Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Secara umum pemilihan umum lahir dari konsepsi dan gagasan besar
Demokrasi yang berarti merujuk John Locke dan Rousseau, keterjaminan
kebebasan, keadilan dan kesetaraan bagi individu dalam segala bidang. Dalam
demokrasi, ada nilai-nilai partisipatif dan kedaulatan yang dijunjung tinggi dan
harus dijalankan oleh warga negara dan instrumen negara baik pada level
legislatif, yudikatif maupun eksekutif. Hubungan antara warga negara dan negara
meskipun masih berjarak namun dapat difasilitasi oleh berbagai lembaga dan
elemen masyarakat karena adanya kebebasan bagi semua pihak untuk ikut serta
secara aktif dalam pembangunan nasional baik pembangunan politik maupun
bidang-bidang lainnya. Masyarakat diberikan ruang untuk berperan aktif dan
menjadi bagian dari proses demokrasi. Meskipun secara substansial, keikusertaan
mereka masih cenderung prosedural dan momentum.

Demokrasi di Indonesia sendiri mengalami dinamika dengan pola dan


karakteristiknya sendiri. Menduduki posisi sebagai negara demokrasi terbesar
ketiga di dunia selain Amerika Serikat dan India, mengalami masa ‘demokratisasi
gelombang ketiga’ bersama Malaysia, Filipina dan Thailand, Indonesia memasuki
fase perubahan yang signifikan dalam politik dan pemerintahannya. Sepuluh
tahun lebih sejak awal demokratisasi Indonesia terjadi, demokrasi Indonesia
cenderung lamban untuk mencapai ‘kestabilannya’. Meski demikian dibandingkan
dengan negara Asia Tenggara dan negara berkembang lainnya, Indonesia menjadi
negara dengan perkembangan keterbukaan politik yang paling meluas. Indonesia
juga menjadi negara tanpa kudeta militer atau pemberontakan berdarah. Bahkan
hingga pemilu terakhir pasca reformasi, Indonesia tidak pernah jatuh kembali
pada sistem otoritarian. Ini menjadi indikasi bahwa Indonesia memiliki
kecenderungan untuk berkembang dengan sistem tersebut. Menurut Ikrar Nusa
Bhakti, Indonesia mengalami empat fase menuju kedewasaannya sebagai negara
demokrasi yang mapan, yakni pra-transisi, liberalisasi, transisi demokrasi dan
yang terakhir dan masih berproses hingga saat ini yakni fase konsolidasi
demokrasi.

Pemilihan umum merupakan salah satu bagian dari proses sekaligus hasil
dari sebuah sistem demokrasi. Meski demokrasi secara substansial dengan nilai-
nilai yang menjunjung tinggi keterbukaan, kebebasan dan hak asasi baru
sepenuhnya dijalakan pasca runtuhnya kekuasaan Orde Baru di bawah Presiden
Soeharto, Indonesia sendiri sebenarnya telah mengenal Pemilihan Umum pertama
sejak tahun 1955 hingga yang terakhir pada 2014 lalu. Pemilihan Umum yang
pertama dilaksanakan pada masa OrdeBaru ketika Presiden Soekarno menjabat
dengan keikutsertaan empat partai besar yakni PNI, NU, PKI dan Masjumi serta
beberapa partai kecil lainnya seperti Partai Katholik, Parkindo dan PSII.24 Setelah
masa Pemilu Orde Lama, Pemilu selanjutnya diadakan pada tahun 1971 ketika
Orde Baru dengan keiskusertaan sepuluh partai.25 Setelah serangkain pemilu
yang ‘dikuasai’ oleh Orde Baru dengan hanya mengizinkan tiga partai yakni PPP,
PDI dan Golkar. Fase reformasi membawa Indonesia pada Pemilu 1999, dimana
partai dikembalikan pada fungsi awalnya. Kemudian diadakan kembali pada 2004
dengan perkembangan pada pola pemilihan presiden yang dilakukan secara
langsung. Setelah pelaksanaan pemilu dengan sistem pemilihan presiden
langsung, maka pada tahun 2009, diadakan kembali sistem pemilu yang sama
dengan perbaikan pada beberapa kekurangan pada pemilu sebelumnya. Terakhir,
pemilu diadakan pada April 2014 untuk pemilihan legislatif pusat dan daerah dan
pada bulan Juli 2014 untuk pemilihan Presiden dengan berbagai perbaikan sebagai
hasil dari evaluasi terhadap pemilu sebelumnya termasuk pada 2009 yang ternyata
memendam banyak persoalan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Pemilu di Indonesia dan Jumlah Peserta Partai
Politik di Indonesia Tahun 1955 – 2019 serta Hasil Pemilu di Indonesia
Tahun 1995 – 2014?
2. Bagaimana Dinamika Kontestasi Antar Partai Politik di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui dinamika kepemiluan di
Indonesia dari tahun 1995 – 2019 dengan melihat dari sejarah pemilu,
jumlah peserta partai politik dan hasil pemilu tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemilihan Umum 1955


Republik Indonesia berusia 10 tahun. Kalau dikatakan Pemilu merupakan
syarat minimal bagiadanya demokrasi, apakah berarti selama 10 tahun itu
Indonesia benar-benar tidak demokratis? Tidak mudah juga menjawab pertanyaan
tersebut.Yang jelas, sebetulnya sekitar tiga bulan setelah kemerdekaan dipro-
klamasikan oleh Soearno dan Hatta pada 17 Agustus1945, pemerintah waktu itu
sudah menyatakan keinginannya untuk bisa menyelenggarakan Pemilu pada awal
tahun 1946. Hal itu dicantumkan dalam Maklumat X, atau Maklumat Wakil
Presiden Mohammad Hatta tanggal 3 Nopember 1945, yang berisi anjuran tentang
pembentukan partai-partai politik. Maklumat tersebut menyebutkan, Pemilu untuk
memilih anggota DPR dan MPR akan diselenggarakan bulan Januari 1946. Kalau
kemudian ternyata Pemilu pertama tersebut baru terselenggara hampir sepuluh
tahun setelah kemudian tentu bukan tanpa sebab. Tetapi, berbeda dengan tujuan
yang dimaksudkan oleh Maklumat X, Pemilu 1955 dilakukan dua kali. Yang
pertama, pada 29 September 1955 untuk memlih anggota anggota DPR. Yang
kedua, 15 Desember 1955 untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante.
Dalam Maklumat X hanya disebutkan bahwa Pemilu yang akan diadakan Januari
1946 adalah untuk memilih angota DPR dan MPR, tidak ada Konstituante.

Berikut Tabel Peserta Pemilu 1955 beserta Hasil Pemilu :


No Nama Partai Jumlah
% Kursi
Suara
1 Partai Nasional Indonesia 8.434.653 22,32 57
2 Masyumi 7.903.886 20,92 57
3 Nahdlatul Ulama (NU) 6.955.141 18,41 45
4 Partai Komunis Indonesia (PKI) 6.179.914 16,36 39
5 Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) 1.091.160 2,89 8
6 Partai Kristen Indonesia (Parkindo) 1.003.326 2,66 8
7 Partai Katolik 770.740 2,04 6
8 Partai Sosialis Indonesia (PSI) 753.191 1,99 5
Ikatan Pendukung Kemerdekaan
9 541.306 1,43 4
Indonesia (IPKI)
10 Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) 483.014 1,28 4
11 Partai Rakyat Nasional (PRN) 242.125 0,64 2
12 Partai Buruh 224.167 0,59 2
13 Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS) 219.985 0,58 2
14 Partai Rakyat Indonesia (PRI) 206.161 0,55 2
15 Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI) 200.419 0,53 2
16 Murba 199.588 0,53 2
17 Baperki 178.887 0,47 1
Persatuan Indoenesia Raya (PIR)
18 178.481 0,47 1
Wongsonegoro
19 Grinda 154.792 0,41 1
Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia
20 149.287 0,40 1
(Permai)
21 Persatuan Daya (PD) 146.054 0,39 1
22 PIR Hazairin 114.644 0,30 1
23 Partai Politik Tarikat Islam (PPTI) 85.131 0,22 1
24 AKUI 81.454 0,21 1
25 Persatuan Rakyat Desa (PRD) 77.919 0,21 1
Partai Republik Indonesis Merdeka
26 72.523 0,19 1
(PRIM)
27 Angkatan Comunis Muda (Acoma) 64.514 0,17 1
28 R.Soedjono Prawirisoedarso 53.306 0,14 1
Lain-lain 1.022.433 2,71 -
Jumlah 37.785.299 100,00 256
Yang menarik dari Pemilu 1955 adalah tingginya kesadaran berkompetisi
secara sehat. Misalnya, meski yang menjadi calon anggota DPR adalah perdana
menteri dan menteri yang sedang memerintah, mereka tidak menggunakan
fasilitas negara dan otoritasnya kepada pejabat bawahan untuk menggiring
pemilih yang menguntungkan partainya. Karena itu, sosok pejabat negara tidak
dianggap sebagai pesaing yang menakutkan dan akan memenangkan Pemilu
dengan segala cara. Karena Pemilu kali ini dilakukan untuk dua keperluan, yaitu
memilih anggota DPR dan memilih anggota Dewan Konstituante, maka hasilnya
pun perlu dipaparkan semuanya.

