Anda di halaman 1dari 8

Kenampakan Geologi Lapisan Batubara

(Ward, C.R., 1984, Coal Geology and Coal Technology, Blackwell Scientific
Publications, Singapore. Dan Kuncoro, P., 1996, Model Pengendapan Batubara
untuk menunjang Ekspolorasi dan Perencanaan Penambangan, ITB, Bandung.)

Perkembangan kenampakan geologi di sekitar lapisan batubara disebabkan oleh


proses-proses yang terjadi pada lapisan gambut, sifat fisika dan kimia lapisan
batubara itu sendiri serta material bukan batubara yang berbeda-beda. Macam-
macam kenampakan geologi pada lapisan batubara, antara lain :

Plies, bands dan partings


Lapisan batubara bisa terdiri dari batubara dengan tipe berbeda, atau terdiri dari
material bukan batubara yang beraneka ragam. Kehadiran lapisan batubara ini
dapat digunkan untuk membagi lapisan batubara kedalam satuan yang lebih
kecil disebut “ benches, atau plies”.
Lapisan bukan batubara disebut ”bands”, atau “partings”. Istilah seperti “clay
bands” atau dirt bands” kadang digunakan untuk menggambarkan material dari
suatu litologi. Ada juga istilah “penny bands” untuk mengindikasikan ketebalan.
Litologi dari beberapa bands menurut istilah Jerman disebut tonstein (secara
kepustakaan disebut claystone) atau istilah Amerika disebut “flint clay” paling
umum digunakan dimana material memiliki tekstur peletoidal atau menunjukkan
pecahan konkoidal dan didominasi oleh mineral kaolin yang mengkristal dengan
baik.
Penegertian parting digunakan di lapangan geologi batubara menjadi 2 macam :
1. sebagai sinonim band, yaitu lapisan bukan batubara yang memisahkan
lapisan batubara yang satu dengan yang lain secara relatif.
2. untuk menjelaskan bidang sejajar sepanjang satu lapisan, baik itu lapisan
batubara atau lapisan bukan batubara secara fisik dengan mudah.
Perbedaan pengertian ini penting dijelaskan dalam kegiatan persiapan
penambangan seperti adanya lapisan batubara yang bercabang akan
mempengaruhi penggalian atau penambangannya. Istilah “plane of parting”
mungkin cocok untuk menggambarkan suatu bidang yang tidak menerus akibat
gangguan sesar atau splitting.
“Bands” merupakan lapisan yang terdiri dari material yang bukan batubara,
terjadi karena suplai akumulasi sedimen klastik telah melebihi akumulasi gambut.
Sedimen klastik ini mungkin menunjukkan endapan over bank atau dataran
banjir yang berasal dari sungai yang terdekat atau dari debu vulkanik yang
berasal dari sumber di luar lingkungan rawa. Ini mungkin juga dibentuk oleh
mineral residu gambut yang teroksidasi, seperti yang terjadi akibat pengeringan
rawa selama waktu terbentuknya batubara.
“Plies” merupakan kumpulan dari maseral yang berbeda atau berasal dari
bermacam sifat dasar tumbuhan rawa atau lingkungan pengendapannya selama
pembentukan batubara.
Plies atau bands bukan batubara tidak selalu membentuk lapisan yang seragam
dan tetap, khususnya jika mencakup daerah yang luas.
Penentuan pola ply yang baik dapat memberikan keuntungan yang besar dalam
menjelaskan arah kualitas batubara di dalam operasi penambangan. Tentunya
membutuhkan sejumlah besar data bawah permukaan atau data bor, data
petrografi batubara yang dapat untuk menunjang sejumlah analisis “ply by ply”.

