
27. Zaudig M, Behavioral and Psychological
Symptoms of Dementia in the International Classification of Diseases (ICD)-IO
and Beyond (ICD-11), in International
Psychogeriatricsvol 12 suppl 1, 2000.

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 8, No. 2, Juli 2012

Kriptokokosis pada Penderita HIV/AIDS


Oleh : Zahira Naftassa
Abstrak
Cryptococcus merupakan khamir bersimpai yang menyebabkan kriptokokosis dan pada era HIV/
AIDS jumlah kasus meningkat tajam. Manifestasi klinik kriptokokosis berbeda sesuai dengan
spesies dan serotipe. Cryptococcus yang berada di alam (biasanya terdapat pada kotoran burung
merpati dan pepohonan) memasuki tubuh inang melalui inhalasi sel ragi (basidiospora).
Cryptococcus neoformans dapat menyebabkan infeksi oportunistik pada manusia, dan pada
penderita HIV/AIDS Cr. neoformans varietas grubii lebih sering ditemukan. Dengan meningkatnya
penderita HIV/ AIDS diikuti pula dengan ditemukannya berbagai spesies Cryptococcus lain seperti
Cr. albidus, Cr. laurrentii dan Cr. uniguttulatus. Manifestasi klinik kriptokokosis pada penderita
imunokompeten umumnya kriptokokosis pulmoner, sedangkan kriptokokosis meningeal merupakan
kelainan klinis yang sering ditemukan pada pasien HIV/ AIDS. Terdapat pula faktor virulensi
jamur, perbedaan respon imun penderita kriptokokosis yang mempengaruhi manifestasi kinis
pasien. Diagnosis yang ditegakkan berdasarkan di organ mana Cryptococcus ditemukan, status
imun pasien, dan identifikasi jamur in vitro, sehingga dapat merujuk pada terapi yang adekuat.
Kata kunci: Cryptococcus, HIV/ AIDS, faktor virulensi, respon imun.

Abstract
Cryptococcus is an encapsulated yeast that caused cryptococcosis in human. In the era of HIV/
AIDS there is an increased number of cryptococcosis. There are distinguished clinical manifesttations among species and serotypes. Cryptococcus can be found in nature habitat of pigeon stool or
decayed trees. The basidiospores inhalated and reached the host lung. Cr. neoformans caused
opportunistic infection in human, thus Cr. neoformans variety grubii are more likely to be found in
HIV/ AIDS. it also known that other distinguished species of Cryptococcus has been found along
with high burden of HIV/ AIDS, such as Cr. albidus, Cr. laurentii and Cr. uniguttulatus.
Pulmonary cryptococcosis are predominant in immunocompetent hosts, thus meningeal cryptococcal were known to be predominant AIDS stage cilinical manifestation. There are also fungal
virulence factors, host immune responses that can affect clinical appearances. Diagnostic can be
established based on location of fungal burden site in the organ, host immune status, and also in
vitro fungal identification, and finally can lead to adequate therapy of cryptococcosis.
Key word: Cryptococcus, HIV/ AIDS, virulence factor, immune response.

136

137
serta erat kaitannya dengan sumber di alam

Pendahuluan
Pada penderita gangguan sistem imun

yaitu tanah atau lingkungan yang tercemar

berat yang disebabkan oleh infeksi HIV,

burung merpati.1,3 Cr. gattii diketahui mem-

terjadi

dapat

iliki distribusi di wilayah beriklim tropis dan

diketahui dari penurunan jumlah sel CD4+ <

subtropis seperti Australia dan Kanada bagian

200 sel/mm3. Pada keadaan dengan hitung

barat.1,2,3,4 Terdapat dua varietas Cr. Neofor-

jenis sel tersebut atau dibawahnya, maka akan

mans yaitu Cr. neoformans varietas neofor-

muncul berbagai infeksi oportunistik yang

mans (serotipe D) dan Cr. neoformans

dapat disebabkan oleh protozoa, bakteri,

varietas grubii (serotipe A). Cr. neoformans

virus, ataupun jamur. Jamur yang dapat

varietas grubii lebih sering ditemukan pada

menyebabkan infeksi oportunis antara lain

pasien AIDS sedangkan Cr. gattii biasanya

Cryptococcus neoformans, dan infeksinya

ditemukan

pada

disebut dengan kriptokokosis. Kriptokokosis

ten.1,3,4,10,11

Selanjutnya

akan muncul apabila jumlah sel CD4+

pandemi AIDS diberbagai belahan dunia,

penurunan

imunitas

yang

menurun hingga 100 sel/mm atau kurang.

pasien

imunokompedengan

adanya

ditemukan Cryptococcus sp lain yang juga

Cryptococcus yang berada di alam

menjadi penyebab kriptokokosis, meskipun

(biasanya terdapat pada kotoran burung

jarang dan bukan menjadi penyebab utama,

merpati dan pepohonan) memasuki tubuh

diantaranya Cryptococcus albidus, Cryptoco-

inang melalui inhalasi sel ragi (basidiospora)

ccus laurentii, dan Cryptococcus uniguttula-

terdehidrasi ke dalam paru. Dalam paru,

tus.5,6,7,8

jamur akan menjalani proses rehidrasi dan

Prevalensi

kriptokokosis

meningeal

selanjutnya tergantung pada kondisi inang,

pada penderita AIDS di India sebesar 2,09 %,

dapat

12

menjadi

saprofit

pada

individu

di Thailand 15%,13 pada orang dewasa dan


14

imunokompeten, atau meluas pada individu

sebesar 2,97% pada anakanak.

imunokompromis seperti AIDS. Setelah bebe-

0,1%, Afrika 15%,15 Eropa Barat 2-10%,

rapa waktu, jamur tersebut akan menyebar

Kamboja 18%,

secara hematogen ke berbagai organ.

penderita laki laki.12,15,16,18 Di Indonesia,

18

Di Malawi
16

dan pada umumnya

Pada awalnya diketahui Cryptococcus

khususnya Jakarta, data Departemen Parasito-

sp penyebab kriptokokosis dibedakan menjadi

logi FKUI, pemeriksaan cairan otak 102

dua spesies, yaitu Cr. neoformans dan Cr.

pasien AIDS yang menunjukkan gejala

gattii. Kedua spesies

memiliki

meningeal ternyata sebanyak 21,9% menderi-

wilayah distribusi yang berbeda. Cr. Neofor-

ta kriptokokosis yang dibuktikan dengan

mans ditemukan di berbagai belahan dunia

pemeriksaan tinta india dan isolasi jamur.19

tersebut

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 8, No. 2, Juli 2012

138
Tinjauan Pustaka

pada manusia sampai saat ini adalah Cr.

1. Definisi Kriptokokosis

neoformans, terutama pada penderita HIV/

Kriptokokosis

adalah

infeksi

yang

AIDS, dan Cr. gattii yang lebih sering

disebabkan oleh khamir berkapsul Cryptoco-

ditemukan pada hospes imunokompeten (non

ccus. Jamur ini memiliki dua bentuk, khamir

HIV/AIDS). Jamur tersebut dapat menimbul-

yang merupakan bentuk aseksual, dan bentuk

kan infeksi oportunis yang disebut dengan

seksual yaitu bentuk sempurna, berkembang

kriptokokosis.1,4,11,13,14,15

biak dengan membentuk basidiospora. Bentuk

Klasifikasi Cr. neoformans (taksonomi):1

seksual ini tidak ditemukan dalam isolat

Kingdom

: Fungi

klinis.1

Phylum

: Basidiomycota

Subphylum

: Basidiomycotina

nia, dan pada awalnya hanya Cryptococcus

Class

: Urediniomycetes

neoformans yang dikenal sebagai spesies

Order

: Sporidiales (Filobasidiales)

Family

: Sporidiobolaceae (Filobasi-

Kriptokokosis ditemukan diseluruh du-

yang berperan dalam infeksi pada manusia.

