HUKUM PRANATA
Dosen Pengampuh:
Dr. techn. Andi Abidah, S.T., M.T
DISUSUN OLEH:
ALIFIAH RAHMADANI
210211502049
01/A
BAB 1
Pendahuluan/Latar Belakang
- HUKUM adalah (1) peraturan atau adat yg secara resmi dianggap mengikat, yg dikukuhkan oleh
penguasa atau pemerintah; (2) undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup
masyarakat; (3) patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dsb) yg tertentu; (4)
· PRANATA adalah sistem tingkah laku sosial yg bersifat resmi serta adat-istiadat dan norma yg
mengatur tingkah laku itu, dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagai kompleks
Jadi dapat di artikan bahwa Hukum Pranata Pembangunan adalah suatu peraturan perundang –
undangan yang mengatur suatu sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi yang di miliki oleh
individu/kelompok dalam kumpulan dalam kerangka mewujudkan lingkungan binaan. Interaksi ini
didasarkan hubungan kontrak. Analogi dari pemahaman tersebut dalam kegiatan yang lebih detil
Pranata dibidang arsitektur dapat dikaji melalui pendekatan system, karena fenomena yang ada
melibatkan banyak pihak dengan fungsi yang berbeda sehingga menciptakan anomali yang
Didalam proses membentuk ruang dari akibat kebutuhan hidup manusia, maka ada cara teknik
dan tahapan metoda untuk berproduksi dalam penciptaan ruang. Misalnya secara hirarki dapat
disebutkan ‘ruang tidur’ yaitu sebagai ruang untuk istirahat, sampai dengan ‘ruang kota’ sebagai
ruang untuk melakukan aktifitas sosial, ekonomi, dan budaya. Secara fungsi ruang memiliki peran
yang berbeda menurut tingkat kebutuhan hidup manusia itu sendiri, seperti ruang makan, ruang
kerja, ruang baca, dan seterusnya. Secara structural ruang memiliki pola susunan yang beragam,
ada yang liniear, radial, mengelompok, dan menyebar. Estetika adalah pertimbangan penciptaan
yang merupakan satu kesatuan tak terpisahkan dan memiliki keterkaitan satu dengan yang lain
Lebih jauh bahwa sistem adalah gejala/fenomena yang telah diketahui strukturnya. Struktur disini
mengandung arti unsur-unsur yang terlibat dan hubungan keterkaitan yang terjadi antar unsur
tersebut.
Sedikit pihak yang terlibat maka sistem tersebut semakin sederhana, sedangkan bila pihak yang
terlibat semakin banyak maka disebut sistem kompleks. Kategori sistem ini dapat ditunjukan
3) Sistem berfungsi terkendali oleh waktu (memiliki durasi waktu yang jelas)
1) Jumlah unsur/pihak terlibat banyak dan interkasi tidak jelas (tumpang tindih)
Suatu sistem dapat merupakan suatu kombinasi antara sistem sederhana dan sistem kompleks.
Adopsi peran/pelaku yang terlibat atau partisipan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori
adalah tunggal (unitary), jamak (pluralist), dan campuran (coercive). Jadi sistem dapat dipahami
tipe dan jenisnya melalui karakter dan partisipan yang terlibat didalamnya. Secara matriks dapat
Atas dasar penggolongan tipe ideal suatu sistem dalam konteks permasalahannya maka pranata
pembangunan sebagai suatu sistem yang terjadi di lingkungan bidang arsitektur dapat disebut
pada tipe “simple-pluralist”. Simple karena unsur utama terkait ada tiga, yaitu : pemilik (owner),
atau partisipan adalah jamak, karena memiliki karakter berbeda dan bentuk organisasi berbeda
pula. Ada kultur berbeda pula pada masing-masing peran, pemilik memiliki atribut yang spesifik,
perancang memiliki atribut yang khusus pula, dan kontraktor juga memiliki atribut berbeda.
1. Manusia
Unsur pokok dari pembangunan yang paling utama adalah manusia.Karena manusia merupakan
Sumber daya alam merupakan faktor penting dalam pembangunan. Sumber daya alam sebagai
3. Modal
Modal faktor penting untuk mengembangkan aspek pembangunan dalam suatu daerah.Apabila
semakin banyak modal yang tersedia semakin pesat pembangunan suatu daerah.
4. Teknologi
Teknologi saat ini menjadi faktor utama dalam proses pembangunan.Dengan teknologi dapat
Latar Belakang
Saat akan membangun sebuah bangunan, Kita pasti akan memikirkan tentang berapa jauh
sebaiknya bangunan didirikan dari muka jalan. Apa yang harus dilakukan agar keamanan
bangunan dan pengguna jalan tetap terjaga. Kita juga pasti akan mempertimbangkan berapa
sebaiknya jarak bangunan Anda dari bangunan tetangga. Apakah akan dibangun menempel
atau akan memberikan jarak tertentu? Sebagian orang ada yang memilih untuk menghabiskan
seluruh lahannya untuk bangunan. Sebagian lagi, ada yang memberikan jarak antara
bangunannya dengan bangunan sekitar atau jalan umum di depannya. Terutama di ibukota
negara kita tercinta lagi dengan perihal harus memanfaatkan lahan sebanyak -banyaknya
karena nominal harga tanah sangat tinggi dan paham bahwa semakin dekat dengan jalan
maka akan makin menguntungkan. Akan tetapi, apakah Anda tahu jika memberikan jarak
antara bangunan Anda dengan jalan maupun bangunan tetangga itu diatur dalam peraturan
bangunan?
Hal itu disebut dengan istilah Garis Sempadan Bangunan atau biasa disingkat sebagai GSB.
Mungkin sebagian orang ada yang sudah akrab dengan kata tersebut, tetapi mas ih ada yang
belum mengerti apa sebenarnya GSB. GSB sendiri sebenarnya didefinisikan sebagai garis
batas minimal yang membatasi bangunan Anda dengan batas lahan yang Anda miliki, baik itu
dengan jalan, tepi sungai, tepi pantai, rel kereta api, jaringan tega ngan tinggi, ataupun
bangunan tetangga.
Maka dalam tulisan ini saya akan menumpahkan pikiran tentang kasus Garis Sempadan
Bangunan di Jakarta untuk dapat melihat dan menganalisa ketentuan ini di Jakarta, apakah
Pokok Permasalahan
Tujuan Penulisan
• II. Agar pembaca dapat memahami hukum dan peraturan tentang GSB yang berlaku
BAB 2
Pengertian GSB
Dalam penjelasan di Pasal 13 Undang-undang No. 28 Thn 2002, Garis Sempadan Bangunan atau
GSB tersebut memiliki arti sebuah garis yg membataskan jarak bebas minimum dari sisi
terluar sebuah massa bangunan thdp batas lahan yg dikuasai. Pengertian ini dapat
disimpulkan bahwa GSB ialah batas bangunan yg diperbolehkan untuk dibangun rumah atau
gedung.
Selain itu GSB nantinya juga berguna untuk terciptanya pemukiman yang nyaman,aman dan rapi .
Membangun rumah, banyak aspek yang perlu anda perhatikan supaya nyaman untuk ditingggali.
Aspek tersebut dapat berupa persyaratan administrasi atau teknis yang sesuai dengan fungsi
Persyaratan tersebut sudah tertuang dalam peraturan mengenai tata bangunan dan lingkungan
yang telah ditetapkan pemerintah. Dengan banyaknya persyaratan yang musti dipenuhi oleh
masyarakat yang hendak membangun, kadang membuat orang memilih untuk mengabaikan
Patokan serta batasan untuk cara mengukur luas GSB (Garis Sempadan Bangunan) ialah as atau
garis tengah jalan, tepi pantai, tepi sungai, rel kereta api, dan/atau juga jaringan tegangan tinggi.
Hingga kalau sebuah rumah kebetulan berada di pinggir sebuah jalan, maka garis sempadannya
diukur dari garis tengah jalan tersebut sampai sisi terluar dari bangunan di tanah yang dikuasai si
pemilik.
Untuk faktor yang menentukan GSB ialah letak atau tempat dari lokasi bangunan tersebut berdiri.
Rumah yang letaknya di pinggiran jalan, GSB-nya ditentukan oleh fungsi serta kelas jalan. Untuk
Garis sempadan jalan (GSJ) adalah garis batas pekarangan terdepan. GSJ merupakan batas
terdepan pagar halaman yang boleh didirikan. Oleh karena itu biasanya di muka GSJ terdapat jalur
Pada GSJ tidak boleh didirikan bangunan rumah, terkecuali jika GSJ berimpit dengan garis
sempadan bangunan (GSB). Ketentuan mengenai GSJ biasanya sudah terdapat dalam dokumen
rencana tata ruang kota setempat, bisa didapat di dinas tata kota atau Bappeda.
GSJ dimaksudkan mengatur lingkungan hunian memiliki kualitas visual yang baik, selain itu juga
mengatur jarak pandang yang cukup antara lalu lintas di jalan dan bangunan.
Garis sempadan bangunan (GSB) merupakan batas dinding bangunan terdepan pada suatu persil
tanah. Panjang jarak antara GSB dengan GSJ ditentukan oleh persyaratan yang berlaku untuk
masing-masing jenis bangunan dan letak persil tanah setempat, serta mengacu pada rencana tata
Pada bangunan berbentuk tunggal/lepas dan renggang, induk bangunan harus memiliki jarak
bebas terhadap batas pekarangan yang terletak di samping (sisi). Pada bangunan
turutan/anak/tambahan boleh dibangun rapat dengan batas pekarangan samping dimana dinding
terdepan berada pada jarak minimal 2 kali jarak antara GSB dan GSJ sesuai dengan persyaratan
yang berlaku.
Sedangkan lebar jarak garis bebas samping antara bangunan dengan batas pekarangan
ditentukan berdasarkan jenis bangunan dan persil tanah setempat. Luas areal bebas samping
adalah lebar jarak bebas samping x panjang jarak antara GSB dan GSJ yang ditentukan.
Tujuan garis jarak bebas samping ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan kesehatan,
kenyamanan, dan keindahan mengingat faktor iklim tropis lembab di Indonesia dengan cirri-ciri
temperature udara cukup tinggi, curah hujan besar, sudut datang sinar matahari yang besar dan
1. Sirkulasi udara yang baik ke dalam ruangan untuk mengurangi panas dan lembab.
2. Sinar matahari langsung ke dalam rumah (pada pagi hari) untuk kesehatan.
3. Lebar teritis atap yang cukup untuk melindungi bangunan dari panas matahari dan tempias air
hujan.
Garis jarak bebas belakang adalah garis batas bangunan yang boleh didirikan pada bagian
belakang terhadap batas pekarangan bagian belakang. Panjang garis bebas belakang ditentukan
Pada halaman belakang suatu persil tanah boleh didirikan bangunan turutan/tambahan, asal tidak
mempunyai lebar sama dengan panjang garis bebas belakang yang ditentukan.
Tujuan GSB
1. Supaya hunian/rumah tinggal memiliki pekarangan di depan rumah yang cukup untuk
penghijauan, pengudaraan alami dan menambah daerah resapan air hujan serta mempercantik
rumah.
2. Untuk keamanan rumah agar tidak dapat secara langsung dimasuki tamu tak
diundang/maling, dan sebagai tempat bermain anak-anak supaya terhindar dari resiko kecelakaan
3. Mengurangi pengaruh suara bising dari kendaraa bermotor yang lalu lalang di depan rumah,
dan memungkinkan dibuat teritis atap yang cukup lebar sebagai pelindung bangunan dari panas
GEDUNG
1. Pasal 13
(1) Persyaratan jarak bebas bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1)
meliputi:
a. garis sempadan bangunan gedung dengan as jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan kereta api,
b. jarak antara bangunan gedung dengan batas-batas persil, dan jarak antara as jalan dan pagar
(2) Persyaratan jarak bebas bangunan gedung atau bagian bangunan gedung yang dibangun di
bawah permukaan tanah harus mempertimbangkan batas-batas lokasi, keamanan, dan tidak
(3) Ketentuan mengenai persyaratan jarak bebas bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam
ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Paragraf 3 Persyaratan Arsitektur Bangunan
Gedung
Selain itu dalam membangun rumah, juga harus sudah mendapat standarisasi dari pemerintah yang
tercantum di dalam SNI No. 03-1728-1989. Standar ini mengatur bahwa dalam setiap mendirikan
Di dalam penjelasan Pasal 13 Undang-undang No. 28 Tahun 2002, GSB mempunyai arti sebuah
garis yang membatasi jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap
batas lahan yang dikuasai. Pengertian tersebut dapat disingkat bahwa GSB adalah batas bangunan
kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi. Sehingga jika rumah berada di pinggir jalan, maka
garis sempadan diukur dari as jalan sampai bangunan terluar di lahan tanah yang dikuasai.
