Kenampakan Geologi Lapisan Batubara
Kenampakan Geologi Lapisan Batubara
(Ward, C.R., 1984, Coal Geology and Coal Technology, Blackwell Scientific
Publications, Singapore. Dan Kuncoro, P., 1996, Model Pengendapan Batubara
untuk menunjang Ekspolorasi dan Perencanaan Penambangan, ITB, Bandung.)
Floor rolls
Floor roll terdiri dari material batuan yang berupa punggungan, panjang, sempit,
dan subparalel, yang menonjol kedalam lapisan batubara dari dasar lapisan.
Seperti halnya roof rolls, floor roll akan mangakibatkan ketebalan lapisan
batubara berkurang.
Floor roll sering diterangkan sebagai intrusi lapisan ke dalam lapisan lain akibat
pengembangan hidrasi and aktivitas tektonik. Menurut Diessel dan Moelle
(1970), roof roll dibentuk oleh kegiatan sungai selama tahap awal akumulasi
tanah gambut.
Cleat
Pengkekaran dalam batubara, khususnya batubara bituminous, umumnya
menunjukkan pola cleat. Hal ini ditunjukkan oleh serangkaian retakan yang
sejajar, biasanya berorientasi tegak lurus perlapisan. Satu rangkaian retakan
disebut “ face cleat”, biasanya dominan dengan bidang individu yang lurus dan
kokoh sepanjang beberapa meter. Pola lainnya yang disebut “ butt cleat” ,
retakannya lebih pendek, sering melengkung dan cenderung berakhir pada
bidang face cleat.jarak antar bidang cleat bervariasi dari 1mm sampai sekitar 30
cm. Bidang cleat sering diisi oleh unsur mineral atau karbonat, lempung, jenis
sulfida, atau sulfat dapat secara umum nampak pada permukaan batubara yang
mengelupas.
Orientasi face cleat merupakan salah satu faktor penting di dalam pengontrolan
perencanaan penambangan bawah tanah. Demikian juga untuk operasi
penambangan yang menggunakan alat bajak atau hidrolik, maka arah
penbambangan dan hubungannya dengan pola cleat sangat mempengaruhi
dalam kemudahan penggalian batubara.
Jarak cleat juga berpengaruh terhadap ukuran partikel batubara yang dihasilkan,
apakah berupa fine coal atau lumpy coal. Hal ini penting dalam perencanaan
tambang karena berkait dengan aspek penumpukan, pengangkutan,
pemanfaatan, harga dan pemasaran. Pola cleat dapat juga dhubungkan dengan
terjadinya ledakan gas dalam tambang bawah tanah.
Terjadinya cleat pada hubungannya dengan pola kekar pada lapisan pembawa
batubara, sehingga dapat digunakan untuk menghubungkan pula cleat dengan
struktur geologi suatu daerah. Face cleat tampaknya sangat umum sebagai hasil
dari perpanjangan rekahan dalam bidang sejajar dengan paleostress kompresif
maksimum suatu daerah ( Nickelsen & Hough 1967; Hanes & Shepherd 1981),
meskipun melibatkan faktor lain seperti gangguan shear, tetapi dikatakan juga
bahwa pembentukan butt cleat kurang jelas, mungkin berkaitan dengan sejarah
pembentukan batubara dan proses pengendapan dari lapisan-lapisan yang
bersangkutan.
Batulempung kaolinit
Istilah batulempung kaolinit digunakan oleh Loughnan (1978) untuk
menggambarkan sebuah individu khusus dari batuan sedimen masif yang
terbentuk dari mineral lempung kaolin.
Tekstur batuan ini bervariasi, berikut ini adalah tekstur pokok dalam batulempung
kaolinit :
1. Breksiasi, materialnya terbentuk dari clast-clast batulempung angular
penecontemporaneous, dapat mencapai diameter sampai beberapa cm.
2. Pelletal, batuannya terbentuk dari partikel-partikel batulempung yang bulat
atau agrerat lempung, berukuran silt (kadang disebut graupen) sampai
partikel spheroidal yang berdiameter 10 mm atau lebih.
3. Oolitik, terdiri dari oolitik spheroidal yang terlapisi secara konsentris oleh
material yang kaya kaolin.
4. Masif, merupakan mudstone yang berkembang dengan baik, terisi oleh
kumpulan kristal kaolin yang ventikular dalam bagian yang tipis.
Batuan ini disebut juga “flint clay” (Keller, 1967) dan “tonstein (Moore, 1964).
Kaolin merupakan mineral yang melimpah dalam batuan ini, biasanya terjadi
dalam bentuk kristal dan berasosiasi dengan sejumlah kecil kuarsa, siderit atau
illit. Variasi batuannya berwarna putih sampai coklat keabu-abuan atau hitam
tergantung dari bahan karbonan dan material ferrugenous yang mungkin ada.
Hal ini kadang digambarkan sebagai tuf.
Asal usul batulempung kaolinit telah lama menjadi topik yang kontroversial dalam
literatur ilmiah. Tinjauan komprehensif tentang terjadinya material secara
petrografi dan geokimia diberiakan oleh Keller (1968, 1981) dan Loughnan
(1978). Secara mekanik dijelaskan mengenai kekhususan mineral dan ciri-ciri
teksturnya dibandingkan dengan sedimen lain dalam sekuen dimana batuan
tersebut terbentuk, dikelompokkan dalam 2 kategori, yaitu :
1. Autochthonous Origin
Meliputi pembentukan insitu dari kaolin dalam rawa batubara atau lingkungan
lain yang serupa karena perubahan kimiawi atau biokimiawi dari sedimen
volkaniklastik, epiklastik, atau bioklastik. Mekanisme seperti ini dibahas oleh
Hosterman (1962), Moore (1964, 1968), Keller (1968, 1981), Price dan Duff
(1969).
2. Allochthonous Origin
Meliputi pembentukan kaolin, bauksit, atau aluminosilikat koloid karena
pelapukan di luar rawa dan tertransport ke dalam rawa atau areal yang
sesuai untuk pengemdapan akhir detritus kasar. Suatu mekanisme dari tipe
ini dibahas oleh Loughnan (1970, 1975, 1978).
Menurut Ward (1978), perlapisan tipis batulempung kaolinit yang terjadi didalam
lapisan batubara atau di dalam sekuen lapisan pembawa batubara secara luas
telah digunakan sebagai lapisan penunjuk untuk korelasi stratigrafi.
Coal balls
Coal balls merupakan massa yang berbentuk tidak teratur sampai bentuk
spheroidal dari bahan mineral yang terjadi di dalam suatu lapisan batubara.
Umumnya terbentuk dari kalsit, dolomit, siderit, dan pirit dalam proporsi yang
bervariasi, kadang menunjukkan suatu zonasi yang bervariasi dari beberapa cm,
m sampai luas. Bila kaya pirit disebut “sulphur balls’.