Anda di halaman 1dari 1

Hermes ternak buaya

Sejarah Tas Hermes


Terkenal dengan kerajinan kulitnya, Hermès memiliki sejarah panjang yang dapat
kita telusuri hingga abad ke-19. Pada tahun 1837, Thierry Hermès (1801–1878)
pertama kali mendirikan Hermès sebagai bengkel harness 
Bengkel tersebut berada di kawasan Grands Boulevards Paris. Melayani para
bangsawan Eropa, Hermès menciptakan beberapa harness  terbaik untuk kereta kuda.
Selama beberapa dekade berikutnya, Hermès berkembang menjadi salah satu pengecer
pelana paling terkenal. Mereka juga mulai memproduksi tas kulit untuk membawa
berbagai perlengkapan dan aksesoris kuda.

Kemudian pada 1880, Charles-Émile Hermès, putra Thierry Hermès, memindahkan


bengkel ayahnya ke 24 Faubourg Saint-Honoré, dan membuka toko yang kini menjadi
flagship pertama brand mewah tersebut di Paris. 
Hermès yang kini dianggap sebagai salah satu rumah mode mewah terkemuka ini,
meninggalkan jejak mereka di industri mode berkat pola dan siluet khas yang bisa kita
lihat menjadi identitas pada berbagai kreasi produk.

Masalah
Tas kulit buaya merupakan salah satu produk andalan Hermes di pasar barang mewah,
terutama untuk seri Birkin. Sebagian besar rumah mode ternama seperti Hermes dan
Louis Vuitton memilih kulit buaya air asin di Australia sebagai bahan baku utama
karena karakteristik kulitnya.
Menurut pakar peternak buaya Geoff McClure, ternakan buaya air asin memiliki
kepadatan sisik lebih banyak per unit di bagian perutnya. Seperti diketahui, kulit di
perut buaya lah yang banyak diambil untuk dijadikan produk fashion.

Hermes berencana membangun peternakan buaya terbesar di Australia. Buaya-buaya hasil


ternak itu nantinya diambil kulitnya sebagai bahan baku utama pembuatan tas serta aksesori
lainnya.
PRI Farming, perusahaan di bawah naungan Hermes pun telah membeli lahan bekas pertanian
melon dan pisang di kawasan Lambels Lagoon, yang akan dijadikan peternakan buaya. Seperti
dikutip dari ABC Australia, lahan itu dibeli seharga Rp 74,9 miliar.
Lahan tersebut dikatakan bisa menampung sekitar 50 ribu buaya. Selain dikuliti dan dijadikan
produk fashion, daging buaya juga dijual sebagai bahan pangan.
Langkah yang diambil Hermes pun dianggap sebagai kemunduran dalam industri fashion.
Mengingat kini banyak brand fashion ternama justru berlomba-lomba meminimalisir atau bahkan
menghentikan pemakaian kulit dan bulu hewan asli dalam produk-produknya.

Hingga detik ini, pihak Hermes maupun IPR Farming belum memberi komentar terhadap protes
yang dilayangkan netizen dan aktivis di Twitter dan di social media lainnya.

Anda mungkin juga menyukai