B. Pemilihan Umum 1971


Pemilihan umum 1971 merupakan pemilihan umum yang dilaksanakan
pertama kali pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Setelah gagalnya G 30
S/PKI tahun 1965 kehidupan politik Indonesia mengalami perubahan yang drastis
dan prinsipil. Pertama berakhirnya kepemimpinan Presiden Soekarno dan
runtuhnya sistem politik demokrasi terpimpin, kedua meningkatnya peranan
ABRI dan yang ketiga adalah lahirnya Orde Baru di bawah kepemimpinan
Soeharto dengan sistem politik Demokrasi Pancasila. Semenjak memegang
kendali kekuasaan, pemerintah Orde Baru yang bertekad untuk melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, bersifat anti komunis dan
berorientasi kuat pada pembangunan mencoba untuk membangun sistem
pemilihan umum yang mampu memelihara stabilitas pemerintahan. Salah satu
tugas penting yang harus dilaksanakan Presiden Soeharto adalah
menyelenggarakan pemilihan umum, hal ini telah diputuskan oleh MPRS dalam
Ketetapan No. XI/MPRS/1966.

Berikut Tabel Peserta Pemilu 1971 beserta Hasil Pemilu :

JUMLAH JUMLAH
NO. PARTAI %
SUARA KURSI
1. Partai Katolik 603.740 1,10 3
Partai Syarikat Islam
2. 1.308.237 2,39 10
Indonesia (PSII)
3. Partai Nahdlatul Ulama 10.213.650 18,68 58
Partai Muslimin
4. 2.930.746 5,36 24
Indonesia (Parmusi)
5. Golongan Karya (Golkar) 34.348.673 62,82 236
Partai Kristen
6. 733.359 1,34 7
Indonesia (Parkindo)
Partai Musyawarah Rakyat
7. 48.126 0,08 0
Banyak (Murba)
8. Partai Nasional Indonesia (PNI) 3.793.266 6,93 20
9. Partai Islam (PERTI) 381.309 0,69 2
Partai Ikatan Pendukung
10. 338.403 0,61 0
Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
JUMLAH 54.669.509 100,00 360

C. Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997


Setelah 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur mulai
terlaksana. Pemilu ketiga diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu 1971,
yakni tahun 1977, setelah itu selalu terjadwal sekali dalam 5 tahun. Dari segi
jadwal sejak itulah pemilu teratur dilaksanakan. Satu hal yang nyata perbedaannya
dengan Pemilu-pemilu sebelumnya adalah bahwa sejak Pemilu 1977 pesertanya
jauh lebih sedikit, dua parpol dan satu Golkar. Ini terjadi setelah sebelumnya
pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai
dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Kedua
partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi
Indonesia atau PDI) dan satu Golongan Karya atau Golkar. Jadi dalam 5 kali
Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 pesertanya hanya tiga
tadi. Hasilnya pun sama, Golkar selalu menjadi pemenang, sedangkan PPP dan
PDI menjadi pelengkap atau sekedar ornamen. Golkar bahkan sudah menjadi
pemenang sejak Pemilu 1971. Keadaan ini secara lang-sung dan tidak langsung
membuat kekuasaan eksekutif dan legislatif berada di bawah kontrol Golkar.
Pendukung utama Golkar adalah birokrasi sipil dan militer. Berikut ini dipaparkan
hasil dari 5 kali Pemilu tersebut secara berturut-turut.

Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei 1977. Cara pembagian


kursi masih dilakukan seperti dalam Pemilu 1971, yakni mengikuti sistem
proporsional di daerah memilihan. Dari 70.378.750 pemilih, suara yang sah
mencapai 63.998.344 suara atau 90,93 persen. Dari suara yang sah itu Golkar
meraih 39.750.096 suara atau 62,11 persen. Namun perolehan kursinya menurun
menjai 232 kursi atau kehilangan 4 kursi dibandingkan Pemilu 1971. Pada Pemilu
1977 suara PPP naik di berbagai daerah, bahkan di DKI Jakarta dan DI Aceh
mengalahkan Golkar. Secara nasional PPP berhasil meraih 18.743.491 suara, 99
kursi atau naik 2,17 persen, atau bertambah 5 kursi dibanding gabungan kursi 4
partai Islam dalam Pemilu 1971. Kenaikan suara PPP terjadi di banyak basis-basis
eks Masjumi. Ini seiring dengan tampilnya tokoh utama Masyumi mendukung
PPP. Tetapi kenaikan suara PPP di basis-basis Masjumi diikuti pula oleh
penurunan suara dan kursi di basis-basis NU, sehingga kenaikan suara secara
nasional tidak begitu besar. PPP berhasil menaikkan 17 kursi dari Sumatera,
Jakarta, Jawa Barat dan Kalimantan, tetapi kehilangan 12 kursi di Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Secara nasional tambahan kursi
hanya 5. PDI juga merosot perolehan kursinya dibanding gabungan kursi partai-
partai yang berfusi sebelumnya, yakni hanya memperoleh 29 kursi atau berkurang
1 kursi di banding gabungan suara PNI, Parkindo dan Partai Katolik. Berikut
Tabel Peserta Pemilu 1977 beserta Hasil Pemilu :

No. Partai Suara % Kursi % (1971) Keterangan


1. Golkar 39.750.096 62,11 232 62,80 – 0,69
2. PPP 18.743.491 29,29 99 27,12 + 2,17
3. PDI 5.504.757 8,60 29 10,08 – 1,48
Jumlah 63.998.344 100,00 360 100,00

Pemungutan suara Pemilu 1982 dilangsungkan secara serentak pada tanggal


4 Mei 1982. Pada Pemilu ini perolehan suara dan kursi secara nasional Golkar
meningkat, tetapi gagal merebut kemenangan di Aceh. Hanya Jakarta dan
Kalimantan Selatan yang berhasil diambil Golkar dari PPP. Secara nasional
Golkar berhasil merebut tambahan 10 kursi dan itu berarti kehilangan masing-
masing 5 kursi bagi PPP dan PDI Golkar meraih 48.334.724 suara atau 242 kursi.
Adapun cara pembagian kursi pada Pemilu ini tetap mengacu pada ketentuan
Pemilu 1971. Berikut Tabel Peserta Pemilu 1982 beserta Hasil Pemilu :

No. Partai Suara % Kursi % (1977) Keterangan


1. Golkar 48.334.724 64,34 242 62,11 + 2,23
2. PPP 20.871.880 27,78 94 29,29 – 1,51
3. PDI 5.919.702 7,88 24 8,60 – 0,72
Jumlah 75.126.306 100,00 364 100,00

