Anda di halaman 1dari 10

Ratih Pahlesia: Prevalensi Obstructive Sleep Apnea (OSA) pada Pasien PPOK Stabil Derajat Ringan Sampai Berat

Berdasarkan
Kuesioner Berlin dan Polisomnografi

Prevalensi Obstructive Sleep Apnea (OSA) pada Pasien PPOK


Stabil Derajat Ringan Sampai Berat Berdasarkan Kuesioner Berlin
dan Polisomnografi

Ratih Pahlesia,1 Faisal Yunus,1 Budhi Antariksa,1 Ratnawati,1 Dody Widodo1

1
Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
RSUP Persahabatan, Jakarta
2
Departemen THT Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSUP Persahabatan, Jakarta

Abstrak
Latar Belakang: Pasien dengan PPOK mungkin memiliki sleep apnea yang dapat memperburuk pertukaran gas mereka saat tidur.Berisiko
terhadap pengembangan insufisiensi pernapasan hiperkapnia, hipoksemia nokturnal dan hipertensi pulmonal. Jika tidak terdiagnosis
dan tidak diobati akan mengakibatkan komplikasi seperti cor pulmonale, gagal napas, hipertensi, penyakit jantung koroner, gagal jantung
kongestif, stroke, gangguan kognitif, hilangnya produktivitas kerja, dan peningkatan risiko kecelakaan kendaraan. Penelitian ini ditujukan
untuk mengetahui prevalensi OSA pada pasien PPOK stabil dengan ringan sampai tingkat berat.
Metode: Studi cross sectional dengan 68 pasien PPOK stabil ringan sampai tingkat berat diwawancarai di poliklinik paru RSUP Persahabatan
bulan Juni 2010 menggunakan kuesioner Berlin. Pasien yang memiliki risiko tinggi sleep apnea dilakukan pemeriksaan polisomnografi
untuk mendeteksi keberadaan OSA. Pemeriksaan THT terakhir untuk menentukan kelainan anatomi yang diderita oleh pasien.
Hasil: Ada 17 (25%) dari 68 pasien PPOK yang memiliki risiko OSA, sementara berdasarkan pemeriksaan polisomnografi pada 17 pasien
ditemukan 5 pasien (31,25%) atau 7,35% dari 68 subjek OSA. Berat badan, IMT, dan lingkar leher sebagai faktor risiko untuk OSA. Lingkar
leher secara statistik signifikan sebagai faktor risiko untuk OSA. Tidak ada korelasi antara tahap PPOK, riwayat merokok, dan tingkat OSA.
Kesimpulan: Studi menemukan bahwa prevalensi OSA pada pasien dengan ringan sampai PPOK berat adalah 7,35% dan lingkar leher
merupakan faktor risiko untuk OSA. (J Respir Indo. 2016; 36: 182-91)
Kata kunci: PPOK, obstruktif sleep apnea, kuesioner Berlin, Polisomnografi

Prevalence of Obstructive Sleep Apnea (OSA) in Patients


with Mild to Severe COPD Based on Berlin Questionnaire and
Polysomnography

Abstract
Background: Patients with COPD may have a concomitant sleep apnea that can further exacerbate their gas exchange during sleep. They
have an increased risk of developing hypercapnic respiratory insufficiency, nocturnal hypoxemia and pulmonary hypertension. If they remain
undiagnosed and untreated will lead to complications such as cor pulmonale, respiratory failure, hypertension, coronary disease, congestive
heart failure, stroke, cognitive impairment, loss of productivity in the work, and the increased risk of vehicle accidents. The aim of this study
was to know the prevalence of OSA in stable COPD patients with mild to severe degree.
Methods: In observational cross sectional study, sixty-eight stable COPD patient in Persahabatan Hospital Jakarta on June 2010with mild
to severe degree were admitted to the study and interviewed using the Berlin questionnaire. Patients who have a high risk of sleep apnea
will proceed with the examination of polysomnography to detect the presence of OSA. Last ENT examination to determine the anatomical
defects suffered by these patients.
Results: There were 17 (25%) of 68 COPD patients who have a risk for the occurrence of OSA, while based on polysomnography
examination in 17 patients found 5 patients (31,25%) or 7,35% of the 68 research subjects who suffer from OSA. Weight, BMI and neck
circumference as risk factors for OSA, but only neck circumference was statistically significant as a risk factor for OSA. There were no
correlation between stage of COPD, history of smoking, and degree of OSA.
Conclusion: Study found that the prevalence of OSA in patient with mild to severe COPD is 7,35% and neck circumference is a risk factor
for OSA. (J Respir Indo. 2016; 36: 182-91)
Keywords: COPD, obstructive sleep apnea, Berlin quesionaire, polysomnography

Korespondensi: Faisal Yunus


Email: faisal.yunus@yahoo.com; Hp: 081210555660

182 J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016


Ratih Pahlesia: Prevalensi Obstructive Sleep Apnea (OSA) pada Pasien PPOK Stabil Derajat Ringan Sampai Berat Berdasarkan
Kuesioner Berlin dan Polisomnografi

PENDAHULUAN dengan ≥ 50% penurunan amplitudo pernapasan,


peningkatan usaha pernapasan sehingga terjadi
Salah satu komplikasi yang dapat dialami oleh
pasien penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah perubahan stadium tidur menjadi lebih dangkal dan

terjadinya nocturnal hypoxemia. Kejadian nocturnal terjadi desaturasi oksigen. The American Thoracic

