Anda di halaman 1dari 15

1. Jelaskan tugas, kewajiban dan kewenangan ahli K3 Umum. sebutkan landasan hukumnya?

Jawab :

Menurut Permen 02 Tahun 1992 tugas, kewajiban dan kewenangan ahli K3 Umum
yaitu sebagai berikut:

a. Tugas
 Memberikan saran dan pertimbangan di bidang K3 kepada pengusaha/pengurus
tempat kerja (diminta maupun tidak)
b. Kewajiban (Pasal 9)

1. Membantu mengawasi pelaksanaan peraturan dan kesehatan kerja sesuaidengan


bidang yang ditentukan dalam keputusan penunjukannya
2. Memberikan laporan kepada Menaker atau pejabat yang ditunjuk mengenai hasil
pelaksanaan tugas dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Untuk ahli K3 ditempat kerja satu kali dalam 3 (tiga) bulan, kecuali ditentukanlain
2) Untuk ahli K3 di perusahaan yang memberikan jasa di bidang keselamatandan
kesehatan kerja setiap saat setelah selesai melakukan kegiatannya.
3. Merahasiakan segala keterangan tentang rahasia perusahaan / instansi yangdidapat
berhubung dengan jabatannya.
c. Kewenangan (Pasal 10)

1) Memasuki tempat kerja sesuai dengan keputusan penunjukan

2) Meminta keterangan dan atau informasi mengenai pelaksanaan syarat-syarat K3 di


tempat kerja dengan keputusan pemumjukannya.
3) Memonitoring, memeriksa, menguji, menganalisa, mengevaluasi dan
memberikan persyaratan serta pembinaan K3

2. 5 langkah penerapan SMK3 beserta landasan hukumnya?


Jawab :
Berikut 5 langkah penerapan SMK3 beserta landasannya:

 PP RI No 50 Tahun 2012:

 Penetapan kebijakan K3 (Pasal 7)

a. Melakukan tinjauan awal kondisi K3 yang meliputi:

1. Identifikasi potensi bahaya, penilaian da pengendalian resiko

2. Perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sektor lain yang lebih


baik
3. Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahagiakan
4. Kompensasi dan gangguan serta hasik penilaian sebelumnya yang
membahayakan dengan keselamatan
b. Memperhatikan peningkatan kerja atau buruh maupun serikat pekerja

 Perencanaan K3 (Pasal 9)

Rencana K3 disusun dan ditetapkan oleh pegusaha dengan mengacu kepadakebijakan


K3 yang telah ditetapkan
 Pelaksanaan Rencana K3 (Pasal 10)

Pengusaha dalam pelasanaan rencana K3 didukung oleh SDM di bidang K3,sarana


dan prasarana, anggaran yang memadai
 Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3 (Pasal 14)

Pengusaha wajib meakukan pemantauan dan evaluasi kinerja K3. Hasil pemantauab
diaporkan kepada pengusaha. Hasil pemantauab dan evaluasikinerja K3 digunakan
untuk melakukan tindakan perbaikan
 Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3 (Pasal 15)

Untuk menjamin keseuaian dan efektivitas penerapan SMK3, pengusaha wajibmelakukan


pengujian.
3. Jelaskan hak dan kewajiban tenaga kerja UU No.1 Tahun 1970?
Jawab :
Hak dan Kewajiban tenaga kerja UU No. 1 Tahun 1970
(Pasal 12)

 Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau ahli
keselamatan kerja
 Memakai alat-alat perlinfungan diri yang diwajibkan

 Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang
diwajiban
 Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat-syarat keselamatan dan
kesehatan yang diwajibkan
 Menyatakan keberatan bekerja pada pekerjaan dimana syarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta APD yang diwajibakan diragukan olehnya, kecuali dalam hal-hal
khusus ditentukan lain oleh pegawai-pegawai pengawas dalam batas- batas yang masih
dapat dipertanggung jawabkan.
4. Jelaskan kewajiban pengurus perusahaan untuk mencegah, mengurangi dan memadamkan
kebakaran di tempat kerja sebutkan landasan hukumnya:
Jawab :
Menurut Permenaker 186 Tahun 1999
 PengendalRian setiap bentuk energi

