Anda di halaman 1dari 20

TUGAS

HUKUM PRANATA

Dosen Pengampuh:
Dr. techn. Andi Abidah, S.T., M.T

DISUSUN OLEH:
ALIFIAH RAHMADANI
210211502049
01/A

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022/2023
Hukum Pranata Pembangunan

BAB 1

Pendahuluan/Latar Belakang

“GSB (Garis Sempadan Bangunan) di Jakarta”

Pengertian Hukum Pranata Pembangunan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

- HUKUM adalah (1) peraturan atau adat yg secara resmi dianggap mengikat, yg dikukuhkan oleh

penguasa atau pemerintah; (2) undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup

masyarakat; (3) patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dsb) yg tertentu; (4)

keputusan (pertimbangan) yg ditetapkan oleh hakim (dl pengadilan); vonis.

· PRANATA adalah sistem tingkah laku sosial yg bersifat resmi serta adat-istiadat dan norma yg

mengatur tingkah laku itu, dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagai kompleks

kebutuhan manusia dl masyarakat; institusi

· PEMBANGUNAN adalah perubahan individu/kelompok dalam kerangka mewujudkan

peningkatan kesejahteraan hidup.

Jadi dapat di artikan bahwa Hukum Pranata Pembangunan adalah suatu peraturan perundang –

undangan yang mengatur suatu sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi yang di miliki oleh

kelompok ataupun individu dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan hidup bersama.

Pranata pembangunan bidang arsitektur merupakan interaksi/hubungan antar

individu/kelompok dalam kumpulan dalam kerangka mewujudkan lingkungan binaan. Interaksi ini

didasarkan hubungan kontrak. Analogi dari pemahaman tersebut dalam kegiatan yang lebih detil

adalah interaksi antar pemilik/perancang/pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang/bangunan


untuk memenuhi kebutuhan bermukim. Dalam kegiatannya didasarkan hubungan kontrak, dan

untuk mengukur hasilnya dapat diukur melalui kriteria barang publik.

Pranata dibidang arsitektur dapat dikaji melalui pendekatan system, karena fenomena yang ada

melibatkan banyak pihak dengan fungsi yang berbeda sehingga menciptakan anomali yang

berbeda juga sesuai dengan kasus masing-masing.

Didalam proses membentuk ruang dari akibat kebutuhan hidup manusia, maka ada cara teknik

dan tahapan metoda untuk berproduksi dalam penciptaan ruang. Misalnya secara hirarki dapat

disebutkan ‘ruang tidur’ yaitu sebagai ruang untuk istirahat, sampai dengan ‘ruang kota’ sebagai

ruang untuk melakukan aktifitas sosial, ekonomi, dan budaya. Secara fungsi ruang memiliki peran

yang berbeda menurut tingkat kebutuhan hidup manusia itu sendiri, seperti ruang makan, ruang

kerja, ruang baca, dan seterusnya. Secara structural ruang memiliki pola susunan yang beragam,

ada yang liniear, radial, mengelompok, dan menyebar. Estetika adalah pertimbangan penciptaan

ruang yang mewujudkan rasa nyaman, rasa aman, dan keindahan.

Pranata pembangunan sebagai suatu sistem disebut juga sebagai sekumpulan

aktor/stakeholder dalam kegiatan membangun (pemilik, perencana, pengawas, dan pelaksana)

yang merupakan satu kesatuan tak terpisahkan dan memiliki keterkaitan satu dengan yang lain

serta memiliki batas-batas yang jelas untuk mencapai satu tujuan.

Lebih jauh bahwa sistem adalah gejala/fenomena yang telah diketahui strukturnya. Struktur disini

mengandung arti unsur-unsur yang terlibat dan hubungan keterkaitan yang terjadi antar unsur

tersebut.

Sedikit pihak yang terlibat maka sistem tersebut semakin sederhana, sedangkan bila pihak yang

terlibat semakin banyak maka disebut sistem kompleks. Kategori sistem ini dapat ditunjukan

melalui karakternya, sistem sederhana memiliki karakter sebagai berikut :

1) Jumlah unsur/pihak terlibat sedikit dan interaksinya jelas

2) Atribut dan aturan telah diatur oleh aturan tertentu

3) Sistem berfungsi terkendali oleh waktu (memiliki durasi waktu yang jelas)

4) Sub sistem tidak diturunkan dari tujuannya (goals)


5) Perilaku sistem dapat diprediksi

Sedangkan untuk sistem yang komplek memiliki karakter sebagai berikut :

1) Jumlah unsur/pihak terlibat banyak dan interkasi tidak jelas (tumpang tindih)

2) Atribut dan aturan diatur atas kesepakatan kontrak

3) Sistem berfungsi tidak terkendali oleh waktu

4) Sub sistem diturunkan dari bagian-bagian tertentu

5) Perilaku sistem tidak dapat diprediksi

Suatu sistem dapat merupakan suatu kombinasi antara sistem sederhana dan sistem kompleks.

Adopsi peran/pelaku yang terlibat atau partisipan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori

adalah tunggal (unitary), jamak (pluralist), dan campuran (coercive). Jadi sistem dapat dipahami

tipe dan jenisnya melalui karakter dan partisipan yang terlibat didalamnya. Secara matriks dapat

dikelompokan tipe sistem yang didasarkan atas permasalahannya sebagai berikut,

Atas dasar penggolongan tipe ideal suatu sistem dalam konteks permasalahannya maka pranata

pembangunan sebagai suatu sistem yang terjadi di lingkungan bidang arsitektur dapat disebut

pada tipe “simple-pluralist”. Simple karena unsur utama terkait ada tiga, yaitu : pemilik (owner),

perancang/pengawas (designer/supervise), dan pelaksana (contractor) dan jumlah sedikit. Pihak

atau partisipan adalah jamak, karena memiliki karakter berbeda dan bentuk organisasi berbeda

pula. Ada kultur berbeda pula pada masing-masing peran, pemilik memiliki atribut yang spesifik,

perancang memiliki atribut yang khusus pula, dan kontraktor juga memiliki atribut berbeda.

Masing-masing berbeda dan berkumpul dalam satu kelompok


Hukum pranata pembangunan memiliki empat unsur :

1. Manusia

Unsur pokok dari pembangunan yang paling utama adalah manusia.Karena manusia merupakan

sumber daya yang paling utama dalam menentukan pengembangan pembangunan.

2. Sumber daya alam

Sumber daya alam merupakan faktor penting dalam pembangunan. Sumber daya alam sebagai

sumber utama pembuatan bahan material untuk proses pembangunan.

3. Modal

Modal faktor penting untuk mengembangkan aspek pembangunan dalam suatu daerah.Apabila

semakin banyak modal yang tersedia semakin pesat pembangunan suatu daerah.

4. Teknologi

Teknologi saat ini menjadi faktor utama dalam proses pembangunan.Dengan teknologi dapat

mempermudah, mempercepat proses pembangunan.

Garis Sempadan Bangunan

Latar Belakang

Saat akan membangun sebuah bangunan, Kita pasti akan memikirkan tentang berapa jauh

sebaiknya bangunan didirikan dari muka jalan. Apa yang harus dilakukan agar keamanan

bangunan dan pengguna jalan tetap terjaga. Kita juga pasti akan mempertimbangkan berapa

sebaiknya jarak bangunan Anda dari bangunan tetangga. Apakah akan dibangun menempel

atau akan memberikan jarak tertentu? Sebagian orang ada yang memilih untuk menghabiskan

seluruh lahannya untuk bangunan. Sebagian lagi, ada yang memberikan jarak antara

bangunannya dengan bangunan sekitar atau jalan umum di depannya. Terutama di ibukota

negara kita tercinta lagi dengan perihal harus memanfaatkan lahan sebanyak -banyaknya

karena nominal harga tanah sangat tinggi dan paham bahwa semakin dekat dengan jalan

maka akan makin menguntungkan. Akan tetapi, apakah Anda tahu jika memberikan jarak
antara bangunan Anda dengan jalan maupun bangunan tetangga itu diatur dalam peraturan

bangunan?

Hal itu disebut dengan istilah Garis Sempadan Bangunan atau biasa disingkat sebagai GSB.

Mungkin sebagian orang ada yang sudah akrab dengan kata tersebut, tetapi mas ih ada yang

belum mengerti apa sebenarnya GSB. GSB sendiri sebenarnya didefinisikan sebagai garis

batas minimal yang membatasi bangunan Anda dengan batas lahan yang Anda miliki, baik itu

dengan jalan, tepi sungai, tepi pantai, rel kereta api, jaringan tega ngan tinggi, ataupun

bangunan tetangga.

Maka dalam tulisan ini saya akan menumpahkan pikiran tentang kasus Garis Sempadan

Bangunan di Jakarta untuk dapat melihat dan menganalisa ketentuan ini di Jakarta, apakah

sudah sesuai ataupun efektif penerapannya.

Pokok Permasalahan

• I. Apa itu GSB?

• II. Apa Landasan Hukum GSB?

• III. Penerapan GSB

• IV. Fenomena Penerapan GSB di Jakarta

• V. Perbandingan Penerapan GSB di Jakarta dan Hukum tentang GSB

Tujuan Penulisan

• I. Agar pembaca dapat memahami apa itu GSB

• II. Agar pembaca dapat memahami hukum dan peraturan tentang GSB yang berlaku

• III. Agar pembaca dapat membandingkan Penerapan GSB di Jakarta dengan

Hukum dan Peraturan yang berlaku


Hukum Pranata Pembangunan

BAB 2

Kajian Teori & Landasan Hukum

“GSB (Garis Sempadan Bangunan) di Jakarta”

Pengertian GSB

Dalam penjelasan di Pasal 13 Undang-undang No. 28 Thn 2002, Garis Sempadan Bangunan atau

GSB tersebut memiliki arti sebuah garis yg membataskan jarak bebas minimum dari sisi

terluar sebuah massa bangunan thdp batas lahan yg dikuasai. Pengertian ini dapat

disimpulkan bahwa GSB ialah batas bangunan yg diperbolehkan untuk dibangun rumah atau

gedung.

Selain itu GSB nantinya juga berguna untuk terciptanya pemukiman yang nyaman,aman dan rapi .

Membangun rumah, banyak aspek yang perlu anda perhatikan supaya nyaman untuk ditingggali.

Aspek tersebut dapat berupa persyaratan administrasi atau teknis yang sesuai dengan fungsi

sebuah rumah sebagai hunian.

Persyaratan tersebut sudah tertuang dalam peraturan mengenai tata bangunan dan lingkungan

yang telah ditetapkan pemerintah. Dengan banyaknya persyaratan yang musti dipenuhi oleh

masyarakat yang hendak membangun, kadang membuat orang memilih untuk mengabaikan

peraturan , termasuk aturan tentang Garis Sempadan Bangunan /GSB.

Patokan serta batasan untuk cara mengukur luas GSB (Garis Sempadan Bangunan) ialah as atau

garis tengah jalan, tepi pantai, tepi sungai, rel kereta api, dan/atau juga jaringan tegangan tinggi.

Hingga kalau sebuah rumah kebetulan berada di pinggir sebuah jalan, maka garis sempadannya

diukur dari garis tengah jalan tersebut sampai sisi terluar dari bangunan di tanah yang dikuasai si

pemilik.
Untuk faktor yang menentukan GSB ialah letak atau tempat dari lokasi bangunan tersebut berdiri.

Rumah yang letaknya di pinggiran jalan, GSB-nya ditentukan oleh fungsi serta kelas jalan. Untuk

lingkungan pemukiman standardnya ialah berkisar antara 3 sampai dengan 5 m

Ada beberapa macam Garis Sempadan, Macamnya yaitu :

a. Garis Sempadan Jalan

Garis sempadan jalan (GSJ) adalah garis batas pekarangan terdepan. GSJ merupakan batas

terdepan pagar halaman yang boleh didirikan. Oleh karena itu biasanya di muka GSJ terdapat jalur

untuk instalasi air, listrik, gas, serta saluran-saluran pembuangan.