hypo-xemia diperkirakan ber­hubungan dengan terja- Society (ATS) memberikan rekomendasi untuk
dinya komplikasi seperti aritmia, polisitemia, hipertensi melakukan PSG pada pasien PPOK dengan OSA
pulmoner dan edema perifer. Dibutuhkan evaluasi yang mempunyai nilai diurnal PaO2 > 55 mmHg dan
keadaan nocturnal hypoxemia yang terjadi pada pasien cor pulmonale, hipertensi pulmonal atau polisitemia.7
PPOK tersebut. Keadaan ini akan semakin diperberat Berapa prevalens OSA pada pasien PPOK stabil
jika pasien PPOK juga menderita gangguan tidur derajat ringan sampai berat yang diperiksa dengan
berupa Obstructive sleep apnea syndrome (OSAS). 1 polisomnografi. Penelitian ini ditujukan untuk menge­
Obstructive sleep apnea yang tidak diobati tahui prevalens OSA pada pasien PPOK stabil derajat
dapat menyebabkan terjadinya komplikasi sebagai ringan sampai berat yang datang berkunjung ke
berikut: kor pulmonale, gagal napas, hipertensi, poliklinik asma PPOK di RS Persahabatan dengan
penyakit koroner, gagal jantung kongestif, stroke, memakai kuesioner Berlin yang dilanjutkan dengan
gangguan kognitif, kehilangan produktivitas dalam pemeriksaan polisomnografi.
pekerjaan, serta meningkatnya risiko kejadian kece­
lakaan kendaraan bermotor.2-4 Perkiraan prevalens METODE
OSA pada populasi dewasa usia pertengahan di Penelitian ini merupakan studi cross sectional
Amerika Serikat sangat bervariasi yaitu 3-28% di poliklinik asma PPOK Rumah Sakit Persahabatan
pada OSA derajat ringan dan 1-14% pada OSA Jakarta/Departemen Pulmonologi dan Kedokteran
derajat sedang.2 Dua puluh persen dari pasien OSA
Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
diperkirakan menderita PPOK, 63% pasien OSA
dimulai pada bulan Juni 2010 sampai tercapai jumlah
yang mempunyai riwayat merokok merupakan faktor
sampel yang ditetapkan. Populasi terjangkau adalah
predisposisi terjadinya PPOK sedangkan pre­valens
pasien PPOK stabil derajat ringan sampai berat sesuai
OSA pada pasien PPOK sebesar 0,5%.5 Penelitian
dengan kriteria menurut GOLD 2007 yang datang ke
lain melaporkan bahwa prevalens kejadian OSA
poliklinik asma/ PPOK RS Persahabatan Jakarta.
pada PPOK sebanyak 10-20% di negara-negara
Sampel diambil dengan cara purposive sampling
Barat.1 Faktor-faktor risiko yang dapat meningkatkan
yaitu setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian
kejadian OSA pada pasien PPOK adalah laki-laki
dan bersedia ikut dalam penelitian dimasukkan sebagai
dewasa, merokok dan gangguan kendali napas.6
sampel penelitian sampai jumlah sampel terpenuhi.
Baku emas untuk diagnosis OSA adalah
Pasien setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan
melalui overnight laboratory-based treatment sleep
fisis dan spirometri disimpulkan diagnosis PPOK stabil
study (complete polysomnography/PSG). Parameter-
parameter yang direkam pada polisomnogram adalah derajat ringan sampai berat selanjutnya diseleksi

electro enchephalography (EEG), electrooculography untuk mencari sampel yang memenuhi kriteria pene­

(pergerakan bola mata), elektrokradiografi (EKG), rimaan dan penolakan. Pasien kemudian diminta
electromyography (pergerakan rahang bawah dan kesediaannya untuk menjadi subjek penelitian dengan
kaki), posisi tidur, aktiviti pernapasan dan saturasi terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang tujuan
oksigen. Karakteristik OSA pada saat dilakukan PSG dan manfaat penelitian serta cara pemeriksaan yang
adalah berulang, sumbatan sebagian atau komplit akan dilakukan. Pasien yang bersedia menjadi subjek
dari jalan napas atas (kadang-kadang pada kasus penelitian diminta untuk mengisi dan menandatangani
yang berat terjadi beberapa ratus kali) yang disertai lembar persetujuan (informed consent).

J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016 183


Ratih Pahlesia: Prevalensi Obstructive Sleep Apnea (OSA) pada Pasien PPOK Stabil Derajat Ringan Sampai Berat Berdasarkan
Kuesioner Berlin dan Polisomnografi

Kriteria inklusi yaitu pasien PPOK stabil derajat HASIL


ringan sampai berat (minimal 6 minggu) baik laki-laki
Penelitian ini merupakan studi cross sectional
maupun perempuan umur 40 - 80 tahun yang datang
survey untuk mengetahui prevalens OSA pada
ke poliklinik asma PPOK RS Persahabatan Jakarta,
pasien PPOK stabil derajat ringan sampai berat.
bersedia dengan sukarela mengikuti seluruh
Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2010 sampai
program penelitian dengan memberikan persetujuan
dengan Maret 2011 di poliklinik asma PPOK
tertulis, menandatangani formulir informed consent.
Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi
Kriteria eksklusi penelitian ini yaitu pasien PPOK
FKUI/RS Persahabatan. Subjek penelitian terdiri
yang mendapatkan pengobatan dengan continuous
dari 68 pasien PPOK derajat ringan sampai dengan
positive airway pressure (CPAP) dan trakeostomi
berat, dari jumlah tersebut didapatkan 17 pasien
sebelum penelitian dan pasien PPOK yang sedang
PPOK yang positif pada kuesioner Berlin. Setelah
menggunakan obat-obatan hipnotik-sedatif.
itu dilakukan pemeriksaan PSG pada 17 pasien
Perkiraan prevalens OSA pada PPOK 20%
PPOK yang positif pada kuesioner Berlin. Pada
dan derajat kepercayaan yang diinginkan pada
pemeriksaan polisomnografi didapatkan 5 pasien
penelitian ini sebesar 95% (1,96) dengan presisi 10%
(7,35%) yang mempunyai gejala OSA. Terkahir
sehingga dengan menggunakan perhitungan rumus
dilakukan pemeriksaan THT untuk melihat kelainan
di atas didapatkan jumlah n sebesar 62. Perkiraan
anatomi yang menjadi faktor risiko terjadinya OSA.
drop out adalah 10% atau 6 subjek sehingga besar
sampel yang diperlukan dengan memperhitungkan Karakteristik pasien PPOK
perkiraan drop-out adalah 68 subjek.
Karakteristik pasien PPOK pada penelitian
Pasien PPOK yang memenuhi kriteria pene­
ini adalah berdasarkan jenis kelamin, umur, derajat
rimaan dan bersedia mengikuti penelitian akan
beratnya PPOK, Indeks Massa Tubuh (IMT),
dilakukan wawancara dengan menggunakan kue­
riwayat merokok, Indeks Brinkman dan risiko OSA.
sioner Berlin yang digunakan sebagai alat untuk
Berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa sebagian
menjaring pasien PPOK yang mempunyai risiko tinggi
besar subjek penelitian adalah laki-laki yaitu sebanyak
terjadi gangguan tidur. Pasien yang mempunyai risiko
67 pasien (98,5%), kelompok umur terbanyak antara 60
tinggi terjadi gangguan tidur kemudian akan dilanjutkan
– 69 tahun yaitu sebanyak 36 pasien (53%), setengah
dengan pemeriksaan polisomnografi untuk mendeteksi
dari jumlah total subjek penelitian mempunyai derajat
terdapatnya OSA. Terakhir dilakukan pemeriksaan
PPOK sedang yaitu sebanyak 34 pasien (50%), berat
THT untuk mengetahui kelainan anatomi yang diderita
badan sebagian besar pasien adalah normoweight
oleh pasien tersebut dan merupakan faktor risiko
yaitu sebanyak 39 pasien (57,3%), sebagian besar
terjadinya OSA.
pasien adalah bekas perokok yaitu sebanyak 64
Analisis data pada penelitian ini menggunakan
pasien (94,1%) dan terbanyak mempunyai IB sedang
chi square karena variabel-variabel yang dibandingkan
yaitu sebanyak 31 pasien (46,3%) dan hanya 17
berupa skala kategorikal. Data numerik setiap variabel
pasien (25%) yang mempunyai risiko untuk terjadinya.
dihitung nilai rata-rata dan standar deviasi (simpang
Berdasarkan pengisian kuesioner Berlin maka
baku). Data bivariat diuji dengan chi square dan bila
derajat PPOK pada pasien yang mempunyai risiko
tidak memenuhi syarat dilakukan uji Fisher. Data
OSA paling banyak terdapat pada PPOK derajat
numerik diuji dengan uji T tidak berpasangan bila
sedang yaitu sebanyak 10 pasien (58,8%) sedangkan
sebaran normal dan uji Mann Whitney apabila sebaran
pasien yang tidak mempunyai risiko OSA paling banyak
tidak normal. Analisis dilanjutkan dengan uji regresi
terdapat pada pasien PPOK derajat sedang dan berat
logistik biner untuk hasil uji bivariat yang memenuhi
yaitu masing-masing sebanyak 24 pasien (47%).
persyaratan multivariat yaitu p < 0,25.

184 J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016


Ratih Pahlesia: Prevalensi Obstructive Sleep Apnea (OSA) pada Pasien PPOK Stabil Derajat Ringan Sampai Berat Berdasarkan
Kuesioner Berlin dan Polisomnografi

Tabel 1. Karakteristik pasien PPOK PPOK yang mempunyai risiko untuk terjadinya OSA
Jumlah Persentase (%) sedangkan berdasarkan pemeriksaan polisomnografi
Jenis kelamin pada 17 pasien tersebut didapatkan 5 pasien
Laki-laki 67 98,5
Perempuan 1 1,5 (31,25%) atau 7,35% dari 68 subjek penelitian yang
Umur menderita OSA.
40-49 th 2 2,9
50-59 th 11 16,1
Terdapat 17 pasien PPOK (25%) dari 68 orang
60-69 th 36 53 yang berisiko untuk terjadinya OSA. Tujuh belas pasien
≥ 70 th 19 28
tersebut dibagi berdasarkan umur, derajat PPOK,
Derajat PPOK
PPOK derajat ringan 3 4,4 IMT, riwayat merokok dan Indeks Brinkman. Dari 17
PPOK derajat sedang 34 50 pasien yang berisiko untuk terjadinya OSA, terdapat
PPOK derajat berat 31 45,6
Indeks Massa Tubuh 5 pasien (31,25%) yang menderita OSA (AHI ≥ 5)
Underweight 11 16,2 dan seluruhnya berjenis kelamin laki-laki. Kelompok
Normoweight 39 57,3
overweight 16 23,5
umur terbanyak yang menderita OSA adalah antara
Obese 2 3 50 – 59 tahun dan 60 – 69 tahun yaitu masing-masing
Riwayat merokok
sebanyak 2 pasien. Derajat PPOK yang terbanyak
Bukan Perokok 1 1,5
Perokok 3 4,4 menderita OSA adalah PPOK derajat sedang yaitu
Bekas Perokok 64 94,1
sebanyak 3 pasien dan terbanyak mempunyai IMT
Indeks Brinkman
Ringan 11 16,4 normoweight dan overweight. Lima pasien penderita
Sedang 31 46,3 OSA tersebut adalah bekas perokok dan terbanyak
Berat 25 37,3
Risiko OSA mempunyai IB ringan dan berat yaitu masing-masing
Risiko OSA 17 25 sebanyak 2 pasien.
Tidak ada risiko OSA 51 75

