Anda di halaman 1dari 15

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Sabtu/ 8 April 2023

Kimia Klinis Waktu :07.00-13.00


PJP : Dr. Tekad Urip Pambudi, S.Pt, M.Si
Tubagus Iqbal Maulana, S.Si, M.Si
Asisten : Mikael
Kristiadi Nurul
Khairani

URINALISIS 1

Kelompok 3

Dinda Yasmin Prabowo J0312211203


Nuzul Nursyamsi J0312211015
Nurul Fauziah J0312211113
Dertha Fanitullah J0312211165

PROGRAM STUDI ANALISIS KIMIA


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2023
PENDAHULUAN

Urin adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal kemudian


dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Karakteristik urin dibagi
menjadi dua yaitu komposisi urin dan sifat fisik urin. Komposisi urin terdiri atas
95% air yang mengandung zat terlarut seperti zat buangan nitrogen yang meliputi
urea, asam urat, dan kreatinin serta zat lain seperti asam hipurat, elektrolit
meliputi ion natrium, klor, kalium, ammonium, sulfat, fosfat, kalsium dan
magnesium, hormon dan juga berbagai jenis toksin atau zat kimia asing
(Syaifuddin 2017).
Sifat fisik urin merupakan bagian kedua dari karakteristik urin yang
meliputi warna, bau, berat jenis, asiditas (keadaan asam). Sifat fisik urin yang
paling terlihat adalah warna, dimana warna urin normal adalah kuning pucat.
Pigmen utamanya urokrom, sedikit urobilin, dan hematoporfirin. Keadaan
demam, urin berwarna kuning tua atau kecoklatan, pada penyakit hati empedu
mewarnai urin menjadi hijau, coklat, atau kuning tua dan biasanya urin segar
beraroma sesuai dengan zat- zat yang dimakan (Soewolo 2015). Berat jenis urin
berkisar antara 1,001-1,035 tergantung pada konsentrasi urin, sedangkan pH urin
berada di antara 4,8-7,5 yang bergantung pada diet (Syaifuddin 2017).
Urinalisis merupakan identifikasi urin secara makroskopik, mikroskopik,
dan analisis kimia. Ekskresi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul
sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan
tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung
kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra (Risna 2014). Pemeriksaan
urin tidak hanya dapat memberikan fakta-fakta tentang ginjal dan saluran urine,
tetapi juga mengenai kondisi berbagai organ dalam tubuh seperti hati, saluran
empedu, pankreas, kortex adrenal. Urin normal berwarna jernih transparan, warna
kuning muda pada urin berasal dari zat bilirubin dan biliverdin. Urin normal
manusia terdiri dari air, urea, asam urat, amonia, kreatinin, asam laktat, asam
fosfat, asam sulfat, klorida, dan garam, sedangkan pada kondisi tertentu dapat
ditemukan zat-zat yang berlebihan misalnya vitamin C dan obat-obatan.
Proteinuria merupakan protein di dalam urin manusia yang melebihi nilai
normal yaitu lebih dari 150 mg/24 jam. Proteinuria terbentuk melalui
pembentukan urin di dalam glomerulus. Jika filtrasi di glomerulus mengalami
kebocoran, maka protein akan terbuang bersama urin sehingga menyebabkan
proteinuria. Terdapat 3 mekanisme terjadinya proteinuria yaitu 1) Adanya
kerusakan dinding kapiler glomerulus yang menyebabkan protein plasma dengan
berat molekul besar lolos dan melampaui kemampuan reabsorbsi tubulus sehingga
terjadi proteinuria. Kerusakan kapiler glomerulus ini dapat disebabkan oleh
peningkatan ukuran atau jumlah pori atau perubahan muatan listrik dinding
glomerulus. 2) Adanya kelainan atau kerusakan tubulus yang menyebabkan
gangguan kemampuan reabsorbsi tubulus proksimal sehingga terjadi proteinuria
dengan berat molekul kecil. 3) Peningkatan produksi protein normal dan abnormal
yang melampaui kemampuan reabsorbsi tubulus proksimal. Kondisi-kondisi yang
menyebabkan terjadinya peningkatan protein dalam urin adalah infeksi saluran
kemih, hiperglikemia, hipertensi yang tidak terkontrol, hematuria, gagal ginjal,
demam pada penyakit akut, dan olahraga yang keras dalam waktu 24 jam.
Penyakit-penyakit yang merusak tubulus dan glomerulus seperti infeksi saluran
kemih menyebabkan ekskresi protein-protein kecil secara berlebihan. Namun,
ekskresi albumin normal
atau sedikit meningkat. Proteinuria yang terjadi biasanya antara 1-3 gram/hari.
Jika beban filtrasi meningkat melebihi kapasitas reabsorbsi tubular, proteinuria
overflow dapat terjadi (Farizal 2020).

