Anda di halaman 1dari 2

Nama : Aurelya Azzahra

Kelas : XII MIPA 2

“ Asal Mula Ujungberung ”

Berawal dari kisah Dipati Ukur dan rombongannya yang melarikan diri dari kejaran tentara
Mataram. Dipati Ukur atau Wangsanata adalah seorang bangsawan penguasa Tatar Ukur pada
abad ke-17. Dipati Ukur adalah putra dari Pangeran Adipati Cahyana sang pewaris tahta
Kerajaan Jambu Karang yang terletak di Purbalingga. Sejak kecil Wangsananta disingkirkan dan
dititipkan oleh Mataram kepada penguasa Tatar Ukur (wilayah Ukur) yang bernama Adipati
Ukur Agung. Setelah dewasa, Wangsanata dinikahkan dengan putri Adipati Ukur Agung
bernama Nyi Gedeng Ukur. Sepeninggal mertuanya, Wangsanata menggantikan kedudukan
Adipati Ukur Agung sebagai penguasa Tatar Ukur (Timbanganten). Sejak itulah, Wangsanata
dikenal dengan nama Dipati Ukur.

Dipati (adipati) adalah gelar bupati sebelum zaman kemerdekaan.Dipati Ukur adalah Bupati
Wedana Priangan yang pernah menyerang VOC di Batavia atas perintah Sultan Agung dari
Kesultanan Mataram pada tahun 1628. Naas serangan itu gagal, dan jabatan Dipati Ukur dicopot
oleh Mataram. Untuk menghindari kejaran pasukan Mataram yang akan menangkapnya, Dipati
Ukur dan pengikutnya hidup berpindah-pindah dan bersembunyi.

Konon saat masa pelariannya, Dipati Ukur sampai di suatu tempat di pinggiran danau
Bandung purba sebelah timur Bandung. Tempat itu ditumbuhi oleh tanaman bambu yang sangat
lebat, sehingga meskipun terkepung oleh tentara Mataram, rombongan Dipati Ukur dapat
menyamarkan diri dan tidak dapat ditemukan pengejarnya. 

Tempat itu bernama Bojong Awi. Bojong = daerah tepian telaga. Awi = bambu. 

Peristiwa itu dianggap oleh bala tentara Mataram sebagai Ujung-nya dari upaya pengejaran
yang sangat panjang dalam nga-Berung napsu (mengumbar nafsu) untuk menangkap sang Dipati.
Maka wilayah tersebut disebut sebagai Oedjeongbroeng atau Ujungberung.
Ibukota Ujungberung saat itu adalah Cipaganti. Sementara Bandung saat itu hanyalah nama
sebuah kampung kecil yang ditemukan oleh Julien da Silva pada 1641.
Tidak ada yang tahu dengan pasti seberapa luas sebenarnya wilayah Ujungberung di awal
perkembangannya. Karena, diperkirakan wilayah Ujungberung sudah ada sejak pertengahan
abad ke-6, dan telah dijadikan batas wilayah antara Kerajaan Sunda dan Kendan. 

Setelah beres pembangunan Jalan Raya Pos, baru ada peta yang cukup akurat mengenai batas-
batas suatu wilayah di Priangan. Dimana dalam peta tersebut tercantum bahwa batas wilayah
Ujungberung paling barat adalah Sungai Cibeureum (Cimahi), ke timur Sungai Cibeusi
(Cileunyi), ke utara rangkaian gunung, dari G. Tangkubanparahu-Bukittunggul-Manglayang, ke
selatan berbatasan dengan Sungai Citarum. Bila kita perkirakan, luas wilayah Ujungberung pada
saat itu kira-kira 43.000 ha lebih dan Kota Bandung yang statusnya masih kampung pada saat
itu berada di tengah-tengahnya, atau + 1/6 luas wilayah Kabupaten Bandung. 
Pada waktu itu, berdasarkan letak geografis wilayah, Pemerintah Hindia Belanda, membagi
wilayah Ujungberung menjadi 2 bagian.  Sebelah utara Jalan Raya Pos, yang terdiri dari
pegunungan, disebut Oedjoengbroeng Kaler. Sedangkan, sebelah selatan Jalan Raya Pos,
merupakan rawa raksasa Gegerhanjuang, disebut Oedjoengbroeng Kidoel.

Setelah Raffles memperkenalkan sistem pemerintahan distrik, wilayah Ujungberung pun


terbagi menjadi 2 distrik (dimana Kabupaten Bandung waktu itu terbagi menjadi 16 distrik),
yakni District Oedjoengbroeng Koelon dengan District Oedjoengbroeng Wetan, dengan batas S.
Cibeunying. Ibukota Distrik Ujungberung Kulon 'diganti' menjadi Cipaganti, sedangkan Distrik
Ujungberung Wetan beribukota di Ujungberung (di Nyublek, sekitar belokan Cikadut arah ke
Sukamiskin). Baru menjelang pertengahan abad ke -19, ibukota Distrik Ujungberung Wetan
dipindahkan ke sekitar Alun-alun Ujungberung sekarang. 
          
Hingga akhir abad ke-19, nama Ujungberung terpampang jelas di peta-peta lama yang dibuat
oleh Pemerintah Hindia Belanda. Ini dikarenakan, Ujungberung telah menjadi salah satu wilayah
pusat pengembangan perkebunan kopi dan kina di wilayah Priangan. Tentunya, menjadi tambang
emas bagi pemerintah kolonial.

Setelah abad ke-20, peran Ujungberung mulai berkurang, dan nama Ujungberung mulai
meredup pada peta-peta yang dibuat oleh pemerintah kolonial. Itu terjadi karena pada saat itu
terus terjadi pemekaran wilayah kampung Bandung, lalu menghapus nama distrik Ujungberung
Kulon menjadi Kotapraja Bandung.

Pada tahun 1987 Ujungberung dicap sebagai kecamatan di wilayah kotamadya Bandung. Kini
Ujung Berung mempunyai lima kelurahan yaitu Pasirendah, Cigending, Pasirjati, Pasirwangi,
dan Pasanggrahan.

Sumber:

 nubandung.id
 wikipedia.org

Anda mungkin juga menyukai