Menyatakan, adalah benar tulisan yang saya sampaikan untuk UAS hukum perbankan
merupakan tulisan saya sendiri, memenuhi persyaratan anti Plagiarism dan dapat
dipertanggung jawabkan apabila terdapat kesamaan tulisan dengan tulisan orang lain.
2b.
Perumusan 5 (lima) delik pada Pasal 49 ayat (1), ayat 2 (a) dan (b) UU Nomor 7 Tahun 1992
Tentang Perbankan juncto UU Nomor 10 Tahun 1998 menganut asas Ultimum Remedium
Alasannya adalah karena ketentuan pidana yang ada pada Undang Undang tersebut
diberikan kepada pelaku jasa perbankan apabila tidak melaksanakan langkah-langkah yang
diperlukan untuk memastikan ketaatan bank.
Hal tersebut juga dapat ditemukan dalam Putusan No: 192/Pid.B/2017/PN Cbn dengan
terdakwa EUIS NURFEBIAWATI Binti JONI MULYADI yang langsung dihukum pidana dengan
pidana penjara 5 (lima) tahun dan denda Rp. 10.000.000.000,00 atas perbuatannya yaitu
dengan sengaja menghubah,menghapus, dan mengaburkan suatu dokumen perbankan.
JAWABAN SOAL NOMOR 3
3a
Dalam mengajukan permohonan izin Penyertaan Modal, Bank harus memenuhi
persyaratan:
a. rasio kewajiban penyediaan modal minimum sesuai profil risiko;
b. memiliki tingkat kesehatan dengan peringkat komposit 1 (satu) atau 2 (dua)
berdasarkan penilaian tingkat kesehatan Bank selama 2 (dua) periode terakhir secara
berturut-turut; dan
c. Penyertaan Modal:
1. tidak mengganggu kelangsungan usaha Bank; dan
2. tidak meningkatkan profil risiko Bank secara signifikan.
3b
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Prinsip Kegiatan
Penyertaan Modal Oleh Bank Umum
4b
OJK tidak dapat memberhentikan pengurus Bank, kewenangan OJK terkait dengan pengurus
Bank adalah sebatas memberi penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon pemegang
saham pengendali, calon anggota direksi, dan calon anggota dewan komisaris bank sesuai
dengan Surat Edaran OJK No. 39/SEOJK.03/2016 tentang Penilaian Kemampuan dan
Kepatutan Bagi Calon Pemegang Saham Pengendali, Calon Anggota Direksi dan Calon
Anggota Dewan Komisaris Bank
4c
Jaminan merupakan keyakinan bank atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur
untuk melunasi kewajiban hutangnya sesuai perjanjian.
Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada bank dalam
rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;
Dasar Hukum: Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 1 ayat 23, tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992
4d
Cross-collateralization adalah istilah yang digunakan ketika agunan untuk satu pinjaman juga
digunakan sebagai jaminan untuk pinjaman lain. Jika seseorang telah meminjam dari bank
yang sama pinjaman rumah yang dijamin dengan rumah, pinjaman mobil yang dijamin
dengan mobil, dan seterusnya, aset ini dapat digunakan sebagai agunan silang untuk semua
pinjaman.
Cross Default merupakan sebuah klausul yang memberikan suatu kewenangan kepada bank
untuk dapat mengakhiri perjanjian kredit dengan nasabah tanpa diperlukan somasi atau
peringatan.
4e
Bail in merupakan masalah keuangan yang dialami oleh perbankan yang diatasi dengan cara
pemberian tambahan modal yang diberikan pemilik (owner bank) dan atau pinjaman dari
kreditur lain (pihak ketiga).
Bail out merupakan masalah keuangan yang dialami oleh perbankan yang diatasi dengan
cara mendapatkan injeksi bantuan keuangan dari eksternal (Pemerintah).
Dasar Hukum Pasal 11 ayat (4) dan ayat (5) UU No. 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia.
4f
Systemically Important Bank adalah bank yang profil risiko sistemiknya dianggap penting
sehingga kegagalan bank tersebut dapat memicu krisis keuangan yang lebih luas dan
mengancam perekonomian global.
Flight to quality, yaitu perpindahan dana dari bank kecil-menengah (kelompok bank Buku 1,
2 dan 3) ke kelompok bank besar (Buku 4), terutama pada kelompok bank BUMN.
