Anda di halaman 1dari 4

Nama : Andrian Melmam Besy

NIM : 048926834
Progdi : Bahasa dan Sastra Indonesia
Mata Kuliah : Pendidikan Agama Katolik
Tugas : Tugas Tuton 1

Kor Lingkungan: Harus Sempurna atau Boleh Seadanya?

Andrian Melmam Besy


048926834

Pendahuluan
Ada sebuah perkataan terkenal dari Santo Agustinus, yaitu Qui bene cantat bis orat.
Kata-kata ini berarti siapa yang bernyanyi dengan baik, dia telah berdoa dua kali. Perkataan
ini, tentu, sudah akrab di telinga para pelayan musik liturgi di Gereja Katolik, terutama pada
para umat yang aktif tergabung dalam paduan suara atau kor lingkungan, wilayah, paroki,
atau kelompok kor yang khusus. Penulis sendiri pertama kali mendengar kata-kata Santo
Agustinus ini sekitar tahun 1998, ketika masih berada di bangku SMP. Saat itu, Paroki
penulis mengadakan lokakarya musik liturgi dan secara khusus menggarap tentang kor di
lingkungan-lingkungan. Pemberi materi adalah RD. Ria Winarta, Pr, seorang pastor yang ahli
dalam musik gereja, terutama dalam kor gereja. Beliau membimbing para peserta lokakarya
untuk dapat bernyanyi dengan baik. Para peserta diharapkan dapat memproduksi vokal yang
berkarakter seperti dalam nyanyian “Bukan basa-basi” pada iklan A-mild waktu itu. Beliau
sendiri pun memberi contoh yang persis sama dengan karakter vokal pada iklan tersebut.
Terang saja, penulis dan peserta lokakarya yang lain terkagum-kagum. Waktu itu, semua
peserta sekuat tenaga mencoba teknik bernyanyi serius yang diperagakan oleh Romo tersebut.
Hasilnya, tidak satu pun peserta yang dapat memproduksi suara sebagus pemateri atau vokal
dalam iklan tersebut. Setelah lokakarya itu selesai, gegap gempita kor dengan produksi suara
yang sempurna berlangsung tidak begitu lama. Setelah itu, kor lingkungan kembali menjadi
seperti sebelum lokakarya: sederhana, kesannya lambat, intonasi dan irama kadang meleset,
dan produksi suara seadanya. Sejak saat itu, penulis bertanya-tanya apakah umat yang
tergabung dalam kor lingkungan memang harus dapat bernyanyi sempurna atau tetap boleh
seadanya.

Hakikat Kor dalam Musik Liturgi


Sacrosanctum Concilium (SC) artikel 112 menegaskan bahwa “Tradisi musik Gereja
semesta merupakan kekayaan yang tak terperikan nilainya, lebih gemilang dari ungkapan-
ungkapan seni lainnya, terutama karena nyanyian suci yang terikat pada kata-kata merupakan
bagian Liturgi meriah yang penting dan integral”. Ini berarti musik Gereja, yaitu Musik
Liturgi, harus dipandang sebagai musik yang bukan seperti musik dalam seni musik pada
umumnya. Musik Liturgi mempunyai martabat yang jauh lebih luhur dibanding musik
lainnya karena merupakan bagian integral dari Liturgi yang meriah. Secara khusus, Gereja
Kudus mengatur bahwa “Paduan suara hendaknya dibina dengan sungguh-sungguh...” (SC
art. 114). Hal ini menunjukkan bahwa Gereja memandang perlunya pembinaan paduan suara
demi perayaan Liturgi yang meriah sehingga “jemaat beriman dapat ikut serta secara aktif...”
(SC art. 114). Demikian juga “para pelayan Misa...para anggota paduan suara benar-benar
menjalankan pelayanan liturgis” (SC art. 29).
Secara gamblang, SC art. 113 menekankan bahwa “Upacara Liturgi menjadi lebih
agung, bila ibadat kepada Allah dirayakan dengan nyanyian meriah, bila dilayani oleh
petugas-petugas Liturgi, dan bila umat ikut serta secara aktif”. Ini berarti partisipasi umat
merupakan hal yang dipandang sangat penting oleh Gereja melalui Konsili Vatikan II. Dalam
Pedoman Umum Misale Romanum juga ditekankan sangat penting bahwa “Misa dirayakan
bersama dengan umat...” (PUMR 113). Martin Luther sempat memberikan kritik keras pada
praktik Liturgi Gereja Katolik terkait minimnya partisipasi umat 500 tahun yang lalu. Maka
dari itu, seperti sudah disebut sebelumnya, pada SC art. 29, Gereja memandang bahwa kor
atau paduan suara dilihat sebagai petugas liturgi, bukan hanya pengiring dan penyanyi
semata. Kor adalah “bagian utuh dari umat yang berhimpun namun memiliki tugas khusus.”
(PUMR 312)
Karena itulah, kor merupakan bagian yang penting dalam perayