Anda di halaman 1dari 11

Penyakit Penyerta dan Risiko Kematian pada

Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis


Dasar Pemikiran :
Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sering menderita penyakit
penyerta (penyakit komorbid), namun hanya sejumlah kecil penelitian yang dilakukan secara
prospektif untuk mengevaluasi penyakit penyerta dan risiko kematian pada pasien PPOK
tersebut.
Tujuan :
Mengevaluasi secara prospektif penyakit penyerta PPOK dan risiko kematian pasien
PPOK.
Metode :
Peneliti melakukan follow up terhadap 1.664 pasien penderita PPOK yang berada
dalam 5 center kesehatan selama kurang lebih 51 bulan. Peneliti mengkalkulasi risiko
kematian menggunakan Cox proportional Hazard dan kemudian menampilkan grafik yang
merepresentasikan prevalensi penderita PPOK dan seberapa kuat hubungannya dengan
tingkat kematian dalam bentuk comorbidome.
Hasil akhir :
Lima belas dari 79 penyakit penyerta berhasil ditentukan pada pasien yang berhasil
selamat dan tidak selamat selama penelitian. Hasilnya, ditemukan 12 penyakit penyerta yan
diduga kuat merupakan penyebab kematian pasien, kemudian di integrasikan dalam COTE
index. Peningkatan nilai COTE index diasosiasikan dengan peningkatan risiko kematian
pasien yang menderita PPOK.
Kesimpulan :
Penyakit penyerta atau pemberat seringkali ditemukan pada pasien penderita PPOK.
COTE (Commorbidites Index) dapat digunakan untuk membantu menentukan risiko
kematian pada pasien penderita PPOK.
PPOK merupakan salah satu penyebab utama peningkatan angka kematian dan
kesakitan penduduk dunia. Pasien dengan PPOK seringkali juga menderita penyakit penyerta,
seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit pembuluh darah otak (CVD), kanker paru, dan
diabetes. Penyakit-penyakit penyerta itulah yang seringkali menyebabkan kematian pada
pasien PPOK (lebih dari 60% pasien yang diteliti tidak selamat dalam dua penelitian yang
dilakukan secara acak meskipun sudah diberikan terapi adekuat).
Risiko kematian pada pasien PPOK sudah dijabarkan dengan menggunakan indiaktorindikator multidimensi, seperti BODE (Body Mass Index, FEV1, Dypsnea, and Exercise
capacity), ADO (Age, Dypsnea, FEV1), DOSE (Dypsnea, FEV1, Smoking Status, and
Exacerbation frequency) yang mulai sering dipakai daripada hanya menggunakan indikator
klasik hanya berupa FEV1. Namun, indikator-indikator tersebut tidak secara sistematis
memasukkan keadaan atau efek dari penyakit yang sudah diderita pasien sebelumnya.

Beberapa penelitian telah mengeksplore penyakit terkait PPOK dan memberikan masukkan
bahwa semakin meningkat usia pasien, maka beberapa penyakit pemberat sebenarnya sudah
ada, dan hal itu mempengaruhi outcome penelitian, seperti kesehatan dan kualitas hidup,
kebutuhan bantuan tenaga kesehatan, respon terhadap terapi, dan tingkat kematian. Namun
studi-studi tersebut tidak disusun secara sistematis untuk mengevaluasi prevalensi dan
komorbiditas pada pasien PPOK, beberapa juga hanya menggunakan sample kecil pada 1
center kesehatan, menggunakan penelitian retrospektif berdasar rekam medis, atau
menggunakan pasien yang dirawat di RS pada keadaan setelah terjadinya eksaserbasi akut.
Hal-hal itulah yang menjadi keterbatasan penelitian.
Sejak tidak lagi digunakannya kriteria BODE, sebuah penelitian yang masih
berlangsung secara prospektif dengan observasi multidimensi terhadap pasien yang hanya
dirawat jalan yang didiagnosa menderita PPOK berdasar klinis, peneliti secara sistematis
mencatat sebuah sekuel atau perkembangan suatu penyakit penyerta. Peneliti membuat suatu
hipotesa prevalensi dari masing-masing penyakit penyerta dan seberapa kuat hubungannya
antara jumlah dari penyakit penyerta dan risiko kematian pasien. Dengan informasi ini,
mereka dapat membuat skala indeks mengenai PPOK dan penyakit penyerta yang spesifik,
disebut juga COTE (PPOK specific CO-morbidity TE-st). pada akhirnya, dokter dapat
mengeksplorasi bilamana indeks COTE mampu menyediakan tambahan kriteria prognosis
terhadap indeks BODE. Beberapa hasil penelitian ini sudah dipresentasikan sebelumnya pada
European Respiratory Meeting tahun 2011.