Perbankan Syariah
Restrukturisasi Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada pasal 55 ayat (1) Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 16/POJK.03/2014 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dilakukan antara lain melalui:
● Penjadwalan kembali (rescheduling)
● Persyaratan kembali (reconditioning),
● Penataan kembali (restructuring),
5c
Opsi akad yang dapat dipilih dalam hal pembiayaan Murabahah bermasalah kemudian
dilakukan restrukturisasi oleh bank Syariah adalah:
1. Penjadwalan kembali (rescheduling) yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban
nasabah atau jangka waktunya.
2. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat
pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada
bank, antara lain : Perubahan jadwal pembayaran, Perubahan jumlah angsuran, Perubahan
jangka waktu, dan Pemberian potongan.
3. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat pembiayaan yang
menyangkut penambahan dana fasilitas pembiayaan bank dan/atau, konversi akad
pembiayaan; dan atau konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara
Dasar Hukum: Pasal 55 ayat 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 16/ POJK.03/2014
tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 8/SEOJK.03/2015 tentang Penilaian Kualitas
Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Dasar Pengawasan Bank oleh OJK pada pasal 7 UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK yaitu
mengawasi:
● pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank
● pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank
● pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank
● pemeriksaan bank.
Upaya yang dapat dilakukan untuk penyehatan bank dalam hal suatu bank mengalami
permasalahan likuiditas dan atau solvabilitas adalah dengan Penyertaan Modal Sementara
oleh LPS sebagaimana diatur dalam UU No. 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin
Simpanan, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan Dan Penanganan
Krisis Sistem Keuangan sebagaimana dicabut sebagian oleh Pasal 20 dan 21 mengatur
mengenai upaya penyehatan bank dari permasalahan likuiditas dan/atau solvabilitas dalam
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020
JAWABAN SOAL NOMOR 6
6a.
Perbedaan Kantor Cabang Bank Asing dengan Kantor Perwakilan Bank Asing di Indonesia
adalah:
Kantor Cabang adalah kantor bank yang secara langsung bertanggung jawab kepada kantor
pusat bank yang bersangkutan, dengan alamat tempat usaha yang jelas dimana kantor
cabang tersebut melakukan usahanya;
Dasar Hukum: Pasal 1 ayat 19 Undang Undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan
Kantor Cabang Bank Asing adalah kantor cabang dari bank asing yang didirikan berdasarkan
hukum asing dan berkantor pusat di luar negeri yang secara langsung dan tidak langsung
bertanggung jawab kepada kantor pusat bank asing yang bersangkutan dan mempunyai
alamat serta tempat kedudukan di Indonesia.
Dasar Hukum: Pasal 1 ayat (2) Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 1 Tahun 2022
Tentang Likuidasi Bank
6b.
Boleh, apabila transaksi tersebut memenuhi unsur transaksi keuangan mencurigakan
sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Republik Indonesia Nomor 23 /Pojk.01/2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 12/Pojk.01/2017 Tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang
Dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Di Sektor Jasa Keuangan sebagai berikut:
Pasal 42 ayat 4
Dalam hal PJK menduga adanya transaksi keuangan terkait dengan tindak pidana Pencucian
Uang dan Pendanaan Terorisme, dan PJK meyakini bahwa proses CDD akan melanggar
ketentuan anti tipping- off, PJK wajib menghentikan prosedur CDD dan wajib melaporkan
Transaksi Keuangan Mencurigakan tersebut kepada PPATK.
Pasal 54 ayat 2
Dalam hal Bank Penerus dan/atau Bank Penerima menerima perintah transfer dari Bank
Pengirim di luar negeri yang tidak dilengkapi dengan informasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a angka 1, Bank Penerus dan/atau Bank Penerima dapat:
a. melaksanakan Transfer Dana;
b. menolak untuk melaksanakan Transfer Dana; atau
c. menunda transaksi Transfer Dana,
disertai dengan tindak lanjut yang memadai.
Pasal 2 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 64/POJK.03/2016 Tahun 2016
tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah (“Peraturan
OJK 64/2016”) mengatur bahwa Bank Konvensional dapat melakukan perubahan kegiatan
usaha menjadi Bank Syariah.
Alasan saya menyarankan opsi tersebut adalah karena Bank Konvensional tersebut hanya
perlu menyesuaikan dan merubah izin perubahan kegiatan usaha, dibanding harus
membuat dan mendirikan badan usaha baru.
Spin off atau Pemisahan Unit Usaha Syariah dari Bank Umum Konvensional adalah upaya
pemisahan Unit Usaha Syariah dari Bank Umum Konvensional
Jawaban 9.b
Jumlah Modal yang harus disetor untuk pendirian Bank Umum Syariah (BUS) hasil Spin Off
berdasarkan PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 59 /POJK.03/2020 TENTANG
PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMISAHAN UNIT USAHA SYARIAH adalah:
Jadi, bagi BUS hasil Pemisahan yang menjadi perusahaan anak dalam struktur kelompok
usaha bank wajib mempunyai modal disetor paling sedikit Rp1.000.000.000.000,00 (satu
triliun rupiah).
Sedangkan bagi BUS hasil Pemisahan yang menjadi perusahaan induk, ditunjuk sebagai
pelaksana perusahaan induk, atau tidak berada dalam struktur kelompok usaha bank wajib
mempunyai modal disetor paling sedikit Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah).
Jawaban 9.c
Berdasarkan pasal 22 ayat (1) huruf e PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR
59 /POJK.03/2020 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMISAHAN UNIT USAHA
SYARIAH sebagai berikut:
1. Rencana Pemisahan UUS dari BUK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 harus
disampaikan oleh BUK yang memiliki UUS dan BUS penerima Pemisahan kepada
Otoritas Jasa Keuangan dilampiri dengan:
Menunjukan bahwa apabila tidak ada keinginan UUS hasil spin off untuk melakukan
perubahan dalam Dewan Pengawas Syariah maka DPS sebelumnya secara otomatis dapat
menjadi DPS setelah hasil Spin Off.
Jawaban 9.d
Konsekuensi hukum bagi BUK yang memiliki UUS namun tidak melakukan Spin Off setelah
tanggal 15 Juli 2023 adalah Bank Indonesia sebagai bank sentral akan memberikan sanksi
administratif hingga berupa sanksi pencabutan izin operasional bagi BUK tersebut. (Dasar
hukum: Pasal 40 jo Pasal 62 PBI NOMOR 11/10/PBI/2009 TENTANG UNIT USAHA SYARIAH)
11.2
Walupun Promisory notes menghimpun dana dari masyarakat, PN merupakan surat hutang
yang bukan merupakan produk perbankan, sehingga dalam penerbitannya tidak perlu
meminta izin OJK terlebih dahulu, namun dalam penerbitannya SBK harus memperoleh izin
dari BI sebagaimana diatur pada Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 20/1
/PADG/2018 Tentang Penerbitan Dan Transaksi Surat Berharga Komersial Di Pasar Uang dan
penerbitan serta transaksinya harus melalui pasar uang, sehingga apa yang dilakukan oleh
PT NBW merupakan pelanggaran dan dapat dikenakan sanksi sesuai pada ketentuan pasal
132 Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 20/1 /PADG/2018 Tentang Penerbitan Dan
Transaksi Surat Berharga Komersial Di Pasar Uang.
11.3
Kegiatan menghimpun dana yang dilakukan oleh PT WBN bukanlah tindak pidana, namun
apa yang diperbuat PT WBN tidak sesuai dengan peraturan yang ada, sehingga PT WBN
disini telah melanggar administrasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Anggota Dewan
Gubernur Nomor 20/1 /PADG/2018 Tentang Penerbitan Dan Transaksi Surat Berharga
Komersial Di Pasar Uang. dan dapat dikenakan sanksi administratif.
Kegagalan PT WBN dalam mengembalikan pokok pinjaman kepada Investornya bukan
merupakan tindak pidana, hal tersebut dikarenakan PN dibuat atas dasar perjanjian,
sehingga apabila PT WBN tidak dapat mengembalikan pokok pinjaman, maka PT WBN
wanprestasi terhadap perjanjian yang telah diperjanjikan kepada investornya. (1243
KUHPerdata)
12.4.
Apabila saya menjadi Penasehat Hukum dari ketiga mantan pegawai Bank tersebut, dalil-
dalil apa yang saya sampaikan dalam persidangan adalah:
(ZA Sub Branch Manager): Bahwa apa yang diperbuat ZA bukanlah TPPU dan bukan Tindak
Pidana Korupsi, melainkan GG hanya melakukan penggelapan dalam jabatan yaitu 374 KUHP
GG (Marketing Manager): Bahwa yang diperbuat GG bukanlah TPPU dan bukan Tindak
Pidana Korupsi, melainkan GG hanya melakukan penggelapan dalam jabatan yaitu 374 KUHP
dan GG pun bertindak atas perintah dari ZA selaku main actor/pemeran utama dari
persengkongkolan tersebut.
SS (Customer Service): Bahwa SS diancam dan ditekan untuk memberikan data tersebut
oleh ZA selaku atasan, karena ZA mengancam apabila SS tidak membantu, ZA akan merusak
karir SS