Anda di halaman 1dari 24

1.

Uraikan Latar Belakang dikeluarkannya UU No 1 tahun 1970


a. Veiligheilds Reglement 1910 (VR 1910, stbl No, 406) sudah tidak sesuai lagi
b. Perlindungan tenaga kerja tidak hanya di industry / pabrik
c. Perkembangan IPTEK serta kondisi dan situasi ketenagakerjaan
d. Sifat represif dan polisional pada VR 1910 sudah tidak sesuai lagi

2. Siapa yang melakukan pengawasan K3 berdasarkan UU No 1 tahun 1970 dan


sebutkan PERMENnya. Jelaskan mekanisme pengawasan terhadap ditaatinya Undang-
Undang No 1 tahun 1970 yang dilakukakan oleh AK3U.
Pengusaha, direktur, pengurus, pegawai pengawas dan AK3U.
Pegawai pengawas langsung menjalankan pengawasan terhadap ditaatinya UU &
membantu pelaksanaannya kecuali kalau pegawai pengawas sedang berhalangan maka
Kemenaker akan mengutus AK3U dan Direktur

3. Jelaskan bahaya faktor lingkungan kerja yang mempengaruhi kesehatan seseorang dalam
melakukan pekerjaan terutama yang ada di perusahaan saudara.
faktor fisika, kimia, biologi, psikologi, fisiologi

4. Sebutkan definisi dari :


a. Kecelakaan Kerja = kecelakaan yang tidak diinginkan di lingkungan kerja
b. Penyakit Akibat Kerja (PAK) = penyakit yang disebabkan oleh faktor dan lingkungan
kerja

5. Jelaskan langkah-langkah saudara (AK3U) dalam melakukan Investigasi Kecelakaan Kerja


di Perusahaan suadara.
- mengungkapkan data dan fakta
- mengumpulkan informasi
- menarik kesimpulan

6. Sebutkan kewajiban pengurus yang diatur dalam UU No 1 Tahun 1970.


a. Menempatkan semua syarat keselamatan kerja, UU dan semua peraturan
pelaksanaannya pada tempat yang terlihat dan terbaca
b. Memasang poster K3
c. Menyediakan secara Cuma” APD pada tenaga kerja yang ada

7. Sebutkan hak dan kewajiban tenaga kerja yang diatur dalam UU No. 1 tahun 1970.
- memberikan keterangan yang diminta secara benar
- memakai APD
- memenuhi dan menaati syarat” K3
- meminta kepada pengurus agar dilaksanakan semua syarat” K3
- menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat” K3 serta APD yang
diwajibkan diragukan

8. Jelaskan nama peraturan perundangan yang merupakan landasan hukum pengawasan


pesawat uap di Indonesia. Sebutkan nama-nama pesawat yang tergolong pesawat uap
menurut peraturan tersebut.
peraturan UAP tahun 1930 ; ketel uap dan ketel uap selain pesawat uap

9. Mengapa seorang operator peralatan pesawat yang membahayakan dalam mengoperasikan


harus mendapat lisensi dari Depnaker?
Karena berdasarkan Permen No. PER.05/MEN/1985 ttg PAA bahwa perlu perlindungan
atas K3 setiap tenaga kerja yang melakukan pembuatan, pemasangan, pemakaian,
persyaratan PAA

10. Jelaskan ruang lingkup Pengawasan Kesehatan Kerja dan Lingkungan Kerja.
A. Rang lingkup pengawasan kesehatan kerja
a. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan (sarana, tenaga, organisasi)
b. Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan bagi tenaga kerja (awal, berkala, khusus, purna
bakti)
c. Pelaksanaan P3K (petugas, kotak da nisi kotak P3K)
d. Pelaksanaan gizi kerja
e. Pelaksanaan pemeriksaan syarat – syarat ergonomic
f. Pelaksanaan pelaporan (PAK, PKK, pemeriksaan kesehatan tenaga kerja)
B. Ruang lingkup pegawasan Lingkungan Kerja
a. Penanganan bahan kimia berbahaya (Kep.187/Men/1999 dan SE No.1 tahun 1997 NAB
kimia di tempat kerja)
b. Lingkungan kerja ( Kepmenaker No 5/men/1999 NAB Fisika di tempat kerja dan PMB No 7
tahun 1964 syarat kebersihan serta penerangan di tempat kerja
c. Penggunaan pestisida (PP No 7 tahun 1973 P4 pestisida dan Permenaker No 3/Men/1986
K3 tempat kerja yang mengelola pestisida)
d. Limbah industry di tempat kerja (UU No 1 tahun 1970)
e. Hygiene industry (PMP No 7 tahun 1964)
f. APD (Instruksi Menaker No 2/M/BW/BK/1984 pengesahan APD)

11. Sebutkan ruang lingkup K3 bidang Konstruksi Bangunan.


a. Ruang lingkup K3 kontruksi Bangunan
1) Pekerjaa penggalian
2) pekerjaan pondasi
3) pekerjaan kontruksi beton
4) pekerjaan pembongkaran
b. ruang lingkup K3 sarana bangunan:
1) perancah bangunan
2) plambing
3) penanganan bahan
4) peralatan bangunan

12. Sebutkan ruang lingkup pengawasan K3 Mekanik.


a. Perencanaan, pembuatan, pemasangan atau perakitan, peggunaan atau pengoperasian, da
pemeliharaan pesawat tenaga produksi
b. Perencanaan, pembuatan, pemasangan atau perakitan, penggunaan atau pengoperasian,
dan pemeliharaan pesawat angkat angkut
c. Operator yang mengoperasikan peralatan tersebut pada a dan b

13. Sebutkan ruang lingkup pengawasan K3 Listrik dan Penanggulangan Kebakaran


a Ruang lingup pengawasan K3 listrik:
1) BAB II Pasal 2 ayat (2) huruf q UU 1/1970 (disetiap tempat dimana dibagkitkan, diubah,
disimpan, dibagi – bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air)
2) Pasal 3 ayat (1) huruf q UU1/70 (dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat –
syarat K3 untuk mencegah terkena aliran listrik)
3) Menurut ketentuan PUIL 2000 listrik yang berbahaya adalah listrik yang memiliki
tegangan lebih dari 25 volt di tempat lembab atau 50 volt ditempat normal
b Ruang lingkup pengawasan K3 penanggulangan kebakaran
1) identifikasi potensi bahaya (fire hazard identification)
2) Analisa resiko (fire risk assessment)
3) Sarana proteksi kebakaran aktif
4) Sarana proteksi kebakaran pasif

