“INLAY”
OLEH KELOMPOK 1 :
AHGDAD (B1G122007)
DESI ROSALINA(B1G122010)
DOSEN PENGAMPUH :
ISMA SUPRAPTI S.KM., M.KES
Terlepas dari itu semua, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan, baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat dilakukan
perbaikan pada makalah.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berkembangnya penemuan bahan restorasi di bidang kedokteran gigi serta
teknik penumpatan yang bermacam-macam akan mempermudah penumpatan
kavitas gigi. Restorasi di bidang kedokteran gigi terbagi atas dua yaitu restorasi
plastis dan restorasi rigid. Restorasi plastis yaitu bahan restorasi yang dimasukan
kedalam kavitas masih dalam keadaan plastis dan masih dapat dibentuk dan kelak
mengeras menjadi rigid, contohnya amalgam, komposit, dan semen ionomer kaca.
Sedangkan restorasi rigid adalah restorasi yang dibentuk diluar mulut dari bahan
yang rigid dan kemudian disemenkan kedalam gigi yang telah dipreparasi yang
tentu saja tidak boleh mempunyai undercut. Salah satu contoh restorasi rigid
adalah inlay.Inlay adalah restorasi tidak langsung yang terbuat dari emas atau
porselen yang dimasukkan kedalam kavitas dan kemudian disemenkan.
Perkembangan restorasi tuang modern adalah atas jasa seorang dokter gigi
Amerika, Dr. William H. Taggart, yang pada tahun 1907 menguraikan satu
tekhnik pembuatan emas tuang yang lepas dengan gigi yang telah dipreparasi
dengan presisi yang baik. Tekhnik yang diuraikannya dikenal sebagai the lost wax
process. Inlay terbuat dari logam tuang dan porselen yang memiliki keuntungan
dan kerugian terhadap kekuatan, ketahanan terhadap abrasi, penampilan,
versatilitas, biaya dan penyemenan. Pembahasan tentang restorasi inlay, akan
kami uraikan lebih jelas pada bab selanjutnya.
e. Garis pengakhir
Beberapa bentuk bevel atau chamfer merupakan garis pengakhir
yang umum dilakukan untuk restorasi tuang intrakorona. Penggunaan
bentuk ini menghasilkan sudut tepi kavitas (cavo-surface) 1350 dan sudut
tepi logam 450. Jika inlay dipasang, tepi logam yang tipis ini bisa diburnis
ke email.
f. Pelapikan kavitas
Pada kavitas yan dalam harus digunakan sub pelapik dari semen
yang mengandung hidroksida kalsium. Bahan pelapik kedua selanjutnyya
diletakkan diatas sub pelapik untuk menutup setiap undercut, mendatarkan
lantai oklusal dan dinding pulpa, dan sebagai isolator panas bagi pulpa.
Semen ionomer kaca merupakan bahan pilihan untuk pelapik structural ini
karena adhesive terhadap dentin.
g. Pencetakan Sendok cetak khusus
Sendok mendukung bahan disekitar gigi, ini berarti bahan di
sekitar gigi; ini berarti bahwa bahan cetak yang digunakan makin sedikit
dan bisa diperoleh ketebalan bahan yang konsisten. Jika diperlukan dapat
pula dibuat sendok cetak khusus dari resin akrilik pada model studi.
Sendok harus menutupi semua gigi didalam lengkung dan diperluas 2mm
melebihi tepi gingival. Sendok harus berjarak 1-2mm dari gigi-gigi tetapi
berkontak dengan 3 gigi disepanjang rahang sehingga bisa dipasang
dengan tepat tanpa menyentuh gigi yang dipreparasi. Bahan adhesive yang
tepat untuk pencetakkan diulaskan pada bagian dalam sendok dan sekitar
tepi-tepinya, kemudian dibiarkan mongering sebelum dilakukan
pencetakkan.1 Pengisolasian gigi; retraksi gingiva. Bahan cetak elastomer
bersifat hidrofobik dank arena itu, permukaan gigi yang dipreparasi harus
kering. Gigi diisolasi dengan gulungan kapas dan disertai penghisap
saliva. Jaringan gingival harus dalam keadaan sehat sebelum dilakukan
preparasi. Jika tepi preparasi diperluas ke atau dibawah tepi gingival, tepi
gingival perlu diretraksi sebelum pencetakan agar diperoleh cetakan
bagian tepi yang akurat. Untuk tujuan ini digunakan benang retraksi
gingival yang dibasahi larutan stiptik seperti alumanium klorida atau
vasikonstriktor misalnya adrenalin. Benang ditekan perlahan-lahan ke
leher gingival dengan alat plastic datar, dibiarkan 1-2menit sebelum
dilakukan pencetakkan.
Pembuatan cetakan
Bahan cetak diaduk merata sesuai petunjuk pabrik. Benang retraksi
dilepas dan bahan cetak yang encer disuntikan kedalam preparasi dan
sekitar gigi. Bahan cetak yang lebih kental atau berbentuk padat
diletakkan pada sendok cetak dan sendok cetak ditempatkan diatas bahan
encer yang belum mengeras. Ini membantu bahan cetak beradaptasi
kesemua daerah preparasi dan leher gingiva. Sendok cetak ditahan sampai
bahan cetak mengeras dan dikeluarkan dari mulut.
Pemeriksaan cetakan
Cetakan hasil preparasi harus diperiksa rinciannya untuk melihat
apakah semua bagian tepi terlihat dan tidak ada lubang kosong karena
gelembung udara yang terjebak. Rincian permukaan okusal dari seluruh
cetakan harus diperiksa karena akibat gelembung udara nantinya akan
terisi gip dan menghalangi oklusi model.
Tahap Laboratorium
Pada dasarnya, cetakan kerja diisi dengan gips keras disertai pin
runcing atau alat lain agar model gigi yang dipreparasi bisa dipotong
terpisah dari bagian model yang lain. Sedemikian rupa sehingga bisa
dipasang kembali keposisi yang sama. Inilah yang disebut die. Pola malam
dibuat pada die yang sudah dilumasi dan karena die dilepas dari model
induk, maka bisa diperoleh pola malam direct dengan adaptasi tepi gingiva
proksimal dan titik kontak yang lenih akurat. Pola malam kemudian diberi
sprue seperti biasa, tetapi biasanya digunakan sprue malam atau plastik,
bukan logam dan dicor. Sprue dilepas dan inlay dipoles di laboratorium
sebelum dikembalikan ke klinik. Oklusi di cek sewaktu pola malam dibuat
dan selama pemolesan, dengan mengartikulasikan model kerja dengan
model antagonisnya. Ini bisa dilakukan dengan tangan, tapi lebih baik bila
model dioklusi dengan artikulator sederahana. Keuntungannya adalah bila
menggunakan tangan sebagian besar gigi akan saling berkontak meskipun
pola malam kurang baik, tetapi dengan artikulator, kontak yang terlalu
tinggi dengan pola malam akan membuat gigi lain tidak berkontak
sehingga penyimpangan oklusi bisa dilihat dengan jelas.
3.1 Saran
Terima kasih kami ucapkan kepada pihak-pihak yang sudah membantu
dalam proses penyusunan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anusavice, Kenneth J. (2003). Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. (Johan
Arief Budiman & Susi Purwoko, Penerjemah). Jakarta: EGC.
Sturdevant, CM. (2006) The Art and Science of Operative Dentistry, ed.5. St
Louis Mosby.
Kidd, AM., Smith, BGN., & Pickard, HM. (2000). Manual Konservasi Restoratif.
Ed 6. ( Narlan Sumawinata, Penerjemah). Jakarta: Widya Medika