Anda di halaman 1dari 5

Kenali Logo Kemasan Plastik,

Jangan Gunakan Sembarangan

Sayang melihat kemasan air mineral yang


masih bagus, setelah isinya habis, Lita (29) mengisi ulang botol tersebut untuk bekal
minum kedua anaknya. Biasanya botol plastik tersebut dipergunakan sampai kemasan
botolnya terlihat baret dan peyok-peyok. Setelah itu, Lita akan membeli air mineral baru
untuk kemudian diisi ulang.
Warga Tangerang itu mengaku suka menggunakan bekas botol air mineral yang
dijual umum, karena sifatnya yang praktis, ketimbang menggunakan botol khusus
minuman. Hanya mengeluarkan uang sekitar Rp 1.300 untuk botol ukuran 625 ml
bisa dipergunakan untuk isi ulang selama sekitar 1 minggu.
“Dengan catatan botol itu tidak ketinggalan di kelas. Kalaupun ketinggalan tidak
terlalu rugi, jika dibandingkan botol khusus minuman anak yang harganya
mencapai Rp 35 ribuan,” kata ibu rumah tangga itu sambil tertawa berderai.
Kebiasaan mengisi ulang botol air mineral itu tidak hanya dilakukan Lita, tetapi
juga jutaan penduduk Indonesia. Sayang membuang kemasan yang masih bagus,
botol itu pun dipergunakan berulang-ulang. Padahal, bahaya kesehatan mengintai
dari balik kemasan botol plastik air mineral yang diisi berulang-ulang! Dr Agus
Haryono dari Pusat Penelititan Kimia (LIPI) dalam sebuah diskusi di “Iptek
Voice” beberapa waktu lalu, sebagaimana dilansir website http:/www.Ristek.
go.id, menyebutkan masyarakat harus mengetahui bahan dasar dari plastik-plastik
yang aman untuk dipakai, dengan melihat simbol atau kode yang biasanya tertera
di bawah produk plastik wadah makanan atau minuman.
Produk plastik yang dimaksud bukan hanya botol plastik air mineral yang banyak
beredar di pasaran, tetapi juga plastik wadah makan, penutup makanan, hingga
botol susu untuk buah hati Anda.
Simbol atau kode itu dikeluarkan oleh The Society of Plastic Industry sejak tahun
1988 di Amerika Serikat dan telah diadopsi oleh lembaga-lembaga yang
mengembangkan sistem kode, seperti ISO (International Organization for
Standardization).
Secara umum tanda tersebut berada di dasar, berbentuk segi tiga, di dalam
segitiga akan terdapat angka, serta nama jenis plastik di bawah segitiga, dengan
contoh dan penjelasan sebagai berikut:

Pertama, PET atau Polyethylene Terephthalate. Biasanya, pada bagian


bawah kemasan botol plastik, tertera logo daur ulang dengan angka 1 di
tengahnya dan tulisan PETE atau PET di bawah segitiga. Simbol itu biasa dipakai
untuk botol plastik yang jernih/transparan/tembus pandang seperti botol air
mineral, botol jus, dan hampir semua botol minuman lainnya. Mayoritas bahan
plastik PET di dunia untuk serat sintetis (sekitar 60 persen), dalam pertekstilan
PET biasa disebut dengan polyester (bahan dasar botol kemasan 30 persen). Botol
Jenis PET/PETE ini direkomendasikan “hanya untuk sekali pakai”.
Alasannya, bila terlalu sering dipakai, apalagi digunakan untuk menyimpan air
hangat apalagi panas, akan mengakibatkan lapisan polimer pada botol tersebut
akan meleleh dan mengeluarkan zat karsinogenik yang dapat menyebabkan
kanker.

Kedua, HDPE atau High Density Polyethylene. Umumnya, pada bagian


bawah kemasan botol plastik, tertera logo daur ulang dengan angka 2 di
tengahnya, serta tulisan HDPE (high density polyethylene) di bawah segitiga.
HDPE biasa dipakai untuk botol susu yang berwarna putih susu, tupperware,
galon air minum, kursi lipat, dan lain-lain. HDPE merupakan salah satu bahan
plastik yang aman untuk digunakan karena kemampuan untuk mencegah reaksi
kimia antara kemasan plastik berbahan HDPE dengan makanan/minuman yang
dikemasnya.
HDPE memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan
terhadap suhu tinggi. Sama seperti PET, HDPE juga direkomendasikan hanya
untuk sekali pemakaian, karena pelepasan senyawa antimoni trioksida terus
meningkat seiring waktu.

Ketiga, V atau Polyvinyl Chloride. Tertera logo daur ulang (terkadang


berwarna merah) dengan angka 3 di tengahnya, serta tulisan V yang berarti PVC
(polyvinyl chloride), yaitu jenis plastik yang paling sulit didaur ulang. Plastik itu
bisa ditemukan pada plastik pembungkus (cling wrap) dan botol-botol.
PVC mengandung DEHA yang dapat bereaksi dengan makanan yang dikemas
dengan plastik berbahan PVC, saat bersentuhan langsung dengan makanan
tersebut. Karena DEHA bisa lumer pada suhu 150 derajat celsius.
Reaksi yang terjadi antara PVC dengan makanan yang dikemas dengan plastik ini
berpotensi berbahaya untuk ginjal, hati dan berat badan.
Sebaiknya kita mencari alternatif pembungkus makanan lain yang tidak
mengandung bahan pelembut seperti plastik yang terbuat dari polietilena, seperti
daun pisang yang lebih alami.

Keempat, LDPE atau Low Density Polyethylene. Tertera logo daur ulang
dengan angka 4 di tengahnya, serta tulisan LDPE, yaitu plastik tipe cokelat
(thermoplastic/dibuat dari minyak bumi. Biasanya LDPE dipergunakan untuk
tempat makanan, plastik kemasan, dan botol-botol yang lembek.
Sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat, agak tembus cahaya, fleksibel dan
permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah 60 derajat celsius sangat resisten
terhadap senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, akan
tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen.
Plastik ini dapat didaur ulang, baik untuk barang-barang yang memerlukan
fleksibilitas tetapi kuat, dan memiliki resistensi yang baik terhadap reaksi kimia.
Barang berbahan LDPE ini sulit dihancurkan, tetapi tetap baik untuk tempat
makanan karena sulit bereaksi secara kimiawi dengan makanan yang dikemas
dengan bahan ini.

Kelima, PP atau Polypropylene. Tertera logo daur ulang dengan angka 5 di


tengahnya, serta tulisan PP adalah pilihan terbaik untuk bahan plastik, terutama
untuk produk yang berhubungan dengan makanan dan minuman seperti tempat
menyimpan makanan, botol minum dan terpenting botol minum untuk bayi.
Karakteristik berupa botol transparan yang tidak jernih atau berawan. Polipropilen
lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik
terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap.
Carilah dengan kode angka 5, bila membeli barang berbahan plastik untuk
menyimpan kemasan berbagai makanan dan minuman.

Keenam, PS atau Polystyrene. Tertera logo daur ulang dengan angka 6 di


tengahnya, serta tulisan PS. Polystyrene ditemukan pada tahun 1839 oleh Eduard
Simon, seorang apoteker dari Jerman secara tidak sengaja. PS biasa dipakai
sebagai bahan tempat makan styrofoam, tempat minum sekali pakai, dan lain-lain.
Bahan tersebut harus dihindari, karena selain berbahaya untuk kesehatan otak,
mengganggu hormon estrogen pada wanita yang berakibat pada masalah
reproduksi, pertumbuhan dan sistem syaraf. Bahan itu juga sulit didaur ulang. Jika
harus didaur ulang, PS memerlukan proses yang sangat panjang dan lama.
PS dapat dikenali dengan kode angka 6, namun bila tidak tertera kode angka
tersebut pada kemasan plastik, bahan ini dapat dikenali dengan cara dibakar (cara
terakhir dan sebaiknya dihindari). Ketika dibakar, bahan ini akan mengeluarkan
api berwarna kuning-jingga, dan meninggalkan jelaga.