Pemungutan suara Pemilu 1987 diselenggarakan tanggal 23 April 1987


secara serentak di seluruh tanah air. Dari 93.737.633 pemilih, suara yang sah
mencapai 85.869.816 atau 91,32 persen. Cara pembagian kursi juga tidak berubah,
yaitu tetap mengacu pada Pemilu sebelumnya. Hasil Pemilu kali ini ditandai
dengan kemerosotan terbesar PPP, yakni hilangnya 33 kursi dibandingkan Pemilu
1982, sehingga hanya mendapat 61 kursi. Penyebab merosotnya PPP antara lain
karena tidak boleh lagi partai itu memakai asas Islam dan diubahnya lambing dari
Ka’bah kepada Bintang dan terjadinya penggembosan oleh tokoh- tokoh unsur
NU,terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah Sementara itu Golkar memperoleh
tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi. PDI, yang tahun 1986 dapat
dikatakan mulai dekat dengan kekuasaan, sebagaimana diindikasikan dengan
pembentukan DPP PDI hasil Kongres 1986 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo
Rustam, berhasil menambah perolehan kursi secara signifikan dari 30 kursi pada
Pemilu 1982 menjadi 40 kursi pada Pemilu 1987 ini. Berikut Tabel Peserta
Pemilu 1987 beserta Hasil Pemilu :

No. Partai Suara % Kursi % (1982) Keterangan


1. Golkar 62.783.680 73,16 299 68,34 + 8,82
2. PPP 13.701.428 15,97 61 27,78 – 11,81
3. PDI 9.384.708 10,87 40 7,88 + 2,99
Jumlah 85.869.816 100,00 400
Cara pembagian kursi untuk Pemilu 1992 juga masih sama dengan Pemilu
sebelumnya. Hasil Pemilu yang pemungutan suaranya dilaksanakan tanggal 9 Juni
1992 ini pada waktu itu agak mengagetkan banyak orang. Sebab, perolehan suara
Golkar kali ini merosot dibandingkan Pemilu 1987. Kalau pada Pemilu 1987
perolehan suaranya mencapai 73,16 persen, pada Pemilu 1992 turun menjadi
68,10 persen, atau merosot 5,06 persen. Penurunan yang tampak nyata bisa dilihat
pada perolehan kursi, yakni menurun dari 299 menjadi 282, atau kehilangan 17
kursi dibanding pemilu sebelumnya. PPP juga mengalami hal yang sama, meski
masih bisa menaikkan 1 kursi dari 61 pada Pemilu 1987 menjadi 62 kursi pada
Pemilu 1992 ini. Tetapi di luar Jawa suara dan kursi partai berlambang ka’bah itu
merosot. Pada Pemilu 1992 partai ini kehilangan banyak kursi di luar Jawa, meski
ada penambahan kursi dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Malah partai itu tidak
memiliki wakil sama sekali di 9 provinsi, termasuk 3 provinsi di Sumatera. PPP
memang berhasil menaikkan perolehan 7 kursi di Jawa, tetapi karena kehilangan 6
kursi di Sumatera, akibatnya partai itu hanya mampu menaikkan 1 kursi secara
nasional. Yang berhasil menaikkan perolehan suara dan kursi di berbagai daerah
adalah PDI. Pada Pemilu 1992 ini PDI berhasil meningkatkan perolehan kursinya
16 kursi dibandingkan Pemilu 1987, sehingga menjadi 56 kursi. Ini artinya dalam
dua pemilu, yaitu 1987 dan 1992, PDI berhasil menambah 32 kursinya di DPR RI.
Berikut Tabel Peserta Pemilu 1992 beserta Hasil Pemilu :

No. Partai Suara % Kursi % (1987) Keterangan


1. Golkar 66.599.331 68,10 282 73,16 – 5,06
2. PPP 16.624.647 17,01 62 15,97 + 1,04
3. PDI 14.565.556 14,89 56 10,87 + 4.02
Jumlah 97.789.534 100,00 400 100,00

Sampai Pemilu 1997 ini cara pembagian kursi yang digunakan tidak
berubah, masih menggunakan cara yang sama dengan Pemilu 1971, 1977, 1982,
1987, dan 1992. Pemungutan suara diselenggarakan tanggal 29 Mei 1997.
Hasilnya menunjukkan bahwa setelah pada Pemilu 1992 mengalami kemerosotan,
kali ini Golkar kembali merebut suara pendukungnnya. Perolehan suaranya
mencapai 74,51 persen, atau naik 6,41. Sedangkan perolehan kursinya meningkat
menjadi 325 kursi, atau bertambah 43 kursi dari hasil pemilu sebelumnya. PPP
juga menikmati hal yang sama, yaitu meningkat 5,43 persen. Begitu pula untuk
perolehan kursi. Pada Pemilu 1997 ini PPP meraih 89 kursi atau meningkat 27
kursi dibandingkan Pemilu 1992. Dukungan terhadap partai itu di Jawa sangat
besar. Sedangkan PDI, yang mengalami konflik internal dan terpecah antara PDI
Soerjadi dengan Megawati Soekarnoputri setahun menjelang pemilu, perolehan
suaranya merosot 11,84 persen, dan hanya mendapat 11 kursi, yang berarti
kehilangan 45 kursi di DPR dibandingkan Pemilu 1992. Berikut Tabel Peserta
Pemilu 1997 beserta Hasil Pemilu :

No. Partai Suara % Kursi % (1992) Keterangan


1. Golkar 84.187.907 74,51 325 68,10 + 6,41
2. PPP 25.340.028 22,43 89 17,00 + 5,43
3. PDI 3.463.225 3,06 11 14,90 – 11,84
Jumlah 112.991.150 100,00 425 100,00
Pemilu kali ini diwarnai banyak protes. Protes terhadap kecurangan terjadi
di banyak daerah. Bahkan di Kabupaten Sampang, Madura, puluhan kotak suara
dibakar massa karena kecurangan penghitungan suara dianggap keterlaluan.
Ketika di beberapa tempat di daerah itu pemilu diulang pun, tetapi pemilih,
khususnya pendukung PPP, tidak mengambil bagian.

D. Pemilu 1999
Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21
Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf
Habibie. Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau dipercepat segera
dilaksanakan, sehinggahasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti. Kemudian ternyata
bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan. masa kekuasaan
Habibie. Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya Pemilu adalah untuk
memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia
internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan
produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian
dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden
dan wakil presiden yang baru. Ini berarti bahwa dengan pemilu dipercepat, yang
terjadi bukan hanya bakal digantinya keanggotaan DPR dan MPR sebelum selesai
masa kerjanya, tetapi Presiden Habibie sendiri memangkas masa jabatannya yang
seharusnya berlangsung sampai tahun 2003, suatu kebijakan dari seorang presiden
yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sebelum menyelenggarakan Pemilu yang
dipercepat itu, pemerintah mengajukan RUU tentang Partai Politik, RUU tentang
Pemilu dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Ketiga
draft UU ini disiapkan oleh sebuah tim Depdagri, yang disebut Tim 7, yang
diketuai oleh Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid (Rektor IIP Depdagri, Jakarta).

Setelah RUU disetujui DPR dan disahkan menjadi UU, presiden


membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya adalah
wakil dari partai politik dan wakil dari pemerintah. Satu hal yang secara sangat
menonjol membedakan Pemilu 1999 dengan Pemilu pemilu sebelumnya sejak
1971 adalah Pemilu 1999 ini diikuti oleh banyak sekali peserta. Ini dimungkinkan
karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik. Peserta Pemilu kali ini
adalah 48 partai. Ini sudah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah partai
yang ada danterdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni 141 partai.
Dalam sejarah Indonesia tercatat, bahwa setelah pemerintahan Perdana Menteri
Burhanuddin Harahap, pemerintahan Reformasi inilah yang mampu
menyelenggarakan pemilu lebih cepat setelah proses alih kekuasaan. Burhanuddin
Harahap berhasil menyelenggarakan pemilu hanya sebulan setelah menjadi
Perdana Menteri menggantikan Ali Sastroamidjojo, meski persiapanpersiapannya
sudah dijalankan juga oleh pemerintahan sebelum-nya. Habibie
menyelenggarakan pemilu setelah 13 bulan sejak ia naik ke kekuasaan, meski
persoalan yang dihadapi Indonesia bukan hanya krisis politik, tetapi yang lebih
parah adalah krisis ekonomi, sosial dan penegakan hukum serta tekanan
internasional. Berikut Tabel Peserta Pemilu 1999 beserta Hasil Pemilu :

