Anda di halaman 1dari 10

Sejarah Perjuangan Integrasi Kebangsaan,

Masa Kedaulatan Nusantara Sampai Pergerakan

Nasional Indonesia
Masa Kedaulatan Nusantara
Masa kedaulatan Nusantara, Indonesia menjadi negara
yang berdaulat dan merdeka yang diwakili oleh
Mataram Kuno, Sriwijaya, Singasari, dan Majapahit
sebagai pelopor terwujudnya Nusantara. Wilayah
Nusantara meliputi Indonesia sekarang dan sebagian
wilayah Asia Tenggara. Bahkan sebelum masa Sriwijaya
dan Majapahit Indonesia sudah menjadi bangsa yang
makmur dengan tanda berdirinya bangunan Candi
Prambanan dan Candi Borobudur yang sangat megah.
Masa Kedaulatan Nusantara
Nilai yang terkandung pada masa kedaulatan
Nusantara adalah rakyat yang patuh dan setia kepada
rajanya memiliki patron klien yang tinggi. Pada masa
ini mulai masuk berbagai agama seperti agama Hindu,
Buddha dan Islam yang dianut penduduk dengan
penuh kerukunan. Dalam periode ini jiwa, semangat,
dan nilai-nilai kejuangan yang timbul, antara lain
adalah kesadaran akan jiwa merdeka, harga diri,
ketakwaan kepada Tuhan YME serta kerukunan hidup
umat beragama, keberanian, dan kepeloporan.
Pengaruh Islam dalam Proses

Integrasi Bangsa

Pengaruh islam dalam pandangan etika sosial yaitu pertama,


perdagangan di antara orang-orang Islam berkembang dengan
pesat. Masuknya Islam ke Indonesia terjadi melalui proses
perdagangan. Dengan adanya perdagangan tersebut selain Islam
menyebar di Nusantara, perdagangan di kepulauan ini pun ikut
berkembang pesat. Faktor etika sosial yang dianut para pedagang
Nusantara berpengaruh terhadap perkembangan kegiatan ekonomi
dagang.
Kedua, adanya pandangan tersebut telah mendorong terciptanya
perasaan terintegrasi di antara para pedagang penganut Islam yang
memiliki latar belakang berbeda-beda tersebut. Tampaknya dalam
kegiatan dagang, faktor perbedaan etnis, budaya, bahasa, dan lain-
lain diabaikan. Budaya Islam atau kultural Islam mendukung
terbentuknya sikap dan pandangan yang integral.
Pengaruh Islam dalam Proses
Integrasi Bangsa

Dalam sejarah Indonesia, Islam telah digunakan sebagai kekuatan ideologis untuk
menyatukan semua unsur perlawanan terhadap kekuatan kolonialisme Barat.
Perlawanan daerah-daerah di Indonesia terhadap kekuatan Belanda pada abad ke-19
merupakan bukti bahwa Islam telah digunakan sebagai kekuatan ideologis. Walaupun
perang-perang tersebut yang dilaksanakan oleh para raja dan pemimpin agama masih
bersifat kedaerahan, secara historis dapat dikatakan bahwa perang yang dilandasi oleh
kekuatan ideologis Islam itu telah menjadi dasar bagi lahirnya nasionalisme Indonesia
pada awal abad ke-20. Secara etis, sosial-budaya, ideologis, dan historis, Islam memiliki
peran yang besar dalam proses integrasi bangsa. Gerakan nasionalisme atau gerakan
kebangsaan Indonesia awal abad ke-20 sebenarnya dasar-dasarnya telah diletakkan
sejak tumbuh dan berkembangnya penganut serta kekuatan politik Islam di Nusantara
sejak abad ke-16.
Dalam sejarah Indonesia, Islam telah digunakan sebagai kekuatan ideologis untuk
menyatukan semua unsur perlawanan terhadap kekuatan kolonialisme Barat.
Perlawanan daerah-daerah di Indonesia terhadap kekuatan Belanda pada abad ke-19
merupakan bukti bahwa Islam telah digunakan sebagai kekuatan ideologis. dan
martabat manusia, jiwa dan semangat kepahlawanan, kesadaran anti penjajah dan
penjajahan, kesadaran akan perlunya persatuan dan kesatuan perjuangan serta nilai-nilai
kejuangan lainnya.
Masa Pergerakan

Nasional dan Kebangsaan


Masa Pergerakan Nasional dan Kebangsaan adalah masa
peralihan dari masa sebelumnya yang melakukan
perlawanan dengan senjata. Pergerakan Nasional dimulai
saat berdirinya organisasi Budi Utomo pada 20 Mei 1908 di
Jakarta. Berdirinya Budi Utomo sebagai simbol kebangkitan
nasional yang menjadi inspirasi bagi kelompok pemuda
untuk mendirikan organisasi modern sebagai senjata baru
untuk melawan kolonial. Puncak pergerakan nasional
adalah saat Sumpah Pemuda di Jakarta, pada tahun 1930
terjadi fusi berbagai organisasi pemuda dalam satu wadah
yaitu Indonesia Muda.
Masa Pergerakan

Nasional dan Kebangsaan


Dalam masa pergerakan nasional, perjuangan jiwa mereka
semakin bergelora dan rasa harga diri sebagai bangsa yang
tidak mau dijajah mengubah semangat dan perlawanan
seluruh lapisan masyarakat terhadap penjajah untuk
memperoleh kemerdekaan. Di samping itu, timbulah
berbagai jiwa, semangat, dan nilai kejuangan seperti nilai
harkat dan martabat manusia, jiwa dan semangat
kepahlawanan, kesadaran anti penjajah dan penjajahan,
kesadaran akan perlunya persatuan dan kesatuan
perjuangan serta nilai-nilai kejuangan lainya.
Masa Pendudukan Jepang
Di Indonesia
Awal kekuasaan Jepang di Indonesia ditandai dengan penyerahan
tanpa syarat tentara Belanda kepada Jepang pada 8 Maret 1942 di
Kalijati, Subang, Jawa Barat dan berakhir pada tanggal 15 Agustus 1945.
Masa pendudukan Jepang sekalipun relatif singkat, namun secara
efektif dan efisien berhasil memeras tenaga bangsa Indonesia melalui
berbagai cara. Tenaga yang paling dibutuhkan pada masa itu adalah
pekerjaan untuk membuat lapangan terbang, pembuatan jalan-jalan,
tempat penyimpanan senjata, pertahanan, dan gudang-gudang senjata
di bawah tanah. Di desa-desa segera dibentuk panitia pengerahan
tenaga kerja yang dipropagandakan sebagai pahlawan pekerja. Badan
ini berdiri di setiap daerah dan melibatkan aparat kepamong-prajaan.
Para pekerja ini disebut romusa. Sebagian besar diambilkan dari desa.
Pada awalnya pengerahan romusa secara sukarela. Namun saat
Jepang semakin memperluas daerah peperanganya, pengerahan
romusa dilakukan secara paksa. Banyak penduduk Indonesia pada
waktu itu yang hidup sangat tidak layak, seperti berpakaian dengan
memanfaatkan kain karung yang penuh dengan kutu, hingga
penduduk yang makan dari tunas pisang dan makanan yang tidak
layak lainnya.
Masa Pendudukan Jepang
Di Indonesia
Masa pendudukan Jepang sebagai masa persiapan kemerdekaan,
yang menurut perhitungan mereka waktu itu akan segera datang
sehingga untuk meraihnya akan segera tiba. Mereka telah
mempersiapkan pula kader-kader bangsa. Peluang yang ada pada
zaman Jepang tidak disia-siakan untuk lebih meningkatkan
persiapan dalam rangka menghadapi perjuangan kemerdekaan. Jiwa
dan semangat merdeka semakin digelorakan. Jiwa, semangat, dan
nilai-nilai kejuangan lainnya, seperti kesadaran berbangsa dan
kebangsaan, kesadaran akan persatuan dan kesatuan perjuangan,
kesadaran anti penjajah dan penjajahan, nasiomalisme, patriotisme,
serta jiwa persatuan dan kesatuan semakin digelorakan.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai