Anda di halaman 1dari 12

STUDIO STRUKTUR DAN

KONSTRUKSIBANGUNAN 3
“BASEMENT”

DOSEN PENGAMPUH:
Andi Yusdi Dwiasta, S.T., M.T
Dr. Ir. Mohammad Junaidi
Rahman,S.T.,M.T Ir. Andi Ahmad
Fauzan Bahtiar, S.T., M.T

HusniRahman, S.T., M. Ars

DISUSUN OLEH:
Alifiah Rahmadani
(210211502049)

Arsitektur 01/A

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL DAN
PERENCANAAN PRODI ARSITEKTUR
UNIVERSITAS NEGERI
MAKASSAR TAHUN
AJARAN 2023/2024
RESUME
BASEMENT
I. Pengertian Basement

Basement merupakan merupakan sebuah tingkat atau beberapa tingkat dari bangunan
yang keseluruhan atau sebagian terletak dibawah tanah. Basement saat ini merupakan solusi
untuk kebutuhan lahan parkir pada gedung bertingkat. Selain sebagai ruang parkir basement
juga dapat dimanfaatkan sebagai utilitas pada gedung bertingkat.
Struktur basement pada gedung bertingkat (tidak termasuk pondasi tiang) secara umum
terdiri dari raft foundation, kolom, dinding basement, balok dan plat lantai.
Metode pelaksanaan pembangunan basement merupakan hal penting dalam
perencanaan suatu konstruksi karena berpengaruh besar dalam segi biaya dan waktu
pelaksanaan keseluruhan. Oleh karena itu maka dibutuhkan kebijakan dan ketelitian pelaksana
dalam menentukan metode yang digunakan dalam pembangunan basement.
Metode pekerjan basement yang umum digunakan adalah bottom up dimana dimulai
dengan cara menggali tanah sesuai rencana dan memulai pekerjaan pondasi dan seterusnya
sampai struktur atas. Namun seiring perkembangan teknologi konstruksi terdapat metode lain
yaitu Top Down yang dimana pekerjaan dimulai dari lantai dasar (muka tanah) yang bersamaan
dengan pekerjaan lantai basement.

II. Dinding Penahan Tanah (Retaining Wall)

Dinding penahan tanah (DPT) adalah suatu bangunan yang dibangun untuk mencegah
keruntuhan tanah yang curam atau lereng yang dibangun di tempat di mana kemantapannya
tidak dapat dijamin oleh lereng tanah itu sendiri, dipengaruhi oleh kondisi gambaran topografi
tempat itu, bila dilakukan pekerjaan tanah seperti penanggulan atau pemotongan tanah.
DPT terbuat dari 2 jenis bahan, antara lain:
• Beton (cantilever walls)
• Batu kali (gravity walls)
II.I. Macam-Macam Dinding Penahan Tanah

Macam – macam dinding penahan di golongkan menurut bahan – bahan yang


digunakan untuk bentuk bangunannya:
a. Dinding penahan tembok batu dan yang berupa balok
Dinding penahan jenis ini digunakan terutama untuk pencegahan terhadap keruntuhan
tanah, dan lebih lanjut lagi digunakan apabila tanah asli di belakang tembok itu cukup baik dan
tekanan tanah dianggap kecil. Terdapat dua macam tembok penahan, yaitu penembokan kering
(dry masonry) dan penembokan basah (water masonry) dan terutama dibagi menjadi
penembokan tak searah dan penembokan searah tergantung dari cara penetrasan batu.
b. Dinding penahan beton tipe gravitasi (Tipe semi gravitasi)
Dinding penahan jenis semi gravitasi bertujuan untuk mendapatkan kemantapan dengan
beratnya sendiri, namun yang membedakan jenis ini yaitu batang tulangan disusun karena
adanya tegangan tarik pada badan tembok.
c. Dinding penahan beton dengan sandaran (Lean against type)
Dinding penahan jenis ini sedikit berbeda dari penahan beton tipe gravitas dalam kondisi
kemantapan dan direncanakan supaya keseimbangan tetap terjaga dengan keseimbangan
berat sendiri badan dinding dan tekanan tanah pada permukaan bagian belakang, atau dengan
kata lain, dengan dorongan dari kedua gaya tersebut. Akibatnya apabila tanah di bagian
belakang permukaan dihilangkan akan mengakibatkan tembok itu terguling. Karena alasan–
alasan tersebut di atas, volume beton haruslah sedikit dan akibatnya dinding menjadi ekonomis,
tetapi dinding ini tidak dapat digunakan apabila tanah pondasi ada dalam bahaya penurunan
ataupun bahaya gelincir.
d. Dinding penahan beton bertulang dengan balok kantilever
Dinding penahan dengan balok kantilever tersusun dari suatu tembok memanjang dan
suatu pelat lantai. Masing – masing berlaku sebagai balok kantilever dan kemantapan dari
tembok didapatkan dengan berat sendiri atau berat tanah di atas tumit palat lantai.
e. Dinding penahan beton bertulang dengan penahan (Buttress)
Dinding penahan ini dibagun pada sisi tembok di bawah tanah tertekan untuk
memperkecil gaya irisan yang bekerja pada tembok memanjang dan pelat lantai. Pada
umumnya jenis ini hanya membutuhkan bahan yang sedikit. Jenis ini digunakan untuk dinding
penahan yang cukup tinggi.
Kelemahan dari jenis ini adalah pelaksanaannya yang lebih sulit dari pada jenis lainnya
f. Dinding penahan beton bertulang dengan tembok penyokong
Dinding jenis ini berfungsi sama seperti dinding penahan secara umumnya, tetapi
tembok penyokong yang berhubungan dengan penahan di tempatkan pada sisi yang
berlawanan dengan sisi di mana tekanan tanah bekerja.
g. Dinding penahan khusus
Jenis ini adalah dinding khusus yang tidak termasuk dalam dinding penahan
sebelumnya. Jenis ini dibagi menjadi dinding penahan macam rak, dinding penahan tipe kotak,
dinding penahan tebuat di pabrik, dinding penahan yang menggunakan jangkar, tembok
penahan dengan cara penguatan tanah dan tembok penahan berbentuk Y terbalik.

II.II. Jenis Dinding Penahan Tanah

Dinding penahan tanah dapat dibedakan atas 2 bagian yakni Sistem Stabilisasi
Eksternal (Externally Stabilized System) dan Sistem Stabilisasi Internal (Internally Stabilized
System) yang terbagi atas Reinforced Soil Walls dan In-Situ Reinforcement.
• Sistem Stabilisasi Eksternal (Externally Stabilized System)
Sistem Stabilisasi Eksternal (Externally Stabilized System) terbagi atas Gravity Walls
dan In-Situ
atau Embedded Walls:
➢ Gravity Walls
a. Masonry Wall
Dapat terbuat dari beton, batu bata ataupun batu keras. Kekuatan dari material
dinding penahan biasanya lebih kuat daripada tanah dasar. Kakinya biasanya dibuat
dari beton dan biasanya akan mempunyai lebar sepertiga atau setengah dari tinggi
dinding penahan. Stabilitas dinding ini tergantung kepada massa dan bentuk.
b. Gabion Wall
Gabion adalah kumpulan kubus yang terbuat dari galvanized steel mesh atau woven
strip, atau plastic mesh (hasil anyaman) dan diisi dengan pecahan batu atau cobbles,
untuk menghasilkan dinding penahan tanah yang mempunyai saluran drainase
bebas.
c. Crib Wall
Dinding penahan tanah jenis ini dibentuk dengan beton precast, stretchers dibuat
paralel dengan permukaan vertikal dinding penahan dan header diletakkan tegak
lurus dengan permukaan vertical. Pada ruang yang kosong diisikan dengan material
yang mempunyai drainase bebas, seperti pasir dan hasil galian.
d. Reinforced Concrete Wall (Cantilever Reinforced Concrete Wall)
Reinforced concrete cantilever walls adalah bentuk modern yang paling umum dari
gravity wall, baik dalam bentuk L atau bentuk T terbalik. Dibentuk untuk
menghasilkan lempengan kantilever vertikal, kantilever sederhana, beberapa
menggunakan berat dari timbunan di belakang dinding untuk menjaga agar dinding
tetap stabil. Hal ini coccok digunakan untuk dinding sampai ketinggian 6 m.
➢ In Situ or Embedded-Walls
a. Sheet Pile Wall
Jenis ini merupakan struktur yang fleksibel yang dipakai khususnya untuk pekerjaan
sementara di pelabuhan atau di tempat yang mempunyai tanah jelek. Material yang
dipakai adalah timber, beton pre-cast dan baja. Timber cocok dipakai untuk pekerjaan
sementara dan tiang penyangga untuk dinding kantilever dengan letinggian sampai 3
m. Beton pre-cast dipakai untuk struktur permanen yang cukup berat. Sedangkan
baja telah banyak dipakai.
b. Braced or Propped
Wall Props, braces, shores dan struts biasanya ditempatkan di depan dinding
penahan tanah. Material-material tersebut akan mengurangi defleksi lateral dan
momen tekuk serta pemancangan tidaklah dibutuhkan. Dalam saluran drainase,
dipakai struts dan wales. Dalam penggalian yang dengan area yang cukup luas,
dipakai framed shores dan raking shores.
c. Contiguous dan Secant Bored-Pile Wall
Dinding contiguous bored pile dibentuk dari satu atau dua baris tiang pancang yang
dipasang rapat satu sama lain.
d. Diapraghm Wall
Biasanya dibangun sebagai saluran sempit yang telah digali yang untuk sementara
diperkuat oleh bentonite slurry, material perkuatan ditumpahkan ke saluran dan
beton ditaruh melaui sebuah tremie. Metode ini dipakai di tanah yang sulit dimana
sheet piles akan bermasalah atau level dengan muka air yang tinggi atau area
terbatas.
• Sistem Stabilisasi Internal (Internally Stabilized System)
Sistem Stabilisasi Internal (Internally Stabilized System) yang terbagi atas Reinforced Soil
Walls dan
In-Situ Reinforcement.
➢ Reinforced Soil Walls
Menurut Schlosser (1990), konsep dari reinforced earth diperkenalkan oleh Henry Vidal di
Prancis. Vidal mengamati bahwa ketika lapisan pasir diberi pemisah berupa lembaran
horisontal yang terbuat dari baja, tanah tersebut lebih kuat menahan pembebanan
secara vertikal.
➢ In Situ Reinforcement

III. Metode Pekerjaan Basement


Metode pekerjaan basement dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: Metode konstruksi
Bottom Up dan Metode konstruksi Top Down.
III.I. Metode Konstruksi Bottom Up
Pada metode ini penggalian bisa menggunakan open cut pada tanah yang akan digali
atau menambahkan retaining wall atau dinding permanen. Sistem penahan tanah biasa juga
menggunakan dengan perkuatan strutting, ground anchor atau free cantilever. Untuk pekerjaan
dewatering biasanya menggunakan sistem predrainage
Secara umum pelaksanaan pembangunan basement dengan metode Bottom Up yaitu:
1. Pembuatan dinding penahan tanah (retaining wall) sesuai perencanaan.
2. Pekerjaan dewatering system (pengurasan air tanah) yang dilakukan intensif 24
jam penuh sampai penggalian dasar basement perencanaan.
3. Penggalian tanah basement sampai dasar sesuai perencanaan.
4. Pemasangan angkur tanah (ground anchorage) pada bore pile sekunder.
5. Pekerjaan pengeboran bore pile atau tiang pancang sesuai perencanaan.
6. Pekerjaan pile cap dan pelat lantai basement.
7. Pekerjaan balok dan lantai basement di atasnya.
8. Pekerjaan ditersukan sampai struktur paling atas yaitu atap.
Pada metode bottom up mempunyai kelebihan dan kekurangan pada pelaksanaanya.
Berikut merupakan kekurangan pada metode bottom up adalah:
1. Jadwal pekerjaan menjadi lama dikarenakan ada tahap pekerjaan awal yang tidak
dapat dikerjakan bersamaan dengan pekerjaan lainya, yaitu pekerjaan galian
sehingga harus menunggu pekerjaan tahapan tersebut selesai terlebih dahulu yang
menjadikan jadwal pekerjaan panjang.
2. Membutuhkan banyak perancah (begesting) untuk pekerjaan balok dan pelat lantai,
yang menyebabkan biaya akan lebih mahal serta membuat material terbuang
banyak.
3. Proses dewatering akan menyebabkan muka tanah turun. Aliran air tanah juga akan
mengakibatkan turunya bangunan di sekitar lingkungan proyek. Proses ini juga bisa
membuat sumur warga lingkungan sekitar kering karena pekerjaan ini.
Berikut merupakan kelebihan pada metode bottom up adalah:
1. Biaya untuk peralatan lebih murah.
2. Tenaga ahli sudah banyak yang memadai dan banyak yang menguasai.
3. Material alat berat merupakan peralatan yang umum di jumpai dan digunakan
seperti Backhoe, Shovel Loader, dan lain lainya sehingga tidak memerlukan perlatan
yang khusus.
4. Biaya dinding penahan relatif murah tidak memerlukan teknologi yang tinggi seperti
metode Top Down.
5. Penguasaan pengendalian pelaksaan konstruksi sudah berpengalaman karena
kebanyakan proyek bangunan Basement menggunakan metode bottom up.

III.II. Metode Konstruksi Top Up


Pelaksanaan pekerjaan metode Top Down pada basement dimulai dari ground floor
(muka tanah) yang dilanjutkan selapis demi selapis ke arah bawah susuai perencanaan galian.
Untuk penyelesaian balok dan plat lantai juga dimulai dari atas ke bawah. Dalam proses semua
pelaksanaan plat dan balok di dukung tiang baja yang disebut dengan King Post. King post
merupakan bagian dari tiang pondasi pada kolom basement dan terbuat dari profil baja atau
bisa juga menggunakan pipa baja semua tergantung perencanaan awal. King post ini nanti
akan menjadi kolom permanen setelah semua proses pekerjaan basement selesai.
Berikut adalah urutan pekerjaan metode top down pada tahapan awal:
1. Pekerjaan pemasangan dinding penahan dinding sampai selesai.
2. Pengeboran tanah dari muka tanah sampai titik muka tanah keras sesuai perencanaan dan
prosedur pengeboran menggunakan lumpur bentonite.
3. Pekerjaan king post telah siap beserta pengecoran bored pile
Setelah pekerjaan tahapan awal selesai lanjut ke pekerjaan konstruksi sebagai berikut:
1. Pekerjaan struktur lantai satu dimulai.
2. Selama pekerjaan struktur lantai satu berlangsung penggalian untuk pekerjaan basement
satu juga bisa dimulai bersamaan.
3. Pekerjaan pengurasan air tanah (dewatering watering system) juga berjalan demi
memuluskan pekerjaan galian.
4. Setelah galian basement satu selesai, lakukan pemasangan begesting dan pengupasan
jelly lumpur betonite untuk pemasangan besi kolom utama.
5. Pengecoran beton adonan dilanjutkan pada bagian-bagian struktur utama.
6. Selanjutnya lakukan pekerjaan sesuai jadwal perencanaan dimana urutan pekerjaan
dimulai seperti tahap tahap di atas untuk pekerjaan basement seterusnya.
Melihat sistem metode Top Down mempunyai kelebihan pada pekerjaanya, kelebihan metode ini
adalah:
1. Waktu pelaksanaan dapat di persingkat dari 10 sampai 20 % dibanding dengan metode
konvensional.
2. Biaya pelaksanaan bangunan dapat diperkecil.
3. Lahan kerja untuk pekerjaan yang terbatas tidaklah menjadi penghalang proses pekerjaan.
4. Pekerjaan awal dapat dilakukan bersamaan tanpa menunggu sehingga ada penundaan
pekerjaan. Artinya saat proses penggalian berjalan proses pekerjaan struktur juga bisa jalan
bersamaan.
5. Penurunan gedung di sebelahnya dapat diperkecil sehingga pekerjaan berjalan lebih aman
6. Faktor merusak lingkungan sekitar karena pengurasan air tanah dapat diminimalkan.
Setiap metode konstruksi pastinya mempunyai kekurangan pada pekerjaanya,
kekurangan pada metode Top Down yaitu:
1. Memerlukan peralatan berat yang khusus.
2. Ketelitian dan ketetapan menjadi perhatian yang lebih saat pelaksanaan.
3. Tenaga ahli yang masih kurang banyak.
4. Memerlukan pengetahuan dan pengalaman untuk mengendalikan proyek.
PAPER
KONSTRUKSI BASEMENT DAN RETAINING
WALL
PENDAHULUAN
Konstruksi basement dan retaining wall adalah bagian penting dalam pembangunan
gedung dan infrastruktur modern. Basement dan retaining wall digunakan untuk menjaga
kestabilan tanah dan bangunan pada area yang terjal, miring, atau lembab. Dalam
pembangunan ini, diperlukan desain yang tepat dan material yang berkualitas agar konstruksi ini
dapat bertahanlama dan aman bagi penghuni atau pengguna bangunan.
PEMBAHASAN
1. Konstruksi Basement
Basement adalah lantai bawah tanah yang digunakan untuk berbagai keperluan, seperti
parkir, penyimpanan, atau ruang tamu. Konstruksi basement biasanya diterapkan pada
bangunan bertingkat tinggi dan di lokasi dengan kondisi tanah yang tidak stabil. Untuk
membangun basement yang kokoh, diperlukan beberapa tahap, yaitu:
a. Perencanaan Perencanaan konstruksi basement harus meliputi perhitungan kekuatan
tanah, dimensi ruangan, dan struktur bangunan. Perhitungan kekuatan tanah bertujuan
untuk menentukan jenis dan ukuran pondasi yang tepat agar dapat menopang beban
bangunan secara optimal.
b. Pengerjaan Tanah Pengerjaan tanah adalah tahap awal dalam konstruksi basement.
Pada tahap ini, dilakukan penggalian tanah dengan alat berat seperti excavator dan
bulldozer. Setelah tanah digali, dinding basement dibuat dengan menggunakan material
yang kokoh seperti beton atau bata.
c. Pemasangan Pondasi Pondasi digunakan untuk menopang beban bangunan. Pada
konstruksi basement, pondasi biasanya dibuat dengan menggunakan tiang pancang
atau balok beton bertulang.
d. Pemasangan Struktur Bangunan Setelah pondasi selesai dipasang, struktur
bangunan seperti kolom dan balok beton dipasang untuk menopang lantai basement.
Selain itu, juga harus memperhatikan ventilasi dan penyediaan sumber air dan listrik
pada area basement.
2. Konstruksi Retaining
Wall Retaining wall adalah dinding penahan yang dibuat untuk menahan tekanan tanah
dari lereng atau tanah yang miring. Retaining wall sering digunakan pada konstruksi jalan
raya, bangunan tinggi, dan konstruksi infrastruktur lainnya. Pada umumnya, ada dua
jenis retaining wall, yaitu:
a. Gravity Retaining Wall Gravity retaining wall dibuat dengan menggunakan material berat
seperti beton atau batu. Material ini digunakan untuk menahan tekanan tanah dengan
gaya gravitasi.
b. Reinforced Retaining Wall Reinforced retaining wall dibuat dengan menggunakan
material beton bertulang yang diperkuat dengan baja. Material ini digunakan untuk
menahan tekanan tanah dengan kekuatan struktur beton bertulang.

KESIMPULAN
Konstruksi basement dan retaining wall merupakan bagian penting dalam pembangunan
gedung dan infrastruktur modern. Untuk membangun konstruksi yang kokoh dan tahan lama,
diperlukan perencanaan yang matang, material yang berkualitas, dan tenaga ahli yang terampil.

DAFTAR REFERENSI

Bowles, J.E. (1996). Foundation Analysis and Design. McGraw Hill.

Das, B.M. (2011). Principles of Foundation Engineering. Cengage Learning.

Peck, R.B., Hanson, W.E., & Thornburn, T.H. (2003). Foundation Engineering. John Wiley &

Sons. Tomlinson, M.J. (2001). Foundation Design and Construction. Prentice Hall.

Terzaghi, K., Peck, R.B., & Mesri, G. (1996). Soil Mechanics in Engineering Practice. John Wiley

& Sons. Wijeyesekera, D.C. (2013). Reinforced Concrete Design. CRC Press.

Kusno, K., & Pramono, B. (2017). Design of Gravity Retaining Wall using Counterfort Method.
International Journal of Science and Engineering Applications, 6(1), 12-17.

Lim, C.C., & Tham, L.G. (2016). Performance of Reinforced Soil Retaining Wall with
Geotextile Reinforcement. International Journal of Engineering and Technology, 8(4), 1964-
1971.

Tschuchnigg, F., & Ilki, A. (2019). Earthquake Resistance of Reinforced Soil Retaining Walls.
Procedia Structural Integrity, 20, 372-379.

Zareifard, M.R., Razavi, R.S., & Nikudel, M.R. (2018). Performance Evaluation of Reinforced
Soil Retaining Walls with Different Reinforcements. Journal of Civil Engineering and
Urbanism, 8(6), 271-276.

Anda mungkin juga menyukai