Tabel 2. Karakteristik pasien PPOK berisiko untuk terjadinya OSA


Prevalens OSA
AHI AHI
% % Nilai p
Penelitian ini memperlihatkan hasil rerata <5 ≥5
Jenis Kelamin
berat badan 60 kg, median 58 kg dengan kisaran Laki-laki 11 68,75 5 31,25 1
39 – 87 kg dengan rerata IMT 22,83. Lingkar leher Perempuan 1 100 0 0
Umur
mempunyai rerata 33,5 cm dan median 33 cm dan
40-49 thn 1 100 0 0
berkisar antara 31 – 40,5 cm. Pada 68 pasien PPOK 50-59 thn 2 50 2 50 0,28
yang diminta untuk melakukan pengisian kuesioner 60-69 thn 4 66,7 2 33,3
≥ 70 thn 5 83,3 1 16,7
Berlin, terdapat 17 pasien (25%) yang mempunyai Derajat PPOK
risiko OSA sedangkan berdasarkan hasil pemeriksaan Ringan 0 0 0 0
Sedang 7 70 3 30 1
polisomnografi didapatkan sebanyak 5 pasien (7,35%)
Berat 5 71,4 2 28,6
yang dinyatakan menderita OSA dengan nilai AHI ≥ 5. IMT
Rerata berat badan pasien PPOK yang tidak Underweight 1 50 1 50
Normoweight 6 75 2 25 1
mempunyai risiko OSA adalah 59 kg dengan rerata Overweight 4 66,7 2 33,3
IMT 22,31 sedangkan rerata berat badan pasien Obese 1 100 1 0
Rwyt merokok
PPOK yang mempunyai risiko OSA adalah 64 kg
Bkn perokok 1 100 0 0
dengan rerata IMT 24,41 Rerata lingkar leher pasien Perokok 1 100 0 0 1
PPOK yang tidak mempunyai risiko OSA adalah Bks perokok 10 66,7 5 33,3
IB
32,86 cm sedangkan rerata lingkar leher pasien Ringan 2 50 2 50
PPOK yang mempunyai risiko OSA adalah 37,18 Sedang 3 75 1 25 0,546
Berat 6 75 2 25
cm. Terdapat 17 pasien PPOK (25%) dari 68 pasien

J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016 185


Ratih Pahlesia: Prevalensi Obstructive Sleep Apnea (OSA) pada Pasien PPOK Stabil Derajat Ringan Sampai Berat Berdasarkan
Kuesioner Berlin dan Polisomnografi

Gejala OSA berdasarkan kuesioner Berlin stadium tidur 1 dan 2 jika dibandingkan persentase

Berdasarkan kuesioner Berlin maka didapatkan nilai normalnya masing-masing maupun nilai absolut
hasil bahwa pasien yang berisiko untuk terjadinya dalam satuan menit.
OSA mempunyai gejala mendengkur sebanyak
Desaturasi saat tidur (desaturasi nocturnal)
17 pasien (100%), berhenti bernapas saat tidur
sebanyak 13 pasien (76,5%), kelelahan saat bangun Rerata desaturasi pada 12 pasien PPOK
tidur atau kelelahan pada waktu siang hari sebanyak yang berisiko terjadinya OSA dibandingkan 5 pasien
16 pasien (94,1%) dan mengantuk atau tertidur di PPOK yang menderita OSA adalah sama yaitu
kendaraan sebanyak 5 pasien (29,4%). 93,6% tetapi pada 5 pasien PPOK yang menderita
Berdasarkan anamnesis pada pasien yang OSA mempunyai rerata nilai minimum desaturasi
berisiko OSA mengenai riwayat mendengkur pada yang lebih rendah yaitu 79,8% dibandingkan 12
keluarga didapatkan data bahwa sebanyak 6 pasien
pasien PPOK yang berisiko terjadi OSA yaitu 84,1%.
menyangkal terdapatnya riwayat mendengkur pada
Demikian halnya dengan rerata kejadian desaturasi
keluarga sedangkan sisanya menyatakan bahwa
maka didapatkan rerata kejadian desaturasi pada
terdapat riwayat mendengkur pada orang tua,
5 pasien yang menderita OSA adalah 195 kali
saudara sekandung dan anak kandung.
dibandingkan rerata kejadian desaturasi pada 12
Kualitas tidur pasien yang berisiko terjadi OSA adalah 134 kali.

Pada pemeriksaan PSG mengenai kualitas Dilakukan uji untuk melihat kemaknaan pada

tidur 12 pasien PPOK yang berisiko terjadi OSA factor risiko OSA yang bermakna secara statistik.
dibandingkan 5 pasien PPOK yang menderita OSA Di antara berat badan, IMT, derajat PPOK, indeks
didapatkan hasil bahwa kualitas tidur di antara Brinkman dan lingkar leher sebagai factor risiko OSA
keduanya tidak ada perbedaan. Pada kedua kelompok maka hanya lingkar leher yang secara bermakna
tersebut didapatkan stadium tidur terbanyak adalah dan konstan sebagai faktor risiko OSA.

Tabel 3. Desaturasi saat tidur

OSA Jumlah desaturasi Rerata jumlah Rerata Minimal Rerata minimal


desaturasi desaturasi desaturasi desaturasi
Menderita OSA 146 195 95 83 79,8
153 93 72
152 94 87
198 92 82
324 94 75
Berisiko OSA 45 134 94 89 84,1
248 92 84
113 94 87
100 94 85
153 94 88
177 94 84
92 96 88
212 94 83
105 87 69
80 96 80
110 95 89
172 93 83

186 J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016


Ratih Pahlesia: Prevalensi Obstructive Sleep Apnea (OSA) pada Pasien PPOK Stabil Derajat Ringan Sampai Berat Berdasarkan
Kuesioner Berlin dan Polisomnografi

Faktor-faktor risiko OSA PEMBAHASAN

Pasien yang mempunyai risiko OSA paling Pada penelitian ini didapatkan prevalens OSA
banyak pada kelompok normoweight yaitu sebanyak pada pasien PPOK berdasarkan kuesioner Berlin
adalah 25% sedangkan berdasarkan pemeriksaan
7 pasien (41,2%) sedangkan pasien yang tidak
PSG adalah 7,35%. Hasil yang didapatkan pada pene­
mempunyai faktor risiko OSA paling banyak juga
litian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan
ditemukan pada kelompok normo-weight yaitu oleh Hiestand di Amerika Serikat pada 1506 responden
sebanyak 39 pasien (76,5%). Faktor risiko lain yang terdapat 26% yang memenuhi kriteria risiko tinggi
mempengaruhi OSA adalah lingkar leher. Lingkar terjadinya OSA berdasarkan kuesioner Berlin.5 Se­
leher pasien yang mempu-nyai risiko OSA reratanya dang­­­kan prevalens OSA berdasarkan pemeriksaan
37,18 cm sedangkan pada pasien yang tidak berisiko PSG hampir sama dengan penelitian yang dilakukan
oleh López-Acevedo dkk8 yang melaporkan bahwa
untuk terjadinya OSA mempunyai lingkar leher yang
prevalens OSA pada pasien PPOK adalah 10–20%,
lebih kecil yaitu 32,86 cm.
penelitian yang dilakukan oleh Lamping A dkk8
Pada pemeriksaan laringoskop yang dilakukan didapatkan prevalens OSA pada 61 pasien PPOK stabil
oleh dokter spesialis THT kelainan anatomi terbanyak di Philipina sebesar 11%. Penelitian yang dilakukan
yang dijumpai pada pasien yang mempunyai risiko OSA pada 1132 partisipan (terutama PPOK derajat ringan)
berupa: retrofleksi epiglotis pada 13 pasien (76,5%). oleh Sleep Heart Health Study8 melaporkan bahwa
Secara rinci, kelainan anatomi apa saja yang ditemukan prevalens OSA yang rendah. Prevalens ini lebih tinggi jika
pada pemeriksaan laringoskop pada pasien yang mem­ dibandingkan pada populasi umum yaitu pada pene­
punyai risiko OSA dapat dilihat pada tabel di bawah ini. litian yang dilakukan oleh Young dkk9 pada 604 populasi
umum di Amerika Serikat didapatkan prevalens OSA
sebesar 2% pada perempuan dan 4% pada laki-laki.
Tabel 4. Faktor-faktor risiko OSA dinilai secara Statistik
Penelitian yang dilakukan oleh Bixler dkk10 pada 1741
Faktor Risiko OSA Nilai p
populasi umum di Amerika Serikat didapatkan prevalens
Ya Tidak
N % N %
OSA sebesar 1,2% pada perempuan dan 3,9% pada
Indeks masa tubuh 0,774 laki-laki, penelitian yang dilakukan oleh Bearpark dkk11
Underweight 1 20 10 15,9 pada 485 populasi umum di Australia didapatkan pre­
Normalweight 2 40 37 58,7 valens OSA sebesar 3,1% pada laki-laki dan 0% pada
Overweight 2 40 14 22,2
perempuan, penelitian yang dilakukan oleh Ip dkk12,13
Obese 0 0 2 3,2
pada 258 populasi umum di China didapatkan pre­­valens
Derajat PPOK 0,826
Ringan 0 0 3 4,8 OSA sebesar 2,1% pada perempuan dan 4,1% pada laki-
Sedang 3 60 31 49,2 laki sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Kim dkk14
Berat 2 40 29 46 di Korea pada 457 populasi umum didapatkan prevalens
Indeks Brikman 0,210 OSA sebesar 2,3% pada perempuan dan 4,5% pada
Bukan perokok 0 0 1 1,6
laki-laki. Prevalens OSA berdasarkan klasifikasinya
Ringan 2 40 9 14,3
Sedang 2 40 53 84,1
pada penelitian ini didapatkan bahwa OSA derajat ringan
Berat 1 20 0 0 sebesar 6% (4 dari 68 subjek) sedangkan OSA derajat
sedang sebesar 1,5% (1 dari 68 subjek). Hasil ini hampir
Tabel 5. Faktor-faktor risiko OSA sama dengan beberapa penelitian yang dilakukan oleh
Faktor risiko OSA B Nilai p OR CI 95% Young T. dkk9, Bixler E. dkk10, Bearpark dkk15, Durán J.
Lingkar leher (cm) 0,658 0,011 1,932 1,164-3,206 dkk16 dan Stradling JR. dkk17 yang menyatakan bahwa
Indeks Brikman 0,102 0,938 1,107 0,084-14,524 perkiraaan prevalens OSA derajat ringan (AHI ≥5)
Derajat PPOK -0,002 0,998 0,998 0,127-7,837
adalah 3 - 28% sedangkan OSA derajat sedang (AHI ≥
IMT -1,832 0,117 0,160 0,016-1,587
15) sebesar 1 – 14%.

J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016 187


Ratih Pahlesia: Prevalensi Obstructive Sleep Apnea (OSA) pada Pasien PPOK Stabil Derajat Ringan Sampai Berat Berdasarkan
Kuesioner Berlin dan Polisomnografi

Tabel 6. Kelainan yang didapat pada pemeriksaan laringoskop penelitian yang dilakukan oleh Hiestand DM. dkk5 yang
pada pasien yang mempunyai risiko OSA
menyatakan bahwa kejadian OSA meningkat sampai
Kelainan THT Jumlah Pasien dengan usia 65 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh
Rinitis 1
Ip dkk12 pada 1542 laki-laki dewasa berusia 30-60
Adenoid 1
Uvula panjang 5 tahun menyatakan bahwa risiko OSA meningkat 3x
Hipertrofi tonsil 7 lebih tinggi pada usia > 45 tahun.12 Pada penelitian ini,
Lidah tebal 8
Floppy palatum molle 8
berdasarkan kuesioner Berlin didapatkan bahwa 17
Laringopalatum refluks 9 (25%) pasien berisiko menderita OSA. Rincian usia
Redundant dinding faring 11
17 pasien tersebut adalah 1 pasien kelompok usia
Hipertrofi konka 12
Deviasi septum nasi 12 30-49 tahun, 6 pasien pada kelompok usia 50-64
Retrofleksi epiglotis 13 tahun, 10 pasien pada kelompok usia ≥ 65 tahun.
Hasil ini juga serupa pada penelitian yang dilakukan
oleh Heistand DM. dkk5 yang menyatakan bahwa
Berdasarkan kuesioner Berlin didapatkan 17 risiko OSA meningkat sesuai dengan bertambahnya
pasien PPOK yang berisiko terjadi OSA sedangkan usia berdasarkan kuesioner Berlin. Penelitian ini
dari 17 pasien tersebut setelah dilakukan pemeriksaan memperlihatkan hasil rerata berat badan pasien
PSG hanya didapatkan 5 pasien PPOK yang menderita PPOK yang tidak mempunyai risiko OSA adalah 59
OSA. Hal ini berbeda dengan kepustakaan berdasarkan
kg sedangkan pasien yang mempunyai risiko OSA
penelitian yang dilakukan di Amerika dan Eropa
adalah 64 kg.
yang menggunakan kuesioner tersebut didapatkan
Rerata IMT pasien PPOK yang tidak mempunyai
sensitiviti 0,86, spesifisiti 0,77, positive predictive value
risiko OSA adalah 22,31 sedangkan rerata IMT pasien
(PPV) 0,89 dan likelihood ratio (LR) 3,79.5 Perbedaan
PPOK yang mempunyai risiko OSA adalah 24,41. Rerata
ini kemungkinan disebabkan pada bagian pertama
lingkar leher pasien PPOK yang tidak mempunyai risiko
kuesioner tersebut yang menggunakan alloanamnesis
OSA adalah 32,86 sedangkan rerata lingkar leher
pada istri pasien PPOK dan pada bagian kedua
pasien yang mempunyai risiko OSA adalah 37,18.
kuesioner tersebut merupakan pertanyaan-pertanyaan
Rerata berat badan pasien yang tidak menderita
secara subjektivitas kepada pasien PPOK sehingga
OSA adalah 59,94 kg sedangkan pasien PPOK yang
tidak ada batasan yang objektif. Pada alloanamnesis
menderita OSA adalah 61,60 kg dengan nilai p = 0,847.
peneliti benar-benar hanya bisa mempercayai apapun
Rerata lingkar leher pasien PPOK yang tidak menderita
jawaban dari istri pasien tersebut padahal budaya
OSA adalah 33,71 cm sedangkan rerata lingkar leher
Indonesia masih dipengaruhi adat ketimuran yang
pasien PPOK yang menderita OSA adalah 36,8 cm
menutupi keburukan. Penyebab-penyebab di atas
dengan nilai p = 0,011. Derajat PPOK, IMT dan IB
menjadi keterbatasan peneliti dalam melakukan
juga dinilai secara statistik sebagai faktor risiko OSA
wawancara menggunakan kuesioner Berlin.
tapi semuanya tidak bermakna secara statistik sebagai
Pada penelitian ini didapatkan 5 (7,35%) pasien
faktor risiko OSA dengan nilai p masing-masing p =
PPOK yang juga menderita OSA yang berusia 53
0,826 untuk derajat PPOK, p = 0,774 untuk IMT dan p
tahun, 58 tahun, 63 tahun, 66 tahun dan 70 tahun. Jika
= 0,210 untuk indeks Brinkman. Kemudian dilakukan
kelompok usia disesuaikan dengan penelitian yang
uji untuk melihat kemaknaan pada faktor risiko OSA
dilakukan oleh Hiestand DM. dkk5 yaitu kelompok usia
yang bermakna secara statistik. Di antara IMT, derajat
18-29 tahun, 30-49 tahun, 50-64 tahun dan ≥ 65 tahun
PPOK, Indeks Brinkman, berat badan dan lingkar leher
maka didapatkan hasil 3 (13,6%) dari 22 pasien pada
sebagai faktor risiko OSA maka lingkar leher yang
kelompok usia 50-64 tahun yang menderita OSA
secara bermakna dan konstan sebagai faktor risiko
dan 2 (5,1%) dari 39 pasien pada kelompok usia ≥65
OSA yaitu dengan nilai p = 0,011 dan OR 1,932 (CI =
tahun yang menderita OSA. Hasil ini serupa dengan

188 J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016


Ratih Pahlesia: Prevalensi Obstructive Sleep Apnea (OSA) pada Pasien PPOK Stabil Derajat Ringan Sampai Berat Berdasarkan
Kuesioner Berlin dan Polisomnografi

1,164 – 3,206). Hasil ini berbeda dengan penelitian yang OSA. Penelitian ini juga menyatakan bahwa perokok
dilakukan oleh Heistand DM. dkk. yang menyatakan
5
2,8x lebih tinggi berisiko OSA dibandingkan bekas
bahwa pada pasien yang mempunyai IMT 25-30 kg/m 2
perokok (OR = 2,8; CI 1,4 – 5,4; p = 0,0028) sedangkan
mempunyai Relative Risk (RR) 1,63 (95% CI 1,18 bekas perokok dibandingkan bukan perokok untuk
- 2,24), pasien yang mempunyai IMT 30,1 - 40 kg/ risiko OSA (OR = 1,2 ; CI 0,55 – 2,7; p = 0,64).
m mempunyai RR 5,38 (95% CI 4,08 – 7,12) dan
2
Gejala OSA berdasarkan kuesioner Berlin yang
pasien yang mempunyai IMT > 40 kg/m mempunyai 2
terbanyak berupa mendengkur sebanyak 17 pasien
RR 7,11 (95% CI 5,25 - 9,64). (100%), kelelahan saat bangun tidur atau kelelahan
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa pada waktu siang hari sebanyak 16 pasien (94,1%),
rerata lingkar leher 5 pasien PPOK yang juga menderita berhenti bernapas saat tidur sebanyak 13 pasien
OSA adalah 36,8 cm. Berdasarkan kepustakaan (76,5%) dan mengantuk atau tertidur di kendaraan
didapatkan data bahwa lingkar leher > 43 cm (17 inchi) sebanyak 5 pasien (29,4%). Terdapat sedikit perbedaan
merupakan faktor risiko terjadinya OSA. Kepustakaan
18
terhadap urutan gejala OSA pada penelitian cross
lain menyebutkan bahwa lingkar leher 16 inchi pada sectional survey yang dilakukan oleh Netzer dkk24
perempuan dan 17 inchi pada laki-laki merupakan pada 1690 pasien laki-laki di Amerika Serikat dan
faktor risiko terjadinya OSA. Ada pula kepustakaan yang 1042 pasien laki-laki di Jerman dan Spanyol (Eropa)
menyatakan bahwa < 37 cm merupakan risiko rendah yaitu keluhan mendengkur didapatkan sebanyak 67,7%
untuk terjadinya OSA sedangkan lingkar leher > 48 cm pada pasien Amerika Serikat dan 65,6% pada pasien di
meningkatkan risiko terjadinya OSA.19 Eropa, kemudian diikuti dengan kelelahan saat bangun
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa tidur/pada waktu siang hari sebanyak 41,8% pada
5 pasien yang menderita OSA semuanya bekas pasien di Amerika Serikat dan 17,3% pada pasien di
perokok sedangkan dari 17 pasien yang berisiko untuk Eropa, keluhan tertidur saat menyetir/saat berkendaraan
terjadinya OSA terdiri dari 1 pasien bukan perokok, 1 sebanyak 22,9% pada pasien di Amerika dan 12%
pasien perokok dan 15 pasien bekas perokok. Hasil pada pasien di Eropa. Gejala terakhir berupa berhenti
penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan bernapas saat tidur sebanyak 5,1% pada pasien di
oleh Conway SW. dkk20 pada 1492 responden bukan Amerika dan 3,7% pada pasien di Eropa.
perokok, perokok dan bekas perokok menyatakan
Kelainan anatomi yang ditemui pada pasien
bahwa risiko untuk terjadinya OSA pada perokok
PPOK yang mempunyai risiko OSA secara berturutan
(terutama pada perokok berat) adalah OR 1,90 (95%
adalah retrofleksi epiglotis, hipertrofi konka, deviasi
CI 1,21 – 2,97) dibandingkan dengan bekas perokok
septum nasi, redundant dinding faring, laringopalatum
yang mempunyai OR 1,39 (95% CI 0,89 – 2,18).
refluks, lidah tebal, floppy palatum molle, hipertrofi
Pada penelitian yang dilakukan oleh Young dkk21
tonsil, uvula panjang, rinitis dan adenoid. Hasil ini
menyatakan bahwa merokok merupakan faktor
serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Cistulli
risiko OSA maupun PPOK dan beberapa laporan
PA. dkk25 dan Schwab RJ. dkk26 Anamnesis mengenai
menyatakan bahwa nilai AHI lebih tinggi ditemukan
riwayat keluarga menderita OSA tidak dapat diketahui
pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok.
karena anggota keluarga pasien belum ada yang
Penelitian kohort yang dilakukan oleh Wetter DW
pernah dilakukan pemeriksaan PSG, sedangkan anam­
dkk22 di Wisconsin pada 811 orang dewasa didapatkan
nesis pada pasien yang berisiko OSA mengenai riwayat
bahwa pada perokok nilai AHI > 5/jam ditemu-kan 3x
mendengkur pada keluarga didapatkan data bahwa
lebih sering dibanding bukan perokok. Penelitian yang
sebanyak 6 pasien (35,3%) menyangkal ter­
dapat­
dilakukan oleh Kashyap R dkk23 pada 108 pasien OSA
nya riwayat mendengkur pada keluarga dan sisanya
(AHI > 10/jam) dibandingkan dengan 106 pasien bukan
menyatakan bahwa terdapat riwayat mendengkur pada
OSA (AHI < 5/jam) didapatkan hasil prevalens merokok
orang tua, saudara sekandung dan anak kandung.
pada pasien OSA sebesar 35% dan hanya 18% tanpa

J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016 189


Ratih Pahlesia: Prevalensi Obstructive Sleep Apnea (OSA) pada Pasien PPOK Stabil Derajat Ringan Sampai Berat Berdasarkan
Kuesioner Berlin dan Polisomnografi

KESIMPULAN 4. Carratu P, Resta O. Is obstructive sleep apnea a


comorbidity of COPD and is it involved in chronic
Prevalens OSA pada PPOK pada penelitian
systemic inflammatory syndrome? Eur Respir J.
ini adalah 7,35%. Rerata berat badan, IMT dan
2008;31: 1381-2.
lingkar leher pasien PPOK yang tidak mempunyai
5. Heistand DM, Britz P, Goldman M, Phillips B.
risiko OSA dibandingkan dengan rerata berat badan,
Prevalence of symptoms and risk of sleep apnea
IMT dan lingkar pasien PPOK yang mempunyai
in the US population. Chest. 2006;130: 780-6.
risiko OSA adalah lebih besar pada pasien PPOK
6. Maliocca KR, Herman, JI. Obstructive sleep
yang mempunyai risiko OSA.
apnea: diagnosis, medical management and
Di antara faktor risiko OSA berupa berat badan,
dental implications. JADA 2005;36:1121-4. [cited
IMT, derajat PPOK, indeks Brinkman dan lingkar leher
August 2008]. Available from: http://www.ada.org/
maka hanya lingkar leher yang merupakan faktor
goto/jada.
risiko OSA dan bermakna secara statistik.
7. Anonymous. Pola tidur dan kecerdasan bayi. [cited
Gejala OSA berdasarkan kuesioner Berlin yang
March 2008]. Available from : http://www.anakku.
terbanyak berupa mendengkur yang diikuti dengan
net/content/pola-tidur-dan-kecerdasan-bayi.
berhenti bernapas saat tidur, kelelahan saat bangun tidur/
8. Mc Nicholas WT. Pulmonary Perspective. Chronic
saat siang hari dan mengantuk/tertidur di kendaraan.
obstructive pulmonary disease and obstructive
Kelainan anatomi terbanyak yang ditemukan pada
sleep apnea: ovelaps in pathophy-siology, systemic
pasien PPOK yang mempunyai risiko OSA berdasarkan
inflammation, and cardio-vascular disease. Am J
pemeriksaan laringoskop adalah retrofleksi epiglotis.
Walaupun prevalens OSA pada pasien PPOK Respir Crit Care Med. 2009; 180:692-700.

sebesar 7,35% tetapi mengingat dapat terjadi 9. Young T, Palta M, Dempsey J, Skatrud J, Weber
komplikasi yang serius pada pasien PPOK yang juga S, Badr S. The occurrence of sleep-disordered
menderita OSA serta makin menurunnya kualitas breathing among middle-aged adults. N Engl J
hidup pasien tersebut maka sebaiknya dilakukan peme­ Med. 1993; 328:1230-5.
riksaan terhadap kemungkinan terjadinya OSA pada 10. Bixler EO, Vgontzas AN, Lin HM, Ten Have T,
pasien PPOK yang mempunyai keluhan mendengkur, Rein J, Vela-Bueno A, et al. Prevalence of sleep-
IMT ≥ 24 kg/m2 dan lingkar leher ≥ 37 cm. Dibutuhkan disordered breathing in women: effects of gender.
penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih Am J Respir Crit Care Med. 2001;163:608–13.
besar sehingga dapat diketahui faktor-faktor apa saja 11. Bearpark H, Elliott L, Grunstein R, Cullen S,
yang dianggap sebagai faktor risiko terjadinya OSA. Schneider H, Althaus W, et al. Snoring and sleep
apnea: a population study in Australian men. Am
DAFTAR PUSTAKA J Respir Crit Care Med. 1995;151:1459–65.
12. Ip MS, Lam B, Lauder IJ, Tsang KW, Chung
1. Fabbri LM, Luppi F, Beghge B, Rabe KF. Update in
KF, Mok YW, et al. A community study of sleep-
chronic obstructive pulmonary disease 2005. Am J
disordered breathing in middle-aged Chinese
Respir Crit Care Med. 2006;173:1056-65.
men in HongKong. Chest. 2001;119:62–9.
2. Brijker F, Van den Elshout FJ, Heijdra YF, Folgering
13. Ip MS, Lam B, Tang LC, Lauder IJ, Ip TY, Lam
HTM. Underestimation of noctur-nal hypoxemia
WK. A community study of sleep-disordered
due to monitoring conditions in patients with
breathing in middle-aged Chinese women in
COPD. Chest. 2001;119: 1820-6.
HongKong: prevalence and gender differences.
3. Marti S, Sampol G, Munoz X, Torres F, Roca A,
Chest. 2004;125:127–34.
Lloberes P, et al. Mortality in severe sleep apnoea/
14. Kim J, In K, Kim J, You S, Kang K, Shim J, et
hypopnoea síndrome patients: impact of treatment.
al. Prevalence of sleep-disordered breathing
Eur Respir J. 2002;20: 1511-8.

190 J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016


Ratih Pahlesia: Prevalensi Obstructive Sleep Apnea (OSA) pada Pasien PPOK Stabil Derajat Ringan Sampai Berat Berdasarkan
Kuesioner Berlin dan Polisomnografi

in middle-aged Korean men and women. Am J 21. Young T, Peppard PE, Gottlieb DJ. Epidemiology
Respir Crit Care Med. 2004;170:1108–13. of obstructive sleep apnea: a population health per­
15. Bearpark H, Elliott L, Grunjstein R, Hedner J, spective. Am J Respir Crit Care Med. 2002;165:1217-
Cullen S, Schneider H, et al. Occurrence and 39.
correlates of sleep disordered breathing in the 22. Wetter DW, Young TB, Bidwell TR, Badr MS, Palta
Australian town of Busselton: a preliminary M. Smoking as a risk factor for sleep-disordered
analysis. Sleep. 1993;16:S3-5.
breathing. Arch Intern Med. 1994;154:2219–24.
16. Durán J, Esnaola S, Rubio R, Iztueta A. Obstructive
23. Kashyap R, M Hock L, Bowman TJ. Higher
sleep apnea-hypopnea and related clinical features
prevalence of smoking in patients diagnosed
in a population-based sample of subjects aged 30 to
as having obstructive sleep apnea. Sleep and
70 yr. Am J Respir Crit Care Med. 2001;163:685-9.
breathing. 2001;5:167-72.
17. Stradling JR, Crosby JH. Predictors and prevalence
of obstructive sleep apnoe and snoring in 1001 24. Netzer NC, Hoegel JJ, Loube D, Hay B, Netzer
middle aged men. Thorax. 1991;46:85-90. CM, Sala RA, et al. Prevalence of Symptoms
18. Sleep apnea. Mayo Clinic. 2010. [cited 15th April and Risk of Sleep Apnea in Primary Care. Chest.
2011]. Available from: http:// www.mayoclinic.com/ 2003;124:1406-14.
health/sleep-apnea/DS00148/DSECTION=risk- 25. Cistulli PA. Craniofacial abnormalities in
factors. obstructive sleep apnoea: implications for
19. Obstructive sleep apnea. Patient.co.uk. 2011. [cited treatment. Respirology.1996;1:167-74.
15th April 2011]. Available from: http://www.patient. 26. Schwab RJ, Pasirstein M, Kaplan L, Pierson
co.uk/doctor/obstructive sleep apnea (OSA).htm. R, Mackley A, Hachadoorian R, et al. Family
20. Conway SG, Roizenblatt SS, Palombini L, aggregation of upper airway soft tissue structures
Castro LS, Bittencourt LRA, Silva RS, et al.
in normal subjects and patients with sleep apnea.
Effect of smoking habits on sleep. Brazilian J of
Am J Respir Crit Care Med. 2006;173:453–63.
Med and Biological Research. 2008;41:722-7.

J Respir Indo Vol. 36 No. 3 Juli 2016 191

Anda mungkin juga menyukai