Anda di halaman 1dari 12

JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO

Volume 8, Nomor 2, April 2019


Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Dyah Ayu Sudarmawan, Nahwa Arkhaesy, MS Anam

PERBEDAAN HASIL FUNGSI PARU PADA REMAJA DENGAN OSA


(OBSTRUCTIVE SLEEP APNEU) DAN TANPA OSA
Dyah Ayu Sudarmawan1, Nahwa Arkhaesy2, MS Anam2
1
Mahasiswa Program Pendidikan S-1 Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro
2
Staf Pengajar Ilmu Kesehata Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. H. Soedarto, SH., Tembalang-Semarang 50275, Telp. 02476928010

ABSTRAK
Latar belakang : Obstructive Sleep Apneu (OSA) adalah salah satu bentuk gangguan tidur
yang ditandai dengan episode berulang dari obstruksi total saluran napas bagian atas selama
tidur. Fungsi paru pada remaja normal akan menunjukkan hasil pemeriksan yang baik, namun
belum diketahui dengan pasti bagaimana fungsi paru pada remaja dengan OSA. Parameter
pengukuran fungsi paru yang paling mudah dan sederhana adalah dengan menggunakan peak
flow meter dan spirometer. Tujuan : Untuk mengetahui perbedaan hasil spirometri dan peak
flow meter pada remaja dengan obstructive sleep apnea dan tidak. Metode : Desain penelitian
yang digunakan adalah cross sectional. Subjek penelitian berjumlah 238 siswa SMP di Kota
Semarang yang dipilih secara random sampling. Analisis data statistic menggunakan uji
Mann whitney untuk menguji variabel tinggi badan, berat badan, usia, PEFR, FEV1,
FEV1/FVC, dan PEF, uji t berpasangan untuk menguji FVC, uji fisher untuk menguji variable
merokok, serta uji chi square untuk menguji variable aktifitas fisik. Hasil : Ada perbedaan
bermakna antara PEFR, FEV1, FVC, dan PEF pada remaja dengan OSA dan tanpa OSA
(p<0,001). Tidak ada perbedaan bermakna antara FEV1/FVC pada remaja dengan OSA dan
tanpa OSA (p=0,301). Tidak ada perbedaan bermakna antara variabel-variabel perancu pada
remaja dengan OSA dan tanpa OSA (p>0,05), namun ada perbedaan bermakna dari aktifitas
fisik yang artinya mempengaruhi nilai fungsi paru (p=0,005). Kesimpulan : Ada perbedaan
hasil fungsi paru pada remaja dengan OSA dan tanpa OSA yang dipengaruhi oleh aktifitas.
Kata kunci : Obstructive sleep apneu (OSA), peak flow meter, spirometer, remaja

ABSTRACT
DIFERRENCE OF PULMONARY FUNCTION BETWEEN ADOLESENCENT WITH
OBSTRUCTIVE SLEEP APNEU (OSA) AND WITHOUT OSA
Background: Obstructive Sleep Apnea (OSA) is a form of sleep disorder characterized by
repeated episodes of total obstruction of the upper airway during sleep. Lung function in
normal adolescents will show good results, but it is not known exactly how the lung function
in adolescents with OSA. The easiest and simplest lung function measurement parameter is to
use a peak flow meter and spirometer. Objective: To determine differences in the results of
spirometry and peak flow meter in adolescents with obstructive sleep apnea and not. Method:
The research design used was cross sectional. The research subjects were 238 junior high
school students in Semarang City who were selected by random sampling. Analysis of
statistical data using the Mann Whitney test to test variables for height, weight, age, PEFR,
FEV1, FEV1 / FVC, and PEF, paired t test to test FVC, fisher test to test smoking variables,
and chi square test to test variables physical activity. Results: There were significant
differences between PEFR, FEV1, FVC, and PEF in adolescents with OSA and without OSA
(p <0.001). There was no significant difference between FEV1 / FVC in adolescents with
OSA and without OSA (p = 0.301). There was no significant difference between confounding
variables in adolescents with OSA and without OSA (p> 0.05), but there were significant

