B. SYARIFUDDIN LATIF
LPU-UNAS 2016
Perpustakaan Nasional RI : Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Copyright : B. SYARIFUDDIN LATIF
ISBN : 978-602-0819-19-8
Cetakan : 2016
Dicetak oleh LPU-UNAS, JAKARTA
KATA PENGANTAR
B. Syarifuddin Latif
i
DAFTAR ISI
ii
BAB II ANALISIS REGULASI DAN PRAKTEK DALAM
PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI. ............... 39
- RUU Perubahan UU No. 17 Tahun 1999 ............... 42
- Transportasi Angkutan Udara ................................ 48
- Rekomendasi .......................................................... 59
iii
- Permasalahan Hukum Dalam Pemberian
Pertanggungan Asuransi oleh PT. Garuda
Indoensia ............................................................. 128
iv
Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
1
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
2
Pendahuluan
3
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
4
Pendahuluan
5
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
6
Pendahuluan
7
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
8
Pendahuluan
9
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
10
Pendahuluan
11
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
Pertama,
Koordinator penyelenggaraan ibadah haji Provinsi adalah
gubernur dan pelaksanaan sehari-hari oleh Kepala Kantor
Wilayah (Kakanwil) Depag selaku Kastaf;
Kedua,
Koordinator penyelenggaraan ibadah haji di kabupaten/kota,
adalah bupati/walikota dan pelaksanaan sehari-hari dijalankan
oleh Kakandepag Kabupaten/kota;
Ketiga,
Koordinator penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi adalah
Kepala Perwakilan RI dibantu oleh Konsul Jenderal RI Jeddah
sebagai koordinator harian. Sedangkan pelaksanaan sehari-hari
dijalankan oleh Kepala Bidang Urusan Haji pada Konsulat
Jenderal RI di Jeddah. Organisasi terkecil dalam penyelenggaraan
ibadah haji adalah kelompok terbang (kloter), yaitu sekelompok
jamaah haji yang jumlahnya sesuai dengan jenis dan kapasitas
pesawat yang digunakan. Dalam setiap kloter ditunjuk petugas
operasional yang menyertai jamaah haji sejak di asrama haji, di
12
Pendahuluan
Arab Saudi sampai kembali ketanah air yang terdiri dari unsur
pemandu haji (TPIHI) yang juga berfungsi sebagai ketua
kelompok terbang, pembimbing ibadah (TPIH), kesehatan
(TKHI), ketua rombongan yang membawahi empat regu dan
ketua regu yang membawahi sepuluh orang jamaah haji. Pada
masa operasional haji, meliputi masa pemberangkatan jamaah
haji dari asrama embarkasi ke Arab Saudi sampai dengan
pemulangan haji dari Jeddah dan kedatangannya di embarkasi
asal, dibentuk Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) yang
berfungsi sebagai pelaksana operasional yang melibatkan instansi
terkait terdiri dari PPIH Pusat, PPIH embarkasi dan PPIH Arab
Saudi. Pengendalian penyelenggaraan haji di tanah air dan di
Arab Saudi dilakukan oleh Menteri Agama sedangkan teknis
pengendalian operasional haji dilakukan oleh PPIH di tingkat
Pusat, sedangkan pelaksanaan operasional di daerah disesuaikan
dengan ruang lingkup daerah tugasnya.
Quota dan Realisasi Pemberangkatan Jamaah Haji Sesuai
dengan hasil keputusan Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi
Konferensi Islam (KTT-OKI) di Amman, Jordania tahun 1987,
jumlah jamaah haji untuk masing-masing negara telah ditetapkan
secara seragam yaitu sebesar satu permil dari jumlah penduduk
suatu negara. Berdasarkan quota yang diberikan dalam KTT OKI,
maka ditetapkan porsi nasional jamaah haji Indonesia, yang
selanjutnya dialokasikan ke masing-masing provinsi di seluruh
Indonesia berdasarkan quota provinsi, BPIH khusus dan Petugas.
Penentuan porsi untuk masing-masing daerah didasarkan pada
perbandingan jumlah jamaah haji tiga tahun terakhir dan prinsip
pemerataan yang berkeadilan.