 Penyediaan sarana deteksi, alarm, pemadam kebakaran dan sarana evakuasi

 Pengendalian penyebaran asap, panas dan gas


 Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3 (Pasal 14)

Pengusaha wajib meakukan pemantauan dan evaluasi kinerja K3. Hasil pemantauab
diaporkan kepada pengusaha. Hasil pemantauab dan evaluasikinerja K3 digunakan
untuk melakukan tindakan perbaikan
 Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3 (Pasal 15)

Untuk menjamin keseuaian dan efektivitas penerapan SMK3, pengusaha wajibmelakukan


pengujian.
5. Jelaskan hak dan kewajiban tenaga kerja UU No.1 Tahun 1970?
Jawab :
Hak dan Kewajiban tenaga kerja UU No. 1 Tahun 1970
(Pasal 12)

 Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau ahli
keselamatan kerja
 Memakai alat-alat perlinfungan diri yang diwajibkan

 Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang
diwajiban
 Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat-syarat keselamatan dan
kesehatan yang diwajibkan
 Menyatakan keberatan bekerja pada pekerjaan dimana syarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta APD yang diwajibakan diragukan olehnya, kecuali dalam hal-hal
khusus ditentukan lain oleh pegawai-pegawai pengawas dalam batas- batas yang masih
dapat dipertanggung jawabkan.

6. Jelaskan kewajiban pengurus perusahaan untuk mencegah, mnegurangi dan memadamkan


kebakaran di tempat kerja sebutkan landasan hukumnya:
Jawab :
Menurut Permenaker 186 Tahun 1999
 PengendalRian setiap bentuk energi

 Penyediaan sarana deteksi, alarm, pemadam kebakaran dan sarana evakuasi

 Pengendalian penyebaran asap, panas dan gas


 Pembentukan unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja

 Penyelanggaraan latihan dan gladi penanggulangan kebakaran secara berkala

 Memiliki buku rencana penanggulangan keadaan darurat kebakaran, bagi tempat


kerja yang memperkerjakan lebih dari 50 (lima puluh) orang tenaga kerja dan atau
tempat kerja yang berpotensi bahaya kebakaran sedang dan berat

7. Jelaskan penyelenggargaraan pelayanan Kesehatan kerja di tempat kerja sebutkan


landasan hukumnya?
Jawab :
Penyelenggaran pelayanan kesehatan ditempat kerja sesuai
dengan Permenakertrans-03-1982
1. Pasal 2 Tugas pokok:

 Pemeriksaan kesehatan sebeum kerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan


khusus;
 Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
 Pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja
2. Pasal 4
a. Diselenggarakan sendiri oleh pengurus

b. Diselenggarakan oleh pengurus dengan mengadakan ikatan dengan dokter atau


pelayanan kesehatan lain
c. Pengurus dari beberapa perusahaan secara bersama-sama menyelenggarakan
suatu Pelayanan Kesehatan Kerja.
8. Jelaskan kewajiban pengurus dalam penerapan program P3K di tempat kerja sebutkan
landasan hukumnya?
Jawab :
Kewajiban pengurus dalam penerapan progem P3K di tempat
kerjaPermenakaer 15 Tahun 2008:
1. Pasal 2;
 Wajib menyediakan petugas P3k dan fasilitas P3K di tempat kerja

 Wajib melaksanakan P3K di tempat kerja


 Wajib mengatur tersedianya Petugas P3K (pasal4)

 Wajib memasang pemberitahuan tentang nama dan lokasi petugas P3K di


tempat kerja pada tempat yang mudah dilihat (pasal 7)
9. Sebutkan ruang lingkup K3 konstruksi sebutkan landasan hukumnya?
Jawab :
Ruang lingkup Permenaker No. 5 /1985:

 Peraturan ini berlaku untuk perncanaan pembuatan, pemasangan, peredaran,


pemakaian perubahan dan atau perbaikan teknis serta pemeliharaan pesawat
angkat angkut
 Pesawat angkat angkut Ayat (1)

- Peralatan angkat

- Pita transport

- Pesawat angkutan di atas landasan dan dia atas permukaan

- Alat angkuta jalan rel

Ruang Lingkup Permenaker No.4 /1985, pesawat tenaga yang dimaksud adalah :

a. Penggerak mula

b. Perlengkapan transmisi tenaga mekanik

c. Perkakas kerja

d. Mesin Produksi

e. Dapur

Ruang lingkup Permenaker No.2 Tahun 2015 :

1. Pelaksanaan K3 listrik meliputi :

a. Perencanaan, pemasangan, penggunaan, perubahan, dan pemeliharaan

b. Pemeriksaan dan pengujian

2. Persyaratan dilaksanakan pada:


a. Pembangkitan Listrik

b. Transmisi listrik

c. Distribusi listrik

d. Pemanfaatan lisrik yang berpotensi dengan tegangan > 50 Volt, arus bolak
balik atau 120 volt arus searah
10. Berapa kebutuhan ahli K3 konstruksi berdasarkan jumlah pekerja dan lama pekerjaan
proyeknya? sebutkan landasan hukumnya?
Jawab :
Landasan Hukum:
Kebutuhan Ahli K3 Konstruksi berdasarkan jumlah pekerja dan lama pekerjaan proyek
diatur dalam:
1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 22/PRT/M/2015
tentang Persyaratan Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Pekerjaan Konstruksi.
Regulasi ini memberikan pedoman bagi pengusaha atau penyelenggara konstruksi dalam
memastikan keselamatan dan kesehatan kerja di area konstruksi. Kebutuhan Ahli K3
Konstruksi berdasarkan jumlah pekerja dan lama pekerjaan proyek didefinisikan dalam
regulasi yang diterbitkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Berikut penjabaran kebutuhannya: 1) Proyek konstruksi dengan jumlah pekerja ≤ 100
orang: a. Jika lama pekerjaan ≤ 6 bulan, dibutuhkan minimal 1 orang Ahli K3 Konstruksi.
b. Jika lama pekerjaan > 6 bulan, dibutuhkan minimal 1 orang Ahli K3 Konstruksi dan 1
orang Ahli Muda K3 Konstruksi. 2) Proyek konstruksi dengan jumlah pekerja 101 - 400
orang: a. Jika lama pekerjaan ≤ 6 bulan, dibutuhkan minimal 1 orang Ahli K3 Konstruksi
dan 1 orang Ahli Muda K3 Konstruksi. b. Jika lama pekerjaan > 6 bulan, dibutuhkan
minimal 2 orang Ahli K3 Konstruksi dan 2 orang Ahli Muda K3 Konstruksi. 3) Proyek
konstruksi dengan jumlah pekerja > 400 orang, untuk setiap kelipatan 200 pekerja
tambahan: a. Jika lama pekerjaan ≤ 6 bulan, dibutuhkan tambahan 1 orang Ahli Muda K3
Konstruksi. b. Jika lama pekerjaan > 6 bulan, dibutuhkan tambahan 1 orang Ahli K3
Konstruksi dan 1 orang Ahli Muda K3 Konstruksi.
11. Jelaskan pengertian keselamatan kerja?
Jawab :
Dasar hukum keselamatan kerja dapat berbeda-beda tergantung pada negara atau
wilayahnya. Di Indonesia, misalnya, dasar hukum keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
diatur dalam beberapa peraturan, di antaranya:
1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. UU ini merupakan
landasan hukum pertama yang mengatur tentang K3 di Indonesia.
2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. UU ini mengatur hak
dan kewajiban baik pekerja maupun pengusaha dalam hal keselamatan dan kesehatan
kerja.
3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Ada berbagai peraturan yang
dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja yang berkaitan dengan standar dan
persyaratan keselamatan di berbagai sektor industri. Selain itu, banyak perusahaan juga
mengikuti standar internasional seperti OHSAS 18001 (yang kini telah digantikan oleh ISO
45001) tentang sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja. Keselamatan kerja
adalah serangkaian langkah, aturan, prosedur, dan praktek yang dirancang untuk
melindungi pekerja dari potensi risiko atau ancaman yang dapat menyebabkan cedera