Splits dalam lapisan batubara


Kemenerusan lateral lapisan batubara di lapangan sering terbelah pada jarak
yang relatif dekat oleh sedimen bukan batubara yang membaji kemudian
membentuk dua lapisan batubara yang terpisah dan disebut autosedimentational
split. Macam-macam bentuk spilt :
1. Simple splitting
Adalah split sederhana yang terjadi akibat kehadiran tubuh lentikuler yang
besar dari sedimen bukan batubara.
2. Proggresif splitting
Bila terdiri dari beberapa lensa, maka splitting dapat berkembang secara
terus menerus.
3. Zig zag splitting
Terjadi pada suatu lapisan batubara yang terbelah dan kemudian bergabung
dengan lapisan batubara lain.
Split sangat penting dalam geologi batubara. Pemahaman yang baik tentang split
dapat membantu dalam penentuan sebaran lapisan batubara yang ekonomis,
dan perhitungan cadangan. Bentuk split dengan kemiringan 45o yang disertai
oleh perubahan kekompakan pada batuan akan menimbulkan masalah dalam
kegiatan tambang terbuka, kestabilan lereng, dan kestabilan atap dalam
penambangan bawah tanah.

Washout dan roof rolls


“Washout” merupakan tubuh lentikuler sedimen, biasanya batupasir, yang
menonjol ke bawah dan menggantikan sebagian atau seluruh lapisan batubara
yang ada. Umumnya memanjang atau berbelok-belok, dan menggambarkan
struktur scour and fill dibentuk oleh aktivitas channel berasosiasi dengan
akumulasi gambut.
Ukuran washout bervariasi baik tebal maupun pelamparannya. Washout
mungkin dengan luas yang kecil, channel yang tidak beraturan pada atap
lapisan, biasanya disebut roof rolls sebagai akibat palechannel utama.
Sebagian besar struktur washout diisi oleh batupasir, meskipun kerikil batubara
atau konglomeratt kerikilan dapat juga hadir. Hal ini mencerminkan meander cut
off dan paleochannel.
Washout dan roof rolls merupakan masalah utama dalam operasi penambangan.
Ketebalan lapisan dan ketidakmenerusan lapisan batubara akibat terisi channel,
sehingga itu tentu memerlukan kebijaksanaan. Demikian juga dengan peralatan
yang digunakan untuk menggali batubara sering menemui kesulitan untuk
menembus material bukan batubara yang telah menggantikan posisi lapisan
batubara, terutama pada tambang bawah tanah.
Struktur washout merupakan bagian mendasar dalam penelitian geologi untuk
kepentingan perencanaan penambangan dan pengembangannya.

Floor rolls
Floor roll terdiri dari material batuan yang berupa punggungan, panjang, sempit,
dan subparalel, yang menonjol kedalam lapisan batubara dari dasar lapisan.
Seperti halnya roof rolls, floor roll akan mangakibatkan ketebalan lapisan
batubara berkurang.
Floor roll sering diterangkan sebagai intrusi lapisan ke dalam lapisan lain akibat
pengembangan hidrasi and aktivitas tektonik. Menurut Diessel dan Moelle
(1970), roof roll dibentuk oleh kegiatan sungai selama tahap awal akumulasi
tanah gambut.

Clastic dyke dan injection struktures


“Clastic dyke” merupakan tubuh membaji atau melembar dari material
sedimentasi yang memotong melintang lapisan batubara.
Pada umumnya menunjukkan pengisian retakan-retakan dalam gambut atau
batubara oleh endapan sedimen diatasnya. Retakan ini dapat berhubungan
dengan kekar atau pergerakan sesar minor dan hal ini dapat menambah
masalah tentang kestabilan lapisan atap di dalam operasi penambangan bawah
tanah (Ellenberger, 1979; Krause et al 1979).meskipun kebanyakan struktur ini
menyerupai endapan roof roll, tampak beberapa pembebanan yang tidak
menerus dari tanah gambut lunak oleh material pasir. Lapisan-lapisan batubara
melengkung akibat pembebanan, sementara material pengisi yang biasanya
terlipat dan terubah bentuknya (Nelson, 1979 dalam Ward, 1984). Struktur ini
umumnya menyertai sesar-sesar, dan kekar-kekar, serta struktur ini pun
menyebabkan ketidakstabilan pada penambangan bawah tanah.