13
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
14
Pendahuluan
15
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
Embarkasi 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
ONH Reguler 181.095 186.538 188.318 67.352 172.151 190.388 179.308 177.274 190.177 187.443
Banda Aceh 3.423 3.546 3.757 1.374 3.364 6.215 5.731 4.973 5.906 5.145
Medan 5.489 6.086 6.339 1.907 5.835 6.501 7.801 7.077 7.936 7.460
Batam 4.651 4.789 5.036 2.094 5.265 5.943 6.837 7.344 7.997 7.690
Padang 5.682 5.811 5.865 1.836 5.502 6.030 6.238 6.032 6.644 6.542
Zona I 19.245 20.232 20.997 7.211 19.966 24.689 26.607 25.426 28.483 26.837
Jakarta 67.325 70.440 70.652 12.490 36.461 39.049 42.683 39.942 44.065 43.653
Solo 16.299 21.571 20.666 5.141 17.830 22.015 22.985 20.463 22.325 22.244
Surabaya 36.445 33.847 34.608 13.759 39.350 51.024 40.190 39.549 40.698 40.133
Palembang 5.579 5.960 6.197 3.064 7.167 7.702 6.668 6.309 7.774 8.298
Zona II 125.648 131.818 132.123 34.454 100.808 119.790 112.526 106.263 114.862 114.328
Balikpapan 4.642 4.505 4.541 2.224 5.249 5.651 5.465 7.451 7.017 6.937
Banjarmasin 8.875 8.948 9.021 2.802 8.349 10.404 8.244 8.168 9.128 8.693
Makassar 22.685 21.035 21.636 20.661 37.779 29.854 26.466 29.966 30.687 30.648
Zona III 36.202 34.488 35.198 25.687 51.377 45.909 40.175 45.585 46.832 46.278
ONH Khusus 0 0 7.409 0 0 0 14.751 21.327 11.941 15.587
Lain-Lain 12.199 10.994 4.367 3.290 2.321 2.539 2.754 2.718 2.827 2.404
TOTAL 193.294 197.532 200.094 70.642 174.472 192.927 196.813 201.319 204.945 205.434
16
Pendahuluan
17
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
18
Pendahuluan
19
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
20
Pendahuluan
21
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
22
Pendahuluan
23
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
24
Pendahuluan
25
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
26
Pendahuluan
(2).Akomodasi:
-Sewa rumah Makkah
-Sewa rumah Madinah
-Sewa Madinatul hujjaj
-Sewa kantor sektor Madinah
-Sewa ruang pelayanan kloter di Makkah
-Sewa ruang pelayanan kloter di Madinah
27
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
28
Pendahuluan
29
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
30
Pendahuluan
(2).Operasional Embarkasi
-Belanja pegwai : (honor/uang lelah, transport, rapat-ratap dan
lembur)
-Belanja barang (ATK, keperluan sehari-hari kantor,
langganan daya dan jasa)
-Belanja perjalanan, Kab/Kota ke Propinsi/embarkasi
-Belanja pemeliharaan (inventaris kantor, kendaraan
operasional)
-Peningkatan fasilitas asrama haji embarkasi, rapat-rapat
evaluasi penyelenggaraan haji embarkasi
Transportasi Haji
Kegiatan pelaksanaan transportasi adalah pengangkutan
jamaah haji mulai dari tempat embarkasi, selama berada di Arab
Saudi dan pemulangan kembali ke tempat embarkasi asal
31
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
32
Pendahuluan
Garuda 67%
Saudi Airline33%
33
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
34
Pendahuluan
35
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
36
Pendahuluan
37
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
38
Analisis Regulasi dan Praktek Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji
BAB II
ANALISIS REGULASI
DAN PRAKTEK DALAM PENYELENGGARAAN
IBADAH HAJI
39
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
40
Analisis Regulasi dan Praktek Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji
41
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
42
Analisis Regulasi dan Praktek Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji
1999 memiliki jumlah pasal yang lebih banyak (kurang lebih dua
kali lipat dibandingkan UU No.17/1999), yaitu terdiri dari 17 Bab
dengan 60 Pasal. Di dalam RUU Perubahan UU no 17 tahun
1999, telah diakomodir beberapa tuntutan masyarakat,
diantaranya mengenai pemisahan peran pengawasan yang
selanjutnya diserahkan kepada Badan Pengawas Haji, dan juga
pemisahan pengelolaan Dana Abadi Umat yang selanjutnya
diserahkan kepada Badan Pengelola Dana Abadi Umat yang
dibentuk untuk maksud tersebut. Namun demikian Pemerintah
(melalui Departemen Agama) tetap memegang peran Regulator