Sejak dimulainya pandemi AIDS infeksi Cry-

diaceae)

ptococcus di berbagai belahan dunia semakin

Genus

meningkat, diiringi munculnya berbagai spe-

Teleomorf:

sies Cryptococcus lain, seperti Cr. gattii, Cr.


laurentii, Cr. albidus.

2,3,4,5,6,7,8

Pada penderita

gangguan sistem imun yang berat yang


disebabkan oleh infeksi HIV, terjadi penurunan imunitas yang dapat diketahui dari turunnya jumlah sel CD4+ dalam darah (<200 sel/
mm3).

Kriptokokosis akan muncul apabila

jumlah sel CD4+ menurun hingga 100 sel/mm3


atau kurang.

: Filobasidiella (Cryptococcus)

a. Filobasidiella neoformans var. neoformans (serotipe A dan D)


b. Filobasidiella bacilispora (serotipe B
dan C).1
Anamorf:
a. Cryptococcus

neoformans

varietas

neoformans (serotipe D) dan varietas


grubii ( serotipe A)
b. Cryptococcus gattii (serotipe B dan C).1
Kedua spesies tersebut memiliki wilayah

2. Biologi dan epidemiologi Cryptococcus


Cryptococcus merupakan jamur khamir
yang memiliki lebih dari 40 spesies, dan
penyebarannya ditemukan di berbagai sumber
(udara, air, tanah, buah, makanan, pohon,
bahkan hewan dan mamalia). Tetapi yang
dapat menimbulkan infeksi/ bersifat patogen

Naftassa, Kriptokokosis pada Penderita HIV/AIDS

distribusi yang berbeda. Cr. neoformans ditemukan di berbagai belahan dunia serta erat
kaitannya dengan sumber di alam yaitu tanah
atau ingkungan yang tercemar kotoran burung
merpati.1,3,18,19,20,21 Sedangkan Cr. gattii diketahui memiliki distribusi di wilayah beriklim

139
tropis dan subtropis seperti Australia dan

tersebut ditemukan di permukaan kulit seba-

Kanada bagian barat.1,2,3,4,22

gai saprofit.1

Pada awalnya Cr. neoformans dan Cr.

3. Klinis kriptokokosis

gattii merupakan satu spesies yang terdiri atas

Gejala klinis kriptokokosis dimulai

dua varietas, yaitu Cr. neoformans var.

dari inhalasi sel khamir Cryptococcus haploid

Neoformans dan Cr. neoformans var. gattii.

yang terdehidrasi (dari lingkungan), dengan

Berdasarkan perbedaan fenotip, genetik, uji

diameter sangat kecil ( 5 m) dan kapsul

serologi biokimia, dan uji pada medium agar

yang sangat tipis. Selanjutnya khamir yang

CGB (CanavanineGlysin Bromthymol blue),

tidak dikeluarkan oleh mekanisme imun non

kriteria epidemiologi, maupun perbedaan ben-

spesifik di saluran nafas, maka akan terus

tuk klinis yang ditimbulkan, maka Cr. neofor-

masuk ke alveoli. Di dalam paru, khamir akan

mans var. gattii dibedakan menjadi Cr.

mengalami rehidrasi (diameter membesar),

gattii.3,5,16,17 Kini terdapat dua varietas Cr.

selanjutnya terjadi penebalan kapsul. Dalam

neoformans, yaitu Cr. neoformans varietas

paru, jamur dapat hidup sebagai saprofit atau

neoformans (serotipe D) dan Cr. neoformans

patogen, tergantung keadaan imunitas hospes.

varietas grubii (serotipe A), serta Cr. gattii

Sebagai patogen jamur dapat berdiseminasi

(serotipe

ke organ lain di luar paru seperti otak, kulit,

dan

C)

sebagai

spesies

tersendiri.1,3,4,5,17 Cr. neoformans varietas

jantung, hati dan ginjal.1,14,15

grubii atau serotipe A lebih sering ditemukan


pada pasien terinfeksi HIV, sedangkan Cr.
gattii biasanya ditemukan pada pasien imuno-

a. Kriptokokosis pada hospes imunokompeten


Kriptokokosis mempunyai gambaran

kompeten.1,11,13,14
Spesies lain yang ditemukan juga pada
manusia adalah Cr. albidus, Cr. laurentii, dan
Cr. uniguttulatus. Ketiga spesies ini memang
tidak menjadi penyebab utama kriptokokosis
pada manusia, tetapi ditemukan juga pada
kasus-kasus AIDS.5,6,7,8 Cr. albidus dan Cr.
laurentii memiliki habitat yang kosmopolit,
diantaranya pada tanaman, air, udara, mamalia, dan kadang pada orang sehat jamur-jamur

klinis yang bermacam-macam, dan berbeda


antara penderita imunokompeten dengan penderita imunokompromis (HIV/AIDS). Pada
hospes imunokompeten, bentuk klinis yang
paling sering ditemukan adalah kriptokokosis
pulmoner (nodul paru, infiltrat, kavitas).1
Infeksi diawali dengan inhalasi spora
atau sel khamir Cryptococcus. Dalam kondisi
tertentu kriptokokosis dapat menyebar ke
organ tubuh lain.

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 8, No. 2, Juli 2012

140
Tabel 1. Manifestasi klinis kriptokokosis
Central nervous system
Acute, subacute, chronic
Meningitis
Cryptococcomas of brain
(abscess)
Subdural effusion
Spiral and granuloma
Dementia
Lung
Nodules (single or multiple)
Lobar infiltrates
Interstitial infiltrates
Cavities
Endobronchial masses
Tumor-like projection
Allergy
Colonization
Acute respiratory
distress syndrome
Concomitant opportunistic
Infection
Bronchiolitis obliteransOrganizing pneumonia
Mediastinal masses
Hilar adenopathy
Pneumothorax
Pleural effusion/ empyema
Miliary pattern

Skin
Papules
Tumorlike projections
Vesicles
Plaques
Abscesses
Cellulitis
Purpura
Acneiform
Draining sinuses
Ulcers
Bullae
Herpetiformis-like
Molluscum contagiosum-like
Concomitant
tumor
or
infection

Bone and joints


Osteomyelitis (chronic)
(single or multiple sites)
Arthritis (acute/ chronic)
Muscle
Myositis
Heart
Cryptococcemia
Endocarditis (native and
prosthetic)
Mycotic aneurysm
Myocarditis
Pericarditis
Vascular foreign body

Eye
Gastrointestinal tract
Extraocular muscle paresis Esophagitis
Biliary tract
Keratitis
Duodenum and colon
Choroiditis
Hepatitis
Endophthalmitis
Peritonitis
Optic nerve atrophy
Pancreatitis
Genitourinary tract
Prostatitis
Pyelonephritis
Genital lesions

