Anda di halaman 1dari 26

Jawaban:

1. Wajib ada Ahli K3 dan harus ada P2K3 nya dikarenakan sesuai dengan

Kelembagaan K3 dan keahlian K3.

Menurut undang undang no 01 tahun 1970 pasal 10 ayat 1 dan permenaker

no PER-04/MEN/1987 :

Pasal 1 

Setiap tempat kerja dg kriteria tertentu dan pengurus wajib membentuk P2K3

Pasal 2

Tempat kerja di maksud ayat 1 ialah :

a. Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus wajib memperkerjakan 100 orang atau

lebih

b. Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus memperkerjakan kurang dari 100

orang akan tetapi menggunakan bahan proses dan instalasi resiko yg besar akan

terjadinya peledakan kebakaran keracunan dan penyinaran radio aktif.

Sehingga hal ini penjelasan mengenai penunjukkan AK3 harus memnuhi syarat

sebagaimana diatur di PER-02/MEN/1992 Tentang Tata Cara Penunjukkan kewajiban

dan wewenang AK3 pada

Pasal 3

1. Untuk dapat ditunjuk sebagai ahli keselamatan dan kesehatan kerja harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut :

 Berpendidikan Sarjana-Sarjana muda atau sederajat dengan ketentuan sebagai

berikut :
1. Sarjana dengan pengalaman kerja sesuai dengan bidang dan keahliannya

sekurang-kurangnya 2 Tahun.

2. Sarjana muda atau sederajat dengan pengalaman kerja sesuai dengan bidang

keahlianNya, sekurang-kurangnya 4 Tahun

3. Berpendidikan sarjana, Sarjana muda atau sederajat dengan ketentuan sebgai

berikut :

a. Berbadan sehat

b. Berkelakuan baik

c. Bekerja penuh di instansi yang bersangkutan

d. Lulus seleksi dari tim penilaian

Sehingga mengacu pada studi kasus PT. Katiga Jaya, Tugas dan Keawajiban AK3

di atur dalam pasal 9 begitupun Tentang P2K3 yang di atur dalam PER-04/MEN/1987.

Pada Pasal 4 P2K3 mempunyai tugas memberikan saran dan mempertimbangkan baik

diminta atau tidak kepada pengusaha/pengurus mengeai masalah K3 dan Seterusnya.

Selanjutnya pada Pasal 9 PER-02/MEN/1992 Tentang Kewajiban dan Wewenang

Ahli Keselamata dan Kesehatan kerja Pasal 9.

1. Ahli keselamatan dan kesehatan kerja berkewajiban :

a. Membantu mengawasi pelaksanaan peraturan Perundang-undangan keselamatan dan

kesehatan kerja sesuai dengan bidang yang ditentukan dalam keputusan penunjukannya;

b. Memberikan laporan kepada Menteri Tenaga Kerja atau Pejabat yang ditunjuk

mengenai hasil pelaksanaan tugas dengan ketentuan sebagai berikut :

2. Untuk ahli keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja satu kali dalam 3 (tiga)

bulan, kecuali ditentukan lain;


3. Untuk ahli keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan yang memberikan jasa

dibidang keselamatan dan kesehatan kerja setiap saat setelah selesai melakukan

kegiatannya

c. Merahasiakan segala keterangan tentang rahasia perusahaan/instansi yang didapat

berhubung dengan jabatannya

Pasal 10

(1) Ahli keselamatan dan kesehatan kerja berwenang untuk :

a. Memasuki tempat kerja sesuai dengan keputusan penunjukannya ;

b. Meminta keterangan dan atau informasi mengenai pelaksanaan syarat-syarat

keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja sesuai dengan keputusan

penunjukannya:

c. Memonitor, memeriksa, menguji menganalisa mengevaluasi dan memberikan

persyaratan serta pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja yang meliputi :

1. Keadaan fasilitas tenaga kerja.

2. Keadaan mesin-mesin, pesawat, alat-alat kerja, instalasi serta peralatan lainnya.

3. Penanganan bahan-bahan.

4. Proses produksi.

5. Sifat pekerjaan.

6. Cara kerja.

7. Lingkungan kerja.

2. Penerapan Kesehatan Kerja Bagi Tenaga Kerja

Menurut UU 1/1970 Tentang

Pasal 1
(1) ”Tempat Kerdja” ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka,

bergerak atau tetap, dimana tenaga kerdja bekerdja, atau jang sering dimasuki

tenaga kerdja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau

sumber-sumber bahaja sebagaimana diperintji dalam pasal 2; termasuk tempat

kerdja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnja jang merupakan

bagian-bagian atau jang berhubungan dengan tempat kerdja tersebut;

(2) ”Pengurus” ialah orang jang mempunjai tugas memimpin langsung sesuatu

tempat kerdja atau bagiannja jang berdiri sendiri;

Pasal 3 Tentang Syarat-syarat K3 pada Poin

(L) Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;

Pasal 8

(1) Pengurus diwadjibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan

kemampuan fisik dari tenaga kerdja jang akan diterimanja maupun akan

dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerdjaan jang diberikan padanja.

(2) Pengurus diwadjibkan memeriksa semua tenaga kerdja jang berada dibawah

pimpinannja, setjara berkala pada Dokter jang ditundjuk oleh Pengusaha dan

dibenarkan oleh Direktur.

(3) Norma-norma mengenai pengudjian kesehatan ditetapkan dengan peraturan

perundangan.

Pada UU 13 Tahun 2003 Juga dijelaskan pada pasal 86

1. Setiap pekerja mempuyai hak untuk memperoleh perlindungan atas

keselamatan dan kesehatan kerja


2. Untuk melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja

yang optimal disleenggarakan dalam upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

Norma-normanya di atur dalam Permenaker 2 / 1980 Pada Pasal 2

1. Pemeriksaan Kesehatan sebelum bekerja ditujukan agar tenaga kerja yang

diterima berada dalam kondisi kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak

mempunyai penyakit menular yang akan mengenai tenaga kerja lainnya, dan

cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukan sehingga keselamatan dan kesehatan

tenaga kerja yang bersangkutan dan tenaga kerja yang lain-lainnya dapat dijamin.

2. Semua perusahaan sebagaimana tersebut dalam pasal 2 ayat (2) Undang-

undang No. 1 tahun 1970 harus mengadakan Pemeriksaan Kesehatan Sebelum

Kerja.

3. Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja meliputi pemeriksaan fisik lengkap,

kesegaran jasmani, rontgen paru-paru (bilamana mungkin) dan laboratorium rutin,

serta pemeriksaan lain yang dianggap perlu.

4. Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu perlu dilakukan pemeriksaan yang sesuai

dengan kebutuhan guna mencegah bahaya yang diperkirakan timbul.

5. Pengusaha atau pengurus dan dokter wajib menyusun pedoman pemeriksaan

Kesehatan Sebelum Kerja yang menjamin penempatan tenaga kerja sesuai dengan

kesehatan dan pekerjaan yang akan dilakukannya dan pedoman tersebut harus

mendapatkan persetujuan terlebih dahulu oleh Direktur.


6. Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja dibina dan dikembangkan

mengikuti kemampuan perusahaan dan kemajuan kedokteran dalam keselamatan

kerja.

7. Jika 3 (tiga) bulan sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh

dokter yang dimaksud pasal 1 (sub d), tidak ada keraguan-raguan maka tidak

perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan sebelum kerja.

Pasal 9

Pengurus bertanggung jawab atas biaya yang diperlukan terhadap

pemeriksaan kesehatan berkala atau pemeriksaan kesehatan khusus yang

dilaksanakan atas perintah baik oleh Pertimbangan Kesehatan Daerah ataupun

oleh Majelis Pertimbangan Kesehatan Pusat. Sehingga penerapan pemeriksaan

kesehatan ditunjang dengan pelayanan kesehatan yang diatur dalam

Permenaker 3/1982 Tentang Pelayan Kesehatan

Pasal 2

Tugas pokok pelayanan Kesehatan Kerja meliputi:

a. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan

khusus.

b. Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja.

c. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja.

d. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitair.

e. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja.

f. Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat

kerja.
g. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan.

h. Pendidikan Kesehatan untuk tenaga kerja dan latihan untuk petugas

Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan.

i. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja,

pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan

makanan di tempat kerja.

j. Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja.

k. Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai kelainan

tertentu dalam kesehatannya.

l. Memberikan laporan berkala tentang Pelayanan Kesehatan Kerja kepada

pengurus.