di satu sisi, dan secara bersamaan juga masih memegang peran
sebagai operator/pelaksana penyelenggaraan ibadah haji. Secara
garis besar pokok-pokok pikiran yang diatur di dalam RUU
Perubahan UU Nomor 17 Tahun 1999 yang berhubungan dengan
upaya mendorong terjadinya pemberdayaan pasar dan penciptaan
iklim persaingan usaha yang sehat dapat diuraikan dalam tabulasi
sebagai berikut:
Ketentuan Pasal
Interpretasi arah kebijakan
Pasal 3:
Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan dan
perlindungan dengan menyediakan fasilitas, kemudahan,
keamanan, dan kenyamanan yang diperlukan oleh setiap warga
negara yang menunaikan ibadah haji Pasal ini mengandung
pengertian bahwa Pemerintah tidak hanya berkewajiban untuk
melakukan pembinaan dan perlindungan (fungsi Regulator),
namun juga berkewajiban untuk melayani penyelenggaraan
ibadah haji dengan menyediakan fasilitas, kemudahan, keamanan
43
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
Pasal 6:
(1).Jamaah haji berhak memperoleh bimbingan, pelayanan,
perlindungan, keamanan dan kenyamanan dalam menjalankan
ibadah haji, meliputi:
(a) Bimbingan tentang manasik haji dan/atau materi lainnya baik
di tanah air, di pesawat, maupun di Arab Saudi; Pasal ini
menegaskan bahwa hak jamaah haji (atau secara implisit
merupakan kewajiban Pemerintah), adalah menyediakan
pelayanan mengenai pemondokan, akomodasi, konsumsi, dan
kesehatan saat ditanah air, selama pelaksanaan ibadah haji di
Arab Saudi, maupun saat kepulangan ke tanah air dengan
kualitas pelayanan yang nyaman;
Ketentuan Pasal
Interpretasi arah kebijakan
(b) Pelayanan mengenai pemondokan, akomodasi, konsumsi, dan
kesehatan saat ditanah air, selama pelaksanaan ibadah haji di
Arab Saudi, maupun saat kepulangan ke tanah air;
(c) Perlindungan mengenai jamaah haji sebagai warga negara
Republik Indonesia yang harus dilindungi kepentingannya;
(d)Keamanan mengenai keselamatan diri, barang-barang bawaan,
paspor dan berbagai dokumen penting lainnya; dan
(e) Kenyamanan transportasi, penginapan / pemondokan selama
di tanah air, di Arab Saudi, dan saat kepulangan ke tanah air
44
Analisis Regulasi dan Praktek Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji
Pasal 7:
(1) Penyelenggaraan ibadah haji meliputi unsur kebijakan,
pelaksanaan, dan pengawasan.
(2) Kebijakan penyelenggaraan ibadah haji dan pelaksanaan
ibadah haji merupakan tugas nasional dan menjadi
anggungjawab Pemerintah.
(3) Pelaksana ibadah haji adalah Pemerintah dan/atau masyarakat
(4) Pengawasan penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas
dan tanggungjawab Badan Pengawas Haji Indonesia.
(5) Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Pemerintah menunjuk Menteri untuk
melakukan koordinasi dan/atau bekerjasama dengan
masyarakat, departemen/instansi terkait, dan Pemerintah
Kerajaan Arab Saudi.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan penyelenggaraan
dan jenis-jenis kegiatan penyelenggaraan ibadah haji yang
dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat diatur
dengan Peraturan Pemerintah Pasal ini menegaskan bahwa
penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional,
sehingga kebijakannya diatur oleh Pemerintah dan
pelaksanaanya pun dilakukan oleh Pemerintah atau dapat pula
dilakukan oleh swasta (namun terbatas untuk
penyelenggaraan haji khusus/ONH plus saja); Di samping itu,
di dalam pasal ini menegaskan untuk pelaksanaan
pengawasan penyelenggaraan ibadah haji (yang dulu
45
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
Pasal 21:
(1) BPIH terdiri dari Biaya Langsung dan Biaya Tidak Langsung
(2) Biaya Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibebankan kepada jamaah haji
(3) Biaya Tidak Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditanggung oleh Negara Pasal ini menegaskan bahwa sebagai
manifestasi tanggung jawab negara, maka biaya-biaya tidak
langsung (yang selama ini menjadi komponen BPIH, tidak
lagi dibebankan kepada jamaah haji, melainkan menjadi
beban negara (APBN);
Ketentuan Pasal
Interpretasi arah kebijakan
Pasal 22:
(1) Besarnya BPIH di tetapkan oleh Presiden atas usul Menteri
setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia.