I.

METODE
Design Penelitian dan Populasi Penelitian

BODE cohort merupakan studi prospektif yang masih berjalan, multicenter, dan
merupakan studi observasi terhadap pasien PPOK, yang didiagnosa di klinik Paru di Amerika
serikat dan Spanyol, dengan pemeriksaan secara berulang setidaknya sekali dalam setahun.
Sejak November 1997 hingga Maret 2009, total 1664 subjek yang berasal dari
masing-masing center kesehatan (5 center kesehatan) telah diperiksa lewat sebuah penelitian
dan difollow up hingga pasien meninggal atau hingga tahun 2010.
Kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian BODE sudah dipublikasikan sebelumnya.
Kriteria inklusi adalah pasien PPOK yang memiliki riwayat merokok sebelumnya (>10 pak
per tahun), dan sudah melakukan test fungsi paru yang merupakan standard pemeriksaan
berdasar ATS (American Thoracic Society). Semua pasien dalam kondisi stabil dan mendapat
terapi standard. Subjek dieksklusi bila memiliki asthma, tidak bisa melakukan lung fucntion
test, dan tidak bisa melakukan test jalan 6 menit.
Pengukuran
Peneliti mencatat usia, jenis kelamin, hasil test post bronchodilator dengan spirometri,
dan index BODE.
Penyakit Penyerta

Penyakit-penyakit penyerta yang dialami pasien dicatat secara sistematis


melalui syarat berikut :
1. Penyakit tersebut termasuk dalam Charlson Commorbidity Index
2. Semua penyakit penyerta sudah dicatat dalam rekam medis pasien
3. Gejala penyakit penyerta tersebut memang benar ada dan diketahui saat dilakukan
visit maupun interview
Diagnosis dari penyakit penyerta tersebut sudah dikonfirmasi baik oleh catatan
pengobatan yang diterima pasien, maupun dengan test konfrimasi yang ada pada
catatan rekam medis. *Catatan : penyakit yang sudah sembuh juga dimasukkan dalam
list penyakit penerta (contoh: pasien sempat menderita pneumonia).

Pasien yang tidak selamat


Pasien yang meninggal atau lost follow up diverifikasi dengan menelepon tiap
subjek atau keluarga subjek. Penyebab kematiannya juga dicatat : akibat PPOK, nonPPOK respiratory cause, kardiovaskuler, kanker, atau penyebab lainnya yang tidak
diketahui.
Pengembangan dari Comorbidome dan COTE index
Untuk mengevaluasi kekuatan hubungan antara penyakit penyerta dengan
risiko kematian, peneliti menggunakan analisis multivariat dengan menggunakan
COX proportional hazards refression termasuk 79 penyakit penyerta yang sudah
dicatat. Infromasi tersebut diintegrasikan menjadi comorbidome, yaitu berupa
grafik prevalensi dari penyakit penyerta dan risiko kematian pasien.
II.

HASIL
Karakterisitk kohort

Penelitian kohort ini mengutamakan pasien pria kulit putih dengan rerata FEV
1 sebesar 49% dengan range obstruksi airflow yang luas (Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease Stages). Rerata BODE index adalah 3,7. Median dari waktu
penelitian adalah 51 bulan. Saat dilakukan observasi, 40% pasien meninggal, dengan
rerata waktu follow up selama 36 bulan, dibanding dengan 62 bulan pada pasien yang
selamat. dari 671 pasien yang meninggal saat observasi, ditemukan penyebab primer
kematiannya pada 551 pasien (82%). Penyebab dari penyakit pernafasan lah yang
terbesar yaitu 328 subjek (49%), dengan PPOK sebagai penyebab utamanya adalah
268 kasus (40%). Pada 283 pasien (42%), penyebab kematiannya adalah bukan dari
penyakit pernafasan, antara lain 144 orang meninggal karena kanker (21%), dan 51
orang meninggal karena penyakit kardiovaskular (8%).

Penyakit Penyerta
Total 79 penyakit penyerta diobservasi termasuk berdasar jenis kelamin
(kanker payudara, kanker prostat). Rerata jumlah penyakit penyerta pada tiap pasien
adalah 63,5; diantaranya 4,6 3,2 untuk perempuan, dan 6,2 3,5 untuk pria. Rerata
jumlah penyakit penyerta lebih tinggi pada pasien yang tidak selamat dibanding yang
selamat.

pada

Distribusi prevalensi dari penyakit penyerta yang paling signifikan adalah


grafik
1:

PPOK Comorbidome
Prevalensi dari 12 penyakit penyerta yang berhubungan dengan peningkatan
risiko kematian, dengan overall prevalensi lebih dari 10%, ada pada grafik 2 bubble
chart. Mortalitas ada pada bagian tengah, dengan diameter dari planet adalah
prevalensinya. Semakin dekat dengan bagian tengah maka risiko kematian makin
tinggi.

COTE index
Penyakit penyerta yang termasuk dalam COTE index dapat dilihat pada tabel
2. Mirip dengan Charlson index, dengan value point berdasar skala 1-6 untuk tiap
penyakit komorbid yang diseleksi. (1-1,5= 1, >1,5-2= 2, >2= 6). Khusus untuk
keganasan makan nilainya dianggap langsung menjadi 2 point. Semakin tinggi COTE
index maka makin tinggi pula angka kematian pasien baik itu terkait PPOK maupun
non PPOK.

III.

Diskusi
Observasi multisentrik pasien PPOK dengan berbagai komorbid menunjukkan
tiga hal. Pertama, meskipun sejumlah besar komorbiditas ada pada pasien PPOK,
kelompok pasien dapat dibagi menjadi mortalitas yang berhubungan dengan
PPOK maupun tidak berhubungan dengan PPOK. Kedua, dari hasil HR dan data
prevalensi komorbiditas, ada ekspresi baru antara hubungan komorbiditas dan
PPOK, yaitu komorbidom. Ketiga, terbentuk indeks resiko komorbid yang baru
(COTE). Indeks sederhana ini, yang memberikan informasi tambahan pada indeks
BODE, bisa memprediksi pasien PPOK mana yang memiliki resiko mortalitas
tinggi terlepas dari kondisi umum mereka. Meskipun banyak jumlah komorbiditas
pada pasien PPOK, PPOK adalah penyakit respirasi kompleks yang diasosiasikan
dengan banyak manifestasi sistemik. IMT yang rendah, tingginya skor dyspnea,
dan kurangnya kapasitas oalhraga memberikan prognosis yang buruk yang tidak
bergantung pada keterbatasan airflow. Sebagai tambahan, ada akumulasi buktibukti bahwa pasien dengan PPOK rentan untuk terkena penyakit lain seperti
penyakit arteri coroner, kanker paru, osteoporosis, anemia, depresi. Karena
asosiasi dengan penyakit-penyakit lain cenderung lebih kuat pada pasien PPOK
daripada pasien tanpa PPOK, Fabbri mengutarakan bahwa mungkin saja PPOK
merupakan salah satu manifestasi dari sindroma inflamasi sistemik. Konsep ini
mendapat perhatian besar. Namun, sedikit penelitian yang mendalami teori ini.
Sebagai bagian dari karakterisasi, pasien dievaluasi apakah terdapat komorbiditas
pada setiap kunjungan.
Disamping penyakit-penyakit yang tertera pada skor Charlson yang digunakan
untuk menentukan dasar komorbiditas, pasien juga diminta untuk menuliskan
adanya penyakit baru yang diderita atau terapi baru yang dijalankan untuk
mengobati penyakit selama follow-up. Seperti yang terlihat pada gambar 1,
gambar E2, dan tabel E1, sebanyak 79 komorbiditas berbeda ditemukan dalam

follow up selama 51 bulan. Seperti yang diperkirakan, tidak semua komorbiditas


memiliki prevalensi yang sama, dimana hipertensi dan hyperlipidemia mengenai
50% pasien, dimana komorbiditas lain memiliki prevalensi yang sangat rendah.
Hasil menunjukkan dari 79 komorbiditas yang terlihat, 15 membedakan prognosis
hidup dan mati. 12 komorbiditas diasosiasikan dengan peningkatan resiko
kematian (Tabel 2) dan petugas kesehatan perlu memberikan perhatian lebih
dalam memberi penapisan dan terapi, atau menentukan diagnosis banding dari
diagnosis utama PPOK. Peningkatan resiko kematian akibat kanker paru sering
disebutkan dalam beberapa literatur. Namun, peningkatan resiko kematian akibat
adanya fibrosis jaringan interstisial, ulkus peptikum, sirosis hepar, dan fibrilasi
atrium belum dijelaskan. Satu penemuan menarik dalam penelitian ini
menjelaskan prevalensi dari komorbiditas dan asosiasinya dengan tingkat
kematian pada pasien dengan PPOK. Hasil yang ditunjukkan pada gambar 2, yang
disebut sebagai komorbidome PPOK, menjelaskan prevalensi penyakit (ukuran
lingkaran) dan resiko kematian (mendekat ke pusat lingkaran).
Meskipun hipertensi, hyperlipidemia, dan obstructive sleep apnea memiliki
prevalensi yang tinggi, resiko secara langsung terjadinya kematian tidak
signifikan. Peneliti mempercayai alasan terbesar adalah karena penyakit-penyakit
tersebut dapat diterapi atau penyakit-penyakit tersebut merupakan faktor resiko
terjadinya penyakit yang lebih letal, seperti penyakit arteri coroner. Namun,
beberapa kanker menyebabkan resiko yang cukup tinggi untuk menyebabkan
kematian. Kanker paru memiliki prevalensi sebesar 9%, mengkonfirmasi adanya
asosiasi kuat antara PPOK dan kanker paru. Penemuan lain juga mengatakan
adanya prevalensi yang cukup tinggi pada fibrosis interstisial paru (6%) dan
memiliki asosiasi kuat dengan resiko kematian. Observasi ini memberikan
dukungan terhadap argument yang baru-baru ini diutarakan oleh Washko bahwa
kombinasi kelainan jaringan interstisial paru dan PPOK memiliki asosiasi yang
dihubungkan oleh faktor resiko merokok. Sirosis hepatis dan kecemasan juga
diasosiasikan dengan peningkatan resiko kematian dan menjelaskan beberapa
korelasi dengan gaya hidup dan perilaku sosial yang bisa didapatkan dari
anamnesa. Adanya kecemasan, terutama pada perempuan, sebagai faktor resiko
kematian merupakan penemuan yang mengejutkan. Namun, penemuan ini
konsisten dengan beberapa studi sebelumnya dimana kecemasan lebih sering
terjadi pada wanita dan mempengaruhi frekuensi eksaserbasi dan rawat inap.
Resiko yang diberikan oleh ulkus peptikum cukup menarik untuk diperhatikan
dimana diprediksikan eksaserbasi PPOK yang utama disebabkan oleh adanya
refluks gastroesofagus. Untuk memenuhi kebutuhan klinisi dan peneliti untuk
menentukan komorbiditas pasien PPOK, kami membentuk indeks COTE. Hasil
pengukuran menggunakan indeks COTE meningkat akurasi prognosis mortalitas
pada pasien dengan PPOK saat ditambah dengan indeks BODE. Berdasarkan
perhitungan statistic, penggunaan indeks COTE untuk memprediksi mortalitas
mirip dengan indeks Charlson tetapi lebih sederhana untuk digunakan. Indeks
COTE mencakup banyak penyakit seperti fibrilasi atrium, fibrosis paru, dan
kecemasan yang tidak dicakup oleh indeks Charlson. Tetapi, indeks Charlson
melibatkan komorbiditas seperti penyakit renal dan hepar yang dikategorikan
berdasarkan keparahan dan mementingkan penyakit yang saat ini mulai bisa

dikontrol seperti AIDS. Untuk memvalidasi penggunaan indeks COTE, kami


membagi pasien yang diteliti di Spanyol dan di Amerika.
Asosiasi yang sama didapatkan antara keduanya. Hasil dari studi ini juga
menunjukkan kombinasi indeks BODE dan COTE memberikan peneliti dan
klinisi alat sederhana untuk menilai keparahan penyakit pasien. Penelitian ini
memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, ada beberapa wanita yang dimasukkan
ke dalam penelitian. Ada 186 wanita yang dimasukkan ke dalam penelitian dan
dengan jumlah banyak ini, kami dapat mengidentifikasi kanker payudara dan
kecemasan sebagai 2 dari 12 penyakit yang meningkatkan resiko kematian pada
pasien PPOK. Kami menemukan hubungan ini sangat menarik dan perlu dipelajari
dalam penelitian lanjut. Kedua, beberapa pasien dieksklusikan karena
komorbiditas yang dapat menyebabkan kematian dini dan sulitnya melakukan
seluruh penilaian pada pasien tersebut. Secara spesifik, pasien dengan riwayat
infark miokard selama 4 bulan terakhir, gagal jantung kongestif berat, dan kanker
yang tidak diterapi tidak diikutkan dalam penelitian. Terlepas dari eksklusi, ketiga
penyakit tersebut meningkatkan resiko kematian selama penelitian. Ketiga,
penemuan penemuan ini belum tentu dapat diaplikasikan pada seluruh pasien
PPOK karena pasien diambil dari klinik spesialis. Akan tetapi, seperti yang
terlihat pada Tabel 1, banyak jumlah pasien yang memenuhi kriteria GOLD dan
kuartil BODE dalam semua tingkat, dan sebagai tambahan, pasien yang telah
dipelajari dapat menggambarkan keseluruhan jumlah pasien yang ada dalam
praktek sehari-hari. Sebagai kesimpulan, kami telah mengkonfirmasi bahwa
pasien dengan PPOK sering dikaitkan dengan komorbiditas. Sebanyak 12
komorbiditas dapat diidentifikasikan sebagai resiko tersendiri untuk menjadi
penyebab penyakit dan bisa merupakan sumber penyakit yang dapat ditapis oleh
klinisi yang merawat pasien. Kami menunjukan komorbidom sebagai ekspresi
dari prevalensi komorbiditas dan asosiasinya dengan resiko kematian pada pasien
PPOK. Indeks COTE yang didapat dari penelitian PPOK ini merupakan prediktor
sederhana dari resiko kematian yang melengkapi indeks BODE dan bisa
digunakan untuk mengukur tingkat komorbiditas pada tingkat klinis dan
penelitian.

Tabel 2. Komorbiditas dengan asosiasi terkuat terhadap peningkatan resiko


kematian

Komorbiditas
Hazard ratio
Poin
Kanker paru, esofagus,
>2
6
pankreas, dan payudara
Kecemasan
13.76
6
Kanker lain
2
Sirosis hepatis
1.68
2
Fibrilasi atrium/flutter
1.56
2
Diabetes dengan neuropati
1.54
2
Fibrosis paru
1.51
2
Gagal jantung kongestif
1.33
1
Ulkus gaster/duodenum
1.32
1
Penyakit arteri koroner
1.28
1
Hazard Ratio <1.5 = 1, >= 1.5 = 2, dan 6 untuk kanker paru, pancreas, esophagus, dan
payudara.
Tabel 3. Komorbiditas dan nilai poin yang digunakan untuk komputerisasi indeks COTE

Tabel 2. Grafik komorbidome

Tabel 2. Komorbiditas dengan asosiasi terkuat terhadap peningkatan resiko kematian

Anda mungkin juga menyukai