Faktor penentu besar GSB adalah letak lokasi bangunan itu berdiri. Rumah yang terletak di pinggir
jalan, GSB-nya ditentukan berdasarkan fungsi dan kelas jalan. “Untuk pemukiman perumahan
standarnya sekitar 3 - 5 m”, jelas Ir. Imam S. Ernawi, MCM., MSc. (Direktur Direktorat Bina Teknik,
STUDI KASUS
GSB adalah garis imaginer yang menentukan jarak terluar bangunan terhadap ruas jalan. Garis
Sempadan Bangunan (GSB) adalah salah satu aturan yang dibuat pemerintah daerah setempat
untuk mengatur batasan lahan diperbolehkan dan tidak untuk dibangun. Bangunan yang akan
didirikan tidak boleh melampaui batasan garis ini. Pemilik bangunan dilarang keras membangun
melebihi batas GSB yang sudah ditentukan. Batasan atau patokan untuk mengukur besar GSB
adalah as jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi.
Sehingga jika rumah berada di pinggir jalan, maka garis sempadan diukur dari as jalan sampai
bangunan terluar di lahan tanah yang dikuasai. Contohnya, rumah memiliki GSB 3 meter, artinya
pemilik hanya diperbolehkan membangun sampai batas 3 meter dari tepi Jalan Raya.
Di dalam area GSB ini, pemilik bangunan tidak dapat membangun sesuatu yang bersifat struktural.
Seperti penambahan ruangan untuk usaha yang kiri kanannya diberi dinding bata yang tinggi dan
Kemudian aturan GSB tersebut, berfungsi untuk menyediakan lahan sebagai daerah hijau dan
resapan air, sekaligus menciptakan rumah sehat. Sehingga GSB harus berupa tanah terbuka, atau
taman.
Besarnya GSB ini tergantung dari kategori jalan yang ada di depannya. Jalan yang lebar tentu saja
mempunyai jarak GSB yang lebih besar dibandingkan jalan yang mempunyai lebar yang lebih kecil.
Persepsi tentang bangunan terluar masih sangat rancu. Beberapa orang menyebutkan bahwa
bangunan terluar adalah bangunan pagar. Menurut beberapa ahli, bangunan terluar adalah ruang
fisik bangunan dengan komposisi yang lengkap mulai dari pondasi, sloof, pasangan bata, pintu,
Pada studi kasus kali ini saya akan mengambil sample dari daerah Jl. Fatmawati. Dalam Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR), kawasan Jalan Raya Fatmawati memang merupakan kawasan
Namun, batasan GSB banyak dilanggar, lebar jalan yang lebih besar memungkinkan mempunyai
jarak GSB yang lebih besar dibandingkan jalan yang mempunyai lebar yang lebih kecil. Biasanya
Di dalam area GSB ini, pemilik bangunan tidak dapat membangun sesuatu yang bersifat struktural.
Di sepanjang jalan Fatmawati kita dapat menemukan banyak gedung, ruko-ruko dan bangunan
pertokoan. Jarak antara bangunan tersebut dengan jalan raya cukup beragam. Ada yang tersusun
rapi dengan menerapkan batas GSB dan banyak pula yang tidak menaati GSB dan membangun
bangunan mereka dekat dengan muka jalan sehingga amat sangat mengganggu kenyamanan jalan
dan juga orang yang mengunjungi tempat tersebut, secara arsitektural pun fasadnya sangat jauh
dari layak dan seperti asal dibangun. Hal tersebut banyak terjadi di kios-kios atau warung tempat
usaha kecil warga. Dengan beberapa alasan mereka memang sengaja membangun bangunan
mereka sedekat mungkin dengan muka jalan, terutama dengan alasan ekonomi. Dengan paham
semakin dekat dengan jalan maka akan semakin sering dilalui dan dilihat orang sehingga akan
menambah keuntungan usaha si pemilik bangunan. Berbeda halnya dengan pertokoan besar atau
gedung usaha besar yang memang mengikuti peraturan GSB karena IMB akan terbit apabila
dan tidak adanya fasilitas parkir yang memungkinkan terjadinya parkir liar yang akan mengganggu
Bangunan Warung – warung yang berjarak kurang lebih 1 meter dari muka jalan, terlebih mereka
menggunakan bangunan structural (memiliki pondasi, sloof, tembok hingga atap) yang dianggap
melanggar peraturan gsb itu sendiri. Selainn itu pula bangunan seperti ini akan mengganggu
parkir didepan toko tersebut juga akan mengganggu arus lalu lintas di jalan terseut karena jarak
bangunan terlalu dekat dengan jalan sehingga menimbulkan minimnya lahan parkir yang tersedia.