Ketujuh, OTHER. Tertera logo daur ulang dengan angka 7 di tengahnya,


serta tulisan OTHER yang merupakan gabungan dari SAN (styrene acrylonitrile),
ABS (acrylonitrile butadiene styrene) dan PC (polycarbonate, Nylon).
OTHER dapat ditemukan pada tempat makanan dan minuman seperti botol
minum olahraga, suku cadang mobil, alat-alat rumah tangga, komputer, alat-alat
elektronik, dan plastik kemasan.
PC dapat ditemukan pada botol susu bayi, gelas anak balita, botol minum
polikarbonat, dan kaleng kemasan makanan dan minuman, termasuk kaleng susu
formula. PC dapat mengeluarkan bahan utamanya yaitu Bisphenol A ke dalam
makanan dan minuman yang berpotensi merusak sistem hormon, kromosom pada
ovarium, penurunan produksi sperma, dan mengubah fungsi imunitas.
Dianjurkan untuk tidak dipergunakan untuk tempat makanan ataupun minuman
karena Bisphenol-A dapat berpindah ke dalam minuman atau makanan jika
suhunya dinaikkan karena pemanasan.
Ironisnya botol susu sangat mungkin mengalami proses pemanasan, entah itu
untuk tujuan sterilisasi dengan cara merebus, dipanaskan dengan microwave, atau
dituangi air mendidih atau air panas.
SAN dan ABS memiliki resistensi yang tinggi terhadap reaksi kimia dan suhu,
kekuatan, kekakuan, dan tingkat kekerasan yang telah ditingkatkan.
Biasanya SAN terdapat pada mangkuk mixer, pembungkus termos, piring, alat
makan, penyaring kopi, dan sikat gigi, sedangkan ABS biasanya digunakan
sebagai bahan mainan lego dan pipa. SAN dan ABS merupakan salah satu bahan
plastik yang sangat baik untuk digunakan.
Melihat bahayanya yang terkandung dalam plastik, sudah saatnya kita harus
bertindak bijak dalam penggunaan plastik, khususnya plastik dengan kode 1, 3, 6,
dan 7 (khususnya polycarbonate). Karena seluruhnya memiliki bahan bahaya
secara kimiawi.
Namun, hal itu tidak berarti bahwa plastik dengan kode yang lain secara utuh
aman, hanya perlu dipelajari lebih jauh lagi. Maka, jika kita harus menggunakan
plastik, akan lebih aman bila menggunakan plastik dengan kode 2, 4, 5, dan 7
(kecuali polycarbonate), bila memungkinkan.
Bila tidak ada kode plastik pada kemasan tersebut, atau bila tipe plastik tidak jelas
(misalnya pada kode 7, di mana tidak selamanya berupa polycarbonate), cara
terbaik yang paling aman adalah menghubungi produsennya dan menanyakan
mereka tentang tipe plastik yang digunakan untuk membuat produk tersebut.
Cegah penggunaan botol susu bayi dan cangkir bayi (dengan lubang
penghisapnya) berbahan polycarbonate. Cobalah pilih dan gunakan botol susu
bayi berbahan kaca, polyethylene, atau polypropylene.
Gunakanlah cangkir bayi berbahan stainless steel, polypropylene, atau
polyethylene. Untuk dot, gunakanlah yang berbahan silikon, karena tidak akan
mengeluarkan zat karsinogenik sebagaimana pada dot berbahan lateks.
Jika penggunaan plastik berbahan polycarbonate tidak dapat dicegah, janganlah
menyimpan air minum ataupun makanan dalam keadaan panas.
Hindari penggunaan botol plastik untuk menyimpan air minum. Jika penggunaan
botol plastik berbahan PET (kode 1) dan HDPE (kode 2), tidak dapat dicegah,
gunakanlah hanya sekali pakai dan segera dihabiskan karena pelepasan senyawa
antimoni trioksida terus meningkat seiring waktu. Bahan alternatif yang dapat
digunakan adalah botol stainless steel atau kaca.
Cegahlah memanaskan makanan yang dikemas dalam plastik, khususnya pada
microwave oven, yang dapat mengakibatkan zat kimia yang terdapat pada plastik
terlepas dan bereaksi dengan makanan lebih cepat. Hal itu dapat terjadi bila
kemasan plastik digunakan untuk mengemas makanan berminyak atau berlemak.
Bungkuslah terlebih dahulu makanan dengan daun pisang atau kertas sebelum
dibungkus dengan plastik pembungkus, ketika makanan akan dipanaskan di
microwave oven.
Cobalah untuk menggunakan kemasan berbahan kain untuk membawa sayuran,
makanan, ataupun belanjaan dan gunakanlah kemasan berbahan stainless steel
atau kaca untuk menyimpan makanan atau minuman.
Cegah penggunaan piring dan alat makan plastik untuk masakan. Gunakanlah alat makan
dari bahan stainless steel, kaca, keramik, dan kayu. (Tri Wahyuni/dari berbagai sumber)

Anda mungkin juga menyukai