JUMLAH JUMLAH
NO. PARTAI % %
SUARA KURSI
1. Partai Indonesia Baru 192.712 0,18% 0 0,00%
Partai Kristen
2. 369.719 0,35% 0 0,00%
Nasional Indonesia
Partai Nasional
3. 377.137 0,36% 0 0,00%
Indonesia
Partai Aliansi
4. 85.838 0,08% 0 0,00%
Demokrat Indonesia
Partai Kebangkitan
5. 289.489 0,27% 0 0,00%
Muslim Indonesia
6. Partai Ummat Islam 269.309 0,25% 0 0,00%
Partai Kebangkitan
7. 300.064 0,28% 1 0,22%
Ummat
8. Partai Masyumi Baru 152.589 0,14% 0 0,00%
Partai Persatuan
9. 11.329.905 10,71% 58 12,55%
Pembangunan
Partai Syarikat Islam
10. 375.920 0,36% 1 0,22%
Indonesia
Partai Demokrasi
11. 35.689.073 33,74% 153 33,12%
Indonesia Perjuangan
12. Partai Abul Yatama 213.979 0,20% 0 0,00%
13. Partai Kebangsaan 104.385 0,10% 0 0,00%
Merdeka
Partai Demokrasi
14. 550.846 0,52% 5 1,08%
Kasih Bangsa
Partai Amanat
15. 7.528.956 7,12% 34 7,36%
Nasional
Partai Rakyat
16. 78.730 0,07% 0 0,00%
Demokratik
Partai Syarikat Islam
17. 152.820 0,14% 0 0,00%
Indonesia 1905
Partai Katolik
18. 216.675 0,20% 0 0,00%
Demokrat
19. Partai Pilihan Rakyat 40.517 0,04% 0 0,00%
Partai Rakyat
20. 54.790 0,05% 0 0,00%
Indonesia
Partai Politik Islam
21. 456.718 0,43% 1 0,22%
Indonesia Masyumi
22. Partai Bulan Bintang 2.049.708 1,94% 13 2,81%
Partai Solidaritas
23. Pekerja Seluruh 61.105 0,06% 0 0,00%
Indonesia
24. Partai Keadilan 1.436.565 1,36% 7 1,51%
Partai Nahdlatul
25. 679.179 0,64% 5 1,08%
Ummat
Partai Nasional
26. Indonesia – Front 365.176 0,35% 1 0,22%
Marhaenis
Partai Ikatan
Pendukung
27. 328.654 0,31% 1 0,22%
Kemerdekaan
Indonesia
28. Partai Republik 328.564 0,31% 0 0,00%
29. Partai Islam Demokrat 62.901 0,06% 0 0,00%
Partai Nasional
30. Indonesia – Massa 345.629 0,33% 1 0,22%
Marhaen
Partai Musyawarah
31. 62.006 0,06% 0 0,00%
Rakyat Banyak
Partai Demokrasi
32. 345.720 0,33% 2 0,43%
Indonesia
33. Partai Golongan Karya 23.741.749 22,44% 120 25,97%
34. Partai Persatuan 655.052 0,62% 1 0,22%
Partai Kebangkitan
35. 13.336.982 12,61% 51 11,03%
Bangsa
Partai Uni Demokrasi
36. 140.980 0,13% 0 0,00%
Indonesia
37. Partai Buruh Nasional 140.980 0,13% 0 0,00%
Partai Musyawarah
38. Kekeluargaan Gotong 204.204 0,19% 0 0,00%
Royong
39. Partai Daulat Rakyat 427.854 0,40% 2 0,43%
40. Partai Cinta Damai 168.087 0,16% 0 0,00%
Partai Keadilan dan
41. 1.065.686 1,01% 4 0,87%
Persatuan
Partai Solidaritas
42. 49.807 0,05% 0 0,00%
Pekerja
Partai Nasional
43. 149.136 0,14% 0 0,00%
Bangsa Indonesia
Partai Bhinneka
44. 364.291 0,34% 1 0,22%
Tunggal Ika Indonesia
Partai Solidaritas Uni
45. 180.167 0,17% 0 0,00%
Nasional Indonesia
Partai Nasional
46. 96.984 0,09% 0 0,00%
Demokrat
Partai Ummat
47. 49.839 0,05% 0 0,00%
Muslimin Indonesia
Partai Pekerja
48. 63.934 0,06% 0 0,00%
Indonesia
JUMLAH 105.786.661 100,00% 462 100,00%

Meskipun masa persiapannya tergolong singkat, pelaksanaan pemungutan


suara pada Pemilu 1999 ini bisa dilakukan sesuai jadwal, yakni tanggal 7 Juni
1999. Tidak seperti yang diprediksikan dan dikhawatirkan banyak pihak
sebelumnya, ternyata Pemilu 1999 bisa terlaksana dengan damai, tanpa ada
kekacauan yang berarti. Hanya di beberapa Daerah Tingkat II di Sumatera Utara
yang pelaksanaan pemungutan suaranya terpaksa diundur suara satu pekan. Itu
pun karena adanya keterlambatan atas datangnya perlengkapan pemungutan suara.
Tetapi tidak seperti pada pemungutan suara yang berjalan lancar, tahap
penghitungan suara dan pembagian kursi pada Pemilu kali ini sempat menghadapi
hambatan.

Pada tahap penghitungan suara, 27 partai politik menolak menandatangani


berita acara perhitungan suara dengan dalih Pemilu belum jurdil (jujur dan adil).
Karena ada penolakan, dokumen rapat KPU kemudian diserahkan pimpinan KPU
kepada presiden. Oleh presiden hasil rapat dari KPU tersebut kemudian
diserahkan kepada Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu). Panwaslu diberi tugas
untuk meneliti keberatan-keberatan yang diajukan wakil-wakil partai di KPU yang
berkeberatan tadi. Hasilnya, Panwaslu memberikan rekomen-dasi bahwa pemilu
sudah sah. Lagipula mayoritas partai tidak menyertakan data tertulis menyangkut
keberatan-keberatannya. Presiden kemudian juga menyatakan bahwa hasil pemilu
sah. Hasil final pemilu baru diketahui masyararakat tanggal 26 Juli 1999.

Setelah disahkan oleh presiden, PPI (Panitia Pemilihan Indonesia) langsung


elakukan pembagian kursi. Pada tahap ini juga muncul masalah. Rapat pembagian
kursi di PPI berjalan alot. Hasil pembagian kursi yang ditetapkan Kelompok Kerja
PPI, khususnya pembagian kursi sisa, ditolak oleh kelompok partai Islam yang
melakukan stembus accoord. Hasil Kelompok Kerja PPI menunjukkan, partai
Islam yang melakukan stembus accoord hanya mendapatkan 40 kursi. Sementara
Kelompok stembus accoord 8 partai Islam menyatakan bahwa mereka berhak atas
53 dari 120 kursi sisa.
Perbedaan pendapat di PPI tersebut akhirnya diserahkan kepada KPU. Di
KPU perbedaan pendapat itu akhirnya diselesaikan melalui voting dengan dua
opsi. Opsi pertama, pembagian kursi sisa dihitung dengan memperhatikan suara
stembus accoord, sedangkan opsi kedua pembagian tanpa stembus accoord. Hanya
12 suara yang mendukung opsi pertama, sedangkan yang mendukung opsi kedua
43 suara. Lebih dari 8 partai walk out. Ini berarti bahwa pembagian kursi
dilakukan tanpa memperhitungkan lagi stembus accoord.

E. Pemilu 2004
Pemilihan umum 2004 merupakan pemilihan umum ke sembilan yang
dilaksanakan Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan. Pemilihan umum 2004
merupakan pemilihan umum yang demokratis. Adapun dasar dilaksanakannya
pemilihan umum 2004 sendiri adalah UU RI No. 12 Tahun 2003 tentang
pemilihan umum Anggota DPR, DPD dan DPRD serta UU RI No. 23 Tahun 2003
tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden.