Terlebih lagi bangunan tersebut terletak di persimpangan jalan yang akan mengganggu jarak
Peraturan tentang GSB dibuat agar lingkungan menjadi aman dan teratur. Bisa dibayangkan jika
lingkungan pemukiman rumah atau suatu daerah menjadi berantakan karena para pemilik
bangunannya sembarangan dalam membangun rumah. Para pemilik bangunan dengan seenaknya
melakukan pengembangan rumah dengan memaksimalkan lahan yang ada. Seperti membangun
toko tambahan atau perluasan ruangan yang melewati GSB sampai mendekati pagar. Selain itu ada
beberapa orang yang membuat bangunan yang begitu dekat dengan muka jalan dan membuat area
parkir sembarangan di bahu jalan yang ramai dengan kendaraan. Akibatnya daerah tersebut tidak
sedap dipandang dan view bangunan yang berada di dekat bangunan tersebut akan terganggu
Segi Keselamatan
Selain dari segi estetika, GSB dibuat untuk kepentingan keselamatan para pengendara yang
melewati jalan di depan atau samping bangunan. Apalagi jika bangunan berada di persimpangan
jalan atau di hoek jalan. bangunan di persimpangan sangat rawan kecelakaan. Kecelakan dapat
terjadi karena pengendara tidak melihat pengendara lain dari arah berlawanan karena terhalang
bangunan yang menjorok ke muka jalan. Jarak bebas pandang pengendara terganggu karena
tertutup bangunan yang terletak di persimpangan dan menjorok keluar melebihi GSB.
Untuk bangunan yang berada di persimpangan jalan, ada dua GSB, yaitu dari sisi depan bangunan
dan samping bangunan. Hal ini sering dilupakan oleh pemilik bangunan yang berada di
persimpangan. Mereka membangun hanya berdasarkan pada satu GSB saja. Ada beberapa orang
yang dengan sengaja memajukan bangunannya baik ke depan maupun ke samping sehingga
melanggar batas GSB. Tidak hanya rumah di persimpangan jalan yang mempunyai GSB samping.
Menurut penjelasan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 441 Tahun 1998 tentang Pesyaratan
Teknis Bangunan Gedung, GSB dari samping dan belakang bangunan juga harus mendapatkan
perhatian. Ada beberapa hal persyaratan untuk memenuhi GSB dari samping dan belakang
Struktur dan pondasi bangunan terluar harus berjarak sekurang-kurangnya 10 cm ke arah dalam
Untuk perbaikan atau renovasi bangunan yang semula menggunakan bangunan dinding batas
bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan untuk membuat dinding batas tersendiri di
Pada bangunan rumah tinggal rapat, tidak terdapat jarak bebas samping, sedangkan jarak bebas
belakang ditentukan minimal setengah dari besarnya garis sempadan muka bangunan
Disamping besaran GSB, dalam membangun juga perlu memperhatikan estetika yang berkenaan
dengan peletakan komponen struktur. Pembuatan bukaan jendela dalam bentuk apapun pada
dinding batas pekarangan tidak diperkenankan, termasuk juga pemasangan glass block.
Sanksi Pelanggaran
Setiap aturan pasti mempunyai sanksi jika ada yang melanggarnya. Demikian pula dengan
peraturan tentang GSB. Menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung,
Sanksi administratif akan dikenakan kepada setiap pemilik bangunan. Sanksi tersebut berupa
pekerjaan pelaksanaan, pencabutan izin yang telah dikeluarkan dan perintah pembongkaran
bangunan.
