Anda di halaman 1dari 2

Paduan Suara di Dalam Ibadah

Meskipun pandangan gereja-gereja mengenai paduan suara berbeda-beda, tetapi


para pemimpin Gerakan Liturgia menganggap paduan suara sebagai unsur yang
tetap dari ibadah jemaat, yang nyata dalam bagan-bagan tata kebaktian gereja sejak
abad-abad pertama.5)

Pada abad-abad pertengahan, sempat terjadi perbincangan dalam Konsili Trente


yang bermaksud melarang paduan suara karena terlalu banyak menampilkan lagu-
lagu polifonik yang kompleks sehingga teks dari lagu-lagu tersebut tidak terdengar
dan menganggu kekhidmatan beribadah.6) Selain itu, juga terjadi berbagai
penyalahgunaan fungsi paduan suara di dalam ibadah. 7) Pada abad ke-16, paduan
suara mengambil alih partisipasi jemaat. Jemaat mendengarkan paduan suara
bernyanyi, dan jemaat mendengarkan serta melihat. Mereka mungkin menikmatinya,
tetapi ada pengalaman yang berbeda dibandingkan ketika bernyanyi sendiri. 8 )

Suatu paduan suara di dalam ibadah seharusnya memimpin jemaat dalam nyanyian
mereka, dan menambahkan musik tertentu yang diperlukan oleh liturgi atau bentuk
ibadahnya.9) Pandangan serupa juga dinyatakan oleh Abineno: Dalam menjalankan
tugasnya, paduan suara harus takluk kepada peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan oleh gereja. Tugasnya bukanlah untuk membuat “konser” di dalam
ibadah, melainkan untuk memuji Tuhan bersama-sama dengan jemaat. 10)

Paduan suara adalah tangan kanan pendeta atau pelayan firman, yang harus
menunjukkan kemuliaan Surga. Pujian yang dinaikkan oleh paduan suara haruslah
merupakan pujian di dalam Roh dan Kebenaran, dan paduan suara harus
mendukung jemaat untuk dapat melakukan hal yang sama. 11)

Karena itu, di dalam ibadah, paduan suara bertugas melayani. Paduan suara
haruslah bernyanyi bersama-sama dengan jemaat dengan cara: “menyokong”
nyanyian jemaat, yaitu membantu jemaat menyanyikan lagu-lagu yang sulit, dan
membawa semangat kepada jemaat, serta menyanyi bergiliran dengan jemaat,
misalnya satu bait dinyanyikan oleh paduan suara, satu bait dinyanyikan oleh
jemaat, kemudian bersama-sama. Nyanyian yang dinyanyikan sendiri, menurut
Abineno, hanya boleh diperdengarkan sebelum kebaktian dimulai dan sesudah
berkat.12)

Kesimpulan

Dari uraian di atas, kita dapat menilai paduan suara di dalam gereja kita masing-
masing. Banyak dari paduan suara yang ada belum menjalankan fungsinya dengan
baik. Untuk dapat mendukung ibadah dengan baik, paduan suara harus dapat
bernyanyi dengan baik, artinya harus memiliki kemampuan vokal yang cukup, yang
bisa didapatkan dengan latihan yang sungguh-sungguh. Paduan suara tidak bisa
hanya sekadar menyanyi saja, melainkan harus bisa membawa nuansa kemegahan
sehingga menggugah jemaat untuk turut serta bernyanyi untuk kemuliaan Tuhan.

Paduan suara tidak semestinya mengadakan ‘konser’ di dalam ibadah melalui


deretan lagu-lagu yang dinyanyikan, meskipun menurut penulis sendiri tidak ada
salahnya apabila paduan suara membawakan satu atau dua lagu di dalam ibadah,
asalkan lagu tersebut dapat mendukung ibadah, dalam arti sesuai dengan tema, dan
ditempatkan di bagian yang tepat. Paduan suara gereja boleh saja mengadakan
konser atau ikut serta di dalam lomba-lomba paduan suara, tetapi jangan sampai
kedua hal ini dianggap lebih penting daripada pelayanan di dalam ibadah. Untuk
dapat mencapai hal-hal ini, penting bahwa setiap anggota paduan suara memiliki
persepsi yang sama, dan karena itu pemimpinnya pun harus memiliki jiwa seorang
pelayan.

Anda mungkin juga menyukai