Berikut Tabel Peserta Pemilu 2004 beserta Hasil Pemilu :

JUMLAH JUMLAH
NO. PARTAI % % KETERANGAN
SUARA KURSI
Partai
1. Golongan 24.480.757 21,58% 128 23,27% Lolos
Karya
2. PDIP 21.026.629 18,53% 109 19,82% Lolos
Partai
3. Kebangkitan 11.989.564 10,57% 52 9,45% Lolos
Bangsa
Partai
4. Persatuan 9.248.764 8,15% 58 10,55% Lolos
Pembangunan
Partai
5. 8.455.225 7,45% 55* 10,00% Lolos
Demokrat
Partai
6. Keadilan 8.325.020 7,34% 45 8,18% Lolos
Sejahtera
Partai Amanat
7. 7.303.324 6,44% 53* 9,64% Lolos
Nasional
Partai Bulan
8. 2.970.487 2,62% 11 2,00% Lolos
Bintang
Partai Bintang
9. 2.764.998 2,44% 14* 2,55% Lolos
Reformasi
Partai Damai
10. 2.414.254 2,13% 13* 2,36% Lolos
Sejahtera
Partai Karya
11. 2.399.290 2,11% 2 0,36% Lolos
Peduli Bangsa
12. Partai 1.424.240 1,26% 1 0,18% Lolos
Keadilan dan
Persatuan
Indonesia
Partai
Persatuan
13. 1.313.654 1,16% 4* 0,73% Lolos
Demokrasi
Kebangsaan
Partai
Nasional
14. 1.230.455 1,08% 0* 0,00% Tidak lolos
Banteng
Kemerdekaan
Partai Patriot
15. 1.073.139 0,95% 0 0,00% Tidak lolos
Pancasila
Partai
Nasional
16. 923.159 0,81% 1 0,18% Lolos
Indonesia
Marhaenisme
Partai
Persatuan
17. Nahdlatul 895.610 0,79% 0 0,00% Tidak lolos
Ummah
Indonesia
18. Partai Pelopor 878.932 0,77% 3* 0,55% Lolos
Partai
Penegak
19. 855.811 0,75% 1 0,18% Lolos
Demokrasi
Indonesia
Partai
20. 842.541 0,74% 0 0,00% Tidak lolos
Merdeka
Partai Sarikat
21. 679.296 0,60% 0 0,00% Tidak lolos
Indonesia
Partai
Perhimpunan
22. 672.952 0,59% 0 0,00% Tidak lolos
Indonesia
Baru
Partai
23. Persatuan 657.916 0,58% 0 0,00% Tidak lolos
Daerah
Partai Buruh
24. Sosial 636.397 0,56% 0 0,00% Tidak lolos
Demokrat

Selain memilih wakil rakyat, Pemilihan umum 2004 merupakan salah satu
tonggak sejarah yang penting di Indonesia karena untuk pertama kalinya rakyat
Indonesia dapat memilih presiden dan wakil presiden secara langsung. Dimana
presiden dan wakil presiden dipilih setiap 5 tahun sekali melalui pemilihan umum
yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil yang
diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap
dan mandiri. Pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 dikenal adanya paket
pemilihan presiden dan wakil presiden Republik Indonesia. Pertama adalah
pemilihan dengan sistem seleksi awal (early selection) dari banyak kandidat
pasangan calon presiden dan wakil presiden. Jika 50 % dari sistem pertama ini
belum terpenuhi maka dilanjutkan dengan putaran kedua (second selection) yang
ditentukan dari pemilihan 2 pasang calon presiden dan wakil presiden dengan
peraih suara terbanyak.

Tata cara pelaksanaan dan pemungutan, penghitungan serta rekapitulasi


perolehan suara pemilu presiden dan wakil presiden di PPK, PPS, KPU
Kabupaten/Kota dan KPU Provinsi diatur secara khusus dalam Keputusan KPU
No. 37 dan 38 tahun 2004. Dalam mekanisme pencalonan pasangan presiden dan
wakil presiden bahwa peserta pemilu presiden dan wakil presiden adalah
pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik
yang memperoleh sekurang-kurangnya 15 % dari jumlah kursi DPR atau 20 %
dari perolehan suara sah secara nasional dalam pemilihan umum anggota DPR.
Khusus pada pemilihan umum presiden dan wakil presiden 2004 partai politik
atau gabungan partai yang boleh mengajukan calon adalah partai politik yang
memperoleh suara sekurang-kurangnya 3 % dari jumlah kursi di DPR atau 5 %
dari suara sah secara nasional. Pada pemilihan umum presiden dan wakil presiden
dengan sedikitnya 20 % suara disetiap provinsi tersebar di lebih dari setengah
jumlah provinsi di Indonesia diumumkan sebagai presiden dan wakil presiden
terpilih.

Hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden 2004 putaran I telah
ditetapkan oleh KPU pada tanggal 26 Juli 2004. Dari penetapan tersebut
dipastikan bahwa Pemilu presiden dan wakilnya tidak bias diselesaikan dalam
satu putaran, karena tidak ada satu pasangan calon pun yang mampu
mengumpulkan lebih dari 50 % suara sah. Berdasarkan ketentuan yang ada di
dalam UU No. 23/2003 Tentang Pemilu presiden dan wakil presiden, khususnya
Pasal 67 ayat (1), apabila tidak ada pasangan calon yang memperoleh lebih dari
50% suara, pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua
dipilih kembali oleh rakyat secara langsung melalui Pemilu putaran kedua.
Berikut tabel Hasil Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden Putaran I :

No. Pasangan calon Jumlah suara Persentase

Wiranto
1. 26.286.788 22,15%
Salahuddin Wahid

Megawati Soekarnoputri
2. 31.569.104 26,61%
Hasyim Muzadi

Amien Rais
3. 17.392.931 14,66%
Siswono Yudo Husodo

Susilo Bambang Yudhoyono


4. 39.838.184 33,57%
Muhammad Jusuf Kalla

Hamzah Haz
5. 3.569.861 3,01%
Agum Gumelar

Dari hasil pemungutan suara pemilihan presiden dan wakil presiden maka
ada 2 (dua) pasang calon yang akan masuk ke tahap 2 (dua) antara lain : Megawati
Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi serta Susilo Bambang Yudhoyono
dan Muhammad Jusuf Kalla. Pelaksanaan pemungutan suara tahap 2 (dua)
dilaksanakan pada tanggal 20 September 2004. Pada hari Senin 4 Oktober 2004,
Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan hasil Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden 2004 putaran II. Berikut tabel Hasil Pemilihan Presiden Dan Wakil
Presiden Putaran II :

No. Pasangan calon Jumlah suara Persentase

2. Megawati Soekarnoputri 44.990.704 39,38%


Hasyim Muzadi

Susilo Bambang Yudhoyono


4. 69.266.350 60,62%
Muhammad Jusuf Kalla

Pelaksanaan pemilihan umum 2004 akhirnya dapat selesai tanpa adanya


kerusuhan-kerusuhan yang ditafsirkan oleh banyak pihak, prediksi akan terjadi
keributan antara para pemenang dan pihak yang kalah ternyata tidak terjadi. Hal
tersebut menunjukan kedewasaan rakyat Indonesia, hanya saja memang ada
beberapa halangan misalnya saja pendistribusian kertas suara di tempat-tempat
yang terpencil sehingga pelaksanaan pemungutan suara tidak dapat berjalan
secaraserempak di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan di beberapa tempat
pemungutan suara diulang karena ada kesalahan penghitungan suara.

F. Pemilu 2009
 Pemilihan Legislatif
Sebanyak 34 partai mengikuti Pemilihan Umum di tahun 2009. Namun,
hanya sembilan partai saja yang mampu menduduki kursi parlemen. Pada Pemilu
2009 ini Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
kembali jadi presiden untuk periode keduanya. Pemilu ini digelar serentak pada 9
April 2009 untuk pemilihan legislatif, sedangkan untuk pemilihan presiden
dilangsungkan pada 8 Juli 2009. Mulanya Pemilu ini diikuti 34 parpol, namun
berdasarkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menetapkan 4 parpol
lagi sebagai peserta Pemilu 2009. Empat partai yang belakangan adalah Partai
Merdeka, Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia, Partai Sarikat Indonesia,
dan Partai Buruh.