atau penyakit akibat aktivitas pekerjaan mereka. Keselamatan kerja tidak hanya
melindungi pekerja, tetapi juga peralatan dan fasilitas kerja. Tujuannya adalah untuk
menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat, serta mencegah terjadinya
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan kematian. Penting untuk memastikan bahwa
peraturan dan standar keselamatan kerja diterapkan dengan baik di tempat kerja dan
diikuti oleh semua pihak untuk meminimalisir risiko dan melindungi kesejahteraan
pekerja.
12. Sebutkan tugas dan fungsi P2K3 dan sebutkan landasan hukumnya?
Jawab :
Landasan Hukum P2K3: Di Indonesia, pembentukan dan pelaksanaan tugas P2K3 diatur
dalam beberapa peraturan, antara lain: 1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja. 2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
khususnya Pasal 86 yang menyebutkan tentang kewajiban perusahaan untuk membentuk
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). 3) Peraturan Menteri Tenaga
Kerja RI No. Per-04/MEN/1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja serta Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja. P2K3 adalah singkatan dari Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja. P2K3 adalah sebuah panitia yang dibentuk
oleh perusahaan untuk membantu, mengawasi, dan memberikan saran kepada pihak
pengusaha dan pekerja dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Tugas
dan Fungsi P2K3:
1) Pembinaan: Membantu pengusaha dan pekerja dalam meningkatkan pengetahuan
dan kesadaran mengenai K3.
2) Pengawasan: Melakukan inspeksi berkala terhadap peralatan kerja, lingkungan kerja,
serta pelaksanaan K3 di tempat kerja.
3) Penyuluhan: Mengadakan kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan pemahaman dan
kesadaran akan pentingnya K3.
4) Pemeriksaan: Memeriksa dan menilai pelaksanaan K3 di tempat kerja.
5) Pemberian Saran: Memberikan saran dan rekomendasi kepada pengusaha mengenai
peningkatan K3.
6) Pelaporan: Melaporkan pelaksanaan K3 kepada pengusaha dan pihak-pihak terkait
lainnya.
7) Penanganan Keluhan: Menerima dan menangani keluhan dari pekerja mengenai K3.
13. Sebutkan 5 prinsip dasar SMK3 dan cantumkan dasar hukumnya?
Jawab :
Dasar Hukum SMK3:
Di Indonesia, dasar hukum terkait SMK3 adalah:
1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Peraturan ini mengatur tentang ketentuan
pelaksanaan SMK3 di perusahaan dengan tujuan untuk mencegah dan mengurangi
kecelakaan serta penyakit akibat kerja, sehingga dapat menciptakan lingkungan kerja
yang aman, nyaman, dan produktif. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen keseluruhan yang mencakup struktur
organisasi, perencanaan aktivitas, tanggung jawab, praktik, prosedur, proses, dan sumber
daya untuk mengembangkan, melaksanakan, mencapai, meninjau ulang, dan
memelihara kebijakan K3 serta mengendalikan risiko yang berkaitan dengan kegiatan
kerja agar tercipta tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Berikut adalah 5
prinsip dasar SMK3:
1) Kepemimpinan dan Komitmen Manajemen: Manajemen puncak harus menunjukkan
komitmen yang kuat dalam menerapkan K3 dan menyediakan sumber daya yang
diperlukan.
2) Keterlibatan dan Partisipasi Pekerja: Semua pekerja diikutsertakan dalam proses
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan K3 dan diberdayakan untuk melaporkan
kondisi yang tidak aman.
3) Identifikasi Bahaya, Penilaian, dan Pengendalian Risiko: Melakukan identifikasi secara