681 JKD : Vol. 8, No. 2, April 2019 : 681-692


JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 2, April 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Dyah Ayu Sudarmawan, Nahwa Arkhaesy, MS Anam

differences in physical activity which meant influencing pulmonary function values (p =


0.005). Conclusion: There are differences in pulmonary function results in adolescents with
OSA and without OSA that are influenced by activity.
Keywords: Obstructive sleep apnea (OSA), peak flow meter, spirometer, adolescents

PENDAHULUAN peak flow meter , spirometri sederhana,


Obstructive sleep apnea merupakan dan spirometri yang memakai gas
salah satu bentuk gangguan tidur yang tertentu.6 Pemeriksaan dengan spirometer
ditandai dengan episode berulang dari digunakan untuk mengukur jumlah udara
obstruksi total pada saluran napas bagian yang dihembuskan dari volume paru total
atas selama tidur.1 Insidensi OSA ke volume residu. Pada umumnya,
diperkirakan 1-10% dari populasi umum.2 kapasitas fungsi paru yang diukur
Sedangkan insidensi pada anak menggunakan spirometri adalah Vital
diperkirakan adalah 1-4%.3,4 Beberapa Capacity (VC), Forced Vital Capacity
keadaan dapat merupakan faktor risiko (FVC), Forced Expiratory in One second
OSA seperti hipertofi adenoid dan atau (FEP1) dan Voluntary Ventilation Maximal
tonsil, obesitas, disproporsi sefalometri, (VVM). Alat ini diindikasikan untuk
kelainan daerah hidung. OSA pada anak diagnostik dan monitoring evaluasi pada
berbeda dengan dewasa baik faktor risiko penderita kelainan fungsional paru yang
maupun tata laksananya. Manifestasi klinis bersifat kronik baik obstruktif maupun
OSA pada anak adalah kesulitan bernafas restriktif seperti asma, PPOK, emfisema.
pada saat tidur, mendengkur, hiperaktif, Sedangkan Peak Flow Meter digunakan
mengantuk pada siang hari, dan kadang- untuk mengukur jumlah aliran Peak
kadang enuresis.5 expiratory Flow Rate (PEFR) ,
Pemeriksaan fisiologi paru-paru Pengukuran PEFR ini dibandingkan
bertujuan untuk mengukur kemampuan dengan nilai terbaik sebelumnya untuk
paru-paru dalam tiga tahap respirasi, mendiagnosis asma. Peak flow meter lebih
meliputi pemeriksaan ventilasi, difusi, dan mudah didapat dan mudah digunakan
perfusi. Hasil pemeriksaan tersebut dapat masyarakat untuk mengetahui hasil fungsi
digunakan untuk menilai status kesehatan paru. Nilai normal dari volume dan
atau fungsi paru pada setiap individu yang kapasitas paru bervariasi tergantung pada
diperiksa. Pengukuran ventilasi ini dapat jenis kelamin, usia, tinggi badan dan berat
menggunakan alat-alat sederhana seperti badan.7–10

JKD : Vol. 8, No. 2, April 2019 : 681-692


682
JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 2, April 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Dyah Ayu Sudarmawan, Nahwa Arkhaesy, MS Anam