Selain itu jika ketahuan membangun bangunan yang melebihi GSB, maka juga akan dikenakan
sanksi yang lain. Sanksinya berupa denda paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai bangunan
Solusi
Sebelumnya telah dibahas mengenai kasus – kasus pelanggaran GSB. Maka pertama tama saya
akan membahas tentang Sanksi dalam pelanggaran GSB di Indonesia. Pelanggaran GSB pada saat
ini kian marak dikarenakan makin sepitnya lahan perkotaan terutama di ibukota yang menyebabkan
pemanfaatan lahan yang “memaksa”, dalam kata lain mengolah/ menjual lahan sebanyak-
banyaknya dan seluas-luasnya tanpa memperhatikan keadaan sekeliling dan tanpa memperhatikan
peraturan yang ada, salah satunya mengenai Garis Sempadan Bangunan atau GSB.
Setiap aturan mempunyai sanksi bagi pelanggarnya. Begitu juga dengan peraturan GSB ini.
administratif-nya akan dikenakan pada pemilik bangunan. Sanksi itu berupa peringatan pembatasan
pencabutan dari izin membuat bangunan sampai perintah untuk pembongkaran paksa bagi
bangunan tersebut.
Selain itu juga kalau kita ketahuan membangun melebihi GSB, akan dikenakan sanksi lain. Sanksi
itu berupa denda sebanyak-banyaknya 10% (sepuluh persen) dihitung dari nilai bangunan tersebut
Selain itu, ada juga hukuman yang lebih serius, yaitu penjara. Aturan ini tertuang dalam pasal 46.
Pidana penjara dan denda untuk oknum yang melanggar GSB bisa dikenakan bila mengakibatkan
kerugian harta benda, kecelakaan yang mengakibatkan cacat seumur hidup, atau menghilangkan
1. Untuk mengatasi pelanggaran GSB yang marak terutama yang terjadi di ibukota, maka hal-
2. Lebih menyuluhkan pentingnya GSB agar masyarakat atau pihak yang akan membangun
suatu bangunan menyadari keterkaitan IMB dengan GSB pada suatu daerah agar
terciptanya lingkungan dan kawasan suatu kota yang rapi dan teratur
3. Lebih menegakan ketertiban GSB dengan pemeriksaan langsung pada lokasi suatu daerah
secara merata dan pemberian sanksi ringan sebagai peringatan bagi oknum yang melanggar
dan apabila diabaikan maka akan ditindak dengan sanksi berat dengan segera agar jera
4. Pihak Pemerintah setempat agar tidak menutup mata atau mengabaikan pemeriksaan
lapangan bagi bangunan skala kecil ataupun besar terkait dengan GSB agar pelanggaran
5. Tidak mengulur-ulur tentang pemberian sanksi bagi oknum yang melanggar dan pemberian
sanksi yang tidak setengah-setengah pada oknum pelanggar yang tidak mau bekerjasama
6. Bagi warga, menanamkan sikap peduli dan sadar diri, dan menanamkan rasa takut terhadap
sanksi dan konsekuensi yang akan diterima apabila melanggar peraturan tersebut
7. Dan warga juga dapat melapor apabila melihat pelanggaran GSB agar oknum pelanggar
http://brigitacitra.blogspot.co.id/2011/10/pengertian-pranata-pembangunan-dan.html
https://ridozah.wordpress.com/2013/10/16/162/
http://artikelproperti.blogspot.co.id/2012/10/garis-sempadan-bangunan-gsb.html
http://www.arsindo.com/artikel/gsb-garis-sempadan-bangunan/
http://vano-architect.blogspot.co.id/2010/08/garis-garis-sempadan-pada-bangunan.html
http://www.dreamarsitek.com/garis-sempadan-bangunan/
Sumber
http://nasional.kompas.com/read/2008/07/24/09450113/jangan.langgar.gsb
https://www.google.co.id/maps/@-
6.2640783,106.7971739,3a,75y,269.56h,75.3t/data=!3m6!1e1!3m4!1sgbZ6v4AwE9YOozgjqvwZJ
Q!2e0!7i13312!8i6656