berkala terhadap potensi bahaya, menilai risiko yang berkaitan, dan
mengimplementasikan pengendalian yang tepat.
4) Kepatuhan terhadap Peraturan dan Standar: Memastikan bahwa semua aktivitas dan
prosedur memenuhi atau melebihi standar dan regulasi yang relevan.
5) Tinjauan dan Peningkatan Berkelanjutan: Secara periodik meninjau dan memperbaiki
kinerja K3 untuk terus meningkatkan keselamatan dan kesehatan di tempat kerja.
14. Apa peran saudara sebagai ahli K3 dalam program pencegahan dan penanggulangan
HIV/AIDS?
Jawab :
Dasar hukum yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di
tempat kerja di Indonesia adalah:
1) UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh: memastikan bahwa
pekerja memiliki hak yang sama dan bebas dari diskriminasi, termasuk mereka yang hidup
dengan HIV/AIDS.
2) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan: menyatakan bahwa setiap orang memiliki
hak yang sama dalam memperoleh akses pada layanan kesehatan, termasuk pencegahan
dan penanganan HIV/AIDS.
3) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI No. 68 Tahun 2015 tentang HIV/AIDS di tempat
kerja: ini secara khusus memberikan pedoman bagi pencegahan dan penanganan
HIV/AIDS di lingkungan kerja. Peraturan ini memastikan hak pekerja yang hidup dengan
HIV/AIDS, seperti hak untuk mendapatkan pekerjaan, hak privasi, dan hak untuk
mendapatkan perawatan.
Ahli K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) memainkan peran penting dalam program
pencegahandan penanggulangan HIV/AIDS, terutama di tempat kerja. Berikut ini
beberapa peran ahli K3:
1) Pendidikan dan Pelatihan: Meningkatkan kesadaran karyawan mengenai HIV/AIDS,
cara penularannya, dan cara pencegahannya.
2) Pembuatan Kebijakan: Membantu perusahaan dalam merancang dan
mengimplementasikan kebijakan non-diskriminasi terhadap pekerja yang hidup dengan
HIV/AIDS.
3) Pengawasan Medis: Mengkoordinasikan pemeriksaan kesehatan berkala untuk
mendeteksi penyakit tersebut dan memberikan akses ke perawatan dan dukungan bagi
pekerja yang terinfeksi.
4) Perlindungan Pribadi: Menyediakan dan mengedukasi pekerja tentang peralatan
pelindung diri (jika relevan) untuk mencegah penularan penyakit ini, terutama di sektor
pekerjaan yang berisiko tinggi seperti pekerja medis.
5) Konseling dan Dukungan: Menyediakan akses ke layanan konseling bagi pekerja yang
terinfeksi atau yang berisiko.
15. Sebutkan dan jelaskan kewajiban pengurus/pengusaha di tempat kerja dalam
mengurangi kebakaran. Sebutkan dasar hukumnya?
Jawab :
Dasar hukum yang mengatur tentang kewajiban pengurus/pengusaha di tempat kerja
dalam mengurangi kebakaran di Indonesia antara lain:
1. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja: UU ini mengatur tentang kewajiban
pengusaha untuk memastikan keselamatan dan kesehatan kerja karyawannya, termasuk
dalam hal pencegahan kebakaran.
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/MEN/1980 tentang Keselamatan Kerja pada
Pemasangan Instalasi Listrik dan Peralatan Listrik: Mengatur tentang pencegahan risiko
kebakaran akibat instalasi listrik. Pengurus atau pengusaha di tempat kerja memiliki
kewajiban untuk mengurangi risiko kebakaran demi memastikan keselamatan dan
kesehatan kerja karyawannya. Berikut adalah beberapa kewajiban yang perlu ditekankan:
1) Pencegahan Kebakaran: Mengidentifikasi dan mengendalikan risiko kebakaran,
seperti memeriksa instalasi listrik, menyimpan bahan kimia dengan aman, dan
memastikan bahan mudah terbakar disimpan dengan benar.