Peak expiratory Flow Rate (PEFR) tidak bisa memberikan jawaban untuk
adalah kecepatan maksimum aliran udara pertanyaan kuisoner yang ditanyakan oleh
yang terjadi pada saat seseorang peneliti. Pemilihan subjek penelitian
melakukan ekspirasi secara paksa secara diperoleh dengan menggunakan metode
cepat yang dimulai dari posisi inspirasi simple random sampling .Variabel bebas
maksimal. Interpretasi PEFR, apabila dalam penelitian ini adalah FEV1, FVC,
terjadi penurunan menandakan ada Rasio FEV1/FVC, Variabel terikat dalam
hambatan aliran udara di saluran penelitian ini adalah kejadian Obstructive
pernapasan.11 Pengukuran nilai PEFR Sleep Apneu (OSA) dan tanpa OSA pada
sebaiknya dibandingkan dengan nilai remaja.
terbaik sebelumnya, bukan nilai prediksi Data OSA dan tanpa OSA
normal; kecuali tidak diketahui nilai diperoleh dari pertanyaan kuisoner, yang
terbaik penderita yang bersangkutan.10 ditanyakan oleh peneliti kepada orangtua/
wali dari responden melalui pengisian
METODE kuesioner Berlin, sedangkan data identitas
Penelitian ini menggunakan jenis subjek penelitian diperoleh dari data
penelitian analitik observasional dengan kuesioner yang diisi oleh subjek penelitian.
desain kasus crossectional. Penelitian Selain itu, peneliti menggunakan kuesiner
mencakup ruang lingkup Ilmu bagian PAQ-C untuk mengetahui pengaruh dari
Anak. Penelitian ini Penelitian ini aktifitas fisik subjek penelitian yang diisi
dilakukan di beberapa SMP di Kota oleh subjek penelitian tanpa diwakilkan.
Semarang pada bulan April-Oktober 2018. Data yang diperoleh dilakukan uji Chi
Subjek penelitian adalah siswa SMP di square dan Fisher, sedangkan untuk
Kota Semarang dengan kriteria inklusi perbandingan antar kelompok paparan
berupa Usia pasien 13-14 tahun, bersedia dilakukan uji Mann Whitney dan t
diikutsertakan dalam penelitian ini setelah independent test.
mendapatkan informed concent dari
peneliti, dan kriteria ekslusi berupa pasien HASIL
dengan riwayat penyakit berat (misal : Penelitian ini telah dilakukan pada
Penyakit Paru Kronik, Penyakit Jantung) bulan April-Oktober 2018 dan berhasil
dan orang tua atau pendamping pasien mengumpulkan sebanyak 62 sampel

683 JKD : Vol. 8, No. 2, April 2019 : 681-692


JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 2, April 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Dyah Ayu Sudarmawan, Nahwa Arkhaesy, MS Anam

remaja usia 13-14 tahun yang terdiri atas Negeri 21 dengan 26 subjek, SMP Kartika
31 subjek penderita OSA dan 31 subjek III-2 dengan 6 subjek, dan SMP
tanpa OSA. Berdasarkan hasil penelitian Mardisiswa 1 dengan 3 subjek.
didapatkan distribusi subjek penelitian Karakteristik subjek penelitian disajikan
yaitu SMP Negeri 12 dengan 11 subjek, dalam tabel berikut.
SMP Negeri 27 dengan 16 subjek, SMP
Tabel 1. Karakteristik subjek
Karakteristik Subjek OSA Tanpa OSA
Usia (tahun)
13 22 (70,9%) 20 (64,5%)
14 9 (29,1%) 11 (35,5%)
Jenis Kelamin
L 14 (45,2%) 16 (51,6%)
P 17 (54,8%) 15 (48,4%)
Berat Badan (kg) 41 (26-79) 51 (33-97)
Tinggi Badan (cm) 154 (130-175) 155 (144-177)

Penelitian ini menunjukkan Perbedaan Fungsi Paru pada Remaja


persebaran data yang tidak normal, dengan OSA dan Tanpa OSA
sehingga hasil penelitian ditampilkan Spirometri dan Peak flow meter
dalam data median, antara lain berat badan digunakan dalam penelitian ini untuk
dan tinggi badan. Dari 238 siswa SMP di menilai FVC, FEV1, FEV1/FVC, PEF, dan
Kota Semarang, didapatkan prevalensi PEFR. Karakteristik nilai fungsi paru yang
remaja Obstructive Sleep Apneu (OSA) diperiksa menggunakan peak flow meter
dan tanpa OSA di Kota Semarang yang dan spirometer pada remaja dengan OSA
disajikan dalam tabel sebagai berikut. dan tanpa OSA disajikan dalam tabel
sebagai berikut.
Tabel 2. Prevalensi Remaja OSA di Kota
Semarang
Kejadian OSA Jumlah Persentase
Ya 34 14,28%
Tidak 204 85,72%

JKD : Vol. 8, No. 2, April 2019 : 681-692


684
JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 2, April 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Dyah Ayu Sudarmawan, Nahwa Arkhaesy, MS Anam

Tabel 3. Perbedaan fungsi paru pada remaja dilakukan uji beda, data tersebut diuji
OSA dan Non OSA normalitasnya terlebih dahulu
Variabel OSA p menggunakan uji saphiro wilk karena data
Ya Tidak <50 dan didapatkan distribusi nilai FVC,
PEFR Peak
FEV1, dan PEFR pada semua subjek
Flow
normal, sehingga dilanjutkan dengan uji
Rerata ± 280 (140- 370 (220- 0,005‡*
beda yaitu uji t tidak berpasangan. Pada
Simpang Baku 410) 410)
nilai FEV1/FVC dan PEF didapatkan
VEP1
Rerata ± 67 (24- 86 (67- <0,001‡*
distribusi data yang tidak normal pada

Simpang Baku 107) 110) salah satu subjek, sehingga perlu diuji
FVC menggunakan Uji Mann Whitney sebagai
Rerata ± 61.13 ± 77.23 ± <0,001§* uji beda.
Simpang Baku 14.07 10.58 Penelitian ini menggunakan
VEP1/FVC Spirometri dan Peak flow meter untuk

Median (min- 111 (77- 112 (95- 0,301 mengetahui nilai fungsi paru pada remaja
maks) 119) 125)
dengan Obstructive Sleep Apneu (OSA)
PEF
dan tanpa OSA. Pengukuran spirometri
Median (min- 72 (11- 81 (59- 0,001‡*
yang dilakukan pada 62 subjek tersebut
maks) 93) 124)
menghasilkan interpretasi, sebagai berikut:
Keterangan : ‡ Mann Whitney; § Independent t,
* Significant
Data pada tabel menunjukkan hasil
uji pengukuran fungsi paru pada remaja
dengan OSA dan tanpa OSA. Sebelum

Tabel 4. Nilai fungsi paru pada remaja OSA dan Non OSA
Status OSA
Interpretasi Spirometri
OSA Tanpa OSA
Normal 2 (6,45%) 8 (25.81%)
Obstruksi Ringan 5 (16,12%) 16 (51,62%)
Obstruksi Sedang 9 (29,04%) 5 (16,12%)
Obstruksi Sedang-Berat 15 (48,39%) 2 (6,45%)

JKD : Vol. 8, No. 2, April 2019 : 681-692


685
JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 2, April 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Dyah Ayu Sudarmawan, Nahwa Arkhaesy, MS Anam

Hubungan Antar Variabel pada Remaja Data mengenai hubungan variabel perancu
OSA dan Tanpa OSA terangkum dalam tabel, sebagai berikut:
Penelitian ini menggunakan
beberapa variabel perancu untuk mencari
faktor-faktor risiko yang berpengaruh.
Tabel 5. Hubungan antar variabel pada remaja OSA dan Non OSA
Variabel OSA p
Ya Tidak
Usia (tahun)
13 22 (70,9%) 20 (64,5%)
0,590‡
14 9 (29,1%) 11 (35,5%)
Jenis Kelamin
L 14 (45,2%) 16 (51,6%)
0,611¥
P 17 (54,8%) 15 (48,4%)
Berat Badan (kg) 41(26-79) 51 (33-97) 0,064‡
Tinggi Badan (cm) 154 (130-175) 155 (144-177) 0,767‡
Merokok
Ya 3 (9,7%) 3 (9,7%)
1,000£
Tidak 28 (90,3%) 28 (90,3%)
Aktifitas Fisik (PAQ-C)
Aktif 10 (32,3%) 21 (67,7%)
0,005¥*
Tidak Aktif 21 (67,7%) 10 (32,3%)
Keterangan : ¥ Chi square; £Fisher’s Exact; ‡ Mann Whitney; * Significant
PEMBAHASAN Semarang yang ditemukan oleh peneliti
Hasil penelitian menunjukkan adalah 34 remaja menderita OSA atau
bahwa terjadi perbedaan yang bermakna sekitar 14,28% dan 204 remaja tidak
antara perbedaan fungsi paru pada Remaja menderita OSA atau sekitar 85,72%.
dengan Obstructive Sleep Apneu (OSA) Penelitian ini mendukung temuan
dan tanpa OSA dimana P <0,05 yakni P = dari hasil penelitian yang di lakukan oleh
0,005 untuk PEFR, < 0,001 untuk VEP1, Allivia Firdahana, dkk di Surakarta, tahun
FVC, dan VEP1/FVC, serta 0,001 untuk 2010, bahwa adanya perbedaan nilai
PEF. Prevalensi Obstructive Sleep Apneu fisiologis paru pada penderita PPOK
(OSA) dan tanpa OSA pada remaja di Kota dibandingkan dengan nilai fisiologis paru