(2) BPIH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk
keperluan biaya langsung penyelenggaraan ibadah haji
(3) Pengadministrasian BPIH diatur dengan Peraturan Menteri
Pasal ini menegaskan bahwa kebijakan penetapan harga atau
biaya haji (yaitu biaya langsung), dilakukan oleh Presiden
(atas usul Menteri setelah disetujui DPR)
46
Analisis Regulasi dan Praktek Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji
Pasal 45:
Penunjukan pelaksana transportasi jamaah haji dilakukan oleh
Menteri dengan memperhatikan aspek keamanan, keselamatan,
kenyamanan dan efisiensi Pasal ini menegaskan bahwa Penetapan
pelaksana transportasi haji (dari embarkasi ke Arab Saudi)
dilakukan melalui mekanisme penunjukan yang dilakukan oleh
Menteri (Agama) dengan mempertimbangakan aspek keamanan,
keselamatan, enyamanan dan efisiensi;
Pasal 46
Pelaksanaan transportasi jamaah haji dari daerah asal ke
embarkasi dikoordinasikan dan menjadi tanggungjawab
Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota bersama DPRD
Pasal ini menegaskan bahwa untuk pelaksanaan transportasi
jamaah haji dari daerah asal ke embarkasi dikoordinasikan dan
menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah Propinsi dan
Kab/Kota bersama DPRD;
Pasal 48
(1). Menteri berkewajiban menyediakan akomodasi bagi jamaah
haji tanpa biaya tambahan di luar BPIH
(2). Pengadaan akomodasi bagi jamaah haji dilakukan dengan
memperhatikan standar pelayanan minimum yang mencakup
kesehatan, kenyamanan, kemudahan dan keamanan jamaah
haji beserta barang bawaannya
(3). Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan akomodasi bagi
jamaah haji diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri
Pasal ini menegaskan bahwa pelaksanaan penyediaan
akomodasi haji dilakukan oleh Menteri (Agama) dengan
47
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
48
Analisis Regulasi dan Praktek Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji
49
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
50
Analisis Regulasi dan Praktek Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji
51
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
52
Analisis Regulasi dan Praktek Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji
Pasal 3
Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan dan
perlindungan dengan menentukan standar minimum fasilitas dan
53
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
Pasal 7
Ayat (2) Kebijakan penyelenggaraan ibadah haji dan pelaksanaan
ibadah haji merupakan tugas nasional dan menjadi
tanggungjawab Pemerintah.
Ayat(3) Pelaksana ibadah haji adalah Pemerintah dan/atau
masyarakat
Ayat(5) Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah
menunjuk
Menteri untuk melakukan koordinasi dan/atau
bekerjasama dengan masyarakat, departemen/instansi
terkait, dan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi
Pasal 7
Ayat(2)Kebijakan Penyelenggaraan ibadah haji menjadi
tanggungjawab Pemerintah
Ayat (3) Pelaksana ibadah haji adalah badan pelaksana ibadah
haji yang dibentuk oleh Pemerintah untuk maksud
tersebut bekerjasama dengan badan hukum indonesia
yang memiliki kompetensi khusus di bidang yang terkait
dengan penyelenggaraan ibadah haji setelah melalui
mekanisme penunjukan yang transparan dan
memperhatikan prinsip-prinsip persaingan usaha yang
sehat
54
Analisis Regulasi dan Praktek Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji
Pasal 22
Ayat (1). Besarnya BPIH di tetapkan oleh Presiden atas usul
Menteri setelah mendapat persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Pasal 22
Ayat (1). Besarnya BPIH di tetapkan oleh Presiden atas usul
Badan Pelaksana Ibada Haji setelah mendapat
persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Pasal 45
Penunjukan pelaksana transportasi jamaah haji dilakukan oleh
Menteri dengan memperhatikan aspek keamanan, keselamatan,
kenyamanan dan efisiensi
Pasal 45
Penentuan pelaksana transportasi jamaah haji dilakukan oleh
badan pelaksana ibadah haji dengan memperhatikan ketentuan-
ketentuan yang diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah
yang meliputi aspek keamanan, keselamatan, kenyamanan dan
efisiensi melalui mekanisme persaingan usaha yang sehat
55
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
Pasal 46
Pelaksanaan transportasi jamaah haji dari daerah asal ke
embarkasi dikoordinasikan dan menjadi tanggungjawab
Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota bersama DPRD
Pasal 46
Penentuan pelaksana transportasi jamaah haji dari daerah asal ke
embarkasi dilakukan oleh badan pelaksana ibadah haji daerah
dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur lebih
lanjut melalui Peraturan Pemerintah yang meliputi aspek
keamanan, keselamatan, kenyamanan dan efisiensi melalui
mekanisme persaingan usaha yang sehat.
Pasal 48
Penentuan Pelaksana akomodasi jamaah haji dilakukan oleh
badan pelaksana ibadah haji dengan memperhatikan ketentuan-
ketentuan yang diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah
56
Analisis Regulasi dan Praktek Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji
57
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
58
Analisis Regulasi dan Praktek Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji
REKOMENDASI
Mempertimbangkan paparan kesimpulan tersebut di atas,
perbaikan terhadap UU No. 17 tahun 1999 sudah seharusnya
menyentuh pada aspek yang paling mendasar, dengan
memperhatikan prinsip-prinsip profesionalitas, transparansi dan
akuntabilitas. Perubahan ini sejalan dengan konsideran UU 17
tahun 1999: “bahwa upaya penyempurnaan sistem dan
manajemen penyelenggaraan ibadah haji perlu terus ditingkatkan
agar pelaksanaan ibadah haji berjalan aman, tertib, dan lancar
sesuai dengan tuntutan agama.” Atas dasar itulah, beberapa
59
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
60
Analisis Regulasi dan Praktek Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji
1
Harliman Sumasaputra, “Penerbangan haji PT Garuda Indonesia:
Antara misi Pemerintah dan Misi Perusahaan,” (Makalah yang disampaikan
pada orientasi Pemberitaan Haji 2001, 6 Agustus 2000), hal.3
61
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
2
Radiks Purba , Mengenal Asuransi Angkutan Darat dan Udara
(Jakarta: Djambatan, 1997), hal.1
62
Analisis Regulasi dan Praktek Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji
3
ibid., hal.240
4
Umasaputa, op.cit., hal. 3.
63
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
64
Analisis Regulasi dan Praktek Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji
65
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
5
Definisi analistis adalah “ definisi yang ruang lingkupnya luas,
tetapi sekaligus memberikan batas – batas- yang tegas , dengan caa
memberikan cirri- cirri khas dari istilah-istilah yang ingin didefinisikan. lihat
Soerjono Soekanto, pengantar pPenelitian Hukum, cet. 3, (Jakarta: UI Press,
1996), hal. 135.
66
Analisis Regulasi dan Praktek Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji
6
Purba , op.cit., hal 1.
7
Indonesia (1), Undang – undang tentang usaha Peransuransian, uu
No.2 tahun 1992, LN No. 13 tahun 1992, TLN NO. 1467, ps. 1 butir 1.
8
Purba, op.cit., hal. 3.
67
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
5. Penerbangan adalah:
“segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan wilayah
udara, pesawat udara, Bandar udara, angkutan udara,
keamanan dan keselamatanpenerbangan, serta kegiatan dan
fasilitas penunjang yang terkait.”10
68
Analisis Regulasi dan Praktek Dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji
69
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
70
Tinjauan Terhadap Penutupan Asuransi Angkutan Udara
BAB III
TINJAUAN TERHADAP PENUTUPAN ASURANSI
ANGKUTAN UDARA
71
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
72
Tinjauan Terhadap Penutupan Asuransi Angkutan Udara
3
Widyahartono, “Wawasan Bisnis Jasa Angkutan Udara,” Angkas 4
(April 1998):
4
Djojosoedarsono, op.cit., hal. 7.
5
Perial adalah peristiwa atau kejadian yang menimbulkan kerugian,
jadi merupakan kejadian atau perisatiwa sebagai penyebab langsung terjadinya
suatu kerugian. Misalnya, dalam jasa angkutan udara adalah kecelakaan
pesawat.
6
Purba, op.cit., hal. 240.
73
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
7
Beberapa pihak memperkirakan nilai belanja konsumen terhadap
penggunaan jasa angkutan udara adalah sebesar 41,6% dari semua jenis
angkutan lainnya seperti kereta api, bus, dan kapal laut. Lihat uraian lebih
lanjut dalam Widyahartono, op. cit., hal. 37
8
Purba, op. cit., hal. 24
9
Ibid., hal. 241- 24
74
Tinjauan Terhadap Penutupan Asuransi Angkutan Udara
10
Ibid., hal. 242.
75
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
11
Ibid., hal. 243
76
Tinjauan Terhadap Penutupan Asuransi Angkutan Udara
12
Ibid., hal. 240
13
Ibid., hal. 241. Pembayaran asuransi dapat dilakukan langsung
pemilik barang kepada perusahaan asuransi atau melalui broker (pialang) uang
jasanya dibayar oleh penanggung.