Cleat
Pengkekaran dalam batubara, khususnya batubara bituminous, umumnya
menunjukkan pola cleat. Hal ini ditunjukkan oleh serangkaian retakan yang
sejajar, biasanya berorientasi tegak lurus perlapisan. Satu rangkaian retakan
disebut “ face cleat”, biasanya dominan dengan bidang individu yang lurus dan
kokoh sepanjang beberapa meter. Pola lainnya yang disebut “ butt cleat” ,
retakannya lebih pendek, sering melengkung dan cenderung berakhir pada
bidang face cleat.jarak antar bidang cleat bervariasi dari 1mm sampai sekitar 30
cm. Bidang cleat sering diisi oleh unsur mineral atau karbonat, lempung, jenis
sulfida, atau sulfat dapat secara umum nampak pada permukaan batubara yang
mengelupas.
Orientasi face cleat merupakan salah satu faktor penting di dalam pengontrolan
perencanaan penambangan bawah tanah. Demikian juga untuk operasi
penambangan yang menggunakan alat bajak atau hidrolik, maka arah
penbambangan dan hubungannya dengan pola cleat sangat mempengaruhi
dalam kemudahan penggalian batubara.
Jarak cleat juga berpengaruh terhadap ukuran partikel batubara yang dihasilkan,
apakah berupa fine coal atau lumpy coal. Hal ini penting dalam perencanaan
tambang karena berkait dengan aspek penumpukan, pengangkutan,
pemanfaatan, harga dan pemasaran. Pola cleat dapat juga dhubungkan dengan
terjadinya ledakan gas dalam tambang bawah tanah.
Terjadinya cleat pada hubungannya dengan pola kekar pada lapisan pembawa
batubara, sehingga dapat digunakan untuk menghubungkan pula cleat dengan
struktur geologi suatu daerah. Face cleat tampaknya sangat umum sebagai hasil
dari perpanjangan rekahan dalam bidang sejajar dengan paleostress kompresif
maksimum suatu daerah ( Nickelsen & Hough 1967; Hanes & Shepherd 1981),
meskipun melibatkan faktor lain seperti gangguan shear, tetapi dikatakan juga
bahwa pembentukan butt cleat kurang jelas, mungkin berkaitan dengan sejarah
pembentukan batubara dan proses pengendapan dari lapisan-lapisan yang
bersangkutan.

Intrusi batuan beku pada lapisan batubara


Karena material organik dalam batubara mengalami perubahan mendasar
apabila dipanaskan, adanya intrusi batuan beku memiliki pengaruh yang besar
pada lapisan batubara daripada yang dialami oleh batuan bukan batubara.
Batubara yang dekat dengan tubuh intrusi batuan beku, secara lokal meningkat
derajatnya sehubungan dengan meningkatan panas yang menyertainya.
Intrusi batuan beku biasanya berkembang menjadi komplek, dimana pada titik
pertemuan antara tubuh intrusi dengan lapisan batubara membentuk kontak
yang meliuk. Hal ini berhubungan dengan perilaku plastik dari bahan organik
karena pemanasan serta berkurangnya kandungan air didalam batubara.
“Cinder coal” (batubara terarangkan) akibat intrusi, biasanya lemah, massanya
porous dengan pola belahan hexagonal. Dalam banyak hal cinder coal kurang
mempunyai nilai ekonomi, dengan demikian cinder menunjukkan hilangnya
sebagian lapisan batubara yang dapat ditambang. Dari sudut peningkatan
derajat batuabara, mungkin lebih menguntungkan dari segi ekonomi jika
pengaruh cinder coal tidak terbentuk.
Batuan yang biasanya berasosiasi dengan lapisan batubara
Batuan yang sering ditemukan di dalam atau dekat dengan lapisan batubara
adalah batuan sedimen klastika halus seperti batulempung, batulanau, serpih
dan batupasir. Juga kaolin seperti “flint clay” dan “underclay” material siliceous
seperti chert dan gannister serta endapan ferrigenous seperti mudstone siderit
dan clay ironstone termasuk yang berasosiasi dengan batubara.
Beberapa material di atas hanya diminati secara akademik, tetapi sekarang
mulai diperhatikan karena mempunyai arti industri, seperti underclay.
Struktur sedimen sangat membantu didalam interpretasi lingkungan
pengendapan dan yang banyak dijumpai berasosiasi dengan lapisan batubara
adalah perlapisan silangsiur, laminasi sejajar, laminasi bergelombang, laminasi
karbonan (carbonaceous laminae), coal strings, konkresi, dan cetak beban.