686 JKD : Vol. 8, No. 2, April 2019 : 681-692


JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 2, April 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Dyah Ayu Sudarmawan, Nahwa Arkhaesy, MS Anam

pada orang sehat.12 Namun, hasil penelitian Beberapa penderita juga tampak
ini bertolak belakang dengan penelitian mengalami obstruksi hidung, tahanan
yang dilakukan di King Saudi University tinggi merupakan predisposisi kolaps
oleh Ashraf M, Shaffi SA, BaHammam saluran napas atas karena tekanan negatif
AS, tahun 2018, bahwa tidak adanya meningkat di faring saat inspirasi
perbedaan yang signifikan dari nilai menyebabkan kontraksi diafragma
parameter fungsi paru antara lain PEFR, meningkat untuk mengatasi tahanan aliran
17
PEF, VEP1, VEP1/FVC, FEF25, FEF50,
udara di hidung. Akhir obstruktif apnea
dan MMEF25/75 pada pasien OSA dan
tergantung proses terbangun dari tidur ke
tanpa OSA. Berdasarkan penelitian
tingkat tidur yang lebih dangkal dan diikuti
tersebut, ditemukan hasil dari peak flow
oleh aktivitas otot dilator dan abduktor
meter dan spirometer yang menunjukkan
saluran napas atas dan perbaikan posisi
nilai yang tidak jauh berbeda dari
saluran napas. 18
perngukuran nilai fungsi paru remaja
Pengukuran fungsi paru yang telah
13
dengan OSA dan tanpa OSA.
dilakukan dalam penelitian ini adalah
Dampak penurunan nilai fungsi paru pada
dengan menggunakan peak flow meter dan
pasien dengan OSA dapat menimbulkan
spirometer. Nilai fungsi paru yang
tanda klinis berupa sesak napas, sulit tidur,
didapatkan dari peak flow meter adalah
dan snoring (ngorok). Sebaliknya,
peak expiratory flow rate (PEFR) atau arus
peningkatan nilai fungsi paru pada pasien
puncak ekspirasi (APE), yakni pada remaja
tanpa OSA menunjukkan tanda klinis yang
dengan OSA didapatkan hasil yang
14
normal. Saat bangun, aktivitas otot
signifikan dibandingkan remaja tanpa
saluran napas atas lebih besar dari normal,
OSA. Hal ini menunjukkan pada pasien
kemungkinan kompensasi dari
OSA terjadi penyempitan saluran napas,
penyempitan dan tahanan saluran napas
yang pada akhirnya berkompensasi
15
yang tinggi. Aktivitas otot yang menurun
menjadi gangguan napas saat tidur yakni
saat tidur menyebabkan kolaps saluran
snoring.
napas atas sewaktu inspirasi. Reduksi
Kriteria aktifitas fisik terbanyak
fisiologis aktivitas saluran napas atas
adalah aktif, kemudian tidak aktif. Kriteria
terjadi selama tidur REM.4,16
OSA yang diambil yaitu berdasarkan
kuesioner Berlin. Kuesioner berlin yang

