Anda di halaman 1dari 4

Sejarah Provinsi Bengkulu

Bengkulu adalah sebuah wilayah provinsi yang berada di pulau Sumatera, Indonesia. Ibu kota provinsi


Bengkulu terletak di kota Bengkulu. Provinsi ini terletak di bagian Barat Daya Pulau Sumatera dan pantai
barat di bagian Selatan Pulau Sumatra yang berbatasan langsung dengan provinsi Sumatera
Barat, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung di wilayah sekitarnya. Pada tahun 2020, jumlah penduduk
provinsi ini sebanyak 2.091.314 jiwa, dengan kepadatan 105 jiwa/km². Sebelumnya kawasan ini berada
dalam pengaruh kerajaan Inderapura dan kesultanan Banten. Kemudian dikuasai Inggris sebelum
diserahkan kepada Belanda. Kota ini juga menjadi tempat pengasingan Bung Karno dalam kurun
tahun 1939 - 1942 pada masa pemerintahan Hindia Belanda.

Provinsi Bengkulu terletak di bagian Barat Daya Pulau Sumatera dan berada di pantai barat bagian
Selatan Pulau Sumatera yang berhadapan langsung dengan garis pantai Samudera Hindia di sisi barat
provinsi tersebut. Dengan luas wilayah yang hanya sebesar 19.919,33 km2, Provinsi Bengkulu
merupakan provinsi terkecil urutan pertama di daratan Pulau Sumatera dan provinsi terkecil urutan
kesepuluh di Indonesia. Namun, apabila di tambah dengan provinsi yang berbentuk kepulauan yang
terpisah dari daratan Pulau Sumatera, Provinsi Bengkulu merupakan provinsi terkecil urutan ketiga dari
sepuluh provinsi yang terdapat di Pulau Sumatera, setelah Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung.

Batas wilayah

Berikut merupakan batas-batas wilayah dari Provinsi Bengkulu:

Utara Provinsi Sumatra Barat

Timur Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatra Selatan

Selatan Provinsi Lampung

Barat Samudra Hindia

Sejarah Bengkulu

Zaman prasejarah Bengkulu sudah dihuni manusia. Para pendatang dari Asia berbaur dengan manusia
purba sekitar 4000 – 2000 SM. Sebagian masuk ke pedalaman, sementara yang lain menghuni daerah
pantai. Ini merupakan cikal bakal suku bangsa Neo-Malayan. Bagian suku bangsa itu antara lain : suku
Rejang (Rejang Lebong dan Bengkulu Selatan), Serawai / Pasemah (Bengkulu Selatan), Kaur (Bintuhan),
Lembak di Kota Bengkulu dan sekitar Kepala Curup). Bengkulu (Kota Bengkulu) dan suku Katahun
(Muko-muko).

Islam masuk ke Bengkulu pada abad XV (dari jawa). Perang Bengkulu-Aceh terjadi dua kali pada abad
XVI dan XVII. Kesultanan-kesultanan di Bengkulu ketika itu: Selebar, Sungai Limau, dan Anak Sungai.
Armada Aceh membuka serangan ke Selebar. Kapal induk Aceh menunggu di laut bersama induk
pasukan, sedangkan kapal-kapal yang lebih kecil memasuki Sungai Serut. Pihak Selebar mampu menahan
serangan itu karena menutup Sungai Serut dengan rintangan sehingga kapal induk Aceh tidak mampu
memberi bantuan pada pasukannya yang lebih dahulu masuk.

1664 – VOC mendirikan perwakilan di Bengkulu, namun enam tahun kemudian Belanda menutup
sementara kantornya dan dibuka kembali tahun 1824.

24 Juni 1685  Inggris masuk ke Bengkulu, namun mereka mendarat di Pulau Tikus ( 1 km dari kota pusat
kota Bengkulu) dan disambut oleh agen niaganya. Mereka tidak masuk ke pelabuhan  Selebar (daerah
Pulau Baai) karena kapal Sultan Banten dan kapal Belanda sedang bersandar di sana.
16 Agustus 1695  Perjanjian Inggris – Bengkulu ditandatangani. Isinya monopoli lada, izin membangun
loji, dan mengadili penduduk yang berbuat salah. Inggris terus memperluas wilayahnya sampai ke Muko-
muko.
1692  Inggris mendirikan pos di Triamang, Lais, Ketahun, Ipuh, Bantal, Seblat (1700), selanjutnya Pada
tahun 1701 mereka memperluas daerah ke arah Seluma, Manna, Kaur, dan Krui.

1718 Inggris membangun benteng Marlborough, sebelumnya sudah didirikan benteng York. Rakyat
Bengkulu merupakan ancaman bagi Inggris. Di Bantal,  Muko-muko, pemberontakan rakyat dipimpin
Sultan Mansyur dan Sultan Sulaiman. Itu sebabnya Inggris merasa perlu membangun benteng tersebut.
Pemberontakan itu  (1719) membuat Inggris kawatir dan akhirnya meninggalkan Bengkulu.

1724  Inggris kembali lagi. Dengan perjanjian yang lebih lunak yang di tanda tangani pada 17 April 1724.

15 Desember 1793 Captain Hamilton, pimpinan Angkatan Laut Inggris dibunuh rakyat Bengkulu. Dan
pada 1807 rakyat Bengkulu kembali membunuh Residen Thomas Parr.

17 Maret 1824 Traktaat London (Perjanjian London) yang berisikan pertukaran daerah koloni antara
Inggris dan Belanda. Tercantum, Bengkulu diserahkan kepada Belanda oleh Inggris dan Belanda
menyerahkan Singapura kepada Inggris..

Dalam perjalanan sejarah Indonesia, Propinsi Bengkulu juga mempunyai peranan yang menonjol.
Menurut catatan Prof. DR. Haji Abdullah Siddik (Sejarah Bengkulu : 1500-1990, Balai Pustaka, 1996), di
era penjajahan, Bengkulu sudah menyita perhatian negara-negara kolonilis Barat, terutama karena hasil
buminya yang melimpah. Tahun 1511 para pedagang Eropa terutama Inggris dan Belanda mulai ramai
melakukan pelayaran menyusuri pantai Barat Sumatera dari Aceh, melalui Selatan Sunda lalu ke Banten.

Tahun 1685, dengan alasan perluasan kebun lada Inggris mulai menetap di Bengkulu. Saat itulah dimulai
era tanam paksa lada terhadap rakyat. Tercatat, Inggirs bertahan selama 139 tahun di Bengkulu.
Penderitaan rakyat Bengkulu terus berlanjut dengan peralihan kekuasaan dari Inggris kepada Belanda,
tahun 1724, sebagai konsekwensi perjanjian mereka (Traktat London). Bahkan kekejaman penjajah
memuncak saat Jepang menguasai Tanah Air.

Pendudukan tanpa rasa kemanusiaan itu tidak hanya melahirkan penderitaan bagi rakyat. Tapi juga
membangkitkan perlawanan akibat telah diinjak-injaknya nilai luhur dan tradisi luhur masyarakat sekitar.
Lebih seabad kemudian, aksi heroik menentang penjajahan masih terus bisa disaksikan. Sumbangsih
rakyat Bengkulu terhadap kemerdekaan Indonesia tidak bisa begitu saja dihilangkan. Termasuk dalam
periode mempertahankan kemerdekaan.

23 Februari 1942 Jepang masuk kota Curup dan terus ke kota Bengkulu.

Setelah Kemerdekaan

Bengkulu yang ditetapkan sebagai propinsi pada 18 November 1968 itu, kini memiliki sepuluh
kabupaten/kota, yakni Kota Bengkulu, Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Lebong, Kabupaten
Kepahiang, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Bengkulu Tengah,
Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur dan Kabupaten Seluma.

Bengkulu juga menjadi salah satu mata rantai yang selalu dicatat oleh sejarah. Salah satu alasannya
karena di bumi Rafflesia ini pula, Soekarno presiden pertama Republik Indonesia pernah menjalani
pengasingan oleh pemerintah kolonial, selama empat tahun, 1938-1942. Seokarno kemudian menemukan
cintanya di sini. Dia terpikat hati dengan salah seorang putri warga Muahammadiyah bernama Fatmawati.
Putri yang dilahirkan di Desa Malabero, Kota Bengkulu, 5 Februari 1923 ini merupakan anak tunggal dari
pasangan Hasan Din (Tokoh Muhammadiyah Bengkulu) dan Siti Chadijah.

Seokarno menikahi Fatmawati tahun 1943, ketika itu Fatmawati tepat menginjak usia 20 tahun. Pasangan
itu dikaruniai lima anak, yakni Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati
Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri dan Guruh Soekarnoputra. Ketika Seokarno menjadi Presiden
Republik Indonesia, Ibu Fatmawati biasa dipanggil menjadi ibu negara. Bendera pusaka merah-putih
yang dikibarkan saat Proklamasi 17 Agustus 1945 tak lain adalah jahitan tangan Bu Fat.
Propinsi Bengkulu merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang terletak antara 2 derajat 16’ – 5
derajat 31’ Lintang Selatan dan 101 derajat 01’ – 103 derajat 46’ Bujur Timur. Wilayah utara berbatasan
dengan Propinsi Sumatera Barat, di bagian timur berbatasan dengan Propinsi Jambi dan propinsi
Sumatera Selatan serta di bagian Selatan berbatasan dengan Propinsi Lampung. Wilayah Bengkulu
mencakup areal seluas 19.788 Km2.

BAHASA PROVINSI BENGKULU

Bahasa Bengkulu dituturkan di wilayah Kecamatan Ipuh, Kecamatan Teluk Sagara, Kecamatan Muara
Bangkahulu, Koya Bengkulu, Desa Pelalo, Desa Taba Tinggi Daerah Padang Ulak Tanding, Kabupaten
Rejang Lebong, Desa Tanjung Betuah, Daerah Merpas, Bengkulu Bagian Selatan, Daerah Kepahiang,
Daerah Ketahun (Air Lelang) dan Muko-Muko Selatan, Kaur Selatan (Jembatan Dua dan Tanjung
Bunga), Kaur Tengah (Lubuk Gung), Desa Gading Cempaka (Tanah Patah), Kota Bengkulu.

Anda mungkin juga menyukai