Batulempung kaolinit
Istilah batulempung kaolinit digunakan oleh Loughnan (1978) untuk
menggambarkan sebuah individu khusus dari batuan sedimen masif yang
terbentuk dari mineral lempung kaolin.
Tekstur batuan ini bervariasi, berikut ini adalah tekstur pokok dalam batulempung
kaolinit :
1. Breksiasi, materialnya terbentuk dari clast-clast batulempung angular
penecontemporaneous, dapat mencapai diameter sampai beberapa cm.
2. Pelletal, batuannya terbentuk dari partikel-partikel batulempung yang bulat
atau agrerat lempung, berukuran silt (kadang disebut graupen) sampai
partikel spheroidal yang berdiameter 10 mm atau lebih.
3. Oolitik, terdiri dari oolitik spheroidal yang terlapisi secara konsentris oleh
material yang kaya kaolin.
4. Masif, merupakan mudstone yang berkembang dengan baik, terisi oleh
kumpulan kristal kaolin yang ventikular dalam bagian yang tipis.
Batuan ini disebut juga “flint clay” (Keller, 1967) dan “tonstein (Moore, 1964).
Kaolin merupakan mineral yang melimpah dalam batuan ini, biasanya terjadi
dalam bentuk kristal dan berasosiasi dengan sejumlah kecil kuarsa, siderit atau
illit. Variasi batuannya berwarna putih sampai coklat keabu-abuan atau hitam
tergantung dari bahan karbonan dan material ferrugenous yang mungkin ada.
Hal ini kadang digambarkan sebagai tuf.
Asal usul batulempung kaolinit telah lama menjadi topik yang kontroversial dalam
literatur ilmiah. Tinjauan komprehensif tentang terjadinya material secara
petrografi dan geokimia diberiakan oleh Keller (1968, 1981) dan Loughnan
(1978). Secara mekanik dijelaskan mengenai kekhususan mineral dan ciri-ciri
teksturnya dibandingkan dengan sedimen lain dalam sekuen dimana batuan
tersebut terbentuk, dikelompokkan dalam 2 kategori, yaitu :
1. Autochthonous Origin
Meliputi pembentukan insitu dari kaolin dalam rawa batubara atau lingkungan
lain yang serupa karena perubahan kimiawi atau biokimiawi dari sedimen
volkaniklastik, epiklastik, atau bioklastik. Mekanisme seperti ini dibahas oleh
Hosterman (1962), Moore (1964, 1968), Keller (1968, 1981), Price dan Duff
(1969).
2. Allochthonous Origin
Meliputi pembentukan kaolin, bauksit, atau aluminosilikat koloid karena
pelapukan di luar rawa dan tertransport ke dalam rawa atau areal yang
sesuai untuk pengemdapan akhir detritus kasar. Suatu mekanisme dari tipe
ini dibahas oleh Loughnan (1970, 1975, 1978).
Menurut Ward (1978), perlapisan tipis batulempung kaolinit yang terjadi didalam
lapisan batubara atau di dalam sekuen lapisan pembawa batubara secara luas
telah digunakan sebagai lapisan penunjuk untuk korelasi stratigrafi.

Seat rock dan underclay


Batuan alas pada lapisan batubara terbentuk dari material yang sangat
bervariasi, termasuk serpih, mudstone, batugamping dan batupasir. Lapisan ini
biasanya masif tidak berlapis dan mungkin terdiri dari bekas akar tumbuhan yang
tegak terhdap perlapisan atau memperlihatkan pola yang tidak teratur dari
permukaan yang tergerus. Umumnya berwarna muda, tetapi material yang lebih
gelap berwarna abu-abu dan coklat mungkin dapat muncul.
Karena terjadi di bawah lapisan batubara dan hadirnya akar tumbuhan dalam
posisi tumbuh (relatif tegak terhadap bidang perlapisan) maka dikenal dengan
“seat earth’’ atau “underclay”. Istilah lebih umum “seat rock” digunakan oleh
Huddle dan Patterson (1961), baik untuk endapan berbutir kasar maupun halus.
Seat rock yang batuannya bervariasi dari batupasir kuarsa dan batulanau disebut
dengan “ gannister”. Di lapangan batubara (coal field) di Eropa dan Inggris
diterapkan untuk batulempung kaolin berbutir halus atau “ flint clays”. Dibanyak
tempat, gannister tersusun oleh mudstone plastic dengan kuarsa, illit,
monmorilonit, kaolinit, dan mineral lempung lain yang didapat dari studi detil
(Odom dan Perham, 1968). Kalsit, siderit dan pirit mungkin juga hadir pada
beberapa bagian dari lapisan gannister ini.
Ketebalannya bisa bervariasi dari beberapa cm sampai 10 m, tetapi biasanya
sekitar 1 m. umumnya mempunyai kontak yang tegas dengan lapisan di atasnya,
tetapi dapat juga bergradasi secara vertikal maupun lateralmenjadi batuan lain
seperti batupasir, serpih, batugamping, dan batubara.
Sebagai tambahan, tidak semua lapisan ini ditumpangi batubara, misalnya
apabila tanah peat tidak terakumulasi atau tererosi, sehingga istilah underclays
dan seat earth mungkin menyesatkan. Juga pada batubara allochthonous,
lapisan gannister tidak selalu hadir.
Asal mula batuan seat yang dianggap sebagai tanah atau substratum tempat
tumbuhan tumbuh dan berkembang. Meskipun nampaknya seperti itu, namun
pada saat tanah peat terakumulasi sampai ketebalan tertentu, akar tumbuhan
dapat masuk ke dalam debris organiknya sendiri. Atas dasar alasan tersebut,
ketebalan dan karakteristik batuan seat kurang menunjukkan adanya hubungan
yang diendapkan di atasnya.
Tumbuhnya tumbuhan juga dapat berperan sebagai sebab tidak ada perlapisan
di dalam bagian batuan serat, sementara kekompakan di sekitar struktur akar
dapat berperan sebagai sebab banyaknya permukaan yang licin. Meskipun
akumulasi lempung di perairan rawa, rupanya juga terkumpul dan proses
kompaksi material semacam ini dapat meningkatkan berkembangnya permukaan
licin.
Pada banyak seat cenderung diperkaya oleh kaolin dibandingkan dengan lutite
dalam suatu sekuen. Hal ini mencerminkan proses semacam pelindian kimiawi
atau biologis yang berasosiasi dengan pertumbuhan tumbuhan dan pembusukan
tanah peat (Huddle dan patterson, 1961). Proses pembentukan kaolin denagn
persyaratan ini kemungkinan sama dengan proses yang berasosiasi dengan
batulempung kaolin murni dan proses pembentukan kaolin di dalam batubara itu
sendiri.
Batubar seat berbutir halus dapat untuk bahan baku berbagai macam produk
yang berasal dari batulempung (Odom dan Parham, 1968), disebut juga dengan
“fireclays”.
Sifat batuannya yang plastis serta terdiri dari bermacam material, maka
diperlukan pemahaman yang baik bila dilakukan penambangan bawah tanah.

Coal balls
Coal balls merupakan massa yang berbentuk tidak teratur sampai bentuk
spheroidal dari bahan mineral yang terjadi di dalam suatu lapisan batubara.
Umumnya terbentuk dari kalsit, dolomit, siderit, dan pirit dalam proporsi yang
bervariasi, kadang menunjukkan suatu zonasi yang bervariasi dari beberapa cm,
m sampai luas. Bila kaya pirit disebut “sulphur balls’.

Coal balls dapat sebagai sumber penelitian paleobotani lapisan batubara


(Phillips, 1979), karena sisa tumbuhan terawet dengan baik dari berbagai jenis di
dalam coal balls.

Tidak adanya pengaruh kompaksi pada fragmen organik, menunjukkan bahwa


coal balls mengandung bahan mineral pada tahap awal pembentukannya. Tentu
saja, batubara yang terbentuk juga dapat memperlihatkan bukti adanya
kompaksi lipatan di sekitarnya. Sangat umum ditentukan di dalam lapisan yang
berasosiasi dengan lapisan marin, juga sebagai konkresi hadir pada lapisan atap
maupun lapisan dasar.

Anda mungkin juga menyukai