2) Pelatihan:
Mengadakan pelatihan untuk karyawan mengenai tindakan pencegahan kebakaran dan
apa yang harus dilakukan saat kebakaran terjadi.
3) Alat Pemadam Api:
Menyediakan dan memelihara alat pemadam api yang sesuai di tempat-tempat strategis.
4) Rencana Evakuasi:
Mengembangkan rencana evakuasi darurat dan memastikan setiap karyawan
mengetahui rute evakuasi dan titik kumpul.
5) Pemeriksaan Rutin:
Melakukan pemeriksaan rutin pada peralatan dan instalasi untuk memastikan semuanya
dalam kondisi yang baik dan aman.
6) Pencegahan Asap:
Memastikan bahwa sistem ventilasi bekerja dengan baik untuk mengurangi risiko asap
tebal saat kebakaran.
7) Koordinasi dengan Pihak Berwenang:
Mengadakan koordinasi dengan pihak pemadam kebakaran setempat untuk pelatihan,
simulasi, dan pemeriksaan rutin.
8) Penandaan:
Memastikan bahwa semua jalan keluar darurat dan peralatan kebakaran ditandai
dengan jelas.
9) Pengawasan:
Menunjuk petugas khusus untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan langkah-
langkah pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
16. Sebutkan bahaya yang ditimbulkan oleh listrik. Sebutkan dasar hukumnya?
Jawab :
Dasar hukum yang mengatur tentang bahaya listrik di Indonesia antara lain:
1) UU No. 20 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan:
UU ini mengatur berbagai aspek tentang ketenagalistrikan, termasuk tindakan
pencegahan dan penanggulangan bahaya listrik.
2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/MEN/1980 tentang Keselamatan Kerja
pada Pemasangan Instalasi Listrik dan Peralatan Listrik: Peraturan ini secara spesifik
mengatur tentang standar keselamatan saat bekerja dengan instalasi dan peralatan
listrik untuk mencegah berbagai risiko yang ditimbulkan oleh listrik. Listrik dapat
menimbulkan sejumlah bahaya jika tidak ditangani dengan benar. Berikut adalah
beberapa bahaya yang ditimbulkan oleh listrik:
1) Sengatan Listrik: Kontak langsung dengan sumber listrik dapat menyebabkan
sengatan, yang bisa menyebabkan luka bakar, gangguan ritme jantung, atau bahkan
kematian.
2) Luka Bakar: Aliran listrik melalui tubuh dapat menyebabkan luka bakar internal
dan eksternal.
3) Kebakaran: Korsleting atau aliran listrik yang tidak tepat dapat menyulut bahan-
bahan mudah terbakar, menyebabkan kebakaran.
4) Ledakan: Dalam kondisi tertentu, peralatan listrik bisa meledak, misalnya karena
tegangan berlebih atau kesalahan dalam pemasangan.
5) Jatuh: Seseorang yang tersengat listrik saat berada di ketinggian, seperti pada
tangga atau platform, dapat jatuh akibat kehilangan kesadaran.
6) Gangguan pada Peralatan: Aliran listrik yang tidak stabil atau gangguan lainnya
dapat merusak peralatan listrik atau elektronik.
7) Gangguan Ritme Jantung: Sengatan listrik dapat mengganggu ritme jantung
normal, berpotensi menyebabkan henti jantung. Penting bagi setiap orang,
khususnya mereka yang bekerja di bidang ketenagalistrikan, untuk memahami
bahaya-bahaya tersebut dan mematuhi peraturan keselamatan untuk mencegah
kecelakaan.
17. Jelaskan ruang lingkup pengawwasan K3 di bidang konstruksi bangunan dan sebutkan
peraturan dan perundangan yang terkait?
Jawab :
Landasan hukum:
Beberapa peraturan dan perundangan yang terkait dengan K3 di bidang konstruksi di
Indonesia antara lain:
1) UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja: Undang-undang dasar yang
mengatur keselamatan kerja di Indonesia.
2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER.04/MEN/1987 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan.
3) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M/2007 tentang Standar Minimal
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi.
4) Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. PER. 05/MEN/1985 tentang Kewajiban
Menggunakan Alat Pelindung Diri pada Pekerjaan yang Membahayakan Keselamatan dan
kesehatan kerja.
Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di bidang konstruksi bangunan