Tercatat dalam pemilu saat itu sebanyak 171 juta penduduk Indonesia
menggunakan hak suaranya. Namun hanya sekitar 121 juta pemilih saja yang
menggunakan suaranya, di mana tercatat 49 juta orang tidak menggunakan hak
pilihnya dan hanya 17 juta suara yang tidak sah dari 104 yang dinyatakan sah oleh
KPU. Sebanyak 560 kursi parlemen pun diperebutkan oleh partai-partai pemenang
pemilu. Di mana mayoritas kursi di isi oleh Partai Demokrat dengan 150 kursi,
disusul Partai Golkar sebanyak 107 kursi dan PDI Perjuangan dengan 95 kursi.
Pemilihan Umum Anggota DPR dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka
yang perhitungannya didasarkan pada sejumlah daerah pemilihan, dengan peserta
pemilu adalah partai politik. Pemilihan umum ini adalah yang pertama kalinya
dilakukan dengan penetapan calon terpilih berdasarkan perolehan suara terbanyak,
bukan berdasarkan nomor urut (pemilih memilih calon anggota DPR, bukan partai
politik).

Berikut Tabel Hasil Pemilu Legisltaif 2009 :

Jumlah Persentase Jumlah Status


No. Partai %
suara suara kursi PT*
Partai Hati Nurani
1 3.922.870 3,77% 18 3,21% Lolos
Rakyat
Partai Karya Tidak
2 1.461.182 1,40% 0 0,00%
Peduli Bangsa lolos
Partai Pengusaha
Tidak
3 dan Pekerja 745.625 0,72% 0 0,00%
lolos
Indonesia
Partai Peduli Tidak
4 1.260.794 1,21% 0 0,00%
Rakyat Nasional lolos
Partai Gerakan
5 4.646.406 4,46% 26 4,64% Lolos
Indonesia Raya
Partai Barisan Tidak
6 761.086 0,73% 0 0,00%
Nasional lolos
Partai Keadilan
Tidak
7 dan Persatuan 934.892 0,90% 0 0,00%
lolos
Indonesia
Partai Keadilan
8 8.206.955 7,88% 57 10,18% Lolos
Sejahtera
Partai Amanat
9 6.254.580 6,01% 43 7,68% Lolos
Nasional
Partai Perjuangan Tidak
10 197.371 0,19% 0 0,00%
Indonesia Baru lolos
Tidak
11 Partai Kedaulatan 437.121 0,42% 0 0,00%
lolos
Partai Persatuan Tidak
12 550.581 0,53% 0 0,00%
Daerah lolos
Partai
13 Kebangkitan 5.146.122 4,94% 27 4,82% Lolos
Bangsa
Partai Pemuda Tidak
14 414.043 0,40% 0 0,00%
Indonesia lolos
15 Partai Nasional 316.752 0,30% 0 0,00% Tidak
Indonesia lolos
Marhaenisme
Partai Demokrasi Tidak
16 896.660 0,86% 0 0,00%
Pembaruan lolos
Partai Karya Tidak
17 351.440 0,34% 0 0,00%
Perjuangan lolos
Partai Matahari Tidak
18 414.750 0,40% 0 0,00%
Bangsa lolos
Partai Penegak
Tidak
19 Demokrasi 137.727 0,13% 0 0,00%
lolos
Indonesia
Partai Demokrasi Tidak
20 671.244 0,64% 0 0,00%
Kebangsaan lolos
Partai Republika Tidak
21 630.780 0,61% 0 0,00%
Nusantara lolos
Tidak
22 Partai Pelopor 342.914 0,33% 0 0,00%
lolos
Partai Golongan
23 15.037.757 14,45% 107 19,11% Lolos
Karya
Partai Persatuan
24 5.533.214 5,32% 37 6,61% Lolos
Pembangunan
Partai Damai Tidak
25 1.541.592 1,48% 0 0,00%
Sejahtera lolos
Partai Nasional
Benteng Tidak
26 468.696 0,45% 0 0,00%
Kerakyatan lolos
Indonesia
Partai Bulan Tidak
27 1.864.752 1,79% 0 0,00%
Bintang lolos
Partai Demokrasi
28 Indonesia 14.600.091 14,03% 95 16,96% Lolos
Perjuangan
Partai Bintang Tidak
29 1.264.333 1,21% 0 0,00%
Reformasi lolos
Tidak
30 Partai Patriot 547.351 0,53% 0 0,00%
lolos
31 Partai Demokrat 21.703.137 20,85% 150 26,79% Lolos
Partai Kasih
Tidak
32 Demokrasi 324.553 0,31% 0 0,00%
lolos
Indonesia
Partai Indonesia Tidak
33 320.665 0,31% 0 0,00%
Sejahtera lolos
Partai
Tidak
34 Kebangkitan 1.527.593 1,47% 0 0,00%
lolos
Nasional Ulama
Tidak
41 Partai Merdeka 111.623 0,11% 0 0,00%
lolos
42 Partai Persatuan 146.779 0,14% 0 0,00% Tidak
Nahdlatul Ummah lolos
Indonesia
Partai Sarikat Tidak
43 140.551 0,14% 0 0,00%
Indonesia lolos
Tidak
44 Partai Buruh 265.203 0,25% 0 0,00%
lolos

Jumlah 104.099.785 100,00% 560 100,00%

* Karena adanya penerapan parliamentary threshold (PT), partai politik yang memperoleh suara dengan
persentase kurang dari 2,50% tidak berhak memperoleh kursi di DPR.

Pemilihan Umum Anggota DPD 2009 dilaksanakan dengan sistem distrik


berwakil banyak, dengan peserta pemilu adalah perseorangan. Jumlah kursi
anggota DPD untuk setiap provinsi ditetapkan sebanyak 4 kursi, dengan daerah
pemilihan adalah provinsi.

 Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden

Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun


2009 diselenggarakan untuk memilih Presiden dan Wakil
Presiden Indonesiaperiode 2009-2014. Pemungutan suara diselenggarakan pada 8
Juli 2009. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono berhasil menjadi
pemenang dalam satu putaran langsung dengan memperoleh suara 60,80%,
mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo
Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto. Berikut tabel Hasil Pemilihan
Presiden Dan Wakil Presiden 2009 :

No. Pasangan calon Jumlah suara Persentase suara


1 Megawati-Prabowo 32.548.105 26,79%
2 SBY-Boediono 73.874.562 60,80%
3 JK-Wiranto 15.081.814 12,41%
100,00%
Jumlah 121.504.481

Pasangan JK-Wiranto dan Megawati-Prabowo mengajukan keberatan


terhadap hasil rekapitulasi perolehan suara Pilpres 2009 yang telah ditetapkan
KPU Mahkamah Konstitusi (MK), masing-masing dengan perkara nomor
108/PHPU.B-VII/2009 dan 109/PHPU.B-VII/2009. Isi keberatan yang diajukan
kedua pasangan antara lain sebagai berikut :

 Kekacauan masalah penyusunan dan penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT)


 Regrouping dan/atau pengurangan jumlah TPS
 Adanya kerjasama atau bantuan IFES
 Adanya spanduk buatan KPU mengenai tata cara pencontrengan
 Beredarnya formulir ilegal model “C-1 PPWP”
 Adanya berbagai pelanggaran administratif maupun pidana
 Adanya penambahan perolehan suara SBY-Boediono serta pengurangan suara
Mega-Prabowo dan JK-Wiranto

KPU berikut KPUD seluruh Indonesia menjadi termohon dan Bawaslu serta
pasangan SBY-Boediono menjadi pihak terkait. Sidang kedua perkara ini
digabungkan oleh MK karena melihat adanya kesamaan pokok perkara.
Persidangan terbuka dilaksanakan sebanyak 4 kali yaitu pada tanggal 4
Agustus 2009 (pemeriksaan perkara), 5 Agustus 2009 (mendengar keterangan
termohon, pihak terkait, keterangan saksi, dan pembuktian), dan 6-7
Agustus 2009 (pembuktian). Pada tanggal 12 Agustus 2009, majelis hakim
konstitusi membacakan putusannya, dimana dalam amar putusan menyatakan
bahwa permohonan ditolak seluruhnya. Putusan ini diambil secara bulat oleh
seluruh hakim konstitusi, tanpa dissenting opinion.

Setelah keluarnya putusan MK tersebut, pada 18 Agustus 2009, KPU


menetapkan SBY-Boediono sebagai presiden dan wakil presiden terpilih 2009-
2014.[14] Penetapan ini kemudian diikuti dengan ucapan selamat dari para calon
presiden dan wakil presiden peserta Pilpres 2009 lainnya. Dalam pidato
penerimaannya, SBY mengatakan bahwa Megawati, Prabowo, JK, dan Wiranto
sebagai putra-putri terbaik bangsa yang telah memberikan yang terbaik kepada
demokrasi di Indonesia dan mengharapkan pengabdian mereka tidak akan
mengenal batas akhir dan akan terus berlanjut

G. Pemilu 2014
 Pemilihan Legislatif
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2014 (biasa disingkat Pemilu
Legislatif 2014) diselenggarakan pada 9 April 2014 untuk memilih 560
anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 132 anggota Dewan Perwakilan
Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD
Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2014-2019.
Pemilihan ini dilaksanakan pada tanggal 9 April 2014 serentak di seluruh wilayah
Indonesia. Namun untuk warga negara Indonesia di luar negeri, hari pemilihan
ditetapkan oleh panitia pemilihan setempat di masing-masing negara domisili
pemilih sebelum tanggal 9 April 2014. Pemilihan di luar negeri hanya terbatas
untuk anggota DPR di daerah pemilihan DKI Jakarta II, dan tidak ada pemilihan
anggota perwakilan daerah. Dalam undang-undang pemilihan umum terbaru yaitu
UU Nomor 8 Tahun Tahun 2012, ambang batas parlemen untuk DPR ditetapkan
sebesar 3,5%, naik dari Pemilu 2009 yang sebesar 2,5%

Berikut Tabel Hasil Pemilu Legisltaif 2014 :

No Jumlah Jumla Persentas Statu


Partai %
. suara h kursi e kursi s PT*
Partai
1 8.402.812 6,72 35 6,3 Lolos
NasDem
Partai
2 Kebangkitan 11.198.957 9,04 47 8,4 Lolos
Bangsa
Partai
3 Keadilan 8.480.104 6,79 40 7,1 Lolos
Sejahtera
Partai
Demokrasi
4 23.681.471 18,95 109 19,5 Lolos
Indonesia
Perjuangan
Partai
5 Golongan 18.432.312 14,75 91 16,2 Lolos
Karya
Partai
Gerakan
6 14.760.371 11,81 73 13,0 Lolos
Indonesia
Raya
Partai
7 12.728.913 10,19 61 10,9 Lolos
Demokrat
Partai
8 Amanat 9.481.621 7,59 49 8,7 Lolos
Nasional
Partai
Persatuan
9 8.157.488 6,53 39 7,0 Lolos
Pembanguna
n
Partai Hati
10 Nurani 6.579.498 5,26 16 2,9 Lolos
Rakyat
Partai Bulan Tidak
14 1.825.750 1,46 0 0
Bintang Lolos
Partai
Keadilan dan Tidak
15 1.143.094 0,91 0 0
Persatuan Lolos
Indonesia
124.972.49 100
Jumlah 560 100%
1 %

 Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden


Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun
2014 (disingkat Pilpres 2014) dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014 untuk
memilih Presiden dan Wakil PresidenIndonesia untuk masa bakti 2014-2019.
Pemilihan ini menjadi pemilihan presiden langsung ketiga di Indonesia.
Presiden petahana Susilo Bambang Yudhoyono tidak dapat maju kembali dalam
pemilihan ini karena dicegah oleh undang-undang yang melarang periode ketiga
untuk seorang presiden. Menurut UU Pemilu 2008, hanya partai yang menguasai
lebih dari 20% kursi di Dewan Perwakilan Rakyat atau memenangi 25% suara
populer dapat mengajukan kandidatnya. Undang-undang ini sempat digugat
di Mahkamah Konstitusi, namun pada bulan Januari 2014, Mahkamah
memutuskan undang-undang tersebut tetap berlaku. Pemilihan umum ini akhirnya
dimenangi oleh pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan memperoleh suara
sebesar 53,15%, mengalahkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang
memperoleh suara sebesar 46,85% sesuai dengan keputusan KPU RI pada 22 Juli
2014. Presiden dan Wakil Presiden terpilih dilantik pada tanggal 20 Oktober
2014, menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono.

Pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang memperoleh suara lebih
dari 50% dari jumlah suara dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang
tersebar di lebih dari 50% jumlah provinsi di Indonesia. Dalam hal tidak ada
pasangan calon yang perolehan suaranya memenuhi persyaratan tersebut, 2
pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih
kembali dalam pemilihan umum (putaran kedua). Dalam hal perolehan suara
terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 2 pasangan calon, kedua
pasangan calon tersebut dipilih kembali oleh rakyat dalam pemilihan umum.
Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 3
pasangan calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan kedua dilakukan
berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara
berjenjang. Dalam hal perolehan suara terbanyak kedua dengan jumlah yang sama
diperoleh oleh lebih dari 1 pasangan calon, penentuannya dilakukan berdasarkan
persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang.

Berikut Tabel Hasil Pemilu Presiden Dan Wakil Presiden 2014 :

Calon Pasangan Partai Suara %

Prabowo Hatta
Partai Gerakan Indonesia Raya 62.576.444 46,85
Subianto Rajasa

Partai Demokrasi Indonesia


Joko Widodo Jusuf Kalla 70.997.833 53,15
Perjuangan

Total 133.574.277 100

Pada tanggal 22 Juli 2014, hari pengumuman hasil resmi oleh KPU,
Prabowo menyatakan menarik diri dari proses pemilihan umum setelah
sebelumnya menegaskan kemenangannya sejak hasil hitung cepat dirilis. Ia
mengatakan bahwa rakyat Indonesia "kehilangan hak-hak demokrasi" karena
"telah terjadi kecurangan masif dan sistematis", dan menyatakan bahwa ia dan
Hatta "menggunakan hak konstitusional kami yaitu menolak pelaksanaan Pilpres
2014 yang cacat hukum". Pidatonya yang disiarkan langsung berimplikasi bahwa
ia akan menggugat KPU ke Mahkamah Konstitusi. Beberapa laporan
memperdebatkan seputar apakah Prabowo mengundurkan diri dari proses pemilu
atau menolak hasil resminya saja.

Menurut Douglas Ramage dari Bower Asia Group Jakarta, legitimasi proses
pemilihan umum dipertanyakan untuk pertama kalinya sejak era reformasi dimulai
tahun 1998. Ramage menyatakan bahwa Indonesia sedang memasuki "wilayah tak
terjamah". Keabsahan penolakan Prabowo belum jelas karena apabila ia
menyatakan mundur, maka ia tidak lagi dianggap sebagai calon
presiden. Menurut The Jakarta Post, selisih suara sebesar 6,3 persen akan
menyulitkan Prabowo menggugat hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Menurut
Undang-Undang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Prabowo bisa
dipidana dengan kurungan penjara paling lama 6 tahun dan denda 100 miliar
rupiah karena mengundurkan diri.

Seusai pengumuman tersebut, nilai tukar rupiah Indonesia jatuh 0,3 persen,
dan JSX Composite jatuh 0,9 persen. Para pengamat menolak tuduhan kecurangan
yang dilemparkan Prabowo dan mengatakan bahwa pemilihan umum berlangsung
"adil dan bebas". Maswadi Rauf dari Universitas Indonesia menyatakan bahwa
"tidak ada tanda-tanda kecurangan" dan pengunduran Prabowo mencerminkan
"sikap asli kalangan elit yang tidak siap kalah". Hasil resmi memperlihatkan
kemenangan pasangan Jokowi - Jusuf Kalla, sekaligus mengkonfirmasi beberapa
lembaga yang mengadakan survei, exit poll, dan quick count, serta kelompok-
kelompok relawan yang membantu penghitungan real count dengan angka
kemenangan 53,15% dan Prabowo - Hatta Rajasa sebesar 46,85% Selain itu angka
golput tercatat sebesar 30,42%.

H. Pemilu 2019
 Pemilihan Legislatif
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2019 (biasa disingkat Pemilu
Legislatif 2019) diselenggarakan pada 17 April 2019 untuk memilih 575
anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 136 anggota Dewan Perwakilan
Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD
Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2019–2024.
Pemilu Legislatif tahun tersebut dilaksanakan bersamaan dengan Pemilihan umum
Presiden Indonesia 2019

Berikut Tabel Jumlah Pesera Partai Politik 2019 :

No Jumla Jumla Jumlah


Jumla
. Lambang Nama Partai h h laki- perempua
h dapil
caleg laki n

Partai
1 Kebangkitan PKB 80 575 355 220
Bangsa

Partai
Gerakan
2 Gerindra 79 569 360 209
Indonesia
Raya

Partai
Demokrasi
3 PDIP 80 573 358 215
Indonesia
Perjuangan

Partai
4 Golongan Golkar 80 574 357 217
Karya

Partai
5 Nasional NasDem 80 575 354 221
Demokrat

6 Partai Garuda 80 225 115 110


Gerakan
Perubahan
Indonesia
Partai
7 Berkarya 80 554 341 213
Berkarya

Partai
8 Keadilan PKS 80 533 321 212
Sejahtera

Partai
9 Persatuan Perindo 80 568 347 221
Indonesia

Partai
Persatuan
10 PPP 80 554 321 233
Pembanguna
n

Partai
11 Solidaritas PSI 80 574 300 274
Indonesia

Partai
12 Amanat PAN 80 575 356 219
Nasional

Partai Hati
13 Nurani Hanura 79 427 250 177
Rakyat

Partai Demokra
14 80 573 350 223
Demokrat t

Partai Bulan
19 PBB 80 382 228 154
Bintang

20 Partai PKPI 61 137 61 76


Keadilan dan
Persatuan
Indonesia

 Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden

Menurut Pasal 7 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945, "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali
masa jabatan." Dengan demikian, Joko Widodo yang menjadi pemegang posisi
Presiden Republik Indonesia untuk periode 2014-2019 berhak dan dapat
mengajukan pencalonan kembali untuk pemilihan umum 2019 dengan masa
jabatan 2019-2024. Presiden Joko Widodo kemudian telah mengumumkan secara
resmi calon wakil presiden yang akan mendampinginya di pemilihan umum 2019
yaitu Profesor Doktor KH Ma'ruf Amin pada tanggal 9 Agustus 2018 di Jakarta.

Pemerintah juga memunculkan ambang batas untuk pemilihan 2019,


sehingga menurut Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Indonesia Effendi
Ghazali, pemerintah dinilai membawa kepentingan partai politik

Tipe Paket A Paket B Paket C Paket D Paket E


Ambang 20% 10% 10% 20%
batas (kursi)/25% 0% (kursi)/15% (kursi)/15% (kursi)/25%
presiden (suara) (suara) (suara) (suara)
Ambang
batas 4% 4% 4% 5% 4%
parlemen
Sistem
terbuka terbuka terbuka terbuka terbuka
pemilu
Besaran
3-10 3-10 3-10 3-8 3-10
kursi
Sainte- Sainte-
Konversi
Laguë Kuota Hare Kuota Hare Laguë Kuota Hare
suara
murni murni
PDI-P, Gerindra,
Hasil 1 Golkar, Demokrat, PAN - -
Nasdem, PKS
Hanura,
Hasil 2 PKB, PPP - Tidak ada
Masing-masing pasangan calon sama-sama melakukan deklarasi pada 9 Agustus
2018, pendaftaran pada 10 Agustus 2018, dan peresmian pada 20 September 2018.

Pilpres 2019 tidak lepas dari dukungan partai politik sebagai alat
pendemokrasian di Indonesia. Menurut Miriam Budiarjo (darmawan, 2015:144)
partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan
tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi
pimpinan partainya dan berdasarkan penguasan ini memberikan kepada anggota
partainya kemanfaatan yang bersifat idil dan materil. Yang dimaksud dengan
sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau
mempertahankan penguasaan ialah sekelompok orang yang memiliki tujuan sama,
idiologi sama untuk menjadikan partai sebgai alat mencapai tujuannya yakni
kekuasaan. Partai pengusung pilpres yakni PDI-P dan Gerindra, ditahun lalu
mengusung calon pilpres yang sama pada tahun 2019 dengan partai yang sama.
Kedua partai ini mendapatkan koalisi pendukung untuk lolos di putaran pemilihan
calon presiden dan wakil presiden di masa 2019 mendatang. Peneliti berpendapat
bahwa partai pengusung dan partai koalisi yang bertarung mesti meletakan aktor
sebagai hal utama untuk meraih suara terbanyak memenangi pertarungan pilpres
2019 dimasa mendatang. PDIP mengusung bapak jokowi sebagai calon presiden
dan Gerindra mengusung ketua partai yakni bapak Prabowo sebagai calon
presiden. Popularitas aktor selain menunjang suara dari masyarakat juga
berpengaruh terhadap pamor-nya suatu partai. Pada tahun 2014 pilpres, PDI-P
nomor urut 2 mendapatkan total suara 53 % sementara partai Gerindra nomor urut
2 mendapatkan 47% dari total suara.

 Isu Black Campaign


Pada pilpres 2019 dimasa mendatang sangat rentan dengan pertarungan
yang menghalalkan segala cara untuk meraih simpatisan masyarakat termasuk
black campaign. Dalam hal ini black campign termasuk hoax, money politics,
vote buying, dan sebagainya yang melanggar norma-norma sosial dan kode etik.
Dalam hal ini saya ingin mengutarakan fenomena hoax yang terjadi di Indonesia.
Kasus Ratna Saruempet yang merupakan sebagai ketua tim sukses dari capres
nomor urut 2 yakni Prabowo dan Sandi terkait kasus hoax yang dimana Ratna
awalnya mengaku di keroyok oleh sejumlah orang di Bandung. Mendengar
pernyataan dan kondisi Ratna pada saat itu para politisi yang berkoalisi di partai
Gerindra dan para pemuka politisi pendukung kubu nomor urut 2 yakni prabowo
sandi segera mengeluarkan pernyataan penudingan terhadap kubu nomor urut 1
yakni jokowi dan KH Makruf amin telah melakukan penganiayaan. Dihari-hari
belakangan diketahui bahwa Ratna tidak di anisaya namun kondisi ratna begitu
karena melakukan operasi plastik. Ratna mengakui kesalahannya melalui media
dengan jumpa pers. Menurut peneliti dari kasus hoax yang dilakukan Ratna
sarumpaet yang menyeret para tokoh politisi telah mencerminkan adanya black
campaign yang dituduhkan terlalu cepat untuk menjatuhkan lawan politik
meskipun belum ditemukan bukti-bukti yang cukup untuk menuding namun
dengan adanya kejadian Ratna terlalu cepat juga melakukan konfrensi pers yang
dilakukan prabowo untuk mengutuk pelaku penganiayaan terhadap Ratna dinilai
kontennya menarik untuk menjatuhkan lawan politik itu hal ini termasuk dari
blackcampaign. Selanjutnya blackcampaign yang sering terjadi yaitu politik uang.
Politik uang sering terjadi di Indonesia menjelang pemilu. Politik uang dijadikan
pintu gerbang para pemilik modal untuk mendapatkan akses terhadap jabatan
politik. Para pemilik modal melakukan perkawinan terhadap politik untuk
menyelamatkan usaha mereka, untuk mengontrol kebijakan agar tidak merugikan
mereka. Politisi yang terjun juga ada istilah mahar politik. Mahar politik ini
dijadikan sebagai modal awal untuk meraih jabatan tertentu yang strategis dengan
menyumbangkan uang kepada partai politik dan koalisi partai untuk memenuhi
syarat mendapatkan jabatan tertentu. Momentum pilpres 2019 sarat dengan
perkawinan politik dan bisnis yang bisa dilihat dari representasi capres dan
cawapres melalui drama politik bahkan melibatkan tokoh-tokoh agama dalam
penentuan cawapres untuk mendampingi prabowo.

Anda mungkin juga menyukai