Anda di halaman 1dari 29

TUGAS OUTLINE TESIS

MATA KULIAH METODELOGI PENELITIAN

JUDUL
IDENTIFIKASI TINGKAT ANCAMAN DAN
PROTEKSI KEBAKARAN PADA KAWASAN
PERMUKIMAN DI KOTA MATARAM

Oleh :

LALU MUHAMMAD REZA SUGANDA PUTRA

NIM :202H3B003

ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2022

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007
tentang penanggulangan bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor non-alam yaitu
faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Peristiwa bencana diantaranya dapat berupa banjir, letusan gunung
berapi, gempa bumi, tanah longsor, kekeringan dan kebakaran.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/PRT/M/2009,
Manajemen Proteksi Kebakaran Perkotaan (MPKL) adalah bagian dari
“Manajemen Perkotaan” unntuk mengupayakan kesiapan: Instansi
Pemadam Kebakaran dan Instansi terkait, pemilik dan atau pengguna
bangunan gadung, dan masyarakat terhadap kegiatan proteksi kebakaran
pada bangunan Gedung dan/atau lingkungan di dalam kota.
Terbitnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/PRT/M/2009
tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan
dapat membuktikan bahwa masalah kebakaran merupakan masalah yang
sangat serius untuk ditangani terutama pada bangunan gedung dan
lingkungannya (Sari, Soma, & Rohmadiani, 2020).
Menurut Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
no 2 Tahun 2012. menyatakan bahwa indeks ancaman suatu bencana
disusun berdasarkan dua komponen utama, yaitu kemungkinan terjadi
suatu ancaman dan besaran dampak yang yang pernah tercatat untuk
bencana yang terjadi tersebut. Indeks ancaman bencana disusun
berdasarkan data dan catatan sejarah kejadian yang pernah terjadi.
.

2
Kebakaran permukiman di Indonesia sering sekali terjadi terutama
pada wilayah perkotaan yang wilayahnya merupakan padat penduduk,
padat bangunan dan aktivitas ekonomi yang cukup tinggi (Muzani, 2020).
Bencana kebakaran kapan pun bisa terjadi dan tidak mengenal waktu
sehingga bahaya kebakaran tidak dapat diprediksi kapan dan dimana
peristiwa ini dapat terjadi (Suprapto, 2005).
Kawasan yang rentan terhadap bahaya kebakaran dicirikan oleh
kondisi fisik bangunan dengan pola tidak teratur dan minimnya fasilitas
pemadam kebakaran, jarak antar rumah yang sempit menyulitkan mobil
petugas pemadam kebakaran dan kurang berfungsinya hidran akan
memudahkan perembetan api. (Suharyadi, 2001).
Kota merupakan tempat segala aktivitas masyarakat yang saling
berintegrasi terhadap berbagai bidang kegiatan dan perkembangan kota
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bertambahnya jumlah
penduduk yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang meningkat,
kebutuhan akan lahan semakin meningkat, tersedianya kelengkapan
fasilitas sarana dan prasarana umum yang memadai untuk menjalankan
aktivitas penduduk dan kota digunakan sebagai tempat untuk mencari
kehidupan yang layak (Karina, Hariyadi, & Moch, 2006).

Tabel 1. Jumlah Kasus Kebakaran di Kota Mataram

Tahun 2016 -2020

No Kecamatan Tahun Dan Jumlah Kasus


2016 2017 2018 2019 2020
1 Ampenan 3 3 10 4 7
2 Sekarbela 2 2 8 6 5
3 Mataram 10 10 17 10 10
4 Selaparang 6 6 20 11 7
5 Cakranegara 7 7 23 11 9
6 Sandubaya 13 13 12 8 4

3
Total 41 41 90 50 42
Sumber : (Dinas Pemadam Kebakaran Kota Mataram, 2020)
Jumlah kasus kebakaran di Kota Mataram menurut data Dinas
Pemadam Kebakaran Kota Mataram, Semua kecamatan (6 kecamatan) di
Kota Mataram pernah mengalami kebakaran, dalam lima tahun terakhir
yaitu dari tahun 2016 hingga tahun 2020 jumlah kebakaran di Kota
Mataram dengan total 264 kasus kebakaran.
41 kasus kebakaran terjadi pada tahun 2016 dan tahun 2017,
kemudian kasus kebakaran meningkat menjadi 90 kasus kebakaran yaitu
pada tahun 2018, jumlah kasus kebakaran terjadi pada tahun 2019 yaitu
sebanyak 50 kasus dan tahun 2020 yaitu dengan 42 kasus kebakaran.
1.2 Identifikasi Masalah
Kota Mataram memiliki 264 jumlah kasus kebakaran pada 5 tahun
terakhir. Menurut (Rijanto, 2018) peristiwa kebakaran yang kebanyakan
terjadi pada kawasan padat hunian seperti pusat permukiman dan pusat
perbelanjaan (pasar). Dan Kota Mataram juga telah menjadi pusat
pemerintahan, pendidikan, perdagangan, industri dan jasa, serta saat ini
sedang dikembangkan untuk menjadi kota pariwisata.
Oleh karena itu, pada penelitian ini diperlukan suatu identifikasi
terkait tingkat ancaman dan proteksi kebakaran pada kawasan
permukiman perkotaan. Sehingga hal tersebut dapat mengurangi
terjadinya suatu bencana kebakaran pada wilayah studi.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasrkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan
masalah dari penelitian ini yaitu :
1.3.1 Bagaimana tingkat ancaman bencana kebakaran pada kawasan
permukiman di Kota Mataram ?
1.3.2 Bagaimana proteksi kebakaran pada kawasan permukiman di
Kota Mataram ?

4
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari
penelitian ini, yakni :
1.4.1 Untuk mengetahui tingkat ancaman bencana kebakaran pada
kawasan permukiman di Kota Mataram.
1.4.2 Untuk mengetahui teknis manjemen proteksi kebakaran pada
Kawasan permukiman di Kota Mataram.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi akademisi hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
sumber referensi ilmu pengetahuan terkait dengan teknis manajemen
proteksi kebakaran di perkotaan.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat terutama informasi terkait dengan teknis manajemen
proteksi kebakaran di perkotaan.
3. Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi bahan rujukan bagi
seluruh stakeholder yang berkaitan dengan teknis manajemen proteksi
kebakaran di perkotaan.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
1.6.1 Ruang Lingkup Lokasi
Kota Mataram memiliki luas daratan 61,30 Km2 (6.130 Ha) dan
56,80 Km2 perairan laut serta garis pantai sepanjang 9 km. Secara
geografis, Kota Mataram terletak pada ujung sebelah barat Pulau Lombok
dan secara astronomis terletak pada posisi antara 08°33’ dan 08°38’
Lintang Selatan dan antara 116°04’ dan 116°10’ Bujur Timur. Batas-batas
wilayah Kota Mataram adalah sebagai berikut:
• Sebelah Utara : Kecamatan Gunungsari, Kecamatan
Batulayar dan Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok Barat
• Sebelah Timur : Kecamatan Narmada dan Kecamatan
Lingsar Kabupaten Lombok Barat

5
• Sebelah Selatan : Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok
Barat
• Sebelah Barat : Selat Lombok
1.6.2 Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup penelitian ini memiliki lingkup materi terkait


dengan analisis tingkat ancaman dan proteksi kebakaran pada
kawasan permukiman di perkotaan. Tingkat ancaman kebakaran
dapat dilihat dari frekuensi kejadian kebakaran, kerugian ekonomi,
jumlah korban meninggal, jumlah korban luka berat. Sedangkan
untuk proteksi kebakaran kebakaran dilihat dari wilayah manajemen
kebakaran serta sarana dan prasarana proteksi kebakaran yang ada di
perkotaan khususnya Kota Mataram.
1.7 Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan pada penilitian ini meliputi:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini menguraikan terkait latar belakang, identifikasi masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan ruang lingkup
penelitian. Selain itu bab ini menguraikan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini menguraikan tentang terminologi judul, tinjauan teori,
tinjauan kebijakan, penelitian terdahulu,dan kerangka teori
BAB III METODOLOGI PENILITIAN
Pada bab ini menguraian terkait lokasi penelitian, jenis penelitian,
variable penelitiann metode pengumpulan data, teknik analisis data, tahap
penelitian, desain survey dan diagram alir.
BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan mengenai hal-hal yang menjadi inti pembahasan
yakni gambaran umum kawasan, hasil analisis.

6
BAB V PENUTUP
Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan maupun rekomendasi
berdasarkan hasil penelitian dan temuan yang telah dibahas pada bab
pembahasan.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terminologi Judul


Terminologi judul merupakan pembahasan akan makna dari sebuah
judul agar dapat dipahami tujuan maupun sasarannya. Adapun judul dari
tesis ini yaitu “IDENTIFIKASI TINGKAT ANCAMAN DAN
PROTEKSI KEBAKARAN PADA KAWASAN PERMUKIMAN DI
KOTA MATARAM”. Berikut adalah penjelasan terkait judul penelitian
tersebut, yakni :
a) Identifikasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), identifikasi
yaitu tanda kenal diri, bukti diri, penentu atau penetapan identitas
seseorang, benda, dan sebagainya.
b) Tingkat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tingkat
yaitu batas waktu (masa); sempadan suatu peristiwa (proses,
kejadian, dan sebagainya) atau tahapan.
c) Ancaman
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perbuatan
(hal dan sebagainya) mengancam
d) Proteksi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), proteksi
yaitu perlindungan (dalam perdagangan, industri, dan
sebagainya).
e) Kebakaran
Kebakaran merupakan suatu bencana atau musibah yang
mengancam kehidupan manusia karena kehadirannya tidak
pernah diduga, kapan dan dimana akan terjadi dan siapa saja yang
akan menjadi korban (Rijanto, 2018).

8
f) Kawasan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kawasan
yaitu daerah tertentu yang mempunyai ciri tertentu, seperti tempat
tinggal, pertokoan, industri, dan sebagainya
g) Permukiman
Berdasarkan Menteri Pekerjaan Umum nomer 20 tahun 2011,
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri
atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai sarana,
prasarana utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan
fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan pedesaan .
2.2 Tinjauan Teori
2.2.1 Ancaman
Menurut Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana no 2 Tahun 2012, ancaman disusun berdasarkan 2
komponen utama, yaitu kemungkinan terjadi suatu ancaman dan
besaran dampak yang pernah tercatat untuk bencana yang terjadi.
Ancaman kebakaran pada Gedung dan permukiman memiliki
beberapa komponen/indikator yaitu:
• Tingkat Ancaman
- Frekuensi kejadian kebakaran
- Kerugian ekonomi
- Jumlah korban meninggal
- Jumlah korban luka
2.2.2 Proteksi Kebakaran
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No.20/PRT/M/2009, ada beberapa ketentuan yang perlu
diperhatikan dalam wilayah manajemen kebakaran, yaitu:
2.2.2.1 Wilayah Manajemen Kebakaran
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No.20/PRT/M/2009ada beberapa ketentuan yang perlu
diperhatikan dalam wilayah manajemen kebakaran, yaitu:

9
1. Ditentukan oleh waktu tanggap dari pos pemadam
kebakaran terdekat. Sedangkan untuk waktu tanggap di
Indonesia adalah 15 menit, yang terdiri dari 5 menit
pertama untuk interpretasi lokasi dan penyiapan sarana
prasarana pemadam, 5 menit kedua untuk perjalanan dan
5 menit ketiga untuk gelar peralatan di lokasi.
2. Daerah layanan dalam setiap wilayah manajemen
kebakaran tidak melebihi dari radius 7,5 km.
3. Di luar daerah tersebut dikategorikan sebagai daerah yang
tidak terlindungi (unprotected area).
4. Daerah yang sudah terbangun harus mendapatkan
perlindungan oleh mobil kebakaran yang pos terdekatnya
berada dalam jarak 2,5 km dan berjarak 3,5 km dari sektor.
2.2.2.2 Sarana Dan Prasarana Proteksi Kebakaran
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No.20/PRT/M/2009, menjelaskan bahwa adapun standar
pelayanan prasarana dan sarana proteksi kebakaran sebagai
berikut:
Standar Pelayanan Prasarana dan sarana pemadam
kebakaran dibedakan menjadi 3 (Tiga), yakni:
a. Bangunan pos pemadam kebakaran. Pos pemadam
kebakaran minimal membutuhkan lahan 200 m2, meliputi
kebutuhan ruang untuk:
1) Garasi untuk 2 mobil pompa 4.000 liter
2) Ruang siaga untuk 2 regu (1 regu = 6 orang)
3) Ruang administrasi
4) Ruang tunggu
5) Ruang ganti pakaian dan kotak penitipan (locker)
6) Gudang peralatan
7) Tandon air 12.000 liter
8) Halaman untuk latihan rutin

10
b. Bangunan sektor pemadaman kebakaran. Sektor
pemadaman kebakaran minimal membutuhkan lahan
400 m2, meliputi kebutuhan ruang untuk:
1) Garasi untuk mobil pompa 4.000 liter, 1 mobil
tangga 17 meter, 2 mobil tangga >30 meter, 2 mobil
rescue/ambulans, 1 mobil pemadam khusus, 1
mobil alat bantu pernapasan, 2 perahu karet
2) Ruang siaga untuk 4 regu
3) Ruang administrasi
4) Ruang tunggu
5) Ruang rapat
6) Ruang ganti pakaian dan kotak penitipan (locker)
7) Gudang peralatan dan bahan pemadaman kebakaran
8) Tandon air 24.000 liter
9) Halaman tempat latihan rutin

c. Bangunan wilayah pemadaman kebakaran minimal


membutuhkan lahan 1.600 m2, meliputi kebutuhan ruang
untuk:
1) Gudang peralatan dan bahan pemadam yang mampu
menampung: garasi untuk 2 mobil pompa 4.000
liter, 1 mobil tangga 17 meter, 3 mobil tangga >30
meter, 2 mobil rescue/ambulans, 2 mobil pemadam
khusus, 2 mobil alat bantu pernapasan, 2 perahu
karet
2) Ruang komando dan komunikasi (command center)
3) Ruang siaga untuk 4 regu
4) Ruang administrasi
5) Ruang tunggu
6) Ruang rapat
7) Ruang ganti pakaian dan kotak penitipan (locker)

11
8) Gudang peralatan dan bahan pemadam
9) Tando air 24.000 liter
10) Halaman tempat latihan rutin
2.2.3 Kebakaran
2.2.3.1 Penyebab Kebakaran Permukiman
Menurut (Farha, 2010), Faktor - faktor penyebab terjadinya
kebakaran berdasarkan pengamatan, pengalaman, penyelidikan,
dan analisa dari setiap peristiwa kebakaran dapat diambil
kesimpulan bahwa faktor - faktor penyebab terjadinya kebakaran
dan peledakan bersumber pada 3 (tiga) faktor:
1. Faktor Manusia
Disebabkan kurangnya pengertian terhadap penanggulangan
bahaya kebakaran. sedikit mengetahui tentang cara-cara
penanggulangan bahaya kebakaran, misalnya:
a) Mendekat - dekatkan benda yang mudah terbakar ke
sumber api/panas.
b) Kelalaian, kurang memperhatikan atau mengadakan
pemeriksaan secara rutin terhadap alat alat yang akan
dan sedang dipakai seperti kompor, generator, instalasi
listrik, dan alat-alat listrik.
c) Disengaja, yaitu suatu kebakaran yang benar - benar
sengaja dilakukan oleh seseorang dengan tujuan untuk
kepentingan pribadi.
2. Faktor Teknis
Faktor teknis terbagi menjadi tiga yaitu melalui proses
mekanis, kimia, dan melalui tenaga listrik :
a) Mekanis, yaitu timbulnya panas akibat kenaikan suhu
atau timbulnya bunga api akibat dari pengetesan
benda-benda maupun adanya api terbuka.
b) Kimia, yaitu terjadi sewaktu pengangkutan bahan-
bahan kimia berbahaya, penyimpanan dan penanganan

12
(handling) tanpa memperhatikan petunjuk - petunjuk
yang ada.
c) Listrik, pada umumnya terjadi karena hubungan arus
pendek sehingga menimbulkan panas atau bunga api
dan dapat menyalakan atau membakar komponen yang
lain.
3. Faktor Alam
Berdasarkan faktor alam terbagi menjadi tiga yaitu :
a) Petir adalah salah satu penyebab adanya kebakaran dan
peledakan akibat dari faktor alam.
b) Gunung meletus, bisa menyebabkan kebakaran hutan
yang luas, juga perumahan-perumahan yang dilalui
oleh lahar panas.
c) Iklim yang panas akibat terik matahari dan curah hujan
yang rendah menyebabkan tumbuh-tumbuhan menjadi
kering dan mudah terbakar karena adanya gesekan
antar pepohonan.
2.2.3.2 Klasifikasi Kebakaran
Menurut (Farha, 2010), Klasifikasi kebakaran bertujuan untuk
menentukan cara dan media yang tepat dalam memadamkan
kebakaran tersebut. Kebakaran dibagi menjadi beberapa jenis
atau kelas berdasarkan dari jenis bahan bakarnya yang terbakar
yaitu:
a) Kebakaran kelas A, kebakaran bahan biasa atau padat kecuali
logam yang mudah terbakar seperti kertas, kayu, pakaian,
karet, plastik dan lain-lain. Jika terjadi kebakaran kelas A
maka dapat digunakan metode pemadaman dengan cara
pendinginan dengan air.
b) Kebakaran kelas B, kebakaran bahan cairan dan gas yang
mudah terbakar seperti minyak, bensin, solar dan gas LPG.
Jika terjadi kebakaran kelas B maka metode pemadaman yang

13
dapat digunakan adalah penutupan atau pelapisan atau
penyelimutan, Pemindahan bahan bakar dan penurunan
temperature
c) Kebakaran kelas C, kebakaran yang diakibatakan dari
kebocoran listrik, konsleting termasuk peralatan bertenaga
listrik. Jika terjadi kebakaran kelas C metode pemadaman
yang dapat digunakan adalah menggunakan bahan yang non
konduksi listrik, putuskan arus listrik dan padamkan seperti
pemadaman kebakaran kelas A atau kelas B.
d) Kebakaran kelas D, merupakan kebakaran yang sangat jarang
terjadi dan biasanya terjadi pada logam seperti seng,
magnesium, serbuk bahan pemadam khusus terutama bubuk
kering tertentu.
2.2.4 Permukiman
a. Menurut (Sastra, 2006), Permukiman memiliki 2 arti yang
berbeda yaitu:
1. Isi. Yaitu menunjuk pada manusia sebagai penghuni maupun
masyarakat di lingkungan sekitarnya.
2. Wadah. Yaitu menunjuk pada fisik hunian yang terdiri dari
alam dan elemen- elemen buatan manusia.
b. Menururt (Sastra, 2006), Permukiman terbentuk atas kesatuan
antara manusia dan lingkungan di sekitarnya. Permukiman
merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa elemen yaitu:
1. Alam.
2. Manusia. Di dalam suatu wilayah permukiman, manusia
merupakan pelaku utama kehidupan, disamping makhluk
hidup seperti hewan, tumbuhan dan lainnya.
3. Masyarakat. Hal- hal yang berkaitan dengan permasalahan
yang terjadi dalam masyarakat yang mendiami suatu wilayah
permukiman adalah:
a. Kepadatan dan komposisi penduduk

14
b. Kelompok sosial
c. Adat dan kebudayaan
d. Pengembangan ekonomi
e. Pendidikan
f. Kesehatan
g. Hukum dan administrasi
4. Bangunan dan rumah. Pada prinsipnya bangunan yang dapat
digunakan sepanjang operasional kehidupan manusia bisa
dikategorikan sesuai dengan fungsi masing- masing, yaitu :
a. Rumah pelayanan masyarakat (sekolah, rumah sakit, dan
lainlain.
b. Fasilitas rekreasi atau hiburan.
c. Pusat perbelanjaan
d. Industri
e. Pusat transportasi
5. Networks. Networks merupakan sistem buatan maupun alami
yang menyediakan fasilitas untuk operasional suatu wilayah
permukiman. Sistem buatan yang keberadaannya diperlukan
dalam suatu wilayah antara lain:
a. Sistem jaringan air bersih
b. Sistem jaringan listrik
c. Sistem transportasi
d. Sistem komunikasi
e. Drainese dan air kotor
f. Tata letak fisik
2.2.5 Metode Pembobotan (Skoring)
Metode skoring dan pembobotan merupakan suatu metode pemberian
skor atau nilai terhadap masing-masing value parameter untuk
menentukan tingkat kemampuannya. Penilaian ini berdasarkan kriteria
yang telah ditentukan. Sedangkan metode pembobotan merupakan

15
metode yang digunakan apabila setiap karakter memiliki peranan yang
berbeda (Sholahuddin, 2015)
2.2.6 Overlay
Menurut (Hartoyo, Nugroho, Bhirowo, & Khalil, 2010), metode
overlay yang dapat digunakan untuk menggabungkan data spasial dan
attribut dari dua peta dengan satu daerah yang sama yaitu terdiri dari
Erase, Identity, Intersection, Symmentarial, Difference, Union, dan
Update. Adapun fungsi sebagai berikut:
1. Erase
Digunakan untuk membuat sebuah feature baru yaitu dilakukan
dengan cara memotong sebuah feature pemotong. Sehingga feature
yang akan terbentuk adalah bagian yang tidak termasuk dalam feature
pemotong.
2. Identity
Digunakan untuk mengambil data attribut dari feature lain yang
berpotongan.
3. Intersection
Digunakan untuk menggabungkan dua data spasial yang saling
berpotongan dengan data yang ditampilkan yaitu hanya feature yang
terdapat dalam extent kedua data. Adapun data spasial input berupa
line atau polygon, sedangkan data spasial untuk proses overlay
digunakan bertipe polygon.
4. Symmentarial Difference
Pada metode ini sama dengan intersection, akan tetapi fitur yang
berbentuk merupakan feature-feature yang tidak saling berpotongan.
5. Union
Digunakan untuk membuat data spasial baru yang merupakan
hasil penggabungan dari dua data. Sehingga data spasial baru tersebut
berisikan feature-feature dan attribut dari dua data yang digabungkan.
6. Update

16
Metode ini sama seperti metode clip yang berfungsi untuk
membuat data spasial baru yang dihasilkan dari proses pemotongan
oleh clip terhadap sebuah data input. Data spasial yang digunakan
untuk memotong bertipe feature polygon, sedangkan data input dapat
bertipe polygon, line atau poin.
2.3 Tinjauan Kebijakan

2.3.1 Kebijakan

a. Peraturan Daerah Kota Mataram Nomer 5 Tahun 2019


Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram Tahun
2011 – 2031.
Pada peraturan ini terdapat arahan sebaran kawasan budidaya
di Kota Mataram. Kecamatan Mataram khususnya pada
Kelurahan Pegesangan Barat masuk kedalam sebaran Kawasan
Permuhan Berkepadatan Tinggi dan Kawasan Perdagangan Dan
Jasa.
b. Peraturan Mentri Pekerjaan Umum Nomer 20 Tahun 2009
Tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran
Di Perkotaan.
Manajemen proteksi kebakaran di perkotaan dilakukan dengan
mempertimbangkan beberapa hal yang dijelaskan dalam
peraturan tersebut, sebagai berikut:
1. Wilayah Manajemen Kebakaran (WMK) Kota
Wilayah manajemen kebakaran kota memiliki beberapa
faktor untuk menentukan waktu tanggap, yakni
a. Wilayah manajemen kebakaran oleh waktu tanggap dari
pos pemadam kebakaran terdekat. Dengan waktu tanggap
pemadam kebakaran di Indonesia tidak lebih dari 15 (lima
belas) menit yang dapat terdiri dari:
1) Waktu dimulai sejak diterimanya pemberitahuan
adanya kebakaran di suatu tempat, penentuan lokasi

17
kebakaran, informasi obyek yang terbakar dan
penyiapan pasukan serta sarana pemadam.
2) Waktu perjalanan dari pos pemadam menuju lokasi
3) Waktu gelar peralatan di lokasi sampai dengan siap
operasi penyemprotan.
b. Daerah layanan pemadaman kebakaran dalam setiap WMK
tidak melebihi jarak perjalanan 7,5 km (travel distance) dan
dipenuhinya waktu tanggap kurang dari 15 menit.
c. Di luar daerah tersebut dikategorikan sebagai daerah yang
tidak terlindungi (unprotected area)
d. Daerah yang sudah terbangun dan dihuni harus mendapat
perlindungan oleh mobil kebakaran yang pos terdekatnya
berada dalam jarak 2,5 km dan berjarak 3,5 km dari sektor.
2. Prasarana dan Sarana Proteksi Kebakaran Kota
Berdasarkan (PermenPU, 2009) menjelaskan bahwa
adapun standar pelayanan prasarana dan sarana proteksi
kebakaran sebagai berikut:
Standar Pelayanan Prasarana dan sarana pemadam
kebakaran dibedakan menjadi 4 (empat), yakni:
a. Bangunan pos pemadam kebakaran. Pos pemadam
kebakaran minimal membutuhkan lahan 200 m2, meliputi
kebutuhan ruang untuk:
1) Garasi untuk 2 mobil pompa 4.000 liter
2) Ruang siaga untuk 2 regu (1 regu = 6 orang)
3) Ruang administrasi
4) Ruang tunggu
5) Ruang ganti pakaian dan kotak penitipan (locker)
6) Gudang peralatan
7) Tandon air 12.000 liter
8) Halaman untuk latihan rutin

18
a. Bangunan sektor pemadaman kebakaran. Sektor
pemadaman kebakaran minimal membutuhkan lahan 400
m2, meliputi kebutuhan ruang untuk:
1) Garasi untuk mobil pompa 4.000 liter, 1 mobil tangga
17 meter, 2 mobil tangga >30 meter, 2 mobil
rescue/ambulans, 1 mobil pemadam khusus, 1 mobil
alat bantu pernapasan, 2 perahu karet
2) Ruang siaga untuk 4 regu
3) Ruang administrasi
4) Ruang tunggu
5) Ruang rapat
6) Ruang ganti pakaian dan kotak penitipan (locker)
7) Gudang peralatan dan bahan pemadaman kebakaran
8) Tandon air 24.000 liter
9) Halaman tempat latihan rutin
b. Bangunan wilayah pemadaman kebakaran minimal
membutuhkan lahan 1.600 m2, meliputi kebutuhan ruang
untuk:
1) Gudang peralatan dan bahan pemadam yang mampu
menampung: garasi untuk 2 mobil pompa 4.000 liter, 1
mobil tangga 17 meter, 3 mobil tangga >30 meter, 2
mobil rescue/ambulans, 2 mobil pemadam khusus, 2
mobil alat bantu pernapasan, 2 perahu karet
2) Ruang komando dan komunikasi (command center)
3) Ruang siaga untuk 4 regu
4) Ruang administrasi
5) Ruang tunggu
6) Ruang rapat
7) Ruang ganti pakaian dan kotak penitipan (locker)
8) Gudang peralatan dan bahan pemadam
9) Tando air 24.000 liter

19
10) Halaman tempat latihan rutin
Penyediaan sumber air kebakaran (hidran kebakaran kota, tandon
air, titik-tiitk penghisapan air).
c. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Nomer 2 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Penanggulangan Bencana.
Pada peraturan ini terdapat pedoman dalam melakukan
tanggap bencana dan mekanisme yang harus dilakukan dari
sebelum terjadinya bencana hingga setelah terjadinya bencana.
Dalam peraturan ini juga menjelaskan bagaimana analisis dari
setiap bencana yang terjadi. Sehingga memudahkan untuk
mekanisme yang harus dilakukan di setiap bencana yang terjadi.
d. Undang – Undang RI No. 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana.
Berdasarkan UU RI No.24/2007, penyelenggaraan
penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang
meliputi penghitungan tingkat risiko bencana, penetapan
kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi.
Terkait dengan manajemen penanggulangan bencana, maka
UU No. 24 tahun 2007 menyatakan “Penyelenggaraan
penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko
timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap
darurat, dan rehabilitasi”. Rumusan penanggulangan bencana
dari UU tersebut mengandung dua pengertian dasar yaitu:
1. Penanggulangan bencana sebagai sebuah rangkaian atau
siklus.
2. Penanggulangan bencana dimulai dari penetapan kebijakan
pembangunan yang didasari risiko bencana dan diikuti tahap

20
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi.

21
2.4 Penelitian Terdahulu
2.4.1 Tabel Penelitian Terdahulu

Table 2. Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Lokasi Tujuan Metode Variabel Hasil Studi Perbedaan


Terdahulu
1 Yaskinul KERENTANAN Kecamatan Mengetahui • Kuantita • Potensi Tingkat Menggunaka - Peneliti
Anwar, KEBAKARAN Samarinda faktor tif Kebakaran kerentanan n dua menggunaka
Lukas PERMUKIMAN Ilir Kota penyebab • Data - Kepadatan termasuk variable n jenis
(2019) PADAT DI Samarinda kerentanan Sekunde bangunan sedang dan tingkat penelitian
KELURAHAN kebakaran r - Pola tinggi kerentanan kuantitatif
SIDODAMAI • Data bangunan dikarenakan yaitu tingkat dengan
KECAMATAN Primer ( - Jenis atap permukiman potensi pendekatan
SAMARINDA survey ) bangunan yang padat kebakaran deskriptif
ILIR KOTA • Skoring - Lokasi memudahkan dan fasilitas - Peneliti
SAMARINDA permukiman api pemadam hanya
dengan jalan menjalar,jala kebakaran menggunaka
utama n sempit, n 2 variabel
- Lokasi bangunan yaitu
permukiman dari kayu, ancaman
lokasi yang kebakaran

22
No Nama Judul Lokasi Tujuan Metode Variabel Hasil Studi Perbedaan
Terdahulu
dari sumber jauh dari dan proteksi
air sumber air kebakaran
- Lebar jalan fasilitas
- Kualitas pemadaman -
jalan api yang
- Jenis minim/kuran
dinding g.
- Usia
bangunan
- Kepadatan
lalu lintas
- Kelistrikan
• Ketersediaan
Fasilitas
Pemadam
Kebakaran
- Fasilitas
hidran

23
No Nama Judul Lokasi Tujuan Metode Variabel Hasil Studi Perbedaan
Terdahulu
- Fasilitas
tandon air
- Fasilitas
APAR
- Fasilitas
APAB
- Jarak kantor
pemadam
dari lokasi

2 Sari, Soma EVALUASI Kota Mengetahui • Deskript - Tingkat Dari hasil Menggunaka - Peneliti
& PELAYANAN Sidoarjo Nilai if Pelayanan perhitungan n Metode menggunaka
Rohmadiani SARANA DAN Tingkat Evaluatif Kelengkapa skor semua Deskriptif n jenis
(2020) PRASARANA Pelayanan • Data n Bangunan blok dalam Evaluatif penelitian
PROTEKSI Sarana Dan Sekunde Pos penelitian dan kuantitatif
KEBAKARAN Prasarana r - Tingkat masuk dalam Berdasarkan dengan
PADA Proteksi • Data Pelayanan kategori PERMEN pendekatan
PERMUKIMAN Kebakaran Primer ( Sarana tinggi yang PU Nomer deskriptif
PERKOTAAN Pada survey ) artinya

24
No Nama Judul Lokasi Tujuan Metode Variabel Hasil Studi Perbedaan
Terdahulu
Permukima Proteksi Pelayanan 20 Tahun - Peneliti
n Perkotaan Kebakaran sarana dan 2009 hanya
Kota - Tingkat prasarana menggunaka
Sidoarjo Pelayanan proteksi n 2 variabel
Kelembagaa kebakaran yaitu
n permukiman ancaman
- Tingkat perkotaan kebakaran
Pelyanan sidoarjo dan proteksi
Personil Pos memerlukan kebakaran
- Tingkat penambahan
Pelyanan fasilitas
Peran Serta bangunan
Masyarakat pos,
penambahan
pos,
penambahna
hidran, dan
pembentukan
satlakar

25
No Nama Judul Lokasi Tujuan Metode Variabel Hasil Studi Perbedaan
Terdahulu
proteksi
kebakaran
3 Abdul Aziz TINGKAT Kelurahan Mengetah • Kuantita - Kepadatan Perolehan Menggunaka - Peneliti
Herlambang KERENTANAN Peneleh ui tif bangunan hasil akhir n metode menggunaka
(2017) PERMUKIMAN Kecamatan katagori • Data mukim untuk pembagian n jenis
TERHADAP Genteng hasil nilai Sekunde - Pola penghitungan perblok penelitian
POTENSI KotaSurabay tingkat r bangunan seluruh penelitian kuantitatif
BAHAYA a kerentana • Data - Jenis atap variabel dan variabel dengan
KEBAKARAN n per blok Primer ( - Lokasi maka ttingkat kerentanan pendekatan
DI WILAYAH survey ) sumber air kerentanan deskriptif
PADAT • Kuisione - Lebar jalan terhadap - Peneliti
PENDUDUK DI r masuk bencana hanya
KELURAHAN • Pengam - Kepadatan kebakaran menggunaka
PENELEH bilan lalu lintas pada lokasi n 2 variabel
KECAMATAN sampel - Kelistrikan penelitian yaitu
GENTENG • Skoring - Keterjangka termasuk ancaman
KOTA un hidran dalam kebakaran
• Metode
SURABAYA grid - Ketersedian kategori dan proteksi
tendon air tinggi, kebakaran

26
No Nama Judul Lokasi Tujuan Metode Variabel Hasil Studi Perbedaan
Terdahulu
- Usia variabel yang
bangunan dominan
- Jenis tinggi yaitu
dinding jalan masuk,
ketersedian
sumber air
dan fasilitas
hidran yang
tidak
memadai
4 Asep Yudi KERENTANAN Kawasan Untuk • Analisis - Kepadatan Kawasan Menggunaka - Peneliti
Permana, BAHAYA Balubur mengident deskritif penduduk Balubur n variabel menggunaka
Indah KEBAKARAN Tamansari ifikasi • Pendekata - Kulitas memiliki kerentanan n jenis
Susanti, DI KAWASAN Kota kerentana n bangunan tingkat risiko penelitian
Karto KAMPUNG Bandumg n keruangan - Kepadatan kebakaran kuantitatif
Wijaya KOTA kebakaran • Analisis bangunan yang tinggi dengan
(2019) di daerah risiko - Tingkat disebabkan pendekatan
Balubur bencana kerapatan minimnya deskriptif
Tamansari tingkat

27
No Nama Judul Lokasi Tujuan Metode Variabel Hasil Studi Perbedaan
Terdahulu
Kota jaringan kapasitas - Peneliti
Bandung jalan masyarakat hanya
terkait menggunaka
dengan n 2 variabel
penanggulan yaitu
gan dan ancaman
kesiapsiagaan kebakaran
dalam dan proteksi
menghadapi kebakaran
kebakaran

28
2.5 Kerangka Teori
Penambahan
Fasilitas
Isi Manusia
Permukiman
Permukiman Padat

Wadah Lingkungan Penambahan Lahan


Permukiman

Faktor Manusia Kesengajaan Sumber Api Kelalaian

Kebakaran Faktor Teknis Mekanis Listrik


Kimia

Faktor Alam
Petir

Ancaman Proteksi Kebakaran

Tingkat Wilayah
Sarana Dan
Ancaman Manajemen
Prasarana
Kebakaran Kebakaran

Gambar 1.. Diagram Kerangka Teori

29

Anda mungkin juga menyukai