Pasal 3

(1) Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan Pelayanan Kesehatan Kerja.

(2) Pengurus wajib memberikan Pelayanan Kesehatan Kerja sesuai dengan

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dari studi kasus pada PT Katiga, memiliki potensi bahaya yang tinggi sehingga

mengacu pada pasala sebelumya (Pasal 2 bagian G) yang selanjutnya dijelaskan

pada Permenkaer 15 tahun 2008 Tentang P3K di tempat kerja.

Pasal 4

Petugas P3K dalam melaksanakan tugasnya dapat meninggalkan

pekerjaan utamanya untuk memberikan pertolongan bagi pekerja/buruh dan/atau

orang lain yang mengalami sakit atau cidera di tempat kerja.


Pasal 5

(1) Petugas P3K di tempat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1),

ditentukan berdasarkan jumlah pekerja/buruh dan potensi bahaya di tempat kerja,

dengan rasio sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini.

(2) Pengurus wajib mengatur tersedianya Petugas P3K pada :

a. tempat kerja dengan unit kerja berjarak 500 meter atau lebih sesuai jumlah

pekerja/buruh dan potensi bahaya di tempat kerja;

b, tempat kerja di setiap lantai yang berbeda di gedung bertingkat sesuai jumlatt

pekerja/buruh dan potensi bahaya di tempat kerja;

c. tempat kerja dengan jadwal kerja shift sesuai jumlah pekerja/buruh dan potensi

bahaya di tempat kerja.

Pasal 9

(1) Pengusatra wajib menyediakan ruang P3K sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8 ayat (l) huruf a dalam hal :

a. mempekerjakan pekerja/buruh 100 orang atau lebih;

b. mempekerjakan pekerja/buruh kurang dari 100 orang dengan potensi bahaya

tinggi.

(2) Persyaratan ruang P3K sebagaimana dimaksud padaayat (l), meliputi :

a. lokasi ruang P3K :

1. dekat dengan toiletlkamar mandi;

2. dekat jalan keluar;

3. mudah dijangkau dari area kerja; dan

4. dekat dengan tempat parkir kendaraan.


b. mempunyai luas minimal cukup untuk menampung satu tempat tidur pasien

dan masih terdapat ruang gerak bagi seorang petugas P3K serta penempatan

fasilitas P3K lainnya;

c. bersih dan terang, ventilasi baik, memiliki pintu dan jalan yang cukup lebar

untuk memindahkan korban;

d. diberi tanda dengan papan nama yang jelas dan mudah dilihat; e. sekurang-

kurangnya dilengkapi dengan :

1. wastafel dengan air mengalir;

2. kertas tisue/lap;

3. usungan/tandu;

4. bidailspalk;

5. kotak P3K dan isi;

6. tempat tidr:r dengan bantal dan selimut;

7. tempat untuk menyimpan alat-alat, seperti : tandu dan/atau kursi roda;

8. sabun dan sikat;

9. pakaian bersih untuk penolong;

10. tempat sampah; dan I 1. kursi tunggu bila diperlukan.

3.1. Dasar hukum Manajemen K3 Penanggulangan Kebakaran dan

Ledakan

Didalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Pasal 3

ayat (1). Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat syarat keselamatan

kerja untuk :
 mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran,

 mencegah, mengurangi peledakan

 memberikan kesempatan jalan menyelamatkan diri dalam bahaya

kebakaran

 pengendalian penyebaran asap, gas dan suhu

Selain itu di Pasal 9 ayat (3) disebutkan bahwa pengurus wajib membina

K3 penanggulangan kebakaran sehingga sudah menjadi kewajiban bagi pengurus

perusahaan untuk melakukan penanggulangan serta pencegahan kebakaran dan

ledakan di tempat kerjanya.

Di dalam pasal 2 Kepmenaker No. 186/99 dinyatakan bahwa :

1. Pengurus atau pengusaha wajib mencegah, mengurangi dan memadamkan

kebakaran, latihan penanggulanggan kebakaran di tempat kerja.