METODE

Waktu dan Tempat


Percobaan ini dilaksanakan pada 1 April 2023 pukul 07.00 bertempat di
laboratorium GG KIM 1.

Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan adalah wadah sampel urin bertutup 250 ml,
termometer, urinometer, tabung urinometer, gelas ukur 50 ml, refraktometer, pipet
Mohr, batang pengaduk, pipet tetes, corong, bunsen, tabung reaksi, Erlenmeyer 50
ml, buret, klem, dan statif.
Bahan-bahan yang digunakan adalah alufo, sampel urin, akuades, tisu,
dipstick combur test, kertas saring, asam asetat 6%, pereaksi bang, asam nitrat
pekat, fenolftalein, dan NaOH 0,1 N.

Prosedur Percobaan
Uji sifat fisik urin dilakukan dengan dituangkannya urin ke dalam gelas
piala sebanyak 20 sampai 30 mL. Warna, bau, kejernihan dan pH urin diamati.
Warna urin diamati dibawah penerangan atau cahaya yang cukup . Bau urin
diamati dengan dikibaskan kelima jari tangan di atas tabung/gelas piala yang
berisi sampel urin. Kejernihan urin dilakukan dengan diperhatikannya transparansi
urin, apakah urin yang dianalisis keruh atau jernih. Serta pH urin diamati dengan
dicelupkan kertas lakmus ke dalam urin dan diamati perubahan pada kertas
lakmus tersebut.
Penentuan berat jenis urin dengan metode urinometer dilakukan
dengan urinometer dikalibrasi dahulu dengan aquades. Suhu tera yang tercantum
pada urinometer diperhatikan dengan teliti. Sampel urin kemudian dituangkan ke
dalam gelas ukur 50 mL sampai ¾ penuh dan buih yang timbul dihilangkan
dengan menggunakan kertas saring. Sumbu urinometer dicelupkan ke dalam gelas
piala berisi urin secara perlahan-lahan dengan dilepaskannya sumbu urinometer
sehingga urinometer benar-benar terapung atau bebas dalam arti tidak tertempel
pada dinding tabung. Selanjutnya BJ dibaca pada skala, angka yang terdapat pada
batas antara bagian urinometer yang tenggelam dan yang muncul dari permukaan
urin. Kemudian suhu urin diukur dengan termometer
Penentuan berat jenis urin dengan metode refraktometer dilakukan
dengan disiapkan alat refraktometer dengan hati-hati dan dibersihkan permukaan
prisma dengan kertas tissu. Alat difokuskan sampai garis indeks terlihat jelas .
Kemudian, akuades diteteskan ke atas kaca prisma refraktrometer sebanyak 1
tetes, dan BJ air diamati dengan meneropong lensa okuler hingga BJ air +
1 atau mendekati 1. Akuades dibersihkan dari prisma dengan kertas tisu hingga
benar- benar kering. Selanjutnya, light plate dibuka dan sampel urin yang
diteteskan sebanyak 1-2 tetes ke atas kaca prisma, ditutup perlahan-lahan dan
dibaca hasilnya dengan dilihat refraktometer dan perhatikan lensa binokular
akan terlihat bagian
terang (putih) dan gelap (biru). Lihat batas garis indeks SP (Serum Protein, g/dL),
Nd (Refractive index) dan U.G (Urinary Specific Gravity). Hasil pada posisi batas
garis bagian gelap dibaca dan dcatat hasil pengamatan untuk UG.
Uji kualitatif kimia urin metode carik celup dilakukan dengan
diaduknya sampel urin secara merata dengan batang pengaduk. Kertas carik
diambil dengan memegang ujung atas kertas carik tanpa tersentuh dengan jari.
Kertas carik dicelupkan ke dalam urin sebanyak 1 kali. kelebihan urin yang
melekat pada kertas carik dihilangkan dengan disentuhkan pinggir kertas carik ke
pinggir wadah urin. Kertas carik dikeringkan di udara dengan mengayun-ayun
kertas carik tersebut. Perubahan warna pada kertas carik diamati, dan
dibandingkan hasil kertas carik ke hasil standar (indikator) kualitatif kimia yang
tercantum pada tabung reagensia. Hasil pengamatan dicatat tidak lebih dari 30
detik.
Uji koagulasi dilakukan dengan dipipet sampel urin sebanyak 10 mL yang
disaring terlebih dahulu dan ditampung dengan erlenmeyer. Sampel urin dipipet
sebanyak 5 mL dan dimasukkan ke tabung reaksi 15 mL lalu dipanaskan sampai
mendidih. Kekeruhan yang terjadi diamati dan kemudian diteteskan asam asetat 6
% sebanyak 1 sampai 3 tetes.
Uji Bang dilakukan dengan dipipetnya sampel urin yang telah disaring
sebanyak 5 ml kedalam tabung reaksi 15 mL. Kemudian sampel urin ditambahkan
pereaksi Bang sebanyak 2 mL. Campuran tersebut dididihkan, bila ada protein
maka cairan akan menjadi keruh.
Uji Heller dilakukan dengan dipipetnya asam nitrat pekat sebanyak 5 mL
kedalam tabung reaksi 15 mL. Sampel urin kemudian ditambahkan sebanyak 5
mL kedalam larutan asam nitrat pekat pada ruang asam. Hasil positif ditandai oleh
terbentuknya cincin putih di atas lapisan HNO3 pekat.
Penentuan titrasi keasaman urin dilakukan dengan dipipetnya 10 mL
sampel urin yang tidak disaring ke dalam labu erlenmeyer, kemudian ditambahkan
beberapa tetes fenolftalein. Titrasi dilakukan dengan NaOH 0,1 N sampai
berwarna merah muda. Pengujian dilakukan secara duplo.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Tes urine terdiri dari pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan


pemeriksaan kimia urine (Hardjoeno dan Fitriani, 2007). Analisis fisik atau
makroskopik meliputi tes warna, kejernihan, dan berat jenis. Analisis
mikroskopik untuk melihat sedimen urine seperti eritrosit, leukosit, sel epitel,
kristal, dan lain- lain. Analisis kimia meliputi tes protein, glukosa, keton, darah,
bilirubin, urobilinogen, nitrit, dan lekosit estrase (Mundt dan Shanahan, 2011).

Tabel 1 Hasil percobaan sifat fisik urin pada sampel manusia


No Materi Percobaan Hasil

1 Volume 200 ml

2 Warna Kuning

3 Konsistensi Encer

4 Kejernihan Jernih

5 Bau Amoniak (Menyengat)

6 pH 5,8 (Asam)

Pengujian fisik pada urin dilakukan melalui parameter volume, warna,


konsistensi, kejernihan, bau, dan pH. Pengukuran volume urin berguna untuk
menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif atau semi kuantitatif suatu zat dalam
urin, dan untuk menentukan kelainan dalam keseimbangan cairan tubuh. Volume
urin dalam 24 jam antara 800-1300 mL untuk orang dewasa. Volume urin selama
24 jam didapatkan lebih dari 2000 mL, maka keadaan itu disebut poliuria. Volume
urin selama 24 jam didapatkan 300-750 mL, maka keadaan dikatakan oliguria.
Volume urin selama 24 jam didapatkan kurang dari 300 mL, maka keadaan
dikatakan anuria yang mungkin dijumpai pada shock dan kegagalan ginjal. Faktor
yang mempengaruhi volume urin adalah umur, berat badan, jenis kelamin,
makanan dan minuman, iklim, dan aktivitas orang yang bersangkutan (Firdausa et
al. 2018). Berdasarkan hasil praktikum sampel didapatkan volume urin sebanyak
200 mL. Hasil ini belum bisa dideteksi termasuk ke dalam keadaan apa
dikarenakan volume urin ini tidak dikoleksi selama 24 jam, sampel urin juga
dikatakan memiliki konsistensi yang cair.