14. Mengapa Tenaga Kerja yang diperkerjakan di perusahaan saudara harus dilakukan
pemeriksaan awal dan berkala baik fisik maupun mental?
a. tenaga kerja yg diterima sehat dan tidak mempunyai penyakit menular
b. mempertahankan drajat kesehatan
c. menilai adanya pengaruh dari pekerjaan tertentu
d. untuk pengendalian lingkungan kerja

. Sebutkan sumber-sumber bahaya yang terdapat di perusahaan


saudara di bidang mekanik, pesawat uap dan bejana tekan !
a. Mekanik – PTP, PAA dan operator Pesawat uap
– manometer tidak berfungsi dengan baik
- Air pengisi ketel tidak terlalu banyak
- Safety valve tidak berfungsi dengan baik
- Pompa air tidak berfungsi
- Gelas duga tidak berfungsi dengan baik
b. Bejana Tekan
- bahaya kebakaran - bahaya peledakan
- bahaya keracunan - bahaya cairan dingin
- bahaya pernapasan/tercekik
16. Mengapa instalasi listrik di perusahaan saudara di lakukan reksa uji oleh pegawai
pengawas Spesialis K3 listrik ?
- Untuk resistansi isolasi
- Untuk mendapat izin dari instansi yang berwenang
- Untuk pengujian sistem proteksi
- Untuk pemeriksaan&pengujian instalasi listrik

17. Bagaimana cara menanggulangi dan memadamkan terjadinya kebakaran baik secara
teoritis maupun praktek di perusahaan saudara?
- Pendinginan (Cooling)
- Mengurangi bahan (Stavation)
- Penyelimutan (Smothering)
- Memutuskan rantai reaksi api (Mencekik)
- Melemahkan (Dilution)

18. Jelaskan 5 prinsip dasar SMK3 dan sebutkan peraturan perundang-undangan sebagai
landasan hukum yang mewajibkan perusahaan menerapkan SMK3.
5 Prinsip dasar SMK3
a. penetapan kebijakan k3
b. perencanaan penerapan k3
c. penerapan k3
d. pengukuran pemantauan dan evaluasi
e. peninjauan secara teratur untuk meningkatkan kinerja k3 secara berkesinambungan

Landasan Hukum =
UUD 1945 Pasal 27 ayat (2)
UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 86,87
UU No.1 tahun 1970
Permenaker No PER 05/Men/1996
PP No 50 tahun 2012

19. Sebutkan Tugas Ahli K3 Umum !


a. Membantu mengawasi pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1970
b. Memberikan laporan kepada mentri/pejabat yang ditunjuk
c. Merahasiakan segala keterangan tentang rahasia perusahaan/institusi

20. Jelaskan tugas dan fungsi P2K3 dan sebutkan landasan hukum opembentukan P2K3
tugas = memberikan saran dan pertimbangan dibidang k3 kepada pengusaha/pengurus tempat kerja
baik diminta atau pun tidak.
Fungsi = - Menghimpun dan mengolah data
- Membantu menunjukan dan menjelaskan kepada TK :
Factor bahaya
Factor yg mempengaruhi efisiensi dan produktifitas kerja
APD
Cara dan sikap kerja yang benar dan aman
Landasan hukum =
UU No. 1 Tahun 1970 Pasal 10
Permenaker No. Per 04/Men/1987
Permenaker No. Per 02/Men/1992
PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN
PELAYANAN KESEHATAN KERJA
Posted by K3 Admin

» Materi K3

» Sunday, May 7, 2017


Di dalam suatu proses produksi, setiap tenaga kerja selain menanggung beban kerja fisik dan mental juga
berhadapan dengan berbagai potensi bahaya (potensial hazard) di tempat kerja. Berbagai potensi bahaya
tersebut sering disebut sebagai faktor bahaya lingkungan kerja fisika, kimia, biologis, fisiologis/ergonomi dan
psikologis yang bersumber dari berbagai peralatan, bahan, proses kerja dan kondisi lingkungan kerja. Beban
kerja semakin berat apabila tenaga kerja juga dituntut untuk bekerja
dengan ritme pekerjaan yang lebih cepat dan target produksi yang lebih tinggi. Sedangkan berat ringannya
dampak potensi bahaya tergantung dari jenis, besar potensi bahaya dan tingkat risikonya.

Dampak yang dapat ditimbulkan akibat adanya beban kerja dan potensi bahaya yang dihadapi tenaga kerja
antara lain berupa kecelakaan kerja, penyakit akibat kerjadan gangguan kesehatan lainnya seperti kelelahan
dan ketidaknyamanan. Selain itu, tenaga kerja juga dapat menderita penyakit dan gangguan kesehatan yang
didapat dari lingkungan di luar tempat kerja sehingga dapat diperberat atau memperberatpenyakit atau
gangguan kesehatan akibat kerja. Apabila kondisi tersebut tidak diantisipasi maka kesehatan tenaga kerja
sangat terganggu sehingga produktifitas kerja akan menurun.

Untuk mengantisipasi keadaan tersebut di atas dan meminimalkan dampak yang terjadi apabila tenaga kerja
mengalami kecelakaan, penyakit akibat kerja dangangguan kesehatan lainnya, maka setiap perusahaan
diwajibkan memberikan pelayanan kesehatan kerja kepada semua tenaga kerjanya sebagaimana
diamanatkandalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per. 03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan
Kerja.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per. 03/Men/1982 tersebut, penyelanggaraan pelayanan
kesehatan kerja harus dilaksanakan secaramenyeluruh dan terpadu (komprehensif), meliputi upaya kesehatan
preventif, promotif,kuratif dan rehabilitatif yang hasilnya dilaporkan kepada instansi yang membidangi
ketenagakerjaan. Melalui upaya kesehatan preventif dan promotif (pencegahan dan peningkatan), sebagian
besar kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) serta gangguan kesehatan lainnya seperti kelelahan
dan ketidaknyamanan dapat dicegah. Dengan upaya kesehatan kuratif dan rehabilitatif (pengobatan dan
pemulihan), dampak yang ditimbulkan akibat kecelakaan dan penyakit yang terjadi dapat ditekan seminimal
mungkin. Pada akhirnya dengan upaya kesehatan kerja yang komprehensif akan meningkatkan derajat
kesehatan tenaga kerja dan produktivitas kerjanya. Mengingat terbatasnya jumlah dokter di Indonesia, maka
sesuai Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor Per. 03/Men/1982, selain perusahaan dapat menyelenggarakan sendiri pelayanan
kesehatan kerjanya dalam bentuk klinik atau rumah sakit, perusahaan juga dapat menyelenggarakan pelayanan
kesehatan kerjanya dengan cara bekerjasama dengan pihak di luar perusahaan. Namun demikian kedua cara
penyelenggaraan tersebut harus tetap dapat memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi upaya kesehatan
preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif di
bawah tanggung jawab dokter yang dibenarkan dan atau disetujui oleh Direktur dalam
bentuk Surat Keputusan Penunjukan (SKP) sebagai dokter pemeriksa kesehatan
tenaga kerja.