2. Kewajiban mencegah, megurangi dan memadamkan kebakaran di tempat

kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Pengendaliansetiapbentukenergi;

b. Penyediaan sarana deteksi, alarm, pemadam kebakaran dan sarana

evakuasi;

c. Pengendalian penyebaran asap, panas dan gas;

d. Pembentukan unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja;

3. Penyelenggaraan latihan dan gladi penanggulangan kebakaran secara berkala;

Memiliki buku rencana penanggulangan keadaan darurat kebakaran, bagi tempat

kerja yang mempekerjakan lebih dari 50 (lima puluh) orang tenaga kerja dan atau

tempat kerja yang berpotensi bahaya kebakaran sedang dan berat.


Dalam melakukan penanggulangan serta pencegahan kebakaran dan

ledakan di tempat kerjanya pengurus harus membentuk unit penanggulangan

kebakaran / organisasi tanggap darurat kebakaran di tempat kerja sesuai dengan

Kepmenaker No. Kep 186/Men/1999. Organisasi tanggap darurat kebakaran

adalah satuan tugas yang mempunyai tugas khusus fungsional di bidang

kebakaran. Petugas penanggulangan kebakaran adalah petugas yang ditunjuk dan

diserahi tugas tambahan untuk mengidentifikasi sumber bahaya dan

melaksanakan upaya penaggulangan kebakaran unit kerjanya (Kepmen No.

KEP.186/MEN/1999).

Di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 26 tahun 2008 tentang

Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan

Lingkungan. Peraturan perundangan dan standar-standar ini dapat dijadikan

kriteria dapat diterima atau tidak (acceptance criteria) suatu kondisi di gedung

terkait bahaya kebakaran.Analisa Resiko Kebakarandapat dimaksudkan hanya

untuk mencakup pencegahan kebakaran yang sebenarnya (real fire) dan dapat

pula mencakup kebakaran yang disengaja (arson). Namun untuk kebakaran yang

disengaja ini akan lebih kompleks karena sudah menyangkut sistem pengamanan

(security management system).

URAIAN TUGAS AK3 KEBAKARAN menurut (Pasal 10 Kep 186/1999)

 membantu mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan

bidang penanggulangan kebakaran;

 memberikan laporan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk sesuai

dengan peraturan perundangan yang berlaku;


 merahasiakan segala keterangan tentang rahasia perusahaan atau

instansi yang didapat berhubungan dengan jabatannya;

 memimpin penanggulangan kebakaran sebelum mendapat bantuan dari

instansi yang berwenang;

 menyusun program kerja atau kegiatan penanggulangan kebakaran;

 mengusulkan anggaran, sarana dan fasilitas penanggulangan

kebakaran kepada pengurus;

 melakukan koordinasi dengan instansi terkait.

Menurut Kepmen No. KEP.186/MEN/1999, syarat dari organisasi tangga

darurat antara lain setiap anggota organisasi sudah mengetahui tugas masing-

masing, setiap anggota organisasi sudah terlatih dan dilakukan peninjauan

terhadap organisasi tanggap darurat. Struktur organisasi penanggulangan

kebakaran terdiri dari petugas peran kebakaran, regu penanggulangan kebakaran,

koordinator unit penanggulangan kebakaran dan ahli K3 spesialis penanggulangan

kebakaran sebagai penanggungjawab teknis.

Pembentukan unit penanggulangan kebakaran perlu memperhatikan jumlah

tenaga kerja dan klasifikasi tingkat bahaya kebakaran. Permenaker No. Kep.

186/MEN/1999.

Menurut undang undang No 1 Tahun 1970 tentang keselamatan dan kesehatan

kerja
Pasal 2

 Dibuat,dicoba,dipaki,atau dipergunakan mesin,pesawat,alat

perkakas,peralatan atau instalasiyang berbahaya atau dapar menimbulkan

kecelakaan atau peledakan

 Dibuat, diolah, dipakai dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau

disimpan bahan atau barang jang : dapat meledak, mudah terbakar, menggigit,

beratjun, menimbulkan insfeksi, bersuhu tinggi

Pasal 3

 Mencegah dan mengurangi kecelakaan;

 Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;

 Mencegah dan mengurangi bahaja peledakan;

 Memberi alat-alat perlindungan diri pada para

 pekerdja;

 Mencegah dan mengendalikan timbul atau

 menjebar luasnja suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas,

hembusan angin, tjuatja, sinar atau radiasi, suara dan getaran;

 Mentjegah dan mengendalikan timbulnja penjakit akibat kerdja baik

physik maupun psychis, peratjunan, infeksi dan penularan;


Pasal 12

 Memberikan keterangan jang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau

ahli keselamatan kerja;

 Menjatakan keberatan kerdja pada pekerdjaan dimana sjarat keselamatan dan

kesehatan kerdja serta alat- alat perlindungan diri jang diwadjibkan diragukan

olehnja ketjuali dalam hal-hal chusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas

dalam bata-batas jang masih dapat dipertanggung djawabkan.