687 JKD : Vol. 8, No. 2, April 2019 : 681-692


JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 2, April 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Dyah Ayu Sudarmawan, Nahwa Arkhaesy, MS Anam

menunjukkan skor 2 dari 3 kategori OSA, karena adanya hiperinflasi dan air
bagian dalam pertanyaan menyatakan trapping pada saluran napas kecil. 19–21
subjek penelitian mengalami OSA atau Hasil dari penelitian ini
7
tidak. menunjukkan adanya perbedaan yang
Interpretasi Spirometri pada anak bermakna antara nilai FEV1, FVC, PEF,
OSA terbanyak adalah obstruksi sedang- dan PEFR pada anak OSA dan tidak OSA
berat 48,39% dan obstruksi sedang dengan p<0,05. Penurunan FEV1/FVC
29,04%, kemudian obstruksi ringan berhubungan dengan keparahan
sebanyak 16,12 % dan normal spirometri hiperresponsivitas jalan napas.21 Penelitian
6,45%. Sedangkan pada anak yang tidak Leonard B. Bachier juga membuktikan
osa menunjukkan interpretasi terbanyak bahwa nilai FEF 25, FEF 50, dan FEF 75
adalah obstruksi ringan 51,62%, normal memiliki kontribusi pada obstruksi saluran
25,81%, kemudian sedang 16,12%, dan pernapasan kecil, yang bisa digunakan
sedang-berat 6,45%. untuk mengidentifikasi derajat keparahan
Interpretasi spirometri yang OSA, serta eksaserbasi OSA.22 Semakin
menunjukkan obstruksi artinya terjadi turun nilai FEV1 maka derajat keparahan
penyempitan saluran napas dan gangguan OSA semakin meningkat, sehingga
aliran udara didalamnya yang memungkinkan adanya peran FEV1 dalam
mempengaruhi kerja pernapasan dalam managemen OSA jika FEV1/FVC
mengatasi resistensi non elastic dan akan normal.23
bermanifestasi pada penurunan volume Selain itu, pada penelitian ini
dinamik. Kelainan ini berupa penurunan didapatkan rerata nilai FVC dan FEV1
rasio FEV1/FVC <70%. FEV1 akan selalu yang lebih tinggi pada anak tidak OSA
berkurang pada kejadian obstruksi jalan dengan nilai rerata FVC 70,35 %, dan
napas dan dapat terjadi dalam jumlah FEV1 80,75% dibandingkan dengan anak
banyak, sedangkan FVC dapat tidak OSA saat tidak terjadi serangan yaitu
berkurang. Pada orang sehat dapat dengan nilai rerata FVC 66,95 % dan
ditemukan penurunan rasio FEV1/FVC, FEV1 75,15% walaupun tidak ada
namun FEV1 dan FVC tetap normal. perbedaan yang signifikan antara
Interpretasi hasil spirometri bisa saja keduanya.
memiliki gambaran obstruksi pada anak Pada anak dengan OSA, nilai FEV1

JKD : Vol. 8, No. 2, April 2019 : 681-692


688
JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 2, April 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Dyah Ayu Sudarmawan, Nahwa Arkhaesy, MS Anam