77
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
78
Tinjauan Terhadap Penutupan Asuransi Angkutan Udara
14
Ibid., hal. 278
15
Ibid.
79
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
80
Tinjauan Terhadap Penutupan Asuransi Angkutan Udara
17
Indonesia, Undang – undang tentang perlindungan Konsumen, UU
No.8 tahun 1999, LN No.42 tahun 1999, TLN No.3793 pasal 1 huruf 10.
81
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
18
.Satrio, Hukum Perjanjian pada Umumnya (Bandung: Citra Aditha
Bakti, 1999), hal. 233.
19
Subekti,Hukum Perikatan
82
Tinjauan Terhadap Penutupan Asuransi Angkutan Udara
20
Suherman, op.cit., hal. 134. Pada dasarnya hanya dalam beberapa
hal tertentu undang – undang sendiri yang dapat membebaskanperusahaan
angkutan udara dari tanggung jawab untuk menanggung kerugian yang
ditimbulkan selama pengangkutan udara pada penumpang. Salah satunya ialah
perusahaan angkutan udara telah membuktikan perusahaan sudah melakukan
semua tindkakan yang diperlukan untuk menghindari kerugian.
21
Munir Fuady, Hukum kontrak (dari sudut pandang Hukum Bisnis)
(Bandung: Citra Adity Bakti, 1999) hal. 52
83
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
22
Ibid., hal 44
84
Tinjauan Terhadap Penutupan Asuransi Angkutan Udara
Klasifikasi Risiko
Risiko yang Ditanggung
23
Purba, op.cit., hal 279
24
E. Saefullah Wiradipradja,” Masalah Asuransi Penerbangan di
Indonesia Dewasa ini,” Padjajaran 2 (April – Juni 1981): 27.
85
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
25
Artinya selama pesawat udara di udara, yang dimulai sejak
meluncur di landasan pacu untuk tinggal landas (take off) dan berakhir ketika
pesawat udara selesai melakuakn pendaratan (tepat ketika berhenti di landasan
pacu)
26
Maksudnya adalah pesawat udara bergerak di landasan dengan
menggunakan tenaga sendiri atau tanpa menggunakan tenaga sendiri, tetapi di tarik.
27
pengertiannya adalah pesawat udara berada atau tertambat di atas
air seperti pesawat jenis Catalina.
28
Kondisi ini adalah pesawat udara berada di landasan atau di tanah
(kecuali taxying), yaitu ketika pesawat udara tidak bergerak (termasuk di
dalam hangar)
86
Tinjauan Terhadap Penutupan Asuransi Angkutan Udara
87
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
29
Purba, op.cit., hal. 279
88
Tinjauan Terhadap Penutupan Asuransi Angkutan Udara
89
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
30
Lihat uraian risiko tidak ditanggung bagi pesawat udara dalam
tulisan Muhamad Putra ALamsyah, “Prospek Peransuransian Trasportasi
udara.” Angkas 8 (Agustus 1998): 34 – 35.
31
Purba, op.cit., hal 240.
90
Tinjauan Terhadap Penutupan Asuransi Angkutan Udara
32
Alamsyah, op.cit., hal. 36.
44
Ibid
91
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
92
Tinjauan Terhadap Penutupan Asuransi Angkutan Udara
93
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
94
Aspek Hukum Pelayanan Penerbangan Haji Oleh PT Garuda Indonesia
BAB IV
ASPEK HUKUM PELAYANAN PENERBANGAN HAJI
OLEH PT GARUDA INDONESIA
1
Sejak 1999, Pemerintah juga memutuskan melibatkan angkutan
udara Saudi Arabia Airlines sebagai penyelenggara angkutan udara bagi
jamaah haji Indonesia. Kebijakan ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas
penyelenggaraan ibadah haji dan untuk menutup kurangnya pesawat udara
yang disediakan oleh PT Garuda Indonesia.
2
Sumasaputra, op.cit., hal. 2.
95
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
47
Ibid., hal 3.
96
Aspek Hukum Pelayanan Penerbangan Haji Oleh PT Garuda Indonesia
4
syarat ini dikemukakan Soehodo Soemabaskoro, “ The New
Approach to the Indonesian Air Transportation Policy: Its Strategic Economic
Factore and Pitfalls.,” (Makalah dal;m seminar Kebijakan Penerbangan di
Indonesia, Fakultas Ekonmi Economic Factore and Pitfalls.,” (Makalah dal;m
seminar Kebijakan Penerbangan di Indonesia, Fakultas Ekonmi Universitas
Indonesia, 1978), hal. 4.