Warna urin bergantung pada senyawa pigmen urokrom, urobilin dan


uroeritrin. Ketiganya dapat terbentuk dari hati dengan proses oksidasi urobilinogen
melalui degradasi heme menjadi pigmen merah dan hemoglobin. Warna kuning
akan bervariasi, bisa kuning pucat atau kuning tua bergantung pada konsentrasi
pigmen tersebut. Faktor lainnya yang mengakibatkan perubahan warna pada urin
dapat berupa konsumsi obat-obatan, vitamin, diet, oksidasi dan penyakit. Warna
urin dapat digunakan untuk mengukur kadar hidrasi tubuh. Warna urin dinyatakan
dengan tidak berwarna, kuning muda, kuning tua, kuning bercampur merah,
merah, coklat, hijau, putih susu, dan sebagainya. Sampel urin yang normal terlihat
bersih, jelas, dan berwarna kuning pucat hingga kuning gelap dengan bau yang
khas, hal ini disebabkan oleh beberapa macam zat warna seperti urokrom, urobilin,
dan porphyrin. Warna urin dipengaruhi oleh kepekatan urin, obat yang
dikonsumsi, maupun makanan yang dikonsumsi (Firdausa et al. 2018).

Gambar 1 Derajat warna urin (Wahiddin dan Indra 2020)

Berdasarkan gambar 1, menunjukkan bahwa klasifikasi warna urin bisa


dibagi menjadi 4 kategori yaitu dikatakan aman atau tidak dehidrasi jika skala
warna urin 1-2, dehidrasi ringan jika skala warna urin 3-4, dehidrasi jika skala
warna urin 5-6, dan dehidrasi berat jika skala warna urin 7-8 (Wahiddin dan Indra
2020). Berdasarkan hasil praktikum sampel urin didapatkan warna urin dengan
skala 5. Hal ini dapat diketahui bahwa sampel urin dikatakan dehidrasi ringan.

Konsistensi dan kejernihan urin pada kondisi normal biasanya jernih dan
dapat menjadi keruh akibat pengendapan fosfat amorf di dalam urin yang bersifat
basa dan urat amorf saat urin bersifat asam. Urin keruh juga diakibatkan oleh
leukosit atau sel epitel dengan verifikasi dilakukan denagn uji mikroskopik.
Bakteri akan menyebabkan kekeruhan jika spesimen telah didiamkan pada suhu
kamar. Menurut Echeverry et al. (2010), kekeruhan urin juga dapat sebabkan oleh
cairan vagina, sperma, bakteri, gumpalan darah, batu kecil, bahan tinja,
chylmicron akibat dari obstruksi limfatik oleh kanker. Berdasarkan sampel urin
tersebut, sampel urin memiliki kejernihan yang baik.

Bau urin normal disebabkan oleh asam organik yang mudah menguap. Bau
urin normal disebut urinoid, bau ini dapat menjadi lebih tajam pada sampel yang
pekat tetapi tidak berarti menunjukkan adanya infeksi. Bau yang berlainan dapat
disebabkan oleh makanan seperti jengkol, petai, obat-obatan, buah-buahan.
Apabila urin dibiarkan lama, maka akan timbul bau amonia sebagai hasil
pemecahan ureum. Aseton memberikan bau manis dan adanya kuman akan
memberikan bau busuk
pada urin (Firdausa et al. 2018). Berdasarkan hasil praktikum sampel urin
didapatkan berbau amonia termasuk bau urin yang tergolong normal.
Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam basa, karena
dapat memberi kesan tentang keadaan dalam tubuh. Kisaran normal pH urin adalah
4,5 – 7,8, jika menunjukan >7,0 artinya menunjukkan adanya infeksi dengan
pemisahan urea organisme seperti Proteus mirabilis. Proteus mirabilis merupakan
salah satu bakteri penyebab infeksi saluran kemih yang dapat memicu
pembentukan kristal atau batu saluran kemih. Penyebab naiknya pH pada urin juga
dapat disebabkan penyimpanan terlalu lama atau menahan kencing yang
menyebabkan pertumbuhan berlebih dari bakteri pemecah urea, selain itu diet
vegetarian, terapi diuretik, muntah, gastric suction dan terapi alkali juga dapat
menyebabkan peningkatan pH. pH urin yang rendah <5,0 terlihat pada asidosi
metabolik dan konsumsi daging dalam jumlah besar (Kurniawathi dan Pinatik
2021). Berdasarkan percobaan dilakukan pengukuran melalui strip reagen dengan
hasil untuk kedua kelompok yaitu 5,8 yang artinya masih berada pada rentang
normal pH urin.