Pada GSJ tidak boleh didirikan bangunan rumah, terkecuali jika GSJ berimpit dengan garis

sempadan bangunan (GSB). Ketentuan mengenai GSJ biasanya sudah terdapat dalam dokumen

rencana tata ruang kota setempat, bisa didapat di dinas tata kota atau Bappeda.

GSJ dimaksudkan mengatur lingkungan hunian memiliki kualitas visual yang baik, selain itu juga

mengatur jarak pandang yang cukup antara lalu lintas di jalan dan bangunan.

b. Garis Sempadan Bangunan (GSB/sempadan depan)

Garis sempadan bangunan (GSB) merupakan batas dinding bangunan terdepan pada suatu persil

tanah. Panjang jarak antara GSB dengan GSJ ditentukan oleh persyaratan yang berlaku untuk

masing-masing jenis bangunan dan letak persil tanah setempat, serta mengacu pada rencana tata

ruang kota setempat.

c. Garis Jarak Bebas Samping (sempadan samping)

Pada bangunan berbentuk tunggal/lepas dan renggang, induk bangunan harus memiliki jarak

bebas terhadap batas pekarangan yang terletak di samping (sisi). Pada bangunan

turutan/anak/tambahan boleh dibangun rapat dengan batas pekarangan samping dimana dinding

terdepan berada pada jarak minimal 2 kali jarak antara GSB dan GSJ sesuai dengan persyaratan

yang berlaku.

Sedangkan lebar jarak garis bebas samping antara bangunan dengan batas pekarangan
ditentukan berdasarkan jenis bangunan dan persil tanah setempat. Luas areal bebas samping

adalah lebar jarak bebas samping x panjang jarak antara GSB dan GSJ yang ditentukan.

Tujuan garis jarak bebas samping ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan kesehatan,

kenyamanan, dan keindahan mengingat faktor iklim tropis lembab di Indonesia dengan cirri-ciri

temperature udara cukup tinggi, curah hujan besar, sudut datang sinar matahari yang besar dan

lain-lain. Maka dengan adanya jarak bebas samping memungkinkan:

1. Sirkulasi udara yang baik ke dalam ruangan untuk mengurangi panas dan lembab.

2. Sinar matahari langsung ke dalam rumah (pada pagi hari) untuk kesehatan.

3. Lebar teritis atap yang cukup untuk melindungi bangunan dari panas matahari dan tempias air

hujan.

d. Garis Jarak Bebas Belakang (sempadan belakang)

Garis jarak bebas belakang adalah garis batas bangunan yang boleh didirikan pada bagian

belakang terhadap batas pekarangan bagian belakang. Panjang garis bebas belakang ditentukan

sesuai dengan jenis bangunan dan lingkungan persil tanah setempat.

Pada halaman belakang suatu persil tanah boleh didirikan bangunan turutan/tambahan, asal tidak

memenuhi seluruh pekarangan belakang. Halaman kosong di belakang rumah minimal

mempunyai lebar sama dengan panjang garis bebas belakang yang ditentukan.

Tujuan GSB

Tujuan dari GSB yaitu:

1. Supaya hunian/rumah tinggal memiliki pekarangan di depan rumah yang cukup untuk

penghijauan, pengudaraan alami dan menambah daerah resapan air hujan serta mempercantik

rumah.

2. Untuk keamanan rumah agar tidak dapat secara langsung dimasuki tamu tak

diundang/maling, dan sebagai tempat bermain anak-anak supaya terhindar dari resiko kecelakaan

selain itu juga memperlancar lalu lintas.

3. Mengurangi pengaruh suara bising dari kendaraa bermotor yang lalu lalang di depan rumah,

dan memungkinkan dibuat teritis atap yang cukup lebar sebagai pelindung bangunan dari panas

matahari dan tempias air hujan.


Peraturan Tentang GSB

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN

GEDUNG

1. Pasal 13

(1) Persyaratan jarak bebas bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1)

meliputi:

a. garis sempadan bangunan gedung dengan as jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan kereta api,

dan/atau jaringan tegangan tinggi;

b. jarak antara bangunan gedung dengan batas-batas persil, dan jarak antara as jalan dan pagar

halaman yang diizinkan pada lokasi yang bersangkutan.

(2) Persyaratan jarak bebas bangunan gedung atau bagian bangunan gedung yang dibangun di

bawah permukaan tanah harus mempertimbangkan batas-batas lokasi, keamanan, dan tidak

mengganggu fungsi utilitas kota, serta pelaksanaan pembangunannya.

(3) Ketentuan mengenai persyaratan jarak bebas bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam

ayat

(2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Paragraf 3 Persyaratan Arsitektur Bangunan

Gedung

Selain itu dalam membangun rumah, juga harus sudah mendapat standarisasi dari pemerintah yang

tercantum di dalam SNI No. 03-1728-1989. Standar ini mengatur bahwa dalam setiap mendirikan

bangunan harus memenuhi persyaratan lingkungan bangunan, di antaranya larangan untuk

membangun di luar GSB.

Di dalam penjelasan Pasal 13 Undang-undang No. 28 Tahun 2002, GSB mempunyai arti sebuah

garis yang membatasi jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap

batas lahan yang dikuasai. Pengertian tersebut dapat disingkat bahwa GSB adalah batas bangunan

yang diperkenankan untuk dibangun.


Batasan atau patokan untuk mengukur besar GSB adalah as jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan

kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi. Sehingga jika rumah berada di pinggir jalan, maka

garis sempadan diukur dari as jalan sampai bangunan terluar di lahan tanah yang dikuasai.

Faktor penentu besar GSB adalah letak lokasi bangunan itu berdiri. Rumah yang terletak di pinggir

jalan, GSB-nya ditentukan berdasarkan fungsi dan kelas jalan. “Untuk pemukiman perumahan

standarnya sekitar 3 - 5 m”, jelas Ir. Imam S. Ernawi, MCM., MSc. (Direktur Direktorat Bina Teknik,

Ditjen Perumahan dan Pemukiman).


BAB III

STUDI KASUS

GSB adalah garis imaginer yang menentukan jarak terluar bangunan terhadap ruas jalan. Garis

Sempadan Bangunan (GSB) adalah salah satu aturan yang dibuat pemerintah daerah setempat

untuk mengatur batasan lahan diperbolehkan dan tidak untuk dibangun. Bangunan yang akan

didirikan tidak boleh melampaui batasan garis ini. Pemilik bangunan dilarang keras membangun

melebihi batas GSB yang sudah ditentukan. Batasan atau patokan untuk mengukur besar GSB

adalah as jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi.

Sehingga jika rumah berada di pinggir jalan, maka garis sempadan diukur dari as jalan sampai

bangunan terluar di lahan tanah yang dikuasai. Contohnya, rumah memiliki GSB 3 meter, artinya

pemilik hanya diperbolehkan membangun sampai batas 3 meter dari tepi Jalan Raya.

Di dalam area GSB ini, pemilik bangunan tidak dapat membangun sesuatu yang bersifat struktural.

Seperti penambahan ruangan untuk usaha yang kiri kanannya diberi dinding bata yang tinggi dan

pintu masuknya tepat berada di tepi jalan.

Kemudian aturan GSB tersebut, berfungsi untuk menyediakan lahan sebagai daerah hijau dan

resapan air, sekaligus menciptakan rumah sehat. Sehingga GSB harus berupa tanah terbuka, atau

taman.

Besarnya GSB ini tergantung dari kategori jalan yang ada di depannya. Jalan yang lebar tentu saja

mempunyai jarak GSB yang lebih besar dibandingkan jalan yang mempunyai lebar yang lebih kecil.