Adrenal Gland
Adrenal insufficiency
Cushing disease
Adrenal mass

Breast
Mastitis
Thyroid
Thyroiditis
Thyroid mass

Head and neck


Gingivitis
Sinusitis
Salivary gland involvement
Larynx
Neck mass
Dikutip dari: Casadevall A, Perfect JR. Cryptococcus neoformans. Washington DC: ASM Press;
1998
Kriptokokosis pada manusia umumnya dike-

1 memperlihatkan gambaran klinis pasien

tahui disebabkan oleh Cr. neoformans.1 Tetapi

kriptokokosis serta luasnya sistem organ yang

manifestasi klinis yang disebabkan oleh krip-

dapat dijangkau oleh infeksi Cryptococcus.

tokokosis dapat menyerupai kelainan pada

Pada kelompok pasien imunokompeten,

penyakit lain, sehingga sulit untuk mendiag-

kriptokokosis pulmoner dapat disertai dengan

nosis Cryptococcus sebagai penyebab. Tabel

kelainan penyerta, misalnya keganasan, tuber-

Naftassa, Kriptokokosis pada Penderita HIV/AIDS

141
kulosis, diabetes, proteinosis alveolar atau

rupai kelainan paru lain seperti toksisitas

pemphigus vulgaris. Selain itu ditemukan pu-

obat.1

la kriptokokosis pada pasien-pasien dengan

Meskipun gejala kriptokokosis pulmo-

infeksi yang tidak memperlihatkan gejala,

ner pada hospes imunokompeten dapat meng-

tetapi dengan radiografi terlihat gambaran

hasilkan gambaran klinis yang menyerupai

abnormal paru, misalnya nodul soliter pada

berbagai kelainan penyakit pada paru, tetapi

paru yang menyerupai tumor ganas.

pada dasarnya sifat kriptokokosis pulmoner

Gejala paru lain adalah pneumonia,

pada kelompok pasien ini umumnya tidak

hingga dapat terjadi pneumonitis tergantung

menampakkan gejala, atau bersifat tenang dan

besarnya inokulum jamur yang ada dalam

baru tampak dengan radiografi. Gambaran

paru. Gejala-gejala lain adalah batuk, nyeri

klinis yang tenang ini juga menyerupai tuber-

dada, peningkatan produksi sputum, penuru-

kulosis tanpa gejala, atau histoplasmosis.

nan berat badan dan demam, serta hemoptisis.

Disamping itu, Cr. Neoformans dalam jaring-

Ditemukan pula gejala sesak nafas dan keri-

an parut akan menimbulkan enkapsulasi sepe-

ngat malam hari.

rti pada tuberkulosis dan tidak membentuk

Gambaran klinis lain yaitu urtikaria


pada kriptokokal pulmoner menyerupai aler-

kalsium pada fokus nekrotik paru seperti pada


histoplasmosis.

gik, dan mirip dengan tumor Pancoast , atau

Pada kriptokokosis pulmoner dapat

dapat menyebabkan bendungan vena cava

terjadi efusi pleura, baik dengan atau tanpa

superior. Kriptokokosis pulmoner seringkali

kelainan penyerta, dan bisa terjadi pada pen-

ditemukan bersama-sama dengan penyakit

derita imunokompeten maupun imunokomp-

paru penyerta seperti COPD (Chronic Obstru-

romis (juga HIV/AIDS). Cairan eksudat men-

ctive Pulmonary Disease), penyakit paru

gandung antigen polisakarida.1

interstitial, dan keganasan pada paru, tetapi


juga dapat menimbulkan gambaran histopatologi purni dari kelainan kriptokokosis tanpa
penyerta lain dalam paru, misalnya kriptokokosis pulmoner, dapat menyebabkan pneumonia kronik eosinofilik, dan bronkiolitis obliterans yang menyebabkan pneumonia, bahkan
dapat menyerupai gambaran sarkoidosis. Komplikasi yang dapat timbul yaitu kavitasi atau
ruptur kriptokokoma pulmoner, atau menye-

b. Kriptokokosis pada HIV/ AIDS


Pada penderita kriptokokosis dengan
AIDS, kriptokokosis pulmoner lebih jarang
ditemukan dibandingkan kriptokokosis meningeal. Kriptokokosis pulmoner pada kelompok pasien ini akan mudah menyebar ke
susunan saraf pusat dan menjadi kriptokokosis meningeal. Umumnya kriptokokosis
meningeal pada kelompok pasien ini diserta
demam, batuk-batuk, sesak nafas, penurunan

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 8, No. 2, Juli 2012

142
berat badan dan sakit kepala. Dapat pula

kepala, demam, letargi, mual dan muntah,

ditemukan gejala nyeri dada pleuritik yang

perubahan kepribadian, penurunan daya ingat,

berat dan hemoptisis. Pada kasus pneumonia

gangguan kesadaran dari stupor sampai koma.

dapat timbul pneumothorak. Pada pemerik-

Umumnya lamanya gejala berlangsung sela-

saan fisik ditemukan limfaenopati, chest

ma 2-4 minggu. Gejala-gejala neurologi sepe-

rales, takipnu, splenomegali, dan kandidosis

rti kaku kuduk dan gangguan-gangguan pada

oral. Gambaran hipoksia sangat bervariasi,

nervus kranialis umumnya ditemukan pada

diserta sindroma pernafasan akut, dari yang

penderita dengan HIV/ AIDS. Pada pasien

ringan sampai berat, dan hipoksia bersifat

AIDS bentuk klinis kriptokokosis yang paling

menetap akibat kesulitan dalam ventilasi

sering didiagnosis adalah meningitis kriptoko-

mekanik.

kus yang disebabkan oleh Cr. neofromans

Gambaran klinis kriptokokosis mening-

var. grubii (serotipe A).10

eal meskipun lebih dominan pada penderita

Pada penderita kriptokokosis meningeal

HIV/ AIDS, tetapi gejala-gejala yang timbul

dengan AIDS umumnya juga ditemukan

dengan hospes imunokompeten umumnya

kriptokokosis di berbagai organ tubuh lain

serupa. Hal yang membedakan lagi adalah

seperti paru, kulit, prostat, darah, baik sebel-

lamanya gejala meningeal pada penderita

um atau sesudah ditegakkannya diagnosis

AIDS lebih pendek dibandingkan dengan

kriptokokosis susunan saraf pusat. Sebaran

gejala meningeal hospes imunokompeten.

gambaran klinis dapat dilihat pada tabel 1,

Pada penderita non AIDS, gejala yang timbul

dan pada tabel 2 memperlihatkan perbedaan

sebelum diagnosis lamanya 2-4 minggu, tapi

manifestasi klinis kriptokokosis susunan saraf

gejala neurologis meningitis kronik dapat

pusat pada pasien dengan AIDS dan non

muncul hingga 4 6 minggu.

AIDS.