Tabel 2 Penentuan Carik Celup


Pengujian Hasil Gambar
Leukosit 70 ca cells/ µl

Nitrit Kuning (-)

Urobilinoge Jingga 3,2 µmol/L

Protein Normal (-)

pH jingga (6)

Blood Kuning tua (-)

Berat Jenis 1,010


keton (-)

Bilirubin (-)

Pemeriksaan kimia urin menggunakan tes carik celup ini selain praktis
karena reagen telah tersedia dalam bentuk pita siap pakai, reagen relative stabil,
murah, volume urin yang dibutuhkan sedikit, bersifat sekali pakai, serta tidak
memerlukan persiapan reagen. Metode yang paling umum digunakan untuk uji
kimia pada urin adalah metode dipstick (carik celup). Uji ini dapat menunjukkan
rentang kandungan kimia yang ada pada urin. Meskipun metode ini terlihat mudah
namun merupakan reaksi kimia yang kompleks. Prinsip pemeriksaan urin dengan
dipstik adalah strip reagen berupa strip plastik tipis yang ditempeli kertas seluloid
yang mengandung bahan kimia tertentu sesuai jenis parameter yang akan
diperiksa. Urin dipstik merupakan analisis kimia cepat untuk mendiagnosa
berbagai penyakit (Syarif 2016).

Gambar 4 Skala warna pada standar carik


celup (Sari RP 2016)
Penggunaan metode dipstick dengan digunakan urin urin manusia, urin
sampel dialirkan pada pada carik celup kemudian didiamkan sekitar 30 detik.
Setelah 30 detik warna yang terjadi dibandingkan dengan warna pada botol carik
celup dapat secara visual. Hasil tes berdasarkan perubahan warna yang terjadi.
Tujuan pemeriksaan urin untuk menunjang diagnosis kelainan diluar ginjal seperti
kelainan metabolism karbohidrat, fungsi hati, gangguan keseimbangan asam basa,
kelainan ginjal, dan saluran kemuh seperti infeksi traktus urinarus. Carik celup
yang yang digunakan dalam praktikum yaitu combur test yang merupakan carik
celup paling lengkap dapat menguji 10 parameter pemeriksaan kimia urin
sekaligus terdiri dari pH, berat jenis, glukosa, bilirubin, urobilinogen, keton,
protein, darah, leukosit eksterase, dan nitrit. Merujuk pada Tabel 2, diperoleh
berat jenis yaitu 1.010 g/dL, pH 6 (basa), leukosit yaitu 70 cacells/µL, nitrit
negatif, protein negatif, glukosa negatif, keton negatif, urobilinogen 3.2, bilirubin
negatif, hemoglobin negatif, dan eritrosit negatif.
Tabel 3 Hasil Penentuan berat jenis sampel urin
Urinometer Refraktometer
Sampel
(BJ gr/dL) (BJ gr/dL)
Urin 1.011 1.009