sering turun, karena adanya obstruksi yang 2. Adanya perbedaan yang bermakna
mengakibatkan udara ekspirasi susah untuk antara nilai fungsi paru PEFR, FEV1,
keluar. Pada derajat OSA yang lebih FVC, dan PEF pada remaja dengan
24
parah, FEV1/FVC juga ikut berkurang. OSA dan tanpa OSA.
Berdasarkan penelitian ini 3. Tidak adanya perbedaan yang
didapatkan jenis kelamin tidak bermakna antara nilai fungsi paru
memberikan pengaruh pada nilai FEV1, FEV1/FVC pada remaja dengan OSA
FVC, FEV1/FVC, dan PEFR. Tinggi dan tanpa OSA.
badan tidak memberikan pengaruh pada 4. Ada hubungan yang bermakna antara
nilai FVC, FEV1, FEV1/FVC, dan PEFR. remaja aktifitas fisik remaja dengan
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian OSA dan tanpa OSA.
Hanif Prasetyo S, dkk yang memberikan 5. Tidak adanya hubungan yang
hasil bahwa tinggi badan dan berat badan bermakna antara variabel-variabel
mempunyai pengaruh yang signifikan, perancu, yakni usia, jenis kelamin,
semakin tinggi seseorang, maka nilai berat badan, tinggi badan, dan
25
fungsi parunya semakin meningkat. Berat merokok pada remaja dengan OSA
badan tidak memberikan pengaruh pada dan tanpa OSA.
nilai FVC,FEV1, dan PEFR. Pada Saran
penelitian sebelumnya membuktikan jika 1. Diperlukan penelitian lebih lanjut
seseorang mempunyai berat badan berlebih untuk mengetahui lebih banyak faktor
atau obesitas, resistensi saluran napas risiko kejadian OSA dan lebih
meningkat, sehingga aliran udara terbatas memerhatikan proses pengambilan
dan nilai FEV1 serta FVC mengalami data untuk meminimalisir bias.
penurunan.26 2. Perlu penelitian lebih lanjut dengan
subjek penelitian remaja yang
SIMPULAN DAN SARAN mengidap OSA dalam jumlah yang
Simpulan lebih banyak dan dalam sampel yang
1. Prevalensi kejadian OSA sebesar lebih luas, karena dalam penelitian ini
14,28% pada remaja Sekolah hanya terbatas di daerah Tembalang
Menengah Pertama di Kota Semarang. dan Banyumanik.

JKD : Vol. 8, No. 2, April 2019 : 681-692


689
JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 2, April 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Dyah Ayu Sudarmawan, Nahwa Arkhaesy, MS Anam

3. Pada penelitian ini ditemukan 4. Spillsbury, JC Remission and


hubungan bermakna antara perbedaan Incidence of Obstructive Sleep Apnea
fungsi paru pada remaja dengan from Middle Chilhood to Late
obstructive sleep apneu (OSA) dan Adolescence. Sleep. 2015;1(38):23-29.
tanpa OSA, sehingga diharapkan para 5. Bambang S. Obstructive sleep apneu
orangtua untuk bisa mencegah dan pada anak. Sari Pediatr. 2005;7(2):77-
atau / mengendalikan faktor-faktor 84.
risiko yang memperberat terjadinya 6. Soegimin, Adi Soewarno Y.
hambatan napas. Karena apabila tidak Kesesuaian Pemeriksaan Spirometri
dikendalikan, akan berdampak pada dan Foto Thorax Posterior pada Pasien
kualitas hidup remaja. Penyakit Paru Obstruksi Kronis
Berdasarkan Analisis Kesepakatan
DAFTAR PUSTAKA KAPPA COHEN di RSUD Prof. Dr.
1. Mokhammad Mukhlis AB. Margono Soekarjo. Sainteks.
Obstructive Sleep Apneu (OSA), 2016;XIII(1):32-41.
Obesitas Hypoventilation Syndrome 7. Thorat, Yogesh T, Sundeep S Salvi
(OHS) dan Gagal Napas. J Respirasi. RRK. Peak Flow Meter with a
2015;1(3):3. Questionnaire and Mini Spirometer to
2. Amal M Osman, Sophie G Carter, Help Defect Astma and COPD in Real
jayne C Carberry DJE. Obstructive Life Clinical Practice: A Cross-
sleep apnea: Current perspectives. Sectional Study. NPJ Prim Care
Dove Press. 2018;10:21-34. Respir Med. 2017;2(27):32.
doi:https://doi.org/10.2147/NSS.S1246 8. Adeniyi BO EG. The Peak Flow Meter
57 and Its Use in Clinical Practice.
3. Qu X-X, Esangbedo IC, Zhang X-J, African Respir Med. 2011;1(1):5-8.
Liu S-J, Li L-X, Gao S et al. 9. Ambient. Peak Flow Meter Exercise.
Obstructive Sleep Apnea Syndrome is In: Air Module. ; 2004:123-128.
Associated with Metabolic Syndrome 10. Cross D NH. The Role of Peak Flow
among Adeolescents and Youth in Meter in the Diagnosis and
Beijing. Chin Med J. Management of Asthma. Allergy Clin
2015;17(128):2278-2283. Immunol. 1991;1(8):120-128.