Pasal 13

Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan

mentaati semua petundjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat

perlindungan diri jang diwadjibkan.

Pasal 14

Pengurus diwadjibkan :

 Setjara tertulis menempatkan dalam tempat kerdja jang

dipimpinnja, semua sjarat keselamatan kerdja jang diwadjibkan,

sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannja

jang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-

tempat yang mudah dilihat dan terbatja dan menurut petundjuk

pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.


 Memasang dalam tempat kerdja jang dipimpinnja, semua gambar

keselamatan kerdja jang diwadjibkan dan semua bahan pembinaan

lainnja pada tempat- tempat jang mudah dilihat dan terbata

menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerdja.

 Menjediakan setara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri jang

diwadjibkan pada tenaga kerdja jang berada dibawah pimpinannja

dan menjediakan bagi setiap orang lain jang memasuki tempat

kerdja tersebut, disertai dengan petundjuk-petundjuk jang

diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli

keselamatan kerdja.

Menurut peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 8 Tahun

2020 tentang keselamatan dan kesehatan kerja pesawat angkat dan

pesawat angkut

Pasal 1

1. Pesawat Angkat adalah pesawat atau peralatan yang

2. dibuat, dan di pasang untuk mengangkat, menurunkan,

mengatur posisi dan/atau menahan benda kerja dan/atau

muatan.

3. Pesawat Angkut adalah pesawat atau peralatan yang dibuat dan

dikonstruksi untuk memindahkan benda atau muatan, atau

orang secara horisontal, vertikal, diagonal, dengan

menggunakan kemudi baik di dalam atau di luar pesawatnya,


ataupun tidak menggunakan kemudi dan bergerak di atas

landasan, permukaan maupun rel atau secara terus menerus

dengan menggunakan bantuan ban, atau rantai atau rol.

4. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bidang Pesawat

Angkat dan Pesawat Angkut yang selanjutnya disebut Ahli K3

Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut adalah tenaga

teknis yang berkeahlian khusus dari luar instansi yang

membidangi ketenagakerjaan yang ditunjuk oleh Menteri untuk

melakukan pemeriksaan dan pengujian Pesawat Angkat dan

Pesawat Angkut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

5. Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau

terbuka, bergerak atau tetap di mana Tenaga Kerja bekerja,

atau yang sering dimasuki Tenaga Kerja untuk keperluan suatu

usaha dan di mana terdapat sumber bahaya.

6. Alat Bantu Angkat dan Angkut adalah alat yang berfungsi

untuk mengikat benda kerja atau muatan ke Pesawat Angkat

dan Pesawat Angkut pada proses pengangkatan, pengangkutan,

pemindahan, dan penurunan benda kerja atau muatan.

7. Alat Pengaman adalah alat perlengkapan yang dipasang

permanen pada Pesawat Angkat dan/atau Pesawat Angkut guna

menjamin pemakaian pesawat tersebut dapat bekerja dengan

aman.
Pasal 4

 perencanaan, pembuatan, pemasangan dan/atau perakitan,

pemakaian atau pengoperasian, pemeliharaan dan

perawatan, perbaikan, perubahan atau modifikasi, serta

pemeriksaan dan pengujian Pesawat Angkat dan Pesawat

Angkut; dan

 perencanaan, pembuatan, pemakaian, pemeliharaan dan

perawatan, serta pemeriksaan dan pengujian Alat Bantu

Angkat dan Angkut.

Pasal 19

 Pengoperasian Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut

harus:

 Dilengkapi dengan tanda peringatan operasi yang

efektif;

 Dilengkapi dengan lampu penerangan yang efektif jika

dioperasikan pada malam hari di luar ruangan; dan

 Disediakan pencahayaan yang cukup jika dioperasikan

di dalam ruangan.

 Pandangan Operator baik di dalam kabin maupun di

ruang kendali tidak boleh terhalang dan harus dapat


memandang luas ke sekeliling lintasan atau gerakan

operasi.