Berat jenis (specific gravity) atau densitas relatif urine didefinisikan


sebagai rasio kepadatan urine dibandingkan dengan kepadatan air suling pada
volume dan suhu yang sama. Berat jenis digunakan untuk mengukur kemampuan
ginjal dalam pemekatan dan pengenceran urine sebagai upaya mempertahankan
homeostasis dalam tubuh. Kemampuan pemekatan ginjal merupakan salah satu
fungsi pertama yang akan hilang apabila terjadi kerusakan tubular. Berat jenis
urine tergantung dari jumlah zat yang terlarut di dalam urine atau terbawa di
dalam urine. Nilai normal berat jenis urine adalah 1.005-1.030 g/ml. Kemampuan
ginjal memekatkan urine paling baik diukur dengan pemeriksaan berat jenis pada
sampel urine pagi karena pasien biasanya kekurangan air saat tidur. Konsentrasi
atau kepekatan urine mengacu pada jumlah zat terlarut yang ada dalam volume
urine yang diekskresikan. Urine biasanya terdiri dari 94% air dan 6% zat terlarut.
Jumlah dan jenis zat terlarut yang diekskresikan bervariasi sesuai dengan diet,
aktivitas fisik, dan kesehatan pasien. Urine yang encer memiliki partikel terlarut
lebih sedikit per volume air. Konsentrasi urine di laboratorium klinik paling sering
dinyatakan sebagai berat jenis dan osmolalitas (Kartikasari 2019).
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur berat jenis urine
adalah urinometer, refraktometer, falling drop, dan strip reagen. Pemakaian
urinometer dan refraktometer merupakan cara konvensional dalam penetapan
berat jenis urine. Pemeriksaan berat jenis secara kimia menggunakan strip reagen
yang merupakan cara penetapan berat jenis urine yang banyak dilakukan karena
lebih praktis, cepat, dan tepat. Strip reagen mengandung tiga bahan utama yaitu,
polielektrolit, substansi indikator, dan buffer. Prinsip metode ini didasarkan pada
perubahan pKa dari polielektrolit dalam kaitannya dengan konsentrasi ion dari
urine. Semakin tinggi konsentrasi ion dalam urine maka akan semakin banyak
melepaskan ion hidrogen sehingga menurunkan pH (Kartikasari 2019). Merujuk
pada Tabel 3, diperoleh hasil pengukuran berat jenis menggunakan urinometer,
refraktometer, dan strip reagen secara berturut-turut sebesar 1.011 g/ml, 1.009
g/ml,
dan 1,010 g/ml. Hal ini menunjukkan bahwa urin pasien normal.