sangat penting mengingat banyaknya risiko yang dapat terjadi di lokasi konstruksi. Ruang
lingkup pengawasan K3 di bidang konstruksi mencakup:
1) Desain dan Perencanaan:
Pastikan bahwa desain dan perencanaan bangunan mempertimbangkan aspek
keselamatan, baik selama konstruksi maupun saat bangunan sudah selesai.
2) Peralatan dan Mesin:
Pengawasan terhadap peralatan dan mesin yang digunakan untuk memastikan bahwa
mereka berfungsi dengan baik dan aman untuk digunakan.
2) Prosedur Kerja:
Menerapkan prosedur kerja yang aman dan memastikan prosedur tersebut diikuti
dengan ketat oleh pekerja.
3) Perlindungan Pribadi:
Menyediakan dan memastikan penggunaan alat pelindung diri yang sesuai bagi
pekerja.
5) Latihan dan Pelatihan:
Mengadakan pelatihan K3 bagi pekerja sehingga mereka memahami risiko dan tahu cara
bekerja dengan aman.
4) Inspeksi dan Pemeriksaan:
Melakukan inspeksi rutin untuk memastikan bahwa semua aspek keselamatan
diterapkan dengan baik.
5) Penanganan Bahan Berbahaya:
Pengawasan penggunaan, penyimpanan, dan pembuangan bahan-bahan berbahaya.
8) Kesiapsiagaan Darurat:
Menyiapkan rencana evakuasi dan pertolongan pertama jika terjadi kecelakaan atau
situasi darurat lainnya.
18. Jelaskan kewajiban pengusaha dalam pengendalian bahan kimia berbahaya di tempat
kerja dan sebutkan dasar hukum yang terkait?
Jawab :
Dasar hukum yang terkait dengan pengendalian bahan kimia berbahaya di tempat kerja
di Indonesia meliputi:
1) UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja: Undang-undang ini mencakup aspek
keselamatan kerja, termasuk keselamatan dalam penggunaan bahan kimia berbahaya.
2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika dan Bahan Kimia di Tempat Kerja: Mengatur batas paparan bahan kimia bagi
pekerja.
3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 74 Tahun 2013 tentang
Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja.
4) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
Mengatur aspek pengelolaan bahan kimia berbahaya terkait dengan dampaknya
terhadap lingkungan. Pengusaha diwajibkan memahami dan mematuhi peraturan-
peraturan tersebut untuk memastikan bahwa bahan kimia berbahaya ditangani dengan
benar dan aman, melindungi pekerja dan mencegah potensi kerugian dan sanksi hukum.
Pengendalian bahan kimia berbahaya di tempat kerja sangat penting untuk melindungi
pekerja dari risiko kesehatan dan keselamatan. Pengusaha memiliki kewajiban sebagai
berikut:
1) Identifikasi dan Klasifikasi:
Mengidentifikasi semua bahan kimia yang ada di tempat kerja dan mengklasifikasikannya
berdasarkan tingkat bahayanya.
2) Penyimpanan yang Aman:
Memastikan bahwa bahan kimia disimpan dengan benar sesuai dengan sifatnya, dalam
wadah yang sesuai dan ditempatkan di area yang aman dan sesuai.
3) Penandaan dan Label:
Setiap wadah yang berisi bahan kimia harus diberi label dengan jelas mengenai identitas
bahan, bahaya yang terkait, serta tindakan pencegahan yang dianjurkan.
4) Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB / MSDS):
Menyediakan Lembar Data Keselamatan Bahan untuk setiap bahan kimia, yang
menjelaskan sifat, bahaya, tindakan pencegahan, dan pertolongan pertama terkait bahan
tersebut.
5) Pelatihan:
Memberikan pelatihan kepada pekerja tentang cara penanganan, penyimpanan, dan
pembuangan bahan kimia dengan aman.
6) Perlindungan Pribadi: Menyediakan alat pelindung diri yang sesuai bagi pekerja yang
berinteraksi dengan bahan kimia berbahaya.
7) Pengendalian Tumpahan dan Kebocoran: Memiliki prosedur dan peralatan untuk
menangani tumpahan atau kebocoran bahan kimia.
8) Pembuangan: Menyediakan metode pembuangan yang aman dan sesuai dengan
peraturan untuk bahan kimia berbahaya.
9) Pengawasan Kesehatan: Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin bagi pekerja yang
terpapar bahan kimia untuk mendeteksi tanda-tanda keracunan atau efek kesehatan
lainnya.

Anda mungkin juga menyukai