 Alat pengendali pengoperasian baik yang konvensional

maupun yang dikontrol menggunakan program

komputer harus dibuat dan dipasang secara aman dan

mudah dijangkau oleh Operator.

Pasal 20

Dalam mengoperasikan Pesawat Angkat dan Pesawat

Angkut dilarang:

o mengangkat dan mengangkut melebihi beban

maksimum yang diizinkan;

o melakukan gerakan secara tiba-tiba yang dapat

menimbulkan beban kejut baik dalam keadaan

bermuatan atau tidak; dan

o membawa atau mengangkut penumpang melebihi

jumlah kursi yang tersedia.

Pasal 21

Pesawat Angkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

huruf a meliputi:

keran angkat, terdiri atas overhead crane, overhead travelling

crane, hoist crane, chain block, monorail crane, wall crane/jib crane,
stacker crane, gantry crane, semi gantry crane, launcher gantry crane,

roller gantry crane, rail mounted gantry crane, rubber tire gantry crane,

ship unloader crane, gantry luffing crane, container crane, portal crane,

ship crane, barge crane, derrick ship crane, dredging crane, ponton

crane, floating crane, floating derricks crane, floating ship crane, cargo

crane, crawler crane, mobile crane, lokomotif crane dan/atau railway

crane, truck crane, tractor crane, side boom crane/crab crane, derrick

crane, tower crane, pedestal crane, hidraulik drilling rig, pilling

crane/mesin pancang dan peralatan lain yang sejenis; Pesawat angkut

Pasal 67

alat berat terdiri atas forklift, lifttruck, reach stackers,telehandler, hand

lift/hand pallet, excavator, excavator grapple, backhoe, loader, dozer,

traktor, grader, concrete paver, asphalt paver, asphalt sprayer, aspalt

finisher, compactor roller/vibrator roller, dan peralatan lain yang

sejenis;

Pasal 140

(1) Pemasangan dan/atau perakitan, pemakaian atau


pengoperasian, pemeliharaan dan perawatan, perbaikan, perubahan

atau modifikasi, serta pemeriksaan dan pengujian harus dilakukan oleh

personil yang mempunyai kompetensi dan kewenangan di bidang K3

Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut.

(2) Personil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Teknisi;

b. Operator;

c. Juru Ikat (rigger); dan

d. Ahli K3 Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut.

(3) Kompetensi personil sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) Harus dibuktikan dengan sertifikat kompetensi sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang- undangan.

(4) Kewenangan personil Teknisi, Operator, dan Juru Ikat (rigger)

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c harus

dibuktikan dengan Lisensi K3.

(5) Kewenangan personil Ahli K3 Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat

Angkut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dibuktikan dengan

surat keputusan penunjukan dan kartu tanda kewenangan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 143

1.) Kompetensi personil K3 sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 140 ayat (3) sesuai SKKNI yang ditetapkan oleh Menteri.

(2) Dalam hal SKKNI sebagaimana dimaksud pada ayat(1)


belum tersedia, Menteri wajib menetapkan SKKNI paling lama 2 (dua)

tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

Pasal 144

Teknisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1)

harus memenuhi persyaratan:

a. berpendidikan paling rendah SMK jurusan teknik atau sederajat;

b. memiliki pengalaman paling singkat 2 (dua) tahun di bidangnya;

c. sehat untuk bekerja menurut keterangan dokter;

d. berumur paling rendah 20 (dua puluh) tahun;

e. memiliki sertifikat kompetensi sesuai bidangnya:

f. memiliki Lisensi K3.

Pasal 145
Operator Pesawat Angkat sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 142 ayat (1) huruf a meliputi Operator:

a. dongkrak yang terdiri atas Operator lier, dongkrak

hidraulik, dongkrak pnumatik, post lift, truck/car lift, dan peralatan lain

yang sejenis;

b. keran angkat yang terdiri atas Operator overhead crane, overhead

travelling crane, hoist crane, chain block, monorail crane, wall crane/jib

crane, stacker crane, gantry crane, semi gantry crane, launcher gantry

crane, roller gantry crane, rail mounted gantry crane, rubber tire gantry

crane, ship unloader crane, gantry luffing crane, container crane, portal

crane, ship crane, barge crane, derrick ship crane, dredging crane, ponton

crane, floating crane, floating derricks crane, floating ship crane, cargo

crane, crawler crane, mobile crane, lokomotif crane dan/atau railway

crane, truck crane, tractor crane, side boom crane/crab crane, derrick

crane, tower crane, pedestal crane, hidraulik drilling rig, pilling

crane/mesin pancang, dan peralatan lain yang sejenis;

c. alat angkat pengatur posisi benda kerja, yang terdiri atas Operator

rotator, robotik, takel, dan peralatan lain yang sejenis; dan

d. personal platform, yang terdiri atas Operator passenger hoist, gondola,

dan peralatan lain yang sejenis.

