NIM : 048926834
Progdi : Bahasa dan Sastra Indonesia
Mata Kuliah : Pendidikan Agama Katolik
Tugas : Tugas Tuton 1
Pendahuluan
Ada sebuah perkataan terkenal dari Santo Agustinus, yaitu Qui bene cantat bis orat.
Kata-kata ini berarti siapa yang bernyanyi dengan baik, dia telah berdoa dua kali. Perkataan
ini, tentu, sudah akrab di telinga para pelayan musik liturgi di Gereja Katolik, terutama pada
para umat yang aktif tergabung dalam paduan suara atau kor lingkungan, wilayah, paroki,
atau kelompok kor yang khusus. Penulis sendiri pertama kali mendengar kata-kata Santo
Agustinus ini sekitar tahun 1998, ketika masih berada di bangku SMP. Saat itu, Paroki
penulis mengadakan lokakarya musik liturgi dan secara khusus menggarap tentang kor di
lingkungan-lingkungan. Pemberi materi adalah RD. Ria Winarta, Pr, seorang pastor yang ahli
dalam musik gereja, terutama dalam kor gereja. Beliau membimbing para peserta lokakarya
untuk dapat bernyanyi dengan baik. Para peserta diharapkan dapat memproduksi vokal yang
berkarakter seperti dalam nyanyian “Bukan basa-basi” pada iklan A-mild waktu itu. Beliau
sendiri pun memberi contoh yang persis sama dengan karakter vokal pada iklan tersebut.
Terang saja, penulis dan peserta lokakarya yang lain terkagum-kagum. Waktu itu, semua
peserta sekuat tenaga mencoba teknik bernyanyi serius yang diperagakan oleh Romo tersebut.
Hasilnya, tidak satu pun peserta yang dapat memproduksi suara sebagus pemateri atau vokal
dalam iklan tersebut. Setelah lokakarya itu selesai, gegap gempita kor dengan produksi suara
yang sempurna berlangsung tidak begitu lama. Setelah itu, kor lingkungan kembali menjadi
seperti sebelum lokakarya: sederhana, kesannya lambat, intonasi dan irama kadang meleset,
dan produksi suara seadanya. Sejak saat itu, penulis bertanya-tanya apakah umat yang
tergabung dalam kor lingkungan memang harus dapat bernyanyi sempurna atau tetap boleh
seadanya.