Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

SISTEM DETEKSI DINI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA)


BERBASIS NODEMCU DAN INTERNET OF THINGS (IOT) DALAM UPAYA
MENGURANGI EFEK RUMAH KACA

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Mata Kuliah IPA Terapan

Dosen Pengampu: Isnanik Juni Fitriyah, S.Pd., M.Si.

Oleh: Kelompok 3/Offering A

1. Anggi Aprilia Sari (200351615649)

2. Nadhira Almas (200351615673)

3. Rr. Galih Mega Wijayanti (200351615681)

4. Zahra Aulia Septiandini (200351615647)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

SEPTEMBER 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, taufik,
serta hidayah-Nya telah memberikan kami kesehatan jasmani maupun rohani. Sehingga pada
kesempatan yang baik ini kami masih diberi waktu untuk menulis makalah Manajemen
Bencana dengan judul “Sistem Deteksi Dini Kebakaran Hutan dan Lahan (KARHUTLA)
Berbasis nodeMCU dan Intenet of Things (IoT)” dalam Upaya Mengurangi Efek Rumah
Kaca” dengan baik dan lancar.

Makalah berjudul “Sistem Deteksi Dini Kebakaran Hutan dan Lahan (KARHUTLA)
Berbasis nodeMCU dan Internet of Things (IoT)” dalam Upaya Mengurangi Efek Rumah
Kaca” ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah IPA Terapan dari Ibu Isnanik Juni
Fitriyah, S.Pd., M.Si. di Universitas Negeri Malang. Penulis berharap melalui makalah ini
dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca terkait materi ini.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Isnanik Juni


Fitriyah, S.Pd., M.Si. atas bimbingan dan arahannya. Tugas ini dapat menambah wawasan
dan pengetahuan kepada penulis terkait materi yang telah dikerjakan. Penulis juga
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya bagi semua pihak yang terlibat dalam
proses pembuatan makalah ini.

Kami juga menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap terdapat kritikan saran dan usulan demi
kebaikan makalah yang kami buat dimasa yang akan datang. Semoga makalah sederhana ini
dapat dipahami bagi pembacanya.

Malang, 9 September 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan 6
BAB II 6
PEMBAHASAN 6
2.1 Kebakaran Hutan dan Lahan 6
2.2 Efek Rumah Kaca 8
2.3 NodeMCU 10
2.4 Internet of Things (IoT) 12
2.5 Cara Kerja NodeMCU dan IoT 13
2.6 Konsep Ipa Terapan pada Alat Deteksi Dini Kebakaran Hutan 14
2.7 Kelebihan dan Kekurangan Sistem 15
BAB III 16
PENUTUP 16
3.1 Kesimpulan 16
3.2 Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 17

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak terbatas dan memiliki manfaat yang
sangat besar terhadap kehidupan makhluk hidup. Indonesia merupakan negara keempat yang
memiliki hutan dan lahan gambut terluas di dunia. Data luas lahan gambut senantiasa berubah
setiap tahunnya seiring dengan pembukaan lahan gambut oleh oknum - oknum yang tidak
bertanggung jawab atau dapat diakibatkan oleh faktor alam. Kebakaran hutan dan lahan
gambut yang terjadi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir berdampak secara nyata
terhadap kondisi lingkungan yang mengakibatkan ribuan hektar hutan dan lahan gambut
rusak, terganggunya kelestarian flora dan fauna, munculnya berbagai gangguan kesehatan,
serta dampak - dampak lainnya. Hal tersebut dikarenakan kebakaran hutan dan lahan gambut
yang terjadi menghasilkan emisi karbon terutama dalam bentuk karbon monoksida (CO) dan
karbondioksida (CO2) dalam jumlah besar ke atmosfer sehingga menghasilkan asap yang
tebal. Asap merupakan hasil pembakaran yang terdiri dari partikel - partikel gas dan uap serta
unsur terurai yang dilepas dari suatu bahan yang terbakar. Selain itu juga mengeluarkan zat -
zat beracun seperti nitrogen monoksida, nitrogen dioksida, sulfur, dll.

Untuk mengetahui secara lebih cepat adanya tanda - tanda kebakaran hutan dan lahan
gambut maka diperlukan sebuah alat monitoring dan peringatan dini kebakaran hutan dan
lahan gambut. Perkembangan teknologi saat ini memungkinkan adanya tindakan pencegahan
maupun penanggulangan kebakaran di tempat strategis seperti objek vital maupun kebakaran
lahan hutan lebih dini dengan adanya teknologi smartphone yang terhubung melalui internet
sehingga dapat menginformasikan kejadian kebakaran secara realtime dipadukan dengan
sensor, mikrokontroler, perangkat lunak yang terhubung dengan internet terbentuklah sebuah
teknologi yang bernama IoT. Dengan kata lain, IoT ialah sebuah desain di mana suatu benda
ditanamkan teknologi seperti perangkat lunak dan sensor dengan tujuan untuk
berkomunikasi, bertukar data, menghubungkan, dan mengendalikan melalui perangkat lain
selama masih dalam jangkauan konesi internet.

Beberapa penelitian terdahulu terkait perancangan sistem deteksi kebakaran hutan


berbasis IoT telah dilakukan dan dipublikasikan. Pemanfaatan sensor, seperti sensor api,

1
sensor asap dan sensor suhu menjadi pilihan beberapa peneliti. Sensor-sensor tersebut
dirangkai pada sebuah mikrokotroller, dan terhubung melalui jaringan telekomunikasi pada
saat mendeteksi apa yang terjadi. Alat ini memanfaatkan sensor untuk mendeteksi keberadaan
api, diantaranya sensor asap, dan suhu, yang terhubung ke mikrokontroler dan smartphone
android. Pengujian alat yang dilakukan dapat mendeteksi api dan juga melakukan tindakan
pencegahan seperti penyemprotan air. Ketiga sensor tersebut terhubung melalui
mikrokontroller Arduino dan modem SMS Gateway, sehingga apabila terjadi kebakaran,
sistem akan memberitahu kepada nomor kontak yang telah diinputkan untuk
menginformasikan kejadian kebakaran. Alat ini juga menggunakan beberapa sensor seperti
sensor asap, api, dan suhu, yang dipadukan dengan notifikasi ke smartphone jika terjadi
kebakaran. Sistem yang dibangun menggunakan mikrokontroller dan plafform IoT Blynk,
sehingga dapat diakses melalui perangkat mobile seperti IoS maupun android dengan koneksi
internet. Alat deteksi dini ini mengandalkan sensor api dan NodeMCU sebagai pengirim
informasi keberadaan titik api. Sistem deteksi yang dirancang dilengkapi dengan algoritma
fuzzy mamdani yang dapat menghitung jarak sensor dengan titik api. Alat ini juga
mengandalkan sensor asap dan suhu, namun ditambah dengan sensor kelembapan tanah
untuk mendeteksi potensi kebakaran pada lahan gambut yang kering sebelum terjadinya
kebakaran. Informasi keadaan lahan gambut dikirim sebanyak tiga kali dalam sehari melalui
internet dan bisa diakses pada perangkat android, sehingga pengguna dapat mengetahui
riwayat keadaan lahan gambut secara berkala.

Makalah ini menjelaskan tentang bagaimana sistem deteksi dini berbasis IoT bekerja
dengan menggunakan beberapa sensor diantaranya sensor asap, suhu, dan api. Ide sistem
monitoring ini bertujuan merancang sebuah sistem pencegahan sejak dini sebelum terjadi
kebakaran baik pada permukaan tanah maupun didalam tanah. Hal ini berhubungan dengan
karakteristik dari gambut yang tidak hanya dapat terbakar pada permukaan tanah, namun juga
dari dalam tanah yang disebabkan kekurangan atau ketiadaan kadar air.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa definisi dari kebakaran hutan dan lahan ?


b. Apa definisi dari efek rumah kaca ?

2
c. Apa definisi dari NodeMCU dan bagaiamana peran perangkat ini sehingga dapat
mendeteksi akan terjadinya kebakaran ?
d. Apa definisi dari IoT dan bagaiamana peran perangkat ini sehingga dapat mendeteksi
akan terjadinya kebakaran ?
e. Bagaimana cara kerja NodeMCU dan IoT ?
f. Bagaimana konsep IPA terapan pada alat pendeteksi dini kebakaran hutan dan lahan?
g. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari perangkat NodeMCU dan IoT ?

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui definisi dari kebakaran hutan dan lahan.


b. Untuk mengetahui definisi dari efek rumah kaca.
c. Untuk mengetahui definisi dari NodeMCU dan peran perangkat ini sehingga dapat
mendeteksi akan terjadinya kebakaran.
d. Untuk mengetahui definisi dari IoT dan peran perangkat ini sehingga dapat
mendeteksi akan terjadinya kebakaran.
e. Untuk mengetahui cara kerja NodeMCU dan IoT.
f. Untuk mengetahui konsep IPA terapan pada alat pendeteksi dini kebakaran hutan dan
lahan.
g. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari perangkat NodeMCU dan IoT.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebakaran merupakan peristiwa timbulnya api yang tidak terkendali dan dapat
membahayakan keselamatan jiwa, harta benda, hingga lingkungan. Kebakaran hutan dan
lahan merupakan salah satu bencana yang tidak jarang terjadi di Indonesia. Kebakaran hutan
dan lahan dapat disebabkan oleh faktor alam maupun faktor manusia. Kebakaran yang terjadi
karena faktor alam dapat disebabkan oleh oleh kondisi alam yang tidak dapat dipungkiri
kapan terjadinya, seperti kemarau berkepanjangan, petir yang menyambar pohon-pohon di
hutan, erupsi vulkanik. Sedangkan, kebakaran yang terjadi karena faktor manusia dapat
disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pembukaan lahan baru yang dilakukan secara

3
konvensional yaitu dengan membakar hutan dan membuang putung rokok yang masih
menyala.

Kebakaran hutan dan lahan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat
besar, kerugian dalam bidang ekonomi, hingga masalah sosial. Dampak negatif dari adanya
kebakaran hutan dan lahan yaitu dapat mengakibatkan emisi gas karbon ke atmosfer sehingga
meningkatkan pemanasan global, hilangnya habitat bagi satwa liar sehingga terjadi
ketidakseimbangan ekosistem, hilangnya pepohonan yang merupakan penghasil oksigen serta
penyerap air hujan sehingga terjadi bencana banjir, longsor, dan kekeringan, hingga
hilangnya bahan baku industri yang akan berpengaruh pada perekonomian. Senyawa kimia
yang terkadung dalam asap kebakaran antara lain karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida
(SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), dan lainnya. Kabut asap yang dihasilkan tersebut dapat
menimbulkan efek terhadap kesehatan seperti iritasi mata, kulit, infeksi saluran pernapasan
bahkan kematian (Wulan & Subagio, 2016).

Kebakaran sendiri dapat terjadi karena adanya reaksi


pembakaran. Dalam kimia, sebagian besar api dalam kebakaran
merupakan campuran gas-gas panas yang terjadi akibat oksidasi
cepat suatu material pada proses kimia eksotermik pembakaran
dengan melepaskan panas, cahaya, dan berbagai hasil reaksi
lainnya. Api panas akibat terjadinya konversi ikatan rangkap dua
yang lemah pada molekul oksigen (O_2), menjadi ikatan yang lebih
kuat saat proses pembakaran. Pada proses ini dihasilkan karbon
dioksida ( 〖 CO 〗 _2) dan uap air (H_2 O), serta diiringi dengan
pelepasan energi sebesar 418 kJ per 32 g O_2. Pada tempertur
tertentu, dalam reaksi pembakaran yang disebut titik pengapian
(ignation point) dihasilkan nyala api (flame). Nyala api merupakan
bagian dari api yang dapat terlihat (Yendri et al., 2017). Reaksi
pembakaran dapat dikategorikan menjadi reaksi pembakaran
sempurna dan reaksi pembakaran tidak sempurna. Dimana reaksi
pembakaran sempurna gas karbondioksida dan uap air, sementara
reaksi pembakaran tidak sempurna menghasilkan gas karbon
monoksida dan uap air. Reaksi pembakaran dapat dituliskan dengan
persamaan reaksi berikut:

4
Reaksi pembakaran sempurna senyawa hidrokarbon+O_2→〖CO〗_2+H_2 O

Reaksi pembakaran tidak sempurna senyawa hidrokarbon+O_2→CO+H_2 O

Menurut Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK), luas
kebakaran hutan dan lahan di Indonesia setahun terakhir meningkat dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Berikut adalah jumlah luas kebakaran hutan dan lahan di Indonesia
berdasarkan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK)
pada rentang tahun 2016-2021:

2.2 Efek Rumah Kaca

Efek rumah kaca merupakan proses masuknya radiasi yang berasal dari matahari dan
radiasi itu terjebak di dalam atmosfer sehingga menyebabkan naiknya suhu pada permukaan
bumi. Radiasi dari gelombang pendek atau cahaya matahari yang menyentuh permukaan
bumi akan mengakibatkan permukaan bumi menjadi panas. Namun, Sebagian dari panas
bumi ini akan dipantulkan kembali keluar angkasa sebagai gelombang Panjang yang nantinya
akan diserap oleh beberapa gas yang berada di atmosfer atau kita sebut gas rumah kaca
sehingga panas sinar tersebut terperangkap di atmosfer bumi.

Di Dalam gas rumah kaca terdapat bermacam-macam gas yang memiliki kadar
masing-masing. Adapun gas-gas yang terdapat di dalam rumah kaca sebagai berikut:

1. Karbondioksida (CO2): Gas ini merupakan gas terpenting yang menyebabkan


pemanasan global. Gas ini sedang ditimbun di atmosfer yang dikarenakan oleh kegiatan

5
manusia . Karbondioksida berasal dari pembakaran bahan bakar fosil. Dampak dari
meningkatnya CO2 di atmosfer akan meningkatkan suhu dipermukaan bumi.

2. Uap Air (H2O): penyumbang terbesar dalam efek rumah kaca, namun uap air tidak
terlihat dan harus dibedakan dari awan dan kabut . Uap air yang berada di dalam atmosfer
bumi berada diluar kendali manusia dan dipengaruhi oleh suhu global yang ketika bumi
hangat maka uap air akan meningkat karena naiknya laju penguapan, hal ini merupakan
pemicu naiknya pemanasan global.

3. Metana (CH4): Metana dihasilkan oleh suatu mikroorganisme menguraikan bahan


organic dalam keadaan anaerob. Metana merupakan gas yang mudah terbakar sehingga
akan menghasilkan karbondioksida sebagai hasil sampingannya.

4. CFC (Chloro Fluoro Carbon): gas ini merupakan gas buatan yang mempunyai sifat
tidak mudah terbakar dan tidak beracun. Gas ini juga merupakan gas yang stabil sehingga
bermanfaat untuk penggunaan bermacam-macam peralatan. CFC ini menghasilkan efek
pemanasan hingga ribuan kali dari CO2.

5. Ozon (O3): Ozon merupakan gas alami yang berada di dalam atmosfer yakni
troposfer dan stratosfer. Pada troposfer ozon adalah zat pencemar hasil sampingan yang
terbentuk ketika sinar matahari bereaksi dengan gas buang kendaraan bermotor. Gas ini
juga dapat mengganggu Kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan.

Efek rumah kaca ini yang menyebabkan bumi menjadi hangat karena terperangkapnya
panas di dalam bumi dan tidak dapat keluar dari bumi sehingga layak ditempati oleh manusia
serta makhluk hidup lainnya. Namun, ketika gas-gasnya berlebihan dan semakin banyak
dalam jangka waktu yang terus-menerus maka akan terjadi pemanasan global. Efek rumah
kaca ini disebabkan oleh naiknya konsentrasi dari gas Karbondioksida (CO2) yang berasal
dari pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara, serta bahan bakar yang lainnya
lebih banyak daripada kemampuan tumbuhan dan laut untuk mengaborsinya.

Meningkatnya gas rumah kaca disebabkan oleh beberapa sector mulai dari energi
hingga sampah. Energi berkontribusi atas meningkatnya gas rumah kaca melalui pemanfaatan
berbagai macam bahan bakar karena CO2. Hutan memiliki kontribusi yang besar dalam
menyerap emisi gas rumah kaca karena merubah CO2 menjadi O2, maka dari itu
penggundulan atau pengrusakan hutan akan menaikkan emisis gas rumah kaca. Pada sektor

6
pertanian dan peternakan emisi dihasilkan dari pemanfaatan pupuk, pembusukan sisa-sisa
pertanian dan lainnya yang dapat menghasilkan gas metan (CH4). Selain hal-hal diatas
sampah juga merupakan kontributor terbesar atas terbentuknya CH4.

Apabila suhu pada permukaan bumi meningkat maka akan mengakibatkan perubahan
iklim yang ekstrim bagi bumi lalu akan mengganggu ekosistem hutan yang berujung
kemampuan hutan untuk menyerap karbondioksida yang berada di atmosfer terganggu.
Selain itu akibat dari pemanasan bumi adalah mencairnya gunung-gunung es dalam daerah
kutub sehingga air laut akan naik serta akan berpengaruh besar terhadap kehidupan di bumi

2.3 NodeMCU

Dalam upaya pencegahan serta penanganan kebakaran hutan dan lahan perlu
dilakukan pembaharuan, hal ini dikarenakan penanganan kebakaran hutan dan lahan yang
masih menggunakan metode konvensional dirasa kurang optimal ketika terjadi kebakaran
sedang hingga besar. Hal ini dikarenakan metode konvensional yang dilakukan dengan cara
menerjunkan personil satgas untuk memadamkan api di dalam hutan dirasa kurang efektif
untuk penanganan cepat serta membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat mencari dan
menjangkau titik munculnya api. Oleh sebab itu, diperlukan perangkat atau sistem sensor
yang dipasang di titik atau daerah yang rawan terjadi kebakaran untuk dapat memberitahukan
dengan cepat jika terjadi kebakaran(Hakim, 2019).

Sensor didefinisikan sebagai alat yang mampu menangkap fenomena fisika dan kimia
lalu mengubahnya menjadi sinyal listrik. Fenomena fisika dan kimia yang distimulasi oleh
fenomena fisik ini menstimulus sensor dan menghasilkan sinyal elektrik berupa tekanan,
daya, temperatur, gas, dan lain sebagainya. Temperatur dan gas sendiri merupakan dua
fenomena yang dapat digunakan sebagai indikator terjadinya kebakaran, dimana temperatur
dinyatakan dengan satuan derajat Celcius atau Farenheit (℃/℉) dan gas dinyatakan dengan
satuan part per million (ppm). Satuan Celcius atau Farenheit ini hanya digunakan untuk
menyatakan satuan suhu, sementara satuan ppm banyak digunakan dalam analisis kimia
untuk menyatakan satuan konsentrasi(Hakim, 2019).

Sensor MLX90614 merupakan sebuah perangkat yang dapat mendeteksi dua objek
yang berbeda, yaitu suhu lingkungan dan suhu objek. Sensor ini memiliki tingkat akurasi
pembacaan yang tinggi serta memiliki resolusi pengukuran yang lebar. Dalam sensor ini juga

7
dilengkapi dengan empat konfigurasi pin yang berfungsi sebagai protocol sambungan
komunikasi (I2C), input digital, suplai tegangan, dan ground(Hakim, 2019).

Gambar 1. Sensor Suhu MLX90614

Sumber: (Hakim, 2019)

Sementara sensor MQ 7 merupakan sebuah sensor yang memiliki sensitivitas tinggi


terhadap gas karbon monoksida (CO). Selain sensitif dengan gas karbon monoksida, sensor
MQ 7 ini juga bersifat stabil dan mampu bertahan lama. Dalam pemasangannya, sensor MQ 7
ini menggunakan catu daya heater 5V AC/DC dan 5V DC dengan jarak pengukuran 10-
10.000 part per million (ppm) agar dapat mengukur kadar gas karbon monoksida dengan
resistensi komponen (RL) sebesar . Struktur dari sensor MQ 7 ini sendiri terdiri dari lapisan
pendeteksi, elektroda, kawat elektroda, koil pemanas, tabung keramik, jaring anti ledakan,
cincin penjepit, dasar resin, dan pin konektor(Hakim, 2019).

Gambar 2. Sensor Gas Karbon Monoksida MQ 7

Sumber: (Hakim, 2019)

8
Fenomena fisika dan kimia berupa temperatur dan gas sebagai indikator kebakaran
yang berhasil dideteksi oleh sensor selanjutnya ditransmisikan ke operator dengan
menggunakan nodeMCU melalui sambungan nirkabel (wireless). NodeMCU sendiri
merupakan sebuah perangkat yang dapat mengintegrasi seluruh komponen sensor menjadi
sebuah sistem. Untuk dapat membuat nodeMCU bisa mengirimkan data di lapangan, maka
nodeMCU ini harus tersambung dengan jaringan internet melalui sambungan wi-fi.
NodeMCU dapat memproses tiga kemungkinan atau parameter terjadinya kebakaran, yaitu
indikator asap, indikator peningkatan suhu objek maupun lingkungan, serta indikator
peningkatan suhu sekaligus terdeteksinya asap(Hakim, 2019).

Gambar 3. Modul NodeMCU

Sumber: (Hakim, 2019)

2.4 Internet of Things (IoT)

Internet merupakan salah satu bagian dari perkembangan teknologi dalam kehidupan
masyarakat saat ini. Hingga kini, internet telah mampu digunakan sebagai media komunikasi
dan kontrol terhadap perangkat dalam jarak jauh selama masih terkoneksi dan saling
terhubung. Semakin berkembangnya teknologi muncul sebuah gagasan Internet of Things
(IoT), yang merupakan merupakan sebuah gagasan dimana semua benda dapat
berkomunikasi satu sama lain sebagai bagian dari satu kesatuan sistem terpadu dengan
menggunakan jaringan internet sebagai penghubungnya (Efendi, 2018). Adanya IoT ini
memungkinkan semua benda dapat terhubung ke internet untuk kemudahan dalam
memonitoring sesuatu keadaan dalam jarak jauh. Contoh sederhana yaitu pada CCTV yang
sengaja dipasang di sebuah jalan raya yang dihubungkan dengan koneksi internet dan
disatukan di ruang kontrol yang jaraknya puluhan kilometer. Perangkat IoT ini terdiri dari

9
sensor sebagai media pengumpul data, sambungan internet sebagai media komunikasi dan
server sebagai pengumpul informasi yang diterima sensor dan untuk analisa (Efendi, 2018).

Internet of Things pertama kali diperkenalkan oleh Kevin Ashton, seorang


entrepreneur teknologi asal United Kingdom dalam suatu seminar di depan perusahaan
penyedia produk harian dari Amerika, Procter & Gamble (P&G). Kevin menjelaskan bahwa
IoT sebagai sistem dimana benda-benda fisik dapat saling terhubung ke internet melalui
sensor yang ada di mana-mana (Artono & Susanto, 2019). Prinsip kerja pada Internet of
Things (IOT) yaitu benda diberikan sebuah identitas yang unik dan dapat dikali di sistem
komputer serta dapat direpresentasikan dalam bentuk data di sebuah sistem komputer. Pada
awal implementasi gagasan Internet of Things (IOT) pengenal yang digunakan agar benda
dapat diidentifikasi dan dibaca oleh komputer adalah dengan menggunakan kode batang
(Barcode), Kode QR (QR Code) dan Identifikasi Frekuensi Radio (RFID). Seiring
berkembangnya teknologi, benda dapat diberi pengenal berupa IP address dan menggunakan
jaringan internet untuk bisa berkomunikasi dengan benda lain yang memiliki pengenal IP
address tersebut (Efendi, 2018).

Internet of Things bekerja dengan memanfaatkan sebuah argumen pemrograman,


dimana tiap-tiap perintah argumennya itu menghasilkan sebuah interaksi antara sesama mesin
yang terhubung secara otomatis tanpa campur tangan manusia dan dalam jarak berapa pun
(Efendi, 2018). Penghubung antara kedua interaksi mesin tersebut adalah internet, sementara
manusia hanya bertugas sebagai pengatur dan pengawas bekerjanya alat tersebut secara
langsung. Internet of Things digambarkan sebagai sebuah jaringan yang mampu untuk
melakukan konfigurasi sendiri dan adaptif, sehingga membentuk sebuah jaringan kompleks
yang saling berhubungan dengan berbagai perangkat ke Internet melalui penggunaan protokol
komunikasi standar (Artono & Susanto, 2019).

2.5 Cara Kerja NodeMCU dan IoT

IoT memiliki prinsip kerja yakni beda di dunia nyata diberikan identitas unik dan
dapat dikali di sistem komputer serta dapat direpresentasikan dalam bentuk data dalam sistem
komputer. Internet of Things atau IoT pada umumnya terdiri dari beberapa komponen penting
yaitu:

1. Sensor yang berfungsi sebagai penerima informasi, pada kasus kebakaran hutan maka
terdapat beberapa sensor yang terdiri dari sensor api, sensor suhu, dan sensor gas.

10
· Sensor api : sensor ini memiliki sistem kerja dimana saat api menyala
maka akan dipancarkannya beberapa lampu infrared kecil yang lalu lampu
ini akan diterima oleh Photodiode (penerima IR) pada modul sensor. Lalu
menggunakan Op-Amp untuk memeriksa perubahan tegangan pada IR
Receiver, sehingga apabila terjadi gejala kebakaran maka pin keluaran DO
akan memberikan 0V atau Low. Pin keluaran ini akan menjadi 5V atau
tinggi apabila tidak ada api.

· Sensor Suhu : Pada sensor ini akan mengukur dua parameter sekaligus
yakni suhu dan kelembaban udara. Sensor ini memiliki keluaran sinyal
digital yang dikalibrasi dengan sensor suhu dan kelembaban. Hal ini
membuat stabilitas kinerja sensor akan menjadi baik dalam jangka Panjang
yang akan merespon cepat apabila suhu meningkat.

· Sensor Gas: Pada kebakaran hutan tentunya diperlukan sensor gas yang
dapat mendeteksi kandungan asap kebakaran, dimana kandungan gas yang
sering keluar saat terjadi kebakaran merupakan gas karbon monoksida
yang mana gas ini tidak dapat tercium, terlihat, dan dirasakan sehingga
seseorang tidak akan tahu bahwa ia sedang menghirup gas tersebut. Sensor
ini dirancang sangat sensitif akan gas karbon monoksida sehingga akan
cocok digunakan untuk mendeteksi asap pada kebakaran

2. CPU atau Komputer dalam bentuk laptop atau tower yang khusus untuk membuat
perangkat IoT yang bertugas untuk pengolahan data yang nantinya akan dikirim ke
perangkat lain untuk diolah.

3. Sistem Operasi Embedded device dibutuhkan karena IoT berukuran kecil dan
spesifikasi yang minim. Sistem ini merupakan nyawa dari perangkat ini. Setelah sensor
menerima adanya kebakaran dan CPU mengolah dan akan menentukan Tindakan yang
diambil berdasarkan informasi yang diterima. Media komunikasi ini dapat berupa
Bluetooth, wifi, dan internet.

NodeMCU merupakan device yang akan mengintegrasikan keseluruhan komponen


sensor menjadi sebuah sistem yang agar dapat mengirimkan data ke lapangan harus
terhubung dengan jaringan internet. Operator dapat mengakses data di lapangan antarmuka
melalui aplikasi. Pada saat sensor-sensor mendeteksi adanya kebakaran melalui sensor suhu,

11
gas, dan asap. Sistem ini akan terintegrasi dan mengirimkan sinyal ke operator. NodeMCU
sendiri akan mendapatkan sinyal dari sensor api yang dikirim ke Arduino untuk diterima oleh
NodeMCU agar dapat ditampilkan pada website.

2.6 Konsep Ipa Terapan pada Alat Deteksi Dini Kebakaran Hutan

● Konsep Biologi

Adanya sensor deteksi asap, suhu, dan api, dalam NodeMCU yang terhubung dengan
IoT maka alat ini dapat mendeteksi dini adanya kebakaran sehingga akan
meminimalisir dampak yang ditimbulkan akibat kebakaran yaitu contohnya efek
rumah kaca.

● Konsep Fisika

Fenomena fisika yang ada pada alat pendeteksi kebakaran hutan ini ialah alat ini dapat
menstimulus sensor untuk menghasilkan sinya elektrik seperti tekanan, daya,
temperatur, gas, dan sebagainya. Temperatur dan gas dapat dijadikan indikator
kebakaran. Temperatur dinyatakan dalam satuan derajat celcius/fahreinheit,
sedangkan gas mempunyai satuan part per million (ppm).

● Konsep Kimia

Konsep kimia terdapat pada reaksi pembakaran yang terjadi yang dapat dikategorikan
menjadi reaksi pembakaran sempurna dan reaksi pembakaran tidak sempurna.
Dimana reaksi pembakaran sempurna gas karbondioksida dan uap air, sementara
reaksi pembakaran tidak sempurna menghasilkan gas karbon monoksida dan uap air.
Reaksi pembakaran dapat dituliskan dengan persamaan reaksi berikut:

Reaksi pembakaran sempurna senyawa hidrokarbon+O2→CO2+H2O

Reaksi pembakaran tidak sempurna senyawa hidrokarbon+O2→CO+H2O

12
2.7 Kelebihan dan Kekurangan Sistem

Sistem deteksi dini kebakaran hutan dan lahan ini memiliki kelebihan dan juga
kekurangannya masing-masing, yaitu.

● Kelebihan Sistem

Kelebihan dari sistem deteksi dini kebakaran hutan dan lahan ini adalah sistem bisa
mengirim pemberitahuan (notifikasi) berupa panggilan telepon serta membuat
buzzer/alarm berbunyi, nilai yang ditangkap oleh sensor dapat dilihat di website
secara langsung, dan sensor yang dimiliki sistem ini tidak saling berhubungan,
sehingga apabila ada sensor yang rusak maka sensor lainnya masih bisa berjalan
dengan normal(Amali, 2020).

● Kekurangan Sistem

Kekurangan dari sistem deteksi dini kebakaran hutan dan lahan ini adalah nilai yang
ditangkap oleh sensor masih berupa nilai bawaan sehingga perlu dilakukan kalibrasi
agar nilai tersebut menjadi lebih akurat serta sistem yang hanya bisa memberikan
peringatan apabila ada kebakaran dan masih belum mampu untuk langsung
memadamkan api saat terjadi kebakaran(Amali, 2020).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan mengenai sistem deteksi dini kebakaran hutan dan lahan
(KARHUTLA) berbasis nodeMCU dan Intenet of Things (IoT), maka dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :

● Kebakaran merupakan peristiwa timbulnya api yang tidak terkendali dan dapat
membahayakan keselamatan jiwa, harta benda, hingga lingkungan. Kebakaran
merupakan peristiwa timbulnya api yang tidak terkendali dan dapat membahayakan
keselamatan jiwa, harta benda, hingga lingkungan.

13
● Di Dalam gas rumah kaca terdapat bermacam-macam gas yang memiliki kadar
masing-masing seperti karbondioksida (CO2), uap air (H2O), metana (CH4), CFC
(Chloro Fluoro Carbon), dan ozon (O3).
● Diperlukan perangkat atau sistem sensor yang dipasang di titik atau daerah yang
rawan terjadi kebakaran untuk dapat memberitahukan dengan cepat jika terjadi
kebakaran. Sensor didefinisikan sebagai alat yang mampu menangkap fenomena
fisika dan kimia lalu mengubahnya menjadi sinyal listrik. Fenomena fisika dan kimia
yang distimulasi oleh fenomena fisik ini menstimulus sensor dan menghasilkan sinyal
elektrik berupa tekanan, daya, temperatur, gas, dan lain sebagainya.
● Teknologi IoT (Internet of Things) ini memungkinkan semua benda dapat terhubung
ke internet untuk kemudahan dalam memonitoring sesuatu keadaan dalam jarak jauh.
Teknologi ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alat atau perangkat sistem
deteksi dini kebakaran hutan.
● IoT memiliki prinsip kerja yakni beda di dunia nyata diberikan identitas unik dan
dapat dikali di sistem komputer serta dapat direpresentasikan dalam bentuk data
dalam sistem komputer. Internet of Things atau IoT pada umumnya terdiri dari 4
komponen penting meliputi sensor, CPU atau komputer dalam bentuk laptop atau
tower yang khusus untuk membuat perangkat IoT, sistem operasi embedded device,
CPU mengolah dan menentukan tindakan yang diambil berdasarkan informasi yang
diterima. Media komunikasi ini dapat berupa Bluetooth, wifi, dan internet.
● Kelebihan dari sistem deteksi dini kebakaran hutan dan lahan ini adalah sistem bisa
mengirim pemberitahuan (notifikasi) berupa panggilan telepon serta membuat
buzzer/alarm berbunyi, sedangkan kekurangannya ialah nilai yang ditangkap oleh
sensor masih berupa nilai bawaan.

3.2 Saran

Adapun saran - saran untuk menyempurnakan kerja sistem deteksi dini berbasis
NodeMCU dan IoT ialah untuk sistem nya dapat diperbarui cara kerja nya agar lebih spesifik
dan teliti dalam mendeteksi kebakaran hutan. Perlu adanya sensor-sensor tambahan yang
lebih beragam meliputi sensor kecepatan angin, sensor curah hujan, dan sensor - sensor lain
yang dapat mengoptimalkan kerja sistem.

14
DAFTAR PUSTAKA

Amali, A. F. (2020). SISTEM DETEKSI KEBAKARAN BERBASIS INTERNET OF THINGS


(IoT) DENGAN PERANGKAT ARDUINO. Universitas Islam Indonesia.

Hakim, F. (2019). PROTOTIPE ALAT PENDETEKSI DINI KEBAKARAN HUTAN


MENGGUNAKAN NODEMCU DAN IOT. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Jamil, M., Saefudin, H., & Marasabessy, S. (2019). SISTEM PERINGATAN DINI
KEBAKARAN HUTAN MENGGUNAKAN MODUL NODEMCU DAN BOT
TELEGRAM DENGAN KONSEP INTERNET OF THINGS (IOT). KOMIK (Konferensi
Nasional Teknologi Informasi Dan Komputer), 3(1).
https://doi.org/10.30865/komik.v3i1.1558

Putri Melaponty, D., & dan Togar Fernando Manurung, F. (2019). HUTAN KOTA BUKIT
SENJA KECAMATAN SINGKAWANG TENGAH KOTA SINGKAWANG (Species Diversity
Of Forest Vegetation In City Forest Bukit Senja Area Middle Singkawang District
Singkawang City) (Vol. 7, Issue 2).

Arisandi, D., Trisnawati, L., & Syamsuadi, A. (2022). Sistem Monitoring Deteksi Dini
Kebakaran Hutan Berbasis Multiplatform Di Kabupaten Siak Menggunakan SDLC
Prototyping. Jurnal Sistem Komputer Dan Informatika (JSON) Hal: 410− ,
416(4). https://doi.org/10.30865/json.v3i4.4136

Coding, J., Untan, S. K., Jurusan, ], Komputer, S., Mipa, F., Tanjungpura, U., Prof, J.,
Nawawi, H. H., Kunci, K., & Hutan, K. (n.d.). Tito Suhendra Leven, [2] Tedy Rismawan, [3]
Irma Nirmala.

Artono, B., & Susanto, F. (2019). Wireless Smart Home System Menggunakan Internet
Of Things. Jurnal Teknologi Informasi Dan Terapan, 5(1), 17–24.
https://doi.org/10.25047/jtit.v5i1.74

Efendi, Y. (2018). INTERNET OF THINGS (IOT) SISTEM PENGENDALIAN


LAMPU MENGGUNAKAN RASPBERRY PI BERBASIS MOBILE. Jurnal Ilmiah
Ilmu Komputer, 4(1). http://ejournal.fikom-unasman.ac.id

Wulan, A. J., & Subagio, S. (2016). Efek Asap Kebakaran Hutan terhadap Gambaran
Histologis Saluran Pernapasan. Medical Journal of Lampung University, 5(3), 152–167.

15
Yendri, D., Wildian, & Tiffany, A. (2017). PERANCANGAN SISTEM PENDETEKSI
KEBAKARAN RUMAH PENDUDUK PADA DAERAH PERKOTAAN BERBASIS
MIKROKONTROLER. Prosiding SEMNASTEK, 1–10.

16

Anda mungkin juga menyukai