Pasal 165

4) Operator keran angkat kelas II selain berwenang

melakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga berwenang:


a. mengoperasikan keran angkat sesuai jenisnya

dengan kapasitas lebih dari 25 (dua puluh lima) ton sampai dengan 100

(seratus) ton atau tinggi menara sampai dengan 60 m (enam puluh meter);

dan

b. mengawasi dan membimbing kegiatan Operator kelas III, apabila perlu

didampingi oleh Operator kelas III. Pesawat angkat

Pasal 151

Operator Pesawat Angkut sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 142 ayat (1) huruf b meliputi Operator:

a. alat berat yang terdiri atas Operator forklift, lifttruck,

reach stackers, telehandler, hand lift/hand pallet, excavator,

excavator grapple, backhoe, loader, dozer, traktor, grader,

concrete paver, asphalt paver, asphalt sprayer, aspalt

finisher, compactor roller/vibrator roller, dan peralatan lain

yang sejenis;

b. kereta yang terdiri atas Operator kereta gantung,

komidi putar, roller coaster, kereta ayun, lokomotif

beserta rangkaiannya, dan peralatan lain yang sejenis;

c. personal basket yang terdiri atas Operator

manlift/boomlift, scissor lift, hydraulic stairs dan

peralatan lain yang sejenis;

d. truk yang terdiri atas Operator tractor, truk


pengangkut bahan berbahaya, dump truck, cargo truck lift,

trailer, side loader truck, module transporter, axle transport,

car towing, dan peralatan lain yang sejenis; dan

e. robotik dan konveyor yang terdiri atas Automated

Guided Vehicle, sabuk berjalan, ban berjalan, rantai

berjalan, dan peralatan lain yang sejenis.

Pasal 152

1) Operator forklift/lifttruck, rack stackers, reach

stackers, dan telehandler sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 151 huruf a diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Operator kelas II; dan

b. Operator kelas I.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

berlaku bagi Operator hand lift/hand pallet, excavator,

excavator grapple, backhoe, loader, dozer, traktor, grader,

concrete paver, asphalt paver, asphalt sprayer, aspalt

finisher, compactor roller/vibrator roller.

Pasal 158

Ahli K3 Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (5) harus

memenuhi persyaratan:
a. pendidikan paling rendah diploma III bidang teknik atau

sederajat;

b. memiliki pengalaman paling singkat 2 (dua) tahun

bidangnya;

c. sehat untuk bekerja menurut keterangan dokter;

d. berusia paling rendah 23 (dua puluh tiga) tahun; dan

e. memiliki surat keputusan penunjukan oleh Menteri

dan kartu tanda kewenangan.

Pasal 159

(1) Untuk memperoleh Lisensi K3 Teknisi, Operator, atau

Juru Ikat (rigger), Pengurus dan/atau Pengusaha

mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal

dengan melampirkan: huruf a sampai f

Pasal 160

Untuk memperoleh surat keputusan penunjukan dan

kartu tanda kewenangan Ahli K3 Bidang Pesawat Angkat

dan Pesawat Angkut, Pengurus dan/atau Pengusaha

mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal

dengan melampirkan: huruf a sampai g

Pasal 165 ayat 7

Operator forklift/lifttruck, rack stackers, reach stackers,

telehandler kelas II selain berwenang melakukan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga berwenang


mengoperasikan forklift/lifttruck, rack stackers, reach

stackers, telehandler sesuai jenisnya dengan kapasitas

sampai dengan 15 (lima belas) ton

Pasal 167

1) Ahli K3 Bidang Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (4)

merupakan Tenaga Kerja yang memiliki tugas: huruf a

sampai i

Anda mungkin juga menyukai