690 JKD : Vol. 8, No. 2, April 2019 : 681-692


JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 2, April 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Dyah Ayu Sudarmawan, Nahwa Arkhaesy, MS Anam

11. Price S.A WLM. Patophysiology. Sleepiness during Day with Related
Jakarta: EGC; 2006. Factors in Professional Drivers. Acta
12. Firdahana A. Perbandingan Nilai Faal Med Iran. 2017;11(55):690-695.
Paru pada Penderita Penyakit 19. Shifren A. Pulmonary Function Test
Obstruktif Kronis (PPOK) stabil dan in The Washington Manual (R)
Orang Sehat. 2010. Pulmonary Subspeciallity Consult. 1st
13. Ashraf M, Shaffi SA BA. Spirometry ed.; 2013.
and Flow Volume Curve in Patients 20. Adriaensen D, Brouns I, Van
with Obstructive Sleep Apneu. King Genechten J TJ. Functional
Saud. 2008. Morphology of Pulmonary
14. West, JB. Patofisiologi Paru Esensial. Neuroepithalial Bodies: Extremely
6th ed. Jakarta: EGC; 2003. Complex Airway Receptors. Appl
15. Araslanova R, Paradis J RB. Physiol. 2003;1(270):25-40.
Publication Trends in Obstructive 21. Patil PM, Chavan M. Study on to
Sleep Apnea : Evidence of Need for assess pulmonary function test
More Evidence. World J changes in asthmatic child using
Otorhinolaryngol-Head Neck Surg. spirometry and its diagnostic and
2017;2(3):72-78. prognostic value. 2017;4(3):762-768.
16. Koo DL NH. Clinical Consideration of 22. Bacharier LB, Strunk RC, Mauger D,
Obstructive Sleep Apnea with Little White D, Lemanske RF, Sorkness CA.
REM Sleep. Clin Neurol. Classifying Asthma Severity in
2016;2(12):426-433. Children Mismatch Between
17. Antariksa B. Patogenesis, Diagnostik, Symptoms , Medication Use , and
Dan Skrining OSA (Obstructive Sleep Lung Function. 2004;170:426-432.
Apneu). 1st ed. Jakarta: Departemen doi:10.1164/rccm.200308-1178OC
Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran 23. Hegde K, Saxena AS, Rai RK, Hegde
Respirasi RS Persahabatan FK UI K, Pediatr JC. Evaluation of
Jakarta; 2015. spirometry in asthmatic children.
18. Motlagh SJ, Shabany M, Haghighi KS 2017;4(3):729-734.
NA. Relationship between Sleep 24. Ford ES, Redd SC, Mannino DM,
Quality, Obstructive Sleep Apnea, and Ford ES, Redd SC. and Markers of

JKD : Vol. 8, No. 2, April 2019 : 681-692


691
JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 8, Nomor 2, April 2019
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Dyah Ayu Sudarmawan, Nahwa Arkhaesy, MS Anam

Inflammation : Data from and 26. Haitamy MN, Kadarullah O, Studi P,


Nutrition Examination. 2003. Dokter P, Kedokteran F, Purwokerto
doi:10.1016/S0002-9343(03)00185-2 UM. Pengaruh obesitas terhadap
25. Kusumo HP, Mexitalia M. Sindroma terjadinya penyakit asma di rs islam
metabolik pada remaja obesitas. Media fatimah cilacap. 2015;XII(2):41-49.
Med Muda. 2015;4(4).

JKD : Vol. 8, No. 2, April 2019 : 681-692


692

Anda mungkin juga menyukai