Biasanya jarak GSB ini adalah 5 meter

Persepsi tentang bangunan terluar masih sangat rancu. Beberapa orang menyebutkan bahwa

bangunan terluar adalah bangunan pagar. Menurut beberapa ahli, bangunan terluar adalah ruang

fisik bangunan dengan komposisi yang lengkap mulai dari pondasi, sloof, pasangan bata, pintu,

jendela, plafon, dan atap.


Studi Kasus

Pada studi kasus kali ini saya akan mengambil sample dari daerah Jl. Fatmawati. Dalam Rencana

Detail Tata Ruang (RDTR), kawasan Jalan Raya Fatmawati memang merupakan kawasan

campuran antara hunian dan niaga.

Namun, batasan GSB banyak dilanggar, lebar jalan yang lebih besar memungkinkan mempunyai

jarak GSB yang lebih besar dibandingkan jalan yang mempunyai lebar yang lebih kecil. Biasanya

jarak GSB ini adalah 5 meter dari ruas terpinggir jalan.

Di dalam area GSB ini, pemilik bangunan tidak dapat membangun sesuatu yang bersifat struktural.

Di sepanjang jalan Fatmawati kita dapat menemukan banyak gedung, ruko-ruko dan bangunan

pertokoan. Jarak antara bangunan tersebut dengan jalan raya cukup beragam. Ada yang tersusun

rapi dengan menerapkan batas GSB dan banyak pula yang tidak menaati GSB dan membangun

bangunan mereka dekat dengan muka jalan sehingga amat sangat mengganggu kenyamanan jalan

dan juga orang yang mengunjungi tempat tersebut, secara arsitektural pun fasadnya sangat jauh

dari layak dan seperti asal dibangun. Hal tersebut banyak terjadi di kios-kios atau warung tempat

usaha kecil warga. Dengan beberapa alasan mereka memang sengaja membangun bangunan

mereka sedekat mungkin dengan muka jalan, terutama dengan alasan ekonomi. Dengan paham

semakin dekat dengan jalan maka akan semakin sering dilalui dan dilihat orang sehingga akan

menambah keuntungan usaha si pemilik bangunan. Berbeda halnya dengan pertokoan besar atau

gedung usaha besar yang memang mengikuti peraturan GSB karena IMB akan terbit apabila

bangunan itu mengikuti peraturan.


Bangunan berada dekat dengan muka jalan, jarak bangunan kurang dari 5 meter dari muka jalan

dan tidak adanya fasilitas parkir yang memungkinkan terjadinya parkir liar yang akan mengganggu

jalannya kendaraan yang melewati jalan tersebut

Bangunan Warung – warung yang berjarak kurang lebih 1 meter dari muka jalan, terlebih mereka

menggunakan bangunan structural (memiliki pondasi, sloof, tembok hingga atap) yang dianggap

melanggar peraturan gsb itu sendiri. Selainn itu pula bangunan seperti ini akan mengganggu

estetika dan view bagi bangunan disampingnya

Warung-warung usaha warga yang berdempetan dengan muka jalan


Bangunan dua lantai structural yang memiliki jarak dekat dengan muka jalan, kendaraan yang akan

parkir didepan toko tersebut juga akan mengganggu arus lalu lintas di jalan terseut karena jarak

bangunan terlalu dekat dengan jalan sehingga menimbulkan minimnya lahan parkir yang tersedia.

Terlebih lagi bangunan tersebut terletak di persimpangan jalan yang akan mengganggu jarak

pandang pengguna jalan karena bangunan terlalu maju ke muka jalan

Pegaruh pelanggaran GSB dalam bidang Arsitektural

Segi Estetika dan Keamanan

Peraturan tentang GSB dibuat agar lingkungan menjadi aman dan teratur. Bisa dibayangkan jika

lingkungan pemukiman rumah atau suatu daerah menjadi berantakan karena para pemilik

bangunannya sembarangan dalam membangun rumah. Para pemilik bangunan dengan seenaknya

melakukan pengembangan rumah dengan memaksimalkan lahan yang ada. Seperti membangun

toko tambahan atau perluasan ruangan yang melewati GSB sampai mendekati pagar. Selain itu ada

beberapa orang yang membuat bangunan yang begitu dekat dengan muka jalan dan membuat area

parkir sembarangan di bahu jalan yang ramai dengan kendaraan. Akibatnya daerah tersebut tidak

sedap dipandang dan view bangunan yang berada di dekat bangunan tersebut akan terganggu

Segi Keselamatan

Selain dari segi estetika, GSB dibuat untuk kepentingan keselamatan para pengendara yang

melewati jalan di depan atau samping bangunan. Apalagi jika bangunan berada di persimpangan

jalan atau di hoek jalan. bangunan di persimpangan sangat rawan kecelakaan. Kecelakan dapat
terjadi karena pengendara tidak melihat pengendara lain dari arah berlawanan karena terhalang

bangunan yang menjorok ke muka jalan. Jarak bebas pandang pengendara terganggu karena

tertutup bangunan yang terletak di persimpangan dan menjorok keluar melebihi GSB.

Untuk bangunan yang berada di persimpangan jalan, ada dua GSB, yaitu dari sisi depan bangunan

dan samping bangunan. Hal ini sering dilupakan oleh pemilik bangunan yang berada di

persimpangan. Mereka membangun hanya berdasarkan pada satu GSB saja. Ada beberapa orang

yang dengan sengaja memajukan bangunannya baik ke depan maupun ke samping sehingga

melanggar batas GSB. Tidak hanya rumah di persimpangan jalan yang mempunyai GSB samping.

Semua bangunan rumah mempunyai GSB samping dan belakang.

Menurut penjelasan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 441 Tahun 1998 tentang Pesyaratan

Teknis Bangunan Gedung, GSB dari samping dan belakang bangunan juga harus mendapatkan

perhatian. Ada beberapa hal persyaratan untuk memenuhi GSB dari samping dan belakang

bangunan. Persyaratan itu adalah:

Bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan

Struktur dan pondasi bangunan terluar harus berjarak sekurang-kurangnya 10 cm ke arah dalam

dari batas bangunan

Untuk perbaikan atau renovasi bangunan yang semula menggunakan bangunan dinding batas

bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan untuk membuat dinding batas tersendiri di

samping dinding batas terdahulu.

Pada bangunan rumah tinggal rapat, tidak terdapat jarak bebas samping, sedangkan jarak bebas

belakang ditentukan minimal setengah dari besarnya garis sempadan muka bangunan

Disamping besaran GSB, dalam membangun juga perlu memperhatikan estetika yang berkenaan

dengan peletakan komponen struktur. Pembuatan bukaan jendela dalam bentuk apapun pada

dinding batas pekarangan tidak diperkenankan, termasuk juga pemasangan glass block.
Sanksi Pelanggaran

Setiap aturan pasti mempunyai sanksi jika ada yang melanggarnya. Demikian pula dengan

peraturan tentang GSB. Menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung,

Sanksi administratif akan dikenakan kepada setiap pemilik bangunan. Sanksi tersebut berupa

peringatan tertulis, pembatasan kegiatan pembangunan, penghentian sementara atau tetap

pekerjaan pelaksanaan, pencabutan izin yang telah dikeluarkan dan perintah pembongkaran

bangunan.

Selain itu jika ketahuan membangun bangunan yang melebihi GSB, maka juga akan dikenakan

sanksi yang lain. Sanksinya berupa denda paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai bangunan

yang sedang atau telah dibangun.


Bab IV

Solusi

Sebelumnya telah dibahas mengenai kasus – kasus pelanggaran GSB. Maka pertama tama saya

akan membahas tentang Sanksi dalam pelanggaran GSB di Indonesia. Pelanggaran GSB pada saat

ini kian marak dikarenakan makin sepitnya lahan perkotaan terutama di ibukota yang menyebabkan

pemanfaatan lahan yang “memaksa”, dalam kata lain mengolah/ menjual lahan sebanyak-

banyaknya dan seluas-luasnya tanpa memperhatikan keadaan sekeliling dan tanpa memperhatikan

peraturan yang ada, salah satunya mengenai Garis Sempadan Bangunan atau GSB.

Sanksi Pelanggaran GSB:

Setiap aturan mempunyai sanksi bagi pelanggarnya. Begitu juga dengan peraturan GSB ini.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Th 2002 mengenai Bangunan Gedung, untuk sanksi

administratif-nya akan dikenakan pada pemilik bangunan. Sanksi itu berupa peringatan pembatasan

kegiatan pembangunan, sangsi tertulis, penghentian pelaksanaan pembangunan sementara waktu,

pencabutan dari izin membuat bangunan sampai perintah untuk pembongkaran paksa bagi

bangunan tersebut.

Selain itu juga kalau kita ketahuan membangun melebihi GSB, akan dikenakan sanksi lain. Sanksi

itu berupa denda sebanyak-banyaknya 10% (sepuluh persen) dihitung dari nilai bangunan tersebut

yang telah atau sedang dibangun.

Selain itu, ada juga hukuman yang lebih serius, yaitu penjara. Aturan ini tertuang dalam pasal 46.

Pidana penjara dan denda untuk oknum yang melanggar GSB bisa dikenakan bila mengakibatkan

kerugian harta benda, kecelakaan yang mengakibatkan cacat seumur hidup, atau menghilangkan

nyawa orang lain.


Solusi

1. Untuk mengatasi pelanggaran GSB yang marak terutama yang terjadi di ibukota, maka hal-

hal yang diperlukan adalah

2. Lebih menyuluhkan pentingnya GSB agar masyarakat atau pihak yang akan membangun

suatu bangunan menyadari keterkaitan IMB dengan GSB pada suatu daerah agar

terciptanya lingkungan dan kawasan suatu kota yang rapi dan teratur

3. Lebih menegakan ketertiban GSB dengan pemeriksaan langsung pada lokasi suatu daerah

secara merata dan pemberian sanksi ringan sebagai peringatan bagi oknum yang melanggar

dan apabila diabaikan maka akan ditindak dengan sanksi berat dengan segera agar jera

4. Pihak Pemerintah setempat agar tidak menutup mata atau mengabaikan pemeriksaan

lapangan bagi bangunan skala kecil ataupun besar terkait dengan GSB agar pelanggaran

dapat dicegah dan tidak “menular” ke bangunan disekitarnya

5. Tidak mengulur-ulur tentang pemberian sanksi bagi oknum yang melanggar dan pemberian

sanksi yang tidak setengah-setengah pada oknum pelanggar yang tidak mau bekerjasama

untuk membenahi pelanggaran yang telah ia buat

6. Bagi warga, menanamkan sikap peduli dan sadar diri, dan menanamkan rasa takut terhadap

sanksi dan konsekuensi yang akan diterima apabila melanggar peraturan tersebut

7. Dan warga juga dapat melapor apabila melihat pelanggaran GSB agar oknum pelanggar

dapat ditindak lanjuti oleh pemerintah sesegera mungkin


DAFTAR PUSTAKA

http://brigitacitra.blogspot.co.id/2011/10/pengertian-pranata-pembangunan-dan.html

https://ridozah.wordpress.com/2013/10/16/162/

http://artikelproperti.blogspot.co.id/2012/10/garis-sempadan-bangunan-gsb.html

http://www.arsindo.com/artikel/gsb-garis-sempadan-bangunan/

http://vano-architect.blogspot.co.id/2010/08/garis-garis-sempadan-pada-bangunan.html

http://www.dreamarsitek.com/garis-sempadan-bangunan/

Sumber

http://nasional.kompas.com/read/2008/07/24/09450113/jangan.langgar.gsb

https://www.google.co.id/maps/@-

6.2640783,106.7971739,3a,75y,269.56h,75.3t/data=!3m6!1e1!3m4!1sgbZ6v4AwE9YOozgjqvwZJ

Q!2e0!7i13312!8i6656

Anda mungkin juga menyukai