97
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
5
Kebijakan ini pada dasarnya menghendaki PT Garuda Indonesia
diberikan keleluasaan tunggal sebagai penyelenggara haji agar system
perjalanan haji efektif dan efisien dan mudah dievaluasi Pemerintah.
6
Uraian syarat penerbangan udara komersial ini sebagaimana diatur
dalam pedoman penerbangan yang ditulis dalam buku institute of Air and
Space Law.
98
Aspek Hukum Pelayanan Penerbangan Haji Oleh PT Garuda Indonesia
7
Dumasaputra, op.cit.,hal. 4.
8
Ibid. Ahl ini berarti PT Garuda Indonesia hanya diperbilehkan
pengangkut penumpangan (jamaah) dari Indonesia ke Saudi Arabia dan
sebaliknya tidak diperbolehkan mengangkut penumpanglain. Hal ini berarti
Garuda harus terbang dengan pesawat tanpa penumpang (kosong) dari Saudi
Arabia ke Indonesia (fase pemberangkatan) atau dari Indonesia Ke Saudi (fase
Pemulanagan).
9
Ibid. Pada dasarnya biaya opersaional; penerbangan yang harus
dikeluarkan perusahaan penerbangan pada umumnya relative sama dalam
kondisi pesawat penuh penumpang atau kosong. Perbedaannya hanya tidak ada
biaya catering, tetapi biaya bahan bakar dan sewa pesawat tetap sama.
99
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
100
Aspek Hukum Pelayanan Penerbangan Haji Oleh PT Garuda Indonesia
10
Muchtar,” Beberapa manfaat Asuransi dalam Aspek Ekonmi,’
Warta Ekonomi 9 (September 1993):34
101
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
11
Sumasaputra, op.cit., hal. 6.
12
Ibid.,hal . 7
102
Aspek Hukum Pelayanan Penerbangan Haji Oleh PT Garuda Indonesia
103
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
13
Departemen Agama, Pedoman Penyelenggaran Haji (Jakarta:
Direktorat Jemdearal Bimbingan Maysarakat Islam dan Urusan Haji,2000),
Hal . 45. Maksud dari teknis – psikologis adalah pada umumnya jamaah haji
berasal dari kalangan yang belum atau jarang bepergian dengan pesawat udara,
shingga perlu ada pemgiasaan suasana di dalamnya. Sementara itu,
kemampuan bandara embakarsi adalah mengenai kemampuan panjang
landasan yang dapat di darati pesawat tertentu.
14
Suma saputra, op.ciy., hal. 9
104
Aspek Hukum Pelayanan Penerbangan Haji Oleh PT Garuda Indonesia
15
ibid., hal.10. Penyediaan ini sesuai dengan standar kesehatan awak
pesawa, yaitu setelah satu satuan jam terbang, seorang awak pesawat harus
beristirahat (on ground) dalam jangka waktu tertentu
105
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
4. Catering
106
Aspek Hukum Pelayanan Penerbangan Haji Oleh PT Garuda Indonesia
17
Ibid., hal. 12
18
Kondisi penolakan menarat pernah terjadi pada pesawat swasta
nasional ynag mengangkut jamaah haji ONH Plus, dimana pesawat tersebut di
tolak oleh otoritas Bandara King Abdul Aziz, Jeddah. Penolakan ini akhirnya
menuntut campur tangan Departemen Agama Untuk menanaganinya,
sehuingga akhirnya pesawat dapat ijin mendarat di Riyadh dan dikenakan
sanksi denda.
107
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
108
Aspek Hukum Pelayanan Penerbangan Haji Oleh PT Garuda Indonesia
19
Hal ini pernah diungkapkan Menteri Agama dr. M. Tarmizi Taher
dalam rapat dengan Komisi DPR pada 1995.
109
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
1. Spesifikasi Pesawat
Penetapan spesifikasi pesawat pada dasarnya
ditentukan oleh Departemen Agama, akan tetapi,
pihak PT Garuda indonesia mengalami hambatan
untuk memnuhinya karena “Kondisi pesawat di
pasaran tidak tersedia sesuai dengan spesifikasi
pesawat yang ditetapkan Departemen Agama.”20 Di
samping itu, pesawat yang tersedia juga kadangkjala
tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.
Misalnya, Departemen Agama meminta 11 armada
pesawat jenis B – 767 dengan kapasitas tempat duduk
325 kursi, padahal di pasaran internasional, jenis yang
tersedia adalah B – 767 dengan tempat duduk
berjumalh 200 – 250 kurs saja. Meskipun ada dua
jenis yang diminta, tetapi jumlahnya tidak sampai
mencapai dua pesawat.
20
Sumasaputra, op.cit., hal 14
110
Aspek Hukum Pelayanan Penerbangan Haji Oleh PT Garuda Indonesia
21
Ibid., hal. 15
111
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
22
Ibid.
23
Ibid. hal 16
112
Aspek Hukum Pelayanan Penerbangan Haji Oleh PT Garuda Indonesia
24
bid., hal. 20.
113
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
114
Penutupan Asuransi Bagi Jamaah Haji Indonesia ...
BAB V
PENUTUPAN ASURANSI BAGI JAMAAH HAJI
INDONESIA OLEH PT. GARUDA INDONESIA
115
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
1
M. Fariz Jamil, “ Perhitungan Biaya Perjalanan Haji: Suatu Tinjauan
dari Segi Efektifitas Biaya,” (Makalah yang disampaikan dalam Lokakarya
Haji di Lembaga Kajian Islam Jakarta,21 Januari 1999), hal 8.
116
Penutupan Asuransi Bagi Jamaah Haji Indonesia ...
2
Muchtar, op.cit., hal 48
117
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
118
Penutupan Asuransi Bagi Jamaah Haji Indonesia ...
3
Hal ini dikemukakan oleh Djojosoedarso, op.cit., hal191
4
Indonesia (2), op.cit., Pasal 43 ayat (1)
119
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
120
Penutupan Asuransi Bagi Jamaah Haji Indonesia ...
5
Penerbangan haji yang juga merupakan penerbangan non – regular
termasuk dalam jenis penerbangan charter di mana sebelumnya akan dibentuk
perjanjian antara perusahaan penerbangan dan pemilik pesawat, baik lengkap
dengan awak pesawat (wet lease) atau tanpa awak pesawar (dry lease)
6
Suherman, op. cit., hal.50
121
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
7
Ibid., hal.67
122
Penutupan Asuransi Bagi Jamaah Haji Indonesia ...
8
Ibid., hal. 135.
123
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
124
Penutupan Asuransi Bagi Jamaah Haji Indonesia ...
125
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
9
Nidjam dan Hanan, op.cit.,hal. 70.
10
Akomodasi adalah” tempat penginapan atau pengasramaan sebagai
penempungan sementara pada waktu jamaah haji di tempat embakarsi dan atau
debarkasi dan pemondokan selama berada di Arab Saudi.” Lihat dalam buku
Nidjam dan Hanan, op.cit., hal 76.
126
Penutupan Asuransi Bagi Jamaah Haji Indonesia ...
11
Suherman, op.cit., hal.93
127
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
128
Penutupan Asuransi Bagi Jamaah Haji Indonesia ...
12
E. Suherman (2),,”Perlindungan Hukum bagiPemakai Jasa
Angkutan dalam Hukum Perhubungan Indonesia,”(Makalah yang
disampaikan dalam Lokakarya Permasalahan Hukum dan Perngaturan
Perhubungan, 1981), hal.4.
13
Hal ini diakui oleh Sumasaputra, op.cit., hal. 16.
129
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
130
Penutupan Asuransi Bagi Jamaah Haji Indonesia ...
14
sebagai badan usaha yang sama dengan badan usaha liannya, PT
Garuad Indonesia wajib menjalankan tugas yang ditugaskan Pemerintah
kepadanya. Oleh sebab itu, penyerahan tugas ini seharusnya dipahami PT
Garuda Indonesia semata –mata karena diwjibkan sesuai dengan ketentuan –
131
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
132
Penutup
BAB VI
PENUTUP
Simpulan
133
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
Saran
Ada beberapa saran yang perlu penulis sampaikan sebagai
bahan masukan dalam penyelenggaraan haji. Khususnya
berkaitan dengan asuransi penerbangan haji, khususnya berkaitan
dengan asuransi penerbangan haji. Saran tersebut adalah sebagi
berikut:
1. Departemen Agama dalam menentukan spesifikasi
penerbangan haji seharusnya menerapkan dan
menentukan bentuk dan jenis pertanggungan asuransi
yang harus ada dalam penerbangan haji dan juga
mensosialisasikan adanya pertanggungan asuransi kepada
jamaah haji akan lebih bauk Departeman Agama meminta
134
Penutup
135
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
136
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
137
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
138
Daftar Pustaka
139
Aspek Hukum Penutupan Asuransi Kecelakaan Bagi Jamaah Haji
Indonesia di PT. Garuda Indonesia
140