Penyelenggaraan kesehatan kerja secara komprehensif seperti tersebut di atas, selaras dengan prinsip dan
tujuan kesehatan kerja menurut Joint committee ILO - WHO tahun 1995 yaitu : “Promosi dan pemeliharaan
derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja pada semua pekerjaan;
pencegahangangguan kesehatan pada pekerja yang disebabkan oleh kondisi kerjanya,perlindungan pekerja dari
risiko akibat faktor-faktor yang mengganggu kesehatan,penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu
lingkungan kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikologisnya, dan sebagai kesimpulan adalah
penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan penyesuaian setiap manusia kepada pekerjaannya”. Dalam hal ini,
fokus utama dalam kesehatan kerja dikelompokan dalam
3 tujuan yaitu :
1. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan pekerja dan kapasitas kerjanya;
2. Peningkatan lingkungan dan kondisi kerja untuk menciptakan situasi keselamatan
dan kesehatan kerja yang kondusif; dan
3. Pengembangan organisasi dan budaya kerja yang mendukung keselamatan dan
kesehatan kerja, peningkatan situasi sosial yang positif, kelancaran proses kerja
dan peningkatan produktivitas.

Kondisi yang terjadi di lapangan, masih banyak perusahaan yang belum menyelenggarakan pelayanan
kesehatan kerja secara komprehensif. Perusahaan yang sudah menyelenggarakan pelayanan kesehatan kerja
pada umumnya baru berupa pengobatan terhadap tenaga kerja yang sakit (kuratif) saja, sedangkan upaya
kesehatan yang bersifat pencegahan (preventif), peningkatan (promotif) dan pemulihan (rehabilitatif) masih
kurang mendapat perhatian. Pelayanan kesehatan kerja
yang hanya bersifat kuratif tersebut bertolak belakang dengan prinsip dan tujuan kesehatan kerja tersebut di
atas, sehingga manfaat pelayanan kesehatan kerja yang diperoleh baik oleh pengusaha, tenaga kerja maupun
masyarakat kurang optimal. Perusahaan yang melaporkan hasil penyelengaraan pelayanan kesehatan kerja juga
masih sangat sedikit sehingga menyulitkan upaya memperoleh data
kesehatan kerja secara keseluruhan. Dengan minimalnya laporan atau data kesehatan kerja, maka sulit untuk
mendapatkan gambaran kondisi kesehatan kerja di suatu perusahaan khususnya maupun di Indonesia pada
umumnya yang sangat bermanfaat untuk pengembangan program dan kebijakan di bidang kesehatan kerja.
Permasalahan tersebut di atas antara lain disebabkan oleh belum dipahami
sepenuhnya norma Pelayanan Kesehatan Kerja sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Nomor Per. 03/Men/1982 sehingga belum diterapkan secara utuh. Untuk mempermudah penerapan
norma Pelayanan Kesehatan Kerja secara utuh, maka perlu dijabarkan secara lebih terperinci dalam bentuk
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja.

B. Maksud dan Tujuan

Maksud ditetapkannya Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja ini adalah untuk
mempermudah penerapan norma pelayanan kesehatan kerja secara utuh sehingga penyelenggaraan pelayanan
kesehatan kerja semakin berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara medis maupun secara
hukum. Sedangkan tujuannya meliputi tujuan umum dan tujuan khusus :
1. Tujuan Umum :
Memberikan pedoman teknis bagi semua pihak yang terkait dalam
penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja guna meningkatkan produktivitas
kerja.
2. Tujuan Khusus :
a. Mengoptimalkan fungsi Pelayanan Kesehatan Kerja secara komprehensif
melalui peningkatan fungsi-fungsi preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif;
b. Memberikan pedoman teknis bagi pengelola, penanggungjawab dan pelaksana
dalam penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja;
c. Memberikan pedoman teknis bagi pengawas ketenagakerjaan dalam
melaksanakan pembinaan dan pengawasan pelayanan kesehatan kerja.

C. Ruang Lingkup

Petunjuk teknis ini mengatur penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja baik


yang dilaksanakan oleh perusahaan sendiri maupun yang dilaksanakan melalui
kerjasama dengan pihak di luar perusahaan. Hal-hal yang diatur dalam petunjuk teknis
ini meliputi :
1. Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja
2. Syarat Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja :
a. Syarat lembaga.
b. Syarat personil.
c. Syarat sarana.
d. Rujukan pelayanan kesehatan kerja.
e. Manajemen kesehatan kerja.
3. Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja
a. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja dilaksanakan sendiri oleh
perusahaan.
b. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja dilaksanakan melalui pihak di luar
perusahaan.
4. Jenis-Jenis Program/Kegiatan dalam Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Kerja
a. Upaya kesehatan promotif.
b. Upaya kesehatan preventif.
c. Upaya kesehatan kuratif.
d. Upaya kesehatan rehabilitatif.
5. Tindak Lanjut Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja
a. Monitoring
b. Evaluasi
c. Pelaporan
d. Pengawasan
6. Mekanisme Pengesahan Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja

D. Definisi
1. Kesehatan kerja adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap pekerja dapat bekerja produktif secara sosial ekonomi tanpa
membahayakan diri sendiri, teman sekerja, keluarga, masyarakat, dan lingkungan
sekitarnya.
2. Penyakit akibat kerja atau penyakit akibat hubungan kerja (occupational disease)
adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan atau lingkungan kerja.
3. Penyakit berhubungan dengan pekerjaan atau penyakit terkait kerja (work related
disease) adalah penyakit yang dipermudah timbulnya, diperberat atau diperparah
oleh pekerjaan dan atau lingkungan kerja.
4. Pelayanan kesehatan kerja adalah usaha kesehatan yang dilaksanakan dengan
tujuan :
1. Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri baik fisik maupun mental, terutama dalam
penyesuaian pekerjaan dengan tenaga kerja;
2. Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan
kerja;
3. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik
tenaga kerja;
4. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja yang menderita sakit.
5. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja adalah semua proses pemberian
pelayanan kesehatan kerja mulai dari pembentukan sampai dengan mekanisme
Teknis Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja.
6. Upaya kesehatan kerja adalah berbagai program dan kegiatan kesehatan di tempat
kerja yang terdiri dari 4 (empat) upaya kesehatan yaitu :
a. pencegahan (preventif)
b. peningkatan (promotif)
c. pengobatan (kuratif)
d. pemulihan (rehabilitatif)
7. Penanggung jawab pelayanan kesehatan kerja adalah dokter sebagai penanggung
jawab dalam menjalankan pelayanan kesehatan kerja yang ditunjuk oleh
pengusaha atau kepala instansi/lembaga yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan kerja.
8. Personil pelayanan kesehatan kerja adalah setiap tenaga kesehatan kerja yang
memberikan pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan
kerja.
9. Dokter perusahaan adalah setiap dokter yang ditunjuk atau bekerja di perusahaan
yang bertugas dan bertanggung jawab atas hygiene perusahaan, kesehatan dan
keselamatan kerja.
10. Paramedis perusahaan adalah tenaga paramedis yang ditunjuk atau ditugaskan
untuk melaksanakan atau membantu penyelenggaraan tugas–tugas hygiene
perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaan atas petunjuk dan
bimbingan dokter perusahaan.
11. Dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja adalah dokter yang ditunjuk oleh
pengusaha atau kepala instansi/lembaga dan disahkan oleh Direktur setelah
memenuhi syarat sesuai peraturan perUndang-Undangan yang berlaku untuk
melaksanakan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.
12. Direktur adalah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk
melaksanakan perUndang-Undangan di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3), dalam hal ini adalah Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan atau
pejabat yang ditunjuk.
13. Pegawai pengawas ketenagakerjaan adalah pegawai teknis berkeahlian khusus
dari Departemen Tenaga Kerja/ instansi yang membidangi ketenagakerjaan pada
pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang ditunjuk
oleh Menteri Tenaga Kerja.
14. Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut
PJK3 adalah perusahaan yang usahanya di bidang jasa Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) untuk membantu teknis penyelenggaraan pemenuhan
syarat-syarat K3 sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
15. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut P2K3
adalah badan pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara
pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerja sama saling pengertian dan
partisipasi efektif dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.
16. Pelayanan kesehatan kerja rujukan adalah pelayanan kesehatan kerja terhadap
tenaga kerja yang tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan kerja di
perusahaan kepada pelayanan kesehatan yang lebih lengkap.

II. PRINSIP- PRINSIP PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA


A. Pelayanan kesehatan kerja wajib melaksanaakan tugas pokok pelayanan kesehatan
kerja secara menyeluruh dan terpadu (komprehensif) yang meliputi upaya kesehatan :
1. pencegahan (preventif),
2. pembinaan/peningkatan (promotif),
3. pengobatan (kuratif) dan
4. pemulihan (rehabilitatif),
dengan lebih menitik beratkan pada upaya kesehatan pencegahan dan
pembinaan/peningkatan (promotif dan preventif).
B. Penanggung jawab pelayanan kesehatan kerja adalah dokter pemeriksa kesehatan
tenaga kerja, sedangkan tenaga pelaksananya dapat terdiri dari :
1. dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja (penanggung jawab merangkap
pelaksana),
2. dokter perusahaan dan atau
3. paramedis perusahaan.

C. Teknis penyelenggaraan program/kegiatan pelayanan kesehatan kerja mengacu pada


prinsip-prinsip :
1. Program/kegiatan kesehatan kerja berupa upaya kesehatan secara menyeluruh
dan terpadu, dengan lebih menitik beratkan pada upaya kesehatan preventif dan
promotif tanpa mengurangi upaya kesehatan kuratif dan rehabilitatif.
2. Upaya kesehatan yang bersifat preventif dan promotif disesuaikan dengan hasil
penilaian risiko potensi bahaya yang ada di perusahaan.
3. Upaya kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif minimal berupa pelayanan
kesehatan kerja yang bersifat dasar yaitu :
a. pemberian Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) dan
b. pengobatan (rawat jalan tingkat pertama);
4. Perencanaan program dan kegiatan pelayanan kesehatan kerja dibuat dengan skala
prioritas dan mempertimbangkan kondisi perusahaan, permasalahan kesehatan di
perusahaan maupun masalah kesehatan umum lainnya.
5. Program/kegiatan pelayanan kesehatan kerja terutama ditujukan untuk pencegahan
penyakit akibat kerja (PAK), peningkatan derajat kesehatan tenaga kerja dan
peningkatan kapasitas kerja melaui program/kegiatan :
1. Pemeriksaaan kesehatan tenaga kerja;
2. Penempatan tenaga kerja disesuaikan dengan status kesehatannya;
3. Promosi/peningkatan kesehatan tenaga kerja;
4. Pencegahan Penyakit Akibat Kerja (PAK) melalui perbaikan lingkungan kerja
(program higiene industri);
5. Pencegahan PAK melalui perbaikan kondisi kerja (program ergonomi kerja);
6. P3K, medical emergency respon, pengobatan, rehabilitasi, rujukan kesehatan,
pemberian kompensasi akibat kecelakaan dan PAK.;
7. Pengembangan organisasi, program dan budaya kesehatan kerja.
D. Pelaksanaan program dan kegiatan kesehatan kerja diintegrasikan/dikoordinasikan
dengan program Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) serta
melibatkan ahli K3, Ahli K3 Kimia, Hygienis Industri, petugas K3 dan personil K3
lainnya yang ada di perusahaan yang bersangkutan.