Tabel 4 Penentuan Hasil Sifat Kimia Urin


Sifat Kimia Urin Hasil Gambar
Uji Heller (-) tidak mengandung
albumin

Uji Bang (-) tidak mengandung


protein

Uji Koagulasi (-) tidak mengandung


protein

Uji Heller bertujuan untuk mengetahui adanya albumin dalam urin


abnormal. Prinsip kerja uji heller adalah cincin putih keruh berasal dari koagulasi
albumin karena penambahan asam nitrat pekat. Uji Heller dilakukan dengan
tujuan mengetahui keberadaan protein dalam urin. Urin yang digunakan
merupakan urin yang belum diketahui status hasil pemeriksaan. Pemeriksaan
protein terhadap urin menggunakan tes Heller yaitu dengan penambahan asam
nitrat pekat akan membentuk suatu lapisan terpisah dan ditunjukkan dengan
terbentuknya cincin putih. Berdasarkan percobaan, tabung urin tidak terbentuk
cincin putih. Hal tersebut menandakan tidak terkandungnya protein pada urin
sampel.
Protein dalam urin termasuk pemeriksaan kimiawi. Keberadaan protein
dalam urin menandakan ada kebocoran pada glomerulus. Pemeriksaan protein
dalam urin juga termasuk pemeriksaan kimiawi urin. adanya protein dalam
urin menandakan adanya kerusakan atau gangguan dalam saluran uretra dan
ginjal misalnya sindrom nefrotik. Protein dapat diendapkan dalam suasana
asam dan panas dengan menggunakan pereaksi bang yang mengandung asam
asetat dengan pH 2,5-6 dan natrium asetat (buffer asetat) dengan pH 8. Endapan
yang terbentuk menandakan banyaknya protein yang terdapat dalam urin. Pada
larutan Bang adanya protein dalam urin dapat diketahui berdasarkan timbulnya
kekeruhan. Derajat kekeruhan ini menjadi satu ukuran jumlah protein yang ada.
Prinsip dari metode ini adalah protein dalam suasana asam lemah apabila
dipanaskan akan mengalami denaturasi dan terjadi endapan (Aeni et al. 2019).
Berdasarkan Tabel 4, uji protein dengan menggunakan metode bang
diketahui bahwa tidak adanya perubahan hasil protein total metode bang pada
sampel urin. Hal tersebut dapat terlihat setelah penambahan pereaksi bang dan
kemudian dipanaskan, sampel tidak terjadi kekeruhan sehingga hal tersebut
menandakan bahwa sampel urin pasien tidak mengandung protein atau kadar
protein kurang dari 10 mg/dl.
Uji koagulasi merupakan uji untuk mengidentifikasi adanya protein di
dalam urin atau yang lebih dikenal dengan proteinuria. Fungsi larutan CH3COOH
(larutan asam asetat) 6% sebanyak 1-3 tetes adalah sebagai reagen untuk
mendapat protein dari larutan sehingga terjadi perubahan dari bening dan muncul
endapan. Selain itu, CH3COOH berfungsi untuk mengubah bentuk 3 dimensi dari
protein sehingga terjadi koagulasi. Fungsi dari pemanasan larutan yaitu untuk
mempercepat dan membantu proses pembentukan gumpalan pada urin yang
mengandung protein. Hasil positif ditandai dengan adanya gumpalan dalam urin.
Uji koagulasi yang dilakukan menunjukkan hasil negatif karena tidak adanya
gumpalan atau perubahan warna yang keruh akibat protein. Urin yang diuji
dengan uji koagulasi menunjukkan warna bening.

Tabel 5 Hasil uji titrasi keasaman urin

awal akhir terpakai (N)


Urin 1 0 1,9 1,9 0,019
2 1,9 3,8 1,9 0,019
Rata-rata 0,019

Titrasi keasaman urin dilakukan dengan metode titrasi asam-basa dengan


indikator fenolftalein. Titrasi asam-basa adalah metode penentuan tingkat
keasaman larutan dengan menetralkan faktor keasaman dalam larutan. Keasaman
urin disebabkan oleh zat-zat hasil metabolisme yang bersifat asam yaitu asam
urat, asam laktat, asam fosfat, asam sulfat, obat-obatan, dll. Konsumsi makanan
berprotein tinggi akan menurunkan tingkat keasaman urin, sedangkan konsumsi
makanan berserat akan menaikkan keasaman urin. Urin normal memiliki pH
berkisar 4,5-8,0 dengan umumnya memiliki pH sebesar 6,0. Penentuan keasaman
dari urin ditentukan dengan metode titrasi asam basa. Titrasi asam basa
melibatkan reaksi antara asam dengan basa, sehingga akan terjadi perubahan pH
larutan yang dititrasi. Titrasi asam basa dilakukan berdasarkan reaksi penetralan.
Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa yang
ditambahkan sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekivalen. Saat
keadaan mencapai ekivalen titrasi dihentikan (titik akhir titrasi) Tingkat
keasaman urin yang mendekati pH 7 disebabkan oleh sebagian besar komposisi
urin merupakan air yang memiliki pH 7 (Rohmah 2020)
Tingkat keasaman urin dapat ditentukan dengan penetralan menggunakan
larutan basa seperti NaOH dengan indikator fenolftalein sehingga titik akhir titrasi
dapat ditentukan. Indikator fenolftalin memiliki trayek pH berkisar 8,0-10,0
dengan warna merah muda pada pH basa dan tidak berwarna pada pH asam,
sehingga cocok digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Berdasarkan Tabel
5, konsentrasi zat asam dalam sampel urin setiap 100 mL sampel urin didapatkan
sebesar 0,019 N yang menandakan urin sedikit asam, Hasil konsentrasi zat asam
pada sampel urin disebabkan oleh adanya konsumsi makanan berprotein tinggi
sebelum sampel urin diambil (Simanjuntak 2018).

SIMPULAN

Berdasarkan percobaan, urin memiliki sifat fisik hasil warna pada urin
berwarna kuning, jernih, bersifat encer atau cair, memiliki bau amonia yang tidak
terlalu menyengat, memiliki pH 5,8 serta volume yang dihasilkan sebesar ± 200
mL. didapatkan hasil berat jenis urin dengan percobaan metode refraktometer
sebesar 1,009 g/mL, urinometer sebesar 1,011 g/mL, dan carik celup sebesar
1,010 g/mL. Sampel urin tidak mengandung protein pada uji koagulasi, uji bang,
dan uji Heller. Hasil konsentrasi yang didapatkan untuk ulangan 1 dan 2 secara
berturut-turut adalah 0,019N dan 0,019N, sehingga hasil titrasi keasaman urin
untuk normalitas dalam 100 mL urin (N/100 mL) ulangan 1 dan 2 berturut-turut
didapatkan sebesar 0,019N/100 mL dan 0,019 N/100 mL, hal ini mengindikasikan
sedikitnya volume titran NaOH yang digunakan untuk titrasi, menandakan urin
sedikit asam.

DAFTAR PUSTAKA

Kartikasari R. 2019. Perbedaan jumlah sedimen leukosit pada urine berat jenis
tinggi yang disentrifugasi dan didiamkan [skripsi]. Yogyakarta: Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan
Sari RP. 2016. Angka kejadian infeksi saluran kemih (ISK) dan faktor resiko
yang mempengaruhi pada karyawan wanita di Universitas Lampung.
[Skripsi]. Lampung (ID). Universitas Lampung
Syarif LH. 2016. Pengaruh Penundaan Waktu Pemeriksaan Sampel Urine
Terhadap Hasil Pemeriksaan Kimia Urine Di Rumah Sakit Santa Anna
[KTI]. Kendari (ID) : Politeknik Kesehatan Kendari.
Aeni RV, Anggraeni N, Sugiatmini S. 2019. Pengaruh suhu dan waktu
penyimpanan urin pada pemeriksaan protein metide carik celup dan bang.
Jurnal Analisis Biologi. 3(2): 112-119.
Echeverry G, Hortin GL, Rai AJ. 2010. Introduction to urinalysis: historical
persepctives and clinical application. Methods Mol Biol. 641(10): 1 – 12.
Farizal J. 2020. Protein urin pada pekerja buruh sawit di PT Palma Mas Sejati
Bengkulu Tengah. Journal of Nursing and Public Health. 8(1): 54-57.
Firdausa S, Pranawa, dan Satryo D S. 2018. Arti klinis urinalisis pada penyakit
ginjal. Jurnal Ked. N. Med. 1(1): 34-43..
Kurniawathi N, Pinatih K. 2021. Karakteristik isolat Proteus mirabilis pada
spesimen urin di rsup sanglah selama tahun 2018 – 2019. Jurnal
Kedokteran. 6(2): 121 – 130
Risna. 2014. Unsur-Unsur Sedimen Urine. Banjarmasin. Politeknik Kesehatan
Kementrian Banjarmasin.
Rohman F, Pratama MV, Sutarna N, Purwanti BSR. 2020. Sistem pendeteksi
keasaman dan warna urin sebagai indikasi dini dehidrasi. Electrices
Journal. 2(2): 57- 61.
Soewolo. 2015. Fisiologi Manusia Cetakan I. Malang: Universitas Negeri Malang.
Syaifuddin. 2017. Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi
2. Jakarta: Salemba Medika.
Simanjuntak R. 2018. Penetapan kadar asam lemak bebas pada sabun mandi
cair merek “LX” dengan metode titrasi asidimetri. Jurnal Ilmiah
Kohesi. 2(4): 59- 70.
Wahiddin D dan Indra J. 2020. Klasifikasi kadar hidrasi tubuh berdasarkan warna
urine dengan metode ekstraksi fitur warna. euclidean distance. 5(1): 16-20.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Penentuan Berat Jenis dan Total Padatan Urin Metode Urinometer

Lampiran 2 Penentuan Berat Jenis dan Total Padatan Urin Metode Refraktometer

Lampiran 3 Penentuan Keasaman Urin

Anda mungkin juga menyukai