Gambaran klinis yang umum pada


kriptokokosis meningeal ini adalah sakit

Naftassa, Kriptokokosis pada Penderita HIV/AIDS

143
Tabel 2. Perbedaan gambaran klinis & laboratorium pada pasien meningitis kriptokokus
Gambaran klinis & laboratorium

AIDS

Non AIDS

++

+++

Sakit kepala

++++

++++

Demam

+++

+++

Penurunan kesadaran

++

Meningismus

++

++

Gangguan penglihatan

++

++

Tes tinta india (+)

++++

++

CD4+ < 100/l

++++

Serum antigen (+)

+++

++

Cryptococcemia

+++

Kelainan ekstraneural

++

Lesi otak

++

Peningkatan TIK

++

++++

+++

++

Lamanya gejala (> 2 minggu)

Cr. neoformans var. neoformans


Kekambuhan

Dikutip sebagian dari: Casadevall A, Perfect JR. Cryptococcus neoformans. Washington DC: ASM
Press;1998
Manifestasi klinis pada kulit, yaitu krip-

Kelainan kulit pada penderita kriptoko-

tokokosis kulit memiliki bentuk kelainan

kosis dengan AIDS selain tidak khas, akan

yang tidak khas, dapat menyerupai kelainan

ditemukan banyak sel khamir berkapsul

kulit biasa, misalnya akneform, menyerupai

Cryptococcus pada lesi yang diperiksa, seda-

moluskum kontagiosum, sampai kelainan

ngkan tanda inflamasi tidak jelas .1

kulit berat seperti selulitis atau abses. Kriptokokosis kulit juga dapat menyerupai kelainan
kulit lain, seperti karsinoma sel basal, pyoderma gangrenosum, atau bahkan penyakit
kulit varicella. Umumnya berbagai kelainan
kulit disebabkan oleh Cr. Neoformans, meskipun Cr. gattii juga dapat menimbulkan kelainan kulit.1

4. Respon imun pada kriptokokosis


a. Peran faktor virulensi Cryptococcus
Faktor virulensi/ patogenitas merupakan
hal penting yang harus dimiliki oleh setiap
mikroorganisme untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya didalam tubuh
inang, dan akibat yang ditimbulkannya menyebabkan perlawanan dari sistem pertahanan/

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 8, No. 2, Juli 2012

144
imunitas dari lokasi dimana mikroorganisme

pada penderita AIDS dengan hitung sel CD4+

tersebut menetap. Apabila pertahanan awal

<100 sel l yang terkena kriptokokosis,

tidak berhasil maka terjadilah penyebaran

manifestasi klinis tersering adalah meningitis

mikroorganisme asing tersebut ke berbagai

kriptokokus. Pada otak kaya akan dopa,

lokasi organ. Jadi faktor virulensi ini berkait-

dopamin, norepinefrin. Diketahui Cr. Neofor-

an dengan respons pertahanan spesifik pada

mans

tubuh inang.

tersebut, yaitu enzim fenoloksidase (laccase).

memiliki

enzim

pemecah

zat-zat

Spesies yang umumnya patogen terha-

Komponen-komponen difenolik akan diurai-

dap manusia dan menyebabkan kriptokokosis,

kan oleh enzim laccase melalui serangkaian

Cr. neoformans, memiliki faktor-faktor viru-

reaksi autooksidasi menjadi hasil akhir berupa

lensi, yaitu kemampuan tumbuh pada suhu

pigmen melanin yang bersifat antioksidan

tinggi (37 - 40C), kapsul polisakarida, dan

bagi sel khamir Cr. neoformans.1

produksi melanin.1,23 Kemampuan jamur untuk tumbuh dan beradaptasi pada suhu normal
manusia menjadi salah satu alasan spesies
tersebut mampu menimbulkan kriptokokosis.
Faktor virulensi lain adalah kapsul polisakarida, glucuronoxylomannan (GXM). Telah
dibuktikan bahwa kapsul polisakarida mampu
melindungi sel khamir Cr. neoformans yang
masuk ke dalam tubuh inang/hospes karena
perannya dalam antifa-gositik, deplesi komplemen, respon entibodi minimal, menghambat
migrasi leukosit, disregulasi sekresi sitokin,
gangguan pada presentasi antigen. Sebaliknya
dalam perco-baan in vitro ditemukan strain
mutan yang tidak berkapsul bersifat kurang
virulen.1,23
Faktor virulensi ketiga adalah pigmen
melanin berwarna coklat gelap, yang dihasilkan dari pemecahan kompleks difenolik.
Melanin melindungi jamur terhadap sistem
kekebalan tubuh manusia. Diketahui bahwa

Naftassa, Kriptokokosis pada Penderita HIV/AIDS

b. Respon imun pasien non AIDS dan pasien


dengan AIDS
Perjalanan kriptokokosis dalam tubuh
manusia dipengaruhi oleh jumlah inokulum
jamur yang terinhalasi, virulensi organisme,
dan keadaan imunitas selular tubuh. Apabila
spora Cryptococcus terhirup, maka mekanisme pertahanan terhadap jamur tersebut pertama kali di paru adalah makrofag alveolar.
Pada percobaan in vitro, makrofag alveolar
mampu berikatan dan memfagosit sel jamur
Cryptococcus, dalam serum manusia yang
mengandung opsonin, misalnya C3.

Pada

model percobaan, selsel antara lain neutrofil,


sel Natural Killer (sel NK), sel mikroglial
yang menyerupai makrofag, dan sel limfosit T
mampu membunuh atau menghambat partumbuhan Cryptococcus. Sitokin, khususnya interleukin 2 dan interferon yang dilepaskan
oleh sel fagositik dan limfosit, berperan
memicu pemusnahan jamur Cryptococcus.15

145
Sel T helper (CD4+ limfosit) juga menstimu-

serupa dengan infeksi virus pada umumnya.

lasi makrofag dalam hal aktivitas mikrobi-

Pada saat itu terus terjadi perluasan infeksi

sidal.1

virus HIV ke berbagai organ, dan mulai

Pada penderita AIDS, jumlah opsonin

menginfeksi sel T helper. Tetapi kemudian

sangat rendah atau hampir tidak ada, baik

sistem imun adaptif akan bekerja, mengham-

yang bersifat oxidatif dependent maupun

bat laju produksi virus dan infeksi. Pada saat

oxidative independent killing. Selain itu,

ini Fase selanjutnya adalah masa laten dimana

dengan adanya protein envelope gp 120 akan

seakan keadaan tenang, tetapi virus berep-

menghambat pemusnahan sel khamir Crypto-

likasi didalam limfonoduli dan limpa, serta

coccus oleh sel makrofag biasa. Apabila

menyebabkan kerusakan pada sel-sel meng-

mekanisme pertahanan imunitas pertama di

akibatkan terus turunnya hitung sel CD4+ atau

alveolar gagal, Cryptococcus akan dengan

sel T, termasuk yang beredar di dalam darah.

mudah masuk ke peredaran darah, selanjutnya

Produksi sel T selalu diikuti dengan kerusak-

akan menyebar ke berbagai organ seperti

annya. Siklus yang berkelanjutan ini akan

otak, dan lainnya. Maka mekanisme pertahan-

masuk ke fase kronik dimana kadar CD4+

an lanjutan akan diperlukan.

turun mencapai < 200 sel/ l atau dibawah-

Awalnya, sel CD4+

atau sel T dan

nya, selanjutnya mulai muncul berbagai

monosit dalam darah, atau sel T dan makrofag

infeksi oportunistik, diantaranya adalah krip-

di mukosa merupakan sel-sel yang pertama

tokokosis.(9)

kali terinfeksi, disebabkan sel-sel dendritik di

Pada keadaan dimana hitung sel CD4+ <

epitel dimana virus HIV menginfeksi akan

200 sel l, terjadi berbagai manifestasi klinis

berikatan dengan virus, karena sel dendritik

yang disebabkan antara lain oleh infeksi

mengekspresikan protein dengan domain

oportunistik, neoplasma, penurunan berat

ikatan antara mannoselektin, yang berikatan

badan yang sangat drastis, gagal ginjal, serta

dengan envelope virus HIV. Sel-sel dendritik

gangguan susunan saraf pusat. Pada stadium

akhirnya berperan pula dalam penyebaran

ini sudah terjadi kerusakan jaringan limfoid

virus HIV sampai ke jaringan limfoid.

perifer diberbagai tempat, disamping terus

Akhirnya virus HIV yang menumpang pada

terjadi penurunan sel T (CD4+). Sangat jelas

sel dendritik akan menginfeksi sel T melalui

peran sel CD4+ dalam mekanisme pertahanan

kontak langsung dengan sel tersebut. Selan-

terhadap Cryptococcus, tetapi dengan adanya

jutnya terjadilah replikasi virus didalam

virus HIV maka kemampuan sel T tersebut

jaringan limfoid. Hal ini menyebabkan vire-

untuk menjadi penjaga bagi kestabilan

mia dengan gejala-gejala yang tidak khas,

sistem imun secara keseluruhan akan menu-

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 8, No. 2, Juli 2012

146
run dan hilang. Disamping juga peran sel

tetapi terdapat pemeriksaan lanjutan untuk

dendritik dan sel TNF yang dapat memicu

jenis bahan klinik selain cairan otak, misalnya

penyebaran serta produktivitas virus HIV.

spesimen kulit dan darah. Untuk semua bahan


klinik kecuali darah, umumnya dilakukan

5. Diagnosis dan pemeriksaan mikologi


kriptokokosis
Penegakan diagnosis kriptokokosis lebih dititik beratkan pada diagnostik laboratorium, selain berdasarkan gejala/ bentuk klinis
yang muncul dan keadaan kelainan penyerta
pasien yang berhubungan dengan infeksi ini,
selain HIV/ AIDS, seperti yang telah disebutkan diatas. Salah satu metode diagnostik yang
cukup mudah untuk kriptokokosis adalah
pemeriksaan sampel pasien dengan tinta india
(india ink preparation), terutama untuk meningitis kriptokokus. Pemeriksaan dengan tinta
india terbukti positif pada lebih dari 80%
pasien AIDS dengan kriptokokus meningitis,
dan positif pada 30-50 % pasien non AIDS
dengan kriptokokus meningitis.1
Sel khamir dapat ditemukan di berbagai
lokasi jaringan dan organ dengan metode
sediaan dari yang non spesifik sampai pada
metode sediaan spesifik untuk jamur. Kecuali
dengan pewarnaan gram, kapsul Cryptococcus tidak terlihat dengan jelas. Tetapi ada
teknik pewarnaan khusus untuk melihat
kapsul Cryptococcus, misalnya mucicarmine,
periodicacid schiff, dan sediaan alcian blue.1
Pemeriksaan dengan tinta india memberikan hasil yang jelas mengenai struktur
khamir Cryptococcus, apabila bahan klinik
yang diperiksa berasal dari cairan otak. Akan

Naftassa, Kriptokokosis pada Penderita HIV/AIDS

pemeriksaan langsung dengan KOH 10%,


dilanjutkan dengan menanam bahan klinik
pada medium agar Sabouraud dan agar Niger
seed (NSA).19 pemeriksaan dengan medium
agar Sabouraud dapat mengetahui morfologi
khamir Cryptococcus yang tumbuh, dan untuk
melengkapinya dilakukan uji pembentukan
germ tube. Uji ini dimaksudkan untuk melihat
perbedaan khamir Cryptococcus dan khamir
Candida albicans. Dibawah pemeriksaan
mikroskop dengan pembesaran 400x khamir
C.albicans akan memperlihatkan tunas berkecambah.
Penanaman bahan klinik pada medium
NSA bertujuan untuk mengamati pembentukan melanin pada Cryptococcus. Melanin
diketahui berfungsi sebagai faktor virulensi
jamur yang menentukan patogenitasnya pada
hospes. Koloni Cryptococcus yang tumbuh
berupa koloni khamir berwarna coklat tengguli dengan permukaan halus.
Pemeriksaan mikologi lain yang dapat
menunjang diagnosis adalah suatu pemeriksaan dengan

menanam bahan klinik pada

medium agar canavanine glycine bromthymol


blue (CGB), yang bertujuan untuk membedakan spesies Cr. neoformans dan Cr. gattii.16
Selanjutnya

adalah

pemeriksaan

dengan

medium creatinine-dextrose bromthymol thy-

147
mine (CDBT), yang bertujuan membedakan

ABLC (5 mg/kg/ hari IV) selama 4 6

Cr. neoformans var. neoformans (serotipe D)

minggu

dan Cr. neoformans var. grubii (serotipe

AmB liposomal diberikan 6 mg/kg/ hari

A).

10,23

IV pada meningoensefalitis kriptokokus


dan pada kasus gagal terapi atau beban

6. Penatalaksanaan kriptokokosis

jamur yang tinggi.

Penatalaksanaan atau terapi dibedakan


pada penderita kriptokokosis dengan HIV/
AIDS dan non HIV/ AIDS. Diklasifikasikan
lebih jauh berdasarkan adanya gejala pada
otak maupun pulmoner.
a. Penderita kriptokokosis

AmBd

(0.7

mg/kg/

hari

IV)

Fluconazole (800 mg/ hari (O) selama 2


minggu, diikuti Fluconazole (800 mg/
hari (O) minimal 8 minggu
Fluconazole ( 800 mg/ hari (O); atau

dengan HIV

(disertai meningoensefalitis)

1200

mg/

hari)

Flucytosine

(100mg/kg/ hari (O) selama 6 minggu

1) Penatalaksanaan primer (utama)

Fluconazole (800 2000 mg/ hari (O))

Amfoterisin B (AmB) deoxycholate


(AmBd: 0.7 1.0 mg/kg/hari intravena
(IV) + Flusitosin (100 mg/kg/hari oral
(O) dibagi 4 dosis.

selama 10 -12 minggu. Dosis 1200


mg/ hari diberikan pada terapi tunggal
Fluconazole
Itraconazole (200 mg 2x/hari (O))

Flusitosin diberikan IV pada kasus

selama 10 -12 minggu.

parah dan tidak dimungkinkan pemberian oral, selama lebih kurang 2 minggu,

3) Terapi lanjutan (supresif) dan profilaktik

diikuti dengan Fluconazole (400 mg (6

Fluconazole (200 mg/hari (O))

mg/kg) /hari (O)) minimal 8 minggu.

Itraconazole (200 mg 2x/hari (O)

Formulasi lipid AmB (LFAmB), dian-

disertai monitoring

taranya AmB liposomal (3-4 mg/kg/

AmBd (1 mg/kg/ mgg IV)

hari IV) dan AmB kompleks lipid

Permulaan pemberian HAART 2-10mgg

(ABLC 5 mg/kg/ hari IV) selama 2

setelah pemberian antifungal

minggu. Pemberian formulasi ini bisa

Pertimbangan

menggantikan formulasi AmBd pada

terapi

pasien dengan disfungsi ginjal.(24)

HAART pada pasien dengan hitung sel

supresif

untuk

menghentikan

selama

pemberian

CD4+ > 100 sel/l atau level RNA HIV


2) Penatalaksanaan primer (alternatif)
AmBd (0.7 1.0 mg/kg/ hari IV), AmB
liposomal (3 4 mg/kg/ hari IV) atau

sangat

rendah selama

3 bulan

(minimal setelah pemberian antifungal


selama 12 bulan). Terapi supresif dilan-

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 8, No. 2, Juli 2012

148
jutkan apabila hitung sel CD4+ < 100

c. Terapi kriptokokosis pulmoner pada pasien

sel/l.

non HIV.(25)

Pada antigenemia asimtomatik, lakukan

Untuk gejala sedang berat atau kultur

pungsi lumbal dan kultur darah. Apabila

menunjukkan hasil (+), diberikan Flucona-

hasil positif maka terapi yang diberikan

zole, 200 400 mg/hari selama 6 12 bulan,

adalah sesuai dengan gejala meningoen-

Itraconazole (200 400 mg/hari selama 6

sefalitis atau infeksi diseminatif. Apa-

12 bulan, Amphotericin B (0.5 1 mg/

bila tidak terdapat gejala meningo-

kg/hari total 1000 2000 mg). Apabila

ensefalitis, berikan Fluconazole (400

gejala berat, diberikan terapi sesuai dengan

mg/hari (O)) sampai terjadi perbaikan

kriptokokosis pada otak.

imun.

d. Terapi kriptokokosis pulmoner pada pasien

b. Penatalaksanaan kriptokokosis non HIV


(disertai meningoensefalitis)(24)

HIV.(25)
Untuk gejala sedang berat disertai

AmBd (0.7 1.0 mg/kg/hari IV) +

kultur (+), diberikan Fluconazole (200 400

Flucytosine (100 mg/ kg/ hari (O) dibagi 4

mg/ hari seumur hidup, Itraconazole (200

dosis) selama 4 minggu sebagai terapi

400 mg/hari) seumur hidup, dan Flucona-

induksi. Terapi ini diberikan pada pasien

zole 400 mg/ hari + Flucytosine 100 150

meningoensefalitis tanpa komplikasi neuro-

mg/kg/hari selama 10 minggu.

logis dan apabila kultur jamur dari cairan


LCS menunjukkan hasil (-) selama 2 minggu
setelah pengobatan. Jika pasien memiliki
intoleransi dengan AMBd, dapat diberikan
AmB liposomal (3-4 mg/kg/hari IV) atau
ABLC (5 mg/kg.hari IV).
Perpanjangan waktu pemberian AmBd
sebagai terapi induksi atau LFAmB selama 2
minggu apabila tidak diberikan Flucytosine
atau terapiterhenti. Pada pasien dengan kemungkinan kegagalan terapi yang kecil, maka
preparasi obat yang diberikan adalah kombinasi AmBd + Fluconazole (800 mg (12
minggu 3 mg/kg)/ hari (O)) selama 6 12
bulan.

Naftassa, Kriptokokosis pada Penderita HIV/AIDS

Daftar Pustaka
1. Casadevall A, Perfect JR. Cryptococcus
neoformans. Washington DC: ASM
Press;1998
2. Kidd SE, Hagen F, Tscharke RL, Hyunh
M, Bartlett KH, Fyfe M, et al. A rare
genotype of Cryptococcus gattii caused
cryptococcosis outbreak on Vancouver
Island (British Columbia, Canada). Proceed Nation Acad Sci 2004;101 (49):
17258-63
3. Ellis DH, Pfeiffer TJ. Natural habitat of
Cryptococcus neoformans car. Gattii. J
Clin Microbiol 1990; 28:1642-4
4. Duncan C, Schwantje H, Campbell SC,
Bartlett K. Cryptococcus gattii in wildlife
of Vancouver Island, British Columbia,
Canada. J Wildlife Dis 2006;42(1):175-8
5. Chang MF, Chiou CC, Liu YC, Wang
HZ, Hsieh KS. Cryptococcus laurentii

149
fungemia in a premature neonate. J Clin
Microbiol 2001;39(4):1608-11
6. Garelick JM. Scleral ulceration caused by
Cryptococcus albidus in a patient with
acquired immune deficiency syndrome
cornea 2004;23:730-1
7. Olivares LRC, Espinosa RA, Santos GRP,
Martinez RL. Frequency of Cryptococcus
species and varieties in Mexico and their
comparison with some latin American
Countries. Rev Lat-amer Microbiol 2000;
42:35-40
8. Kordossis T, Avlami A, Velegraki A,
Stefanou I, Georgakopoulus G, Papalambrou C, Legakis NJ. First report of Cryptococcus laurentii meningitis and fatal case
of Cryptococcus albidus cryptoccemia in
AIDS patients. Med Mycol 1998;36:335-9
9. Abbas AK, Lichtman AH. Cellular and
Molecular Immunology. 5th ed. Philadelpia:Elsevier-Saunders;2005
10. Franzot S, Salkin IF, Casadevall A.
Cryptococcus neoformans var. grubii:
Separate varietal status for Cryptococcus
neoformans serotype A isolates. J Clin
Microbiol 1999;37:838-40
11. Lacaz C, Heins-Vaccari EM, HernandezArriagada GL, Martins E Prearo C, Corim
SM, Martins M. Primary cutaneus cryptococcosis due to Cryptococcus neoformans
var. gattii serotype B, in an immunecompetent patient. Rev Inst Med Trop Sao
Paulo 2002;44(4):225-8
12. Lakshmi V, Sudha T, Teja VD, Umabala
P. Prevalence of central nervous sistem
cryptococcosis in human immunedeficiency virus reactive hospitalized patients.
Indian J Microbiol 2007;25:146-49
13. Taylor MB, Chadwick D, Barkham T.
First isolation of Cryptococcus neoformans var. gattii from a patient in Singapore. J Clin Microbiol 2002;28:3098-9
14. Mitchell TG, Perfect JR. Cryptococcosis
in the era of AIDS-100 years after the
discovery of Cryptoccus neoformans. J
Clin Microbiol Rev 1995;8(4):515-48
15. Braddley JW, Dismukes WE. Cryptococcosis. In Dismukes WE, Pappas PG,

Sobbel JD, editors. Clinical Mycology.