III. SYARAT-SYARAT PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA


A. Syarat Lembaga Pelayanan Kesehatan Kerja :
1. Memiliki personil kesehatan kerja yang yang meliputi :
a. Dokter penanggung jawab pelayanan kesehatan kerja,
b. Tenaga pelaksanan kesehatan kerja berupa dokter perusahaan dan atau
paramedis perusahaan,
c. Petugas administrasi atau pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan
kerja.
2. Memiliki sarana dan prasarana pelayanan kesehatan kerja,
3. Pelayanan kesehatan kerja yang ada di perusahaan mendapat pengesahan dari
instansi di bidang ketenagakerjaan sesuai wilayah kewenangannya,
4. Pelayanan kesehatan kerja yang dilaksanakan oleh pihak di luar perusahaan wajib
dilengkapi dengan Nota Kesepahaman (MoU) penyelenggaraan pelayanan
kesehatan kerja antara pengusaha dengan kepala unit pelayanan kesehatan yang
bersangkutan dan dilaporkan ke instansi di bidang ketenagakerjaan sesuai wilayah
kewenangannya.
B. Syarat Personil Pelayanan Kesehatan Kerja
1. Syarat dokter penanggung jawab pelayanan kesehatan kerja :
a. Ditunjuk oleh pimpinan perusahaan atau kepala unit/instansi yang
bersangkutan dan dilaporkan ke instansi ketenagakerjaan sesuai wilayah
kewenangannya;
b. Telah mendapatkan Surat Keputusan Penunjukan (SKP) sebagai dokter
pemeriksa kesehatan tenaga kerja dari Direktur Jenderal Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjaan, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
2. Syarat tenaga pelaksana pelayanan kesehatan kerja (dokter perusahaan dan atau
paramedis perusahaan) :
a. Memiliki sertifikat pelatihan hiperkes dan keselamatan kerja (atau sertifikat
lainnya) sesuai peraturan perundangan yang berlaku;
b. Mematuhi etika profesi dokter dan tenaga kesehatan lainnya sesuai kode etik
profesi dan peraturan perundangan yang berlaku;
3. Syarat dokter perusahaan :
a. Memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dokter, atau sejenisnya sesuai
peraturan perundangan yang berlaku;
b. Surat ijin praktek (SIP) dokter yang masih berlaku dari instansi yang
berwenang.
C. Syarat Sarana Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja
Jumlah dan jenis sarana dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja
dapat disesuaikan dengan jumlah tenaga kerja dan tingkat risiko yang ada di
perusahaan. Jenis sarana pelayanan kesehatan kerja minimal terdiri dari sarana dasar
dan dapat dilengkapi dengan sarana penunjang sesuai kebutuhan (lihat tabel 1 ).

D. Rujukan Pelayanan Kesehatan Kerja


Rujukan pelayanan kesehatan kerja dilakukan dengan tujuan agar tenaga kerja
yang membutuhkan pelayanan kesehatan tetapi tidak dapat diberikan sepenuhnya di
tingkat pelayanan kesehatan kerja awal, dapat memperoleh pelayanan kesehatan
yang lebih lengkap. Rujukan yang dilakukan antara lain meliputi :
a. Pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan perawatan yang lebih lengkap;
b. Konsultasi kepada dokter spesialis terkait, untuk keperluan penentuan diagnosis
dan penilaian tingkat kecacatan akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja;
c. Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya;
d. Tindakan operatif, rehabilitatif dan lain-lain.
Mekanisme rujukan pelayanan kesehatan kerja dapat digambarkan dengan
bagan sebagai berikut :

Tenaga kerja yang sakit diupayakan agar dapat ditangani di pelayanan kesehatan kerja secara tuntas atau
sampai sembuh. Apabila terdapat tenaga kerja yang belum dapat ditangani secara tuntas atau belum sembuh,
dokter perusahaan harus merujuk ke pelayanan kesehatan yang lebih lengkap. Melalui mekanisme rujukan
dalam pelayanan kesehatan kerja, pasien yang perlu dirujuk antara lain adalah pasien yang perlu mendapatkan
pengobatan, perawatan, pemeriksaan laboratorium dan diagnosis pasti termasuk diagnosis & penilaian tingkat
kecacatan akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja. dengan demikian rujukan pasien dapat ditujukan ke
rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan yang lebih lengkap, laboratorium klinik maupun praktek dokter
spesialis. Data-data hasil rujukan pasien harus menjadi dokumen di pelayanan kesehatan kerja agar dokter
perusahaan dapat mengevaluasi dan menindaklanjuti pasien yang bersangkutan.

E. Manajemen Kesehatan Kerja


Program Kesehatan Kerja merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari program K3 pada umumnya. Dengan
demikian penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja dirintegrasikan dalam Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3). Elemen-elemen audit SMK3 untuk penerapan norma kesehatan kerja harus
dipenuhi sebagaimana elemen-elemen audit norma keselamatan dan kesehatan kerja lainnya.

IV. TATA CARA PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA


Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja dapat dilakukan sendiri oleh perusahaan, dalam bentuk rumah
sakit perusahaan atau klinik perusahaan atau dilakukan dengan cara kerjasama melalui unit/lembaga pelayanan
kesehatan di luar perusahaan baik milik pemerintah maupun swasta, seperti : rumah sakit, puskesmas,
poliklinik, balai pengobatan, Perusahaan Jasa K3 (PJK3) bidang Kesehatan Kerja dan pelayanan kesehatan
lainnya yang telah memiliki perijinan sesuai ketentuan yang berlaku.
A. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja dilaksanakan sendiri oleh perusahaan :
1. Dilaksanakan bagi perusahaan dengan :
a. Jumlah tenaga kerja 1000 orang atau lebih
b. Jumlah tenaga kerja 500 orang sd 1000 orang tetapi memiliki tingkat risiko tinggi (penentuan tingkat risiko
suatu perusahaan/tempat kerja mengacu pada standar atau peraturan perundangan yang berlaku).
2. Perusahaan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan kerja sendiri di perusahaan melaksanakan
program pelayanan kesehatan kerja yang bersifat komprehensif meliputi promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif bagi tenaga kerja

TINDAK LANJUT PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA


A. Monitoring
Monitoring penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja antara lain meliputi pemantauan hasil pelaksanan
pelayanan kesehatan kerja, kegiatan pencatatan dan pelaporan serta kegiatan pendukung lainnya.
1. Pemantauan hasil pelaksanan pelayanan kesehatan kerja Teknis Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja
dapat dipantau secara langsung dan tidak langsung. Pemantauan secara langsung dapat dilakukan dengan cara
melakukan observasi, wawancara, dan pengukuran kondisi kesehatan
tenaga kerja maupun lingkungan kerja. Pemantauan secara tidak langsung dilakukan dengan cara melihat data
dan pelaporan yang sudah ada.
2. Kegiatan pencatatan dan pelaporan.
Pencatatan dan pelaporan sangat penting dilakukan untuk mendapatkan data hasil pelaksanakan kegiatan dari
waktu ke waktu. Pencatatan dan pelaporan juga dapat digunakan untuk umpan balik (feed back) dalam
beberapa kasus/masalah kesehatan kerja, baik yang bersifat individu maupun kelompok. Pencatatan yang
diperlukan antara lain meliputi hasil pemantauan, prevalensi, insidens penyakit dan angka kecelakaan akibat
kerja.

B. Evaluasi
1. Data hasil monitoring pencatatan tersebut di atas dilakukan analisa dan evaluasi terhadap kasus-kasus
penyakit dan kecelakaan yang sering terjadi dikaitkan dengan faktor-faktor bahaya di tempat kerja dan data-
data lainnya. 2. Hasil analisa dan evaluasi tersebut digunakan sebagai dasar untuk penyusunan program
pengendalian terhadap faktor bahaya kesehatan serta penetapan metode/cara kerja yang lebih sehat dan aman,
sehingga produktifitas perusahaan tetap tinggi/meningkat.
1. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara filosofis ialah :
a. Upaya untuk menjamin agar sumber produksi dapat digunakan secara efisien
b. Upaya untuk mencegah dan mengurangi timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja
c. Pemikiran dan upaya penerapannya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan khususnya tenaga kerja baik jasmani maupun rohani, hasil karya
dan budaya menuju masyarakat adil makmur dan sejahtera.

2. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara etimologis ialah :


a. Suatu upaya perlindungan kerja
b. Ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam upaya mencegah dan mengurangi
kecelakaan dan penyakit akibat kerja
c. Suatu upaya agar tenaga kerja bekerja sehat dan selamat
d. Upaya agar produksi tidak terganggu
3. Batasan pengertian kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang berakibat :
a. Adanya korban yang cidera luka-luka atau meninggal dunia
b. Adanya kerusakan peralatan dan nyaris terjadi korban manusia
c. Terganggunya proses pekerjaan walaupun tidak terjadi korban yang cidera
maupun kerusakan peralatan
d. Jawaban a, b dan c benar
4. Faktor penyebab kecelakaan kerja :
a. Perbuatan manusia yang tidak aman
b. Kondisi yang berbahaya
c. Kombinasi a dan b
d. Jawaban a, b dan c benar
5. Kejadian kecelakaan yang disebabkan perbuatan tidak aman dari pekerja merupakan :
a. Sebab dasar
b. Sebab tidak langsung
c. Sebab langsung
6. Ruang lingkup obyek pengawasan keselamatan kerja menurut undang-undang keselamatan kerja
ialah :
a. Perusahaan Swasta
b. Tempat kerja
c. Perusahaan Negara
d. Tempat usaha
7. Sikap perbuatan manusia dalam bekerja antara lain dilatar belakangi oleh :
a. Usia
b. Sifat seseorang
c. Pendidikan dan pengalaman
d. Kondisi fisik
8. Kondisi tempat kerja yang berbahaya bertalian dengan :
a. Mesin, pesawat, alat
b. Proses produksi
c. Cara kerja
d. Jawaban a, b dan c benar
9. Usaha pencegahan kecelakaan kerja antara lain melalui :
a. Inspeksi
b. Riset
c. Asuransi
d. Jawaban a, b dan c benar
10. Dasar hukum penunjukan Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja :
a. Permen No. 02/Men/1992
b. Permen No. 01/Men/1988
c. Permen No. 04/Men/1987
11. Kondisi berbahaya yaitu antara lain kondisi yang tidak aman dari :
a. Kondisi pekerja
b. Kondisi pengusaha
c. Kondisi lingkungan
12. Sumber bahaya yang termasuk dalam lingkungan kerja adalah :
a. Kebisingan
b. Cara penanganan bahan yang salah
c. Tempat kerja yang kotor
d. Jawaban a, b dan c benar
13. Pengawasan K3 yang bersifat preventif dan reprensif meliputi :
a. Perencanaan, pembuatan dan pemakaian
b. Perencanaan dan modifikasi
c. Perencanaan
14. Setiap instalasi atau pesawat yang digunakan di tempat kerja diharus memiliki izin pemakaian, hal
tersebut bertujuan :
a. Agar efektif, efisien dan aman dalam pemakaiannya
b. Memenuhi peraturan perundangan
c. Memperpanjang masa umur pesawat
d. Jawaban a, b dan c benar
15. Di dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja ditempat kerja, upaya pengendalian
resiko dilakukan dengan urutan sebagai berikut :
a. Identifikasi, Evaluasi, Pengendalian dan Monitoring
b. Monitoring, Evaluasi dan Pengendalian
c. Identifikasi, Monitoring dan Pengendalian
d. Identifikasi, Monitoring, Evaluasi dan Pengendalian
16. Penerapan SMK3 di tempat kerja bersifat
a. Wajib bagi setiap perusahaan
b. Suka rela bagi perusahaan yang berorientasi export
c. Wajib bagi perusahaan besar dan beresiko bahaya tinggi
17. Audit SMK3 bertujuan untuk :
a. Meneliti kejadian kecelakaan kerja
b. Menilai kelayakan semua peralatan dan mesin-mesin yang berbahaya
c. Mengukur kinerja penerapan SMK3

18. Seorang Ahli K3 bekerja sama dengan teknisi dan tenaga operator melakukan aktifitas mengamati
tahapan proses kerja peralatan dan menganalisa kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab
kecelakaan untuk dijadikan sebagai pedoman prosedur kerja. Aktivitas itu disebut :
a. Job Safety Analisis
b. Job Safety Ovsevation
c. Analisa kecelakaan
d. Safety audit
19. P2K3 yang dibentuk di suatu perusahaan terdiri dari unsur :
a. Bipartite
b. Tripartite
c. Organisasi pekerja
d. Organisasi independen
20. Manajemen K3 merupakan integral dari manajemen perusahaan adalah mutlak diperlukan untuk
penanganan masalah K3.
a. Dari awal perencanaan sampai pengoperasian perusahaan
b. Pada pelaksanaan proses produksi
c. Sejak dibentuk P2K3
Nah, sekarang ada soal pilihan ganda soal Past Test Penyelenggaraan Evaluasi dan Penunjukan
Ahli K3 dengan kategori soal tentang Konstruksi Bangunan, Instalasi Listrik dan Penanggulangan
Kebakaran. OK bisa langsung saja kita pelajari soal-soal berikut:

1. Pengujian kualitas alat pemadam api ringan (APAR) antara lain berupa :
a. Kondisi bejana APAR nya saja
b. Kondisi bejana APAR dan kualitas obat pengisinya
c. Cara penempatan dan peralatannya
2. Sistem penanggulangan kebakaran aktif, merupakan langkah penting dalam system
penanggulangan kebakaran, jenisnya dianataranya adalah :
a. Keadaan kualitas gedung dan perlengkapannya
b. Instalasi penanggulangan kebakaran permanen maupun temporer
c. Jawaban a dan b benar
d. Jawaban a dan b salah
3. Intalasi penangkal petir radio aktif, saat ini telah tidak diijinkan untuk dipasang di Indonesia,
sebab mengundang bahaya potensial berupa :
a. Exposure radio aktif
b. Kurang efektif menyalurkan arus petir
c. Sulit cara pemasangannya
4. Pelaksanaan K3 Listrik dan penanggulangan kebakaran dilaksanakan dengan pola preventif,
apakah yang dimaksud dengan pola tersebut ?
a. Dimulai dari saat perencanaan
b. Dilaksanakan setelah ada kejadian kecelakaan
c. Dilakukan perawatan rutin
d. Dimulai saat pelaksanaan
5. Yang termasuk system proteksi kebakaran pasif antara lain
a. Kualitas bahan bangunan
b. Alat pemadam api ringan
c. Sarana evakuasi
d. Hydran
6. Ada 3 (tiga) jenis pompa hydrant / sprinkler yaitu :
a. Pompa listrik, pompa air, pompa bensin
b. Pompa listrik, pompa diesel dan pompa jockey
c. Popa utama, pompa jocky dan pompa cadangan
7. Untuk mendeteksi kebakaran pada ruangan yang cenderung memiliki suhu yang berubah-ubah
sebaiknya dipasang detector :
a. Asap type ionisasi
b. Panas type suhu tetap
c. Panas type kenaikan suhu
d. Jawaban a, b dan c benar
8. Penggunaan media pemadam Halon Total Flooding System dibatasi penggunaannya di Indonesia,
disebabkan :
a. Kualitas pemadam buruk
b. Harga satuan mahal
c. Merusak lingkungan (lapisan ozon)
d. Jawaban a, b dan c benar
9. Beberapa persyaratan yg harus diperhatikan dalam rangka memadamkan kebakaran antara lain :
a. Mengetahui arah angin
b. Mengetahui jenis benda yang terbakar
c. Mengetahui kondisi bangunan
d. (a), (b) dan (c) benar
10. Dalam sistem jaminan keamanan pada jalur tangga darurat dari pengaruh gas atau asap akibat
kebakaran, diperlukan perlengkapan :
a. Fan sistem penyedot
b. Fan sistem takanan udara
c. Semuanya benar
d. Semuanya salah
11. Setiap instalasi penyalur petir harus dilengkapi dengan pembumian sekurang-kurangnya :
a. 1 (satu) buah
b. 3 (tiga) buah
c. 2 (dua) buah
d. 4 (empat) buah
12. Sudut perlindungan setiap penerima petir adalah :
a. 90 ̊
b. 112 ̊
c. 120 ̊
d. 180 ̊
13. Potensi bahaya pada instalasi listrik diantaranya :
a. Beban lebih
b. Kebakaran
c. Panas
d. Peledakan
14. Sistem instalasi penyalur petir yang berlaku adalah :
a. Sistem radioaktif
b. Sistem konvensional dan elektrostatik
c. a dan b benar
d. a dan b salah
15. Alat yang digunakan untuk mengukur kehandalan elektroda pembumian instalasi penyalur petir
adalah :
a. Mega ohm meter
b. Insulation tester
c. Earth Resistans tester
d. Sound level meter
16. Untuk mendeteksi kebakaran di ruang genset sebaiknya dipasang detector kebakaran jenis :
a. Asap tipe ionisasi
b. Panas tipe kenaikan suhu
c. Panas tipe suhu tetap
d. Jawaban a, b dan c benar
17. Dasar hukum pengawasan K3 Konstruksi Bangunan antara lain :
a. UU No. 1 Tahun 1970
b. Permen No. 1 Tahun 1980
c. SKB Menaker dan Menteri PU No. Kep. 174/Men/1986
No. 104/Kepts/1986
d. Jawaban a, b dan c benar
18. Pengawasan K3 Konstruksi Bangunan dilakukan pada setiap tahapan pekerjaan yaitu :
a. Perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan
b. Penggalian, pembetonan
c. Pemasangan tiang-tiang bangunan
d. Jawaban a, b dan c benar
19. Yang bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang terjadi pada pelaksanaan pembangunan
gedung adalah :
a. Konsultan perencana
b. Pemberi tugas
c. Kontraktor
d. Supplier material
20. Setiap pekerjaan konstruksi bangunan akan dimulai pengurus membentuk unit K3 yang berfungsi
untuk :
a. Usaha-usaha pencegahan kecelakaan, kebakaran, peledakan dan penyakit akibat
kerja
b. Usaha-usaha pertolongan pertama pada kecelakaan
c. Usaha-usaha penyelamatan
d. Jawaban a, b dan c benar
21. Pengawasan K3 Sarana Bangunan meliputi :
a. Semua instalasi dari tahapan kegiatan pembangunan konstruksi bengunan mulai dari
kegiatan pelaksanaan, serah terima pekerjaan sampai dengan masa
pemeliharaan/perawatan.
b. Semua peralatan dari tahapan kegiatan pembangunan konstruksi bangunan mulai dari
kegiatan pelaksanaan, serah terima pekerjaan sampai dengan masa pemeliharaan/perawatan
c. Semua sarana pendukung mulai dari kegiatan pelaksanaan, serah terima pekerjaan sampai
dengan masa pemeliharaan/perawatan
d. Jawaban a, b dan c benar
22. Tahapan pelaksanaan konstruksi bangunan terdiri dari :
a. Rancangan teknis pelaksanaan & pasca konstruksi
b. Rancangan teknis pelaksanaan
c. Rancangan pasca konstruksi
d. Jawaban a, b dan c benar
23. Salah satu bentuk pengawasan K3 konstruksi bangunan yaitu :
a. Akte Pengawasan Tempat Kerja Kegiatan Konstruksi Bangunan
b. Wajib lapor Pekerjaan / Proyek Konstruksi Bangunan
c. Daftar Periksa / Checklist K3 Bangunan Tinggi
d. Jawaban a, b dan c benar
24. Langkah-langkah dalam melakukan tahapan kegiatan konstruksi bangunan yaitu :
a. Akte Pengawasan Tempat Kerja Kegiatan Konstruksi Bangunan
b. Standar Operation Procedure
c. Daftar Periksa / Checklist K3 Banguanan Tinggi
d. Wajib Lapor Pekerjaan / Proyek Konstruksi Bangunan
25. Petugas teknis K3 yang mengkoordinir pelaksanaan K3 terhadap seluruh tahapan pekerjaan
konstruksi banguanan adalah :
a. Construction Safety Engineer
b. Construction Safety Inspector
c. Construction Safety Officer
d. Jawaban a, b dan c benar

26. Lantai kerja yang aman adalah lantai kerja yang memiliki resistansi isolasi sekurang-kurangnya
sebesar :
a. 10 kilo – ohm
b. 25 kilo – ohm
c. 50 kilo – ohm
d. 75 kilo – ohm
27. Pemasangan instalasi listrik di Indonesia pada saat ini berpedoman kepada :
a. Peraturan Umum Instalasi Listrik 1987 (PUIL 1987)
b. Peraturan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000)
c. Peraturan Umum Instalasi Listrik 2001 (PUIL 2001)
28. Apa kemungkinan bahaya yang dapat dialami seseorang terhadap instalasi listrik ?
a. Bahaya sambaran petir
b. Bahaya sentuh langsung
c. Bahaya sentuh tidak langsung
d. Jawaban b dan c benar
29. Apa yang dimaksud dengan bahaya sentuh langsung ?
a. Sentuh pada bagian konduktif yang merupakan bagian dari listriknya, yang dalam
keadaan kerja normal umumnya bertegangan dan atau dialiri arus
b. Sentuh pada bagian konduktif terbuka perlengkapan atau instalasi listrik yang menjadi
bertegangan akibat kegagalan isolasi
c. Sentuh pada bagian yang tidak konduktif dari perlengkapan atau instalasi listrik
30. Standar Nasional Indonesia No. SNI-04-0225-2000 tentang Peraturan Umum Instalasi Listrik
Indonesia 2000 (PUIL 2000) diberlakukan melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi nomor :
a. Permenaker No. Per.04/Men/1988
b. Kepmenakertrans No. Kep.75/Men/2000
c. Kepmenakertrans No. Kep.75/Men/2001
d. Kepmenakertrans No. Kep.75/Men/2002
31. Dalam persyaratan untuk Badan Pengusahaan Listrik, antara lain disyaratkan :
a. Harus mempunyai teknisi yang memiliki kompetensi K3 di bidang listrik yang
disahkan oleh Kemenakertrans RI
b. Harus memiliki ahli K3 umum
c. Tidak harus memiliki teknisi
d. Semua jawaban a, b dan c benar
32. Kegagalan isolasi dari suatu instalasi listrik harus dicegah terutama dengan cara :
a. Perlengkapan listrik harus dirancang dan dibuat dengan baik
b. Bagian aktif harus diisolasi dengan bahan yang tepat
c. Instalasi listrik harus dipasang dengan baik
d. Semua jawaban a, b dan c benar
33. Syarat-syarat keselamatan kerja ditetapkan melalui peraturan perundangan salah satunya
persyaratan untuk mencegah terkena aliran listrik. Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip
teknis ilmiah menjadi kumpulan ketentuan yang susun secara :
a. Acak, samara dan praktis
b. Teratur, samara dan Praktis
c. Teratur, jelas dan praktis
d. Jawaban diatas tidak ada yang benar
34. Instansi yang berwenang menurut PUIL 2000 adalah :
a. Lembaga yang memuat PUIL
b. Instansi yang memberlakukan PUIL
c. Badan Standar Indonesia
d. Badan pengusahaan listrik
35. Pengawasan instalasi penyalur petir diatur berdasarkan :
a. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per.02/Men/1989
b. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per.04/Men/1987
c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per.04/Men/1985
d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per.01/Men/1979
36. Perancah (Scaffolding) merupakan bangunan peralatan yang dibuat sementara yang berguna
untuk :
a. Penyangga tenaga kerja
b. Penyangga bahan
c. Penyangga peralatan
d. Semua jawaban benar
37. Perancah (Scaffolding) dipakai harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Harus diberi lantai papan yang kuat dan rapat
b. Tidak harus diberi lantai papan yang kuat dan rapat
c. Harus diberi pagar pengaman, apabila tingginya lebih dari 2 (dua) meter
d. Jawaban a dan c benar
38. Instalasi penyalur petir secara umum harus memenuhi persyaratan :
a. Kemampuan perlindungan secara teknis
b. Ketahanan mekanis
c. Ketahanan terhadap korosi
d. Semua jawaban benar
39. Penggunaan lift yang salah yaitu :
a. Kapasitas angkut lift tidak dicantumkan dan dipasang dalam kereta
b. Kapasitas angkut harus sesuai dengan kapasitas angkut sesuai dengan ijin lift
c. Kapasitas angkut lift dicantumkan dan dipasang dalam kereta
d. Penetapan jumlah orang yang diangkut berdasarkan SNI yang berlaku
40. Surat ijin operasi pemakaian lift berlaku selama :
a. 2 (dua) tahun dan dapat diperbaharui kembali
b. 3 (tiga) tahun dan dapat diperbaharui kembali
c. 5 (lima) tahun dan dapat diperbaharui kembali
d. Tidak ada yang benar

Sekian postingan dari saya, semoga bermanfaat dan tunggu postingan selanjutnya

Anda mungkin juga menyukai