New York: Oxford University Press;
2003.p.188-48
16. Kwon-Chung KJ, Polacheck I, Bennet JE.
Improved diagnostic medium for separation of Cryptococcus neoformans var.
neoformans (serotype A and D) and
Cryptococcus gattii (serotype B and C). J
Clin Microbiol. 1982;15(3):535-7
17. Nishikawa MM, Lazera MS, Barbosa GG,
Trilles L, Balassiano BR, et al. Serotyping
of 467 Cr. neoformans isolates for clinical
and environmental sources in Brazil:
analysis of host and regional patterns. J
Clin Microbiol 2003;41(1):73-7
18. Sorell TC, Ellis D, Ecology of Cryptococcus neoformans. Rev Iberoam Mycol
1997;14:42-3
19. Wahyuningsih R. Diagnosis kriptokokosis: pemeriksaan mikologi dan interpretasinya. Maj Kedok Indon 2005;12:730-3
20. Levitz SM. The ecology of Cryptococcus
neoformans and the epidemiology of
cryptococcosis. Rev Infect Dis 1982;53:
283-92
21. Ellis D, Pfeiffer TJ. The ecology of
Cryptococcus
neoformans.
Eur
J
Epidemiol 1992;8:321-325
22. Kwon-Chung KJ. Cryptococcosis. In:
Kwon Chung KJ, Bennet JE, editors.
Medical Mycology. Philadelphia: Lea &
Febiger; 1992: 397-446
23. Ellis D, Davis S, Alexiou A, Handke R,
Bartley R. Descriptions of medical fungi.
2nd ed. Philadelphia: WB Saunders
Company; 1988.p.581-609
24. Perfect JR, Dismukes WE, Dromer F,
Goldman DL, Graybill JR, Hamill RJ, et
al. Clinical practice guidelines for the
management of cryptococcla disease:
2010 update by the Infectious Disease
Society of America. Clin Infect Dis 2010;
50: 292-3
25. Saag MS, Graybill RJ, Larsen RA, Pappas
PG, Perfect JR, Powderly WG, et al.
Practice guidelines for the management in
Cryptococcal disease. Ciln Infect Dis
2000;30:712-14

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 8, No. 2, Juli 2012

Jarak Intermalleolaris Medialis dan Intercondylaris Medialis Bayi Baru Lahir


Oleh : Ferial Hadipoetro Idris
Abstrak
Latar Belakang: Setiap orang tua selalu mengharapkan bahwa bayi yang dilahirkannya tidak
mengalami kelainan. Salah satu pertanyaan yang sering dilontarkan ialah apakah bentuk lutut
anaknya termasuk katagori normal atau tidak. Untuk menjawab pertanyaan ini maka dilakukan
penelitian ini.
Tujuan: Diketahuinya ukuran Jarak Intermalleolaris Medialis (IM) dan Jarak Intercondillaris
medialis (IC) pada bayi baru lahir.
Metode: Desain penelitian ialah studi potong lintang, mengukur jarak IM dan IC pada bayi baru
lahir. Alat yang digunakan ialah jangka dan penggaris. Tempat penelitian ialah 6 Rumah Bersalin di
Jakarta Selatan. Waktu penelitian Juni-November 2002.
Hasil: Jarak IM pada bayi baru lahir adalah 0 cm baik pada laki maupun perempuan seperti terlihat
pada gambar 1 untuk laki dan gambar 2 untuk perempuan. Jarak IC pada bayi laki baru lahir pada
tingkat kepercayaan 95 % adalah 2.30-2.48 cm, SE 0.04. jarak IC bayi perempuan baru lahir pada
tingkat kepercayaan 95 % adalah 2.16-2.23 cm.
Kesimpulan : Jarak IM adalah 0 cm dan IC laki 2.3-2.48 cm, IC perempuan 2.16-2.23 cm
Kata Kunci: Jarak Intermalleollaris Medialis, Intercondylaris Medialis, Bayi Baru Lahir

lutut valgus ( lutut berbentuk X) maka Jarak

Pendahuluan

intermalleollis medialis menjadi membesar.6-9

Sendi lutut dibentuk oleh ujung distal


femur, ujung proximal tibia, 2 meniscus dan 1

Metode

patella. Meniscus ialah discus fibrocartilago

Desain studi potong lintang diukur IM

yang terletak di antara ujung distal femur dan

dan IC pada bayi baru lahir sampai berumur

ujung proximal tibia. Permukaan inferior

kurang 5 hari. Subjek penelitian diambil dari

femur dibentuk oleh condylus medialis femo-

bayi

ris dan condylus lateralis femoris yang dipis-

di klinik bersalin di Jakarta Selatan.

Kriteria inklusi: bayi umur < 5 hari, lahir

ahkan oleh fossa intercondylaris.1-5 Antara

aterm, berat badan lahir minimal 2500 gram

condylus medialis kanan dan kiri bila diukur

10-13, tanpa kelainan kaki dan fisik lain

merupakan Jarak Intercondyllris medialis

kecuali

(IC). Jarak IC ini digunakan untuk pemerik-

genu varus, genu valgus. Kriteria

eksklusi: Terdapat keadaan atau penyakit lain

saan lutut varus (lutut berbentuk O). Apabila

yang mengganggu pengukuran atau intepretasi data, Orang tua subjek menolak. Jumlah

150

151
sample perjenis kelamin untuk estimasi nilai

Hasil

rerata

1. Karakteristik Subyek Penelitian

dengan

menggunakan

interval

kepercayaan 90-95%, persisi 5-10%, adalah

Tabel 1. Karakteristik umur subyek Bayi

200. Alat Ukur yang digunakan: timbangan

Baru lahir

bayi, alat ukur panjang badan bayi, jangka

Umur hari

n Laki

n Perempuan

metal merek BOFA D406 buatan Cina yang

184

186

dimodifikasi dan penggaris yang sudah

16

20

diperiksakan dan ditera di Laboratorium

Paleanthropologi dan Bioanthropologi, Fakul-

tas Kedokteran, Universitas Gajah Mada. Jar-

Total 203

Total 211

ak IC adalah jarak

antara kedua condylus

medialis femoris yang diukur dengan menggunakan jangka modifikasi dalam satuan

Jumlah subyek penelitian adalah 203 laki dan

sentimeter. Pengukuran dilakukan pada saat

211 perempuan.

posisi berbaring, dengan ekstensi 0 pada

Karakteristik subyek penelitian berdasarkan

sendi panggul dan lutut, patella dan kaki

umur terbanyak berumur 0 hari.

menghadap lurus kedepan serta kedua lengan


Tabel 2. Karakteristik Berat Badan Bayi

diletakkan pada sisi badan.

Lahir

Jarak IM adalah jarak antara kedua


malleolus medialis yang diukur dengan

Berat Badan

Laki

Perempuan

Kg

Kg

Rerata

3.17

3.12

SD

0.39

0.36

95% CI

3.12-3.23

3.07-3.17

SE

0.02

0.02

Median

3.1

3.1

Minimum

2.5

2.5

Maksimum

4.4

4.4

menggunakan jangka modifikasi dinyatakan


dalam satuan sentimeter. Pengukuran dilakukan pada saat posisi berbaring telentang,
dengan ekstensi 0 pada sendi panggul dan
lutut, patella dan kaki menghadap lurus
dirapatkan kedepan serta kedua lengan diletakkan pada sisi badan

Karakteristik subyek berdasarkan berat badan


bayi dengan tingkat keyakinan 95% CI dalam
range normal dengan SE yang sangat kecil
(0.02)

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 8, No. 2, Juli 2012

152
Tabel 3. Karakteristik Panjang Badan Bayi

Karakteristik subyek berdasarkan panjang

Baru Lahir

badan bayi dengan tingkat keyakinan 95% CI

Laki

Perempuan

dalam range normal dengan SE yang sangat

Cm

Cm

kecil (0.12)

Rerata

49.12

49.04

SD

1.78

1.84

95% CI

48.87-49.36

48.79-49.29

SE

0.12

0.12

cm baik pada laki maupun perempuan seperti

Median

49.00

49.00

terlihat pada gambar 1 untuk laki dan gambar

Minimum

45.00

45.00

2 untuk perempuan. Hal ini menunjukan

Maksimum

54

55

bahwa bentuk lutut bayi baru lahir baik laki

Panjang Badan

2. Jarak IM Bayi Baru Lahir


Jarak IM pada bayi baru lahir adalah 0

maupun perempuan tidak valgus.

Stem and Leaf Plot IM Bayi lahir laki


.06

.05

.04

.03

.02

.01

0.00

-.01
N=

203

intermaleoli

Gambar 1. IM Laki

Jarak Intermalleoli perempuan


Jarak intermalleolaris medial perempuan = 0 cm
Stem and leaf plot IM perempuan

Idris, Jarak Intermalleolaris Medialis dan Intercondylaris

153
.06

.05

.04

.03

.02

.01

0.00

-.01
N=

211

intermaleoli

Gambar 2. IM Perempuan
3. Jarak IC bayi baru lahir

Tabel 4. Nilai IC Bayi Baru Lahir Laki dan

Jarak IC pada bayi laki baru lahir pada


tingkat kepercayaan 95 % adalah 2.30-2.48

Perempuan
IC

cm, SE 0.04. jarak IC bayi perempuan baru

Laki

Perempuan

Cm

Cm

lahir pada tingkat kepercayaan 95 % adalah

Rerata

2.39

2.25

2.16-2.23 cm. Hal ini menunjukan

SD

0.64

0.62

bentuk lutut bayi baru lahir baik laki mapun

95% CI

2.30-2.48

2.16-2.23

perempuan adalah varus (lutut bentuk O)

SE

0.04

0.04

dengan nilai normal 2.30-2.48 cm untuk laki

Median

2.30

2.20

dan 2.16-2.23 cm untuk perempuan.

Minimum

1.00

0.50

Maksimum

4.40

4.00

bahwa

Sebaran nilai IC pada laki dan perempuan


lebih jelas dan sebaran keseluruhan subyek
terlihat berdasarkan steam and leaf plot IC
laki maupun perempuan terlihat pada gambar
3 dan 4.

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 8, No. 2, Juli 2012

154
49.12 cm dan rerata panjang badan perem-

26

puan 49.04 cm.

106

104

Pertumbuhan lutut dapat dipantau dengan menggunakan jarak intercondylaris medial

(IC) dan jarak intermalleolaris medial (IM).


2

Pada umur 0-<1 tahun bentuk lutut adalah


varus (lutut bentuk O) , dengan rerata nilai IC

1,7-2 cm dan rerata IM sebesar 0,2-0,3 cm.13


0
N=

Penelitian di India menunjukan pola

203

interkondili

Gambar 3. IC laki

umum perkembangan lutut anak sama dengan


hasil penelitian ini yaitu berbentuk varus

(lutut bentuk O) pada umur kurang dari 2

108
30
25
99
233
272
343
362
5
75
109
181
224
307
348
353

tahun. Setelah berumur 3 tahun varus (lutut


bentuk O) berkurang.14
Penelitian pada 2166 anak Nigeria

berumur 0-10 tahun menunjukan bahwa lutut


2

berbentuk varus (lutut bentuk O) maksimum


pada umur 1-3 tahun, kemudian menurun

1
81

0
N=

211

menjadi netral (sudut Q 00 ) pada umur 5


tahun pada perempuan dan 7 tahun pada laki.

interkondili

Gambar 4. IC Perempuan

Tidak diketemukan lutut O baik pada laki


maupun perempuan sesudah umur 7 tahun.

Diskusi
Penelitian ini menghasilkan pengetahu-

Jarak IM maksimum 2.5 cm dan 2 cm diketemukan pada usia 2 dan 4 tahun.15

an bahwa bentuk lutut bayi baru lahir baik

Kesimpulan

laki mapun perempuan adalah varus (lutut

Jarak IM adalah 0 cm dan IC laki 2.3-2.48

bentuk O) dengan nilai normal 2.30-2.48 cm

cm, IC perempuan 2.16-2.23 cm

untuk laki dan 2.16-2.23 cm untuk perempuan. Nilai tersebut berlaku untuk komunitas

Daftar Pustaka

bayi baru lahir aterm berumur 0-5 hari,

1. Tortora GJ, Derrickson B. Principle of


Anatomy & Physiology Maintenance and
Continuity of the Human Body. John
Wiley & Sons, Inc.; 2011. p. 273-279.
2. Marshall WA. Human growth and its
disorders. London/Sanfranscisco: Acade-

didaerah urban dengan karakteristik rerata


berat badan laki 3.17 kg dan berat badan
perempuan 3.12 kg, rerata panjang badan laki

Idris, Jarak Intermalleolaris Medialis dan Intercondylaris

155
mic Press; 1977. p. 1-52, 86-96, 110-1,
114-8.
3. Tax HR. Podopediatric. Baltimore/Sydney: Williams and Wilkins Company;
1985. p. 1- 112, 180-95, 259-84, 324-44,
373-97, 478-507.
4. Munandar A. Iktisar anatomi alat gerak
& ilmu gerak. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1995. p. 137-64.
5. Steindler A. Kinesiology of the human
body under normal and pathological
conditions. 2nd ed. Springfield, Illinois:
Charles Thomas Publisher; 1964. p. 32660, 373-414.
6. Adams JC, Hambled DL. Outline of
orthopedics. 11th ed. New York: Churchill Livingstone; 1990. p. 3435, 371-3.
7. Steven PM. Bow leg and knock knees. In:
Staheli TL, editor. Pediatrics orthopaedic
secrets. Philadelphia: Henley & Belfus
Inc; 1998. p. 207-15.
8. LloydRoberts GC. Orthopedics in
infancy and childhood. London: Butterworths; 1971. p. 304-309, 257-64.
9. Tachjian MO. Clinical pediatric orthopedics the art of diagnosis and principles of
management. Stanford: Appleton and
Lange; 1997. p. 2-8, 24-40, 78-85, 11865.
10. Tachjian MO. Pediatric orthopedics, vol
2. 2nd ed. Philadelphia/Tokyo: WB Saunders Company; 1990. p. 2405-82, 255770, 2717-58
11. Snyder RG, Schneider LW, Owing CL,
Reynolds HM, Golomb DH, Schork MA.
Anthropometry of infants, children, and
youths to age 18 for product safety design.
Michigan: Ghway Safety Research
Institute Thye University of Michigan
Ann Arbor; 1977. p. 1-45, 416-25.
12. Lowrey GH. Growth and development of
children. 7th ed. Chicago: Year Book
Medical Publishers Inc; 1978. p. 54-449.
13. Idris FH. Pertumbuhan Lengkung Kaki
dan Faktor yang Mempengaruhinya. FK
UI Disertasi; 2004
14. Mathew SE, Madhuri V. Clinical tibiofemoral angle in south Indian children.
Bone Joint Resr. 2013 Aug 14;2(8):155-

61. doi: 10.1302/2046-3758.28.2000157.


Print 2013.
15. Omololu B, Tella A, Ogunlade SO, Adeyemo AA, Adebisi AAlonge TO, Salawu
SA, Akinpelu AO . Normal values of knee
angle, intercondylar and intermalleolar
distances in Nigerian children. West Afr
J. Med. 2003; Dec;22(4):301-4.

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol. 8, No. 2, Juli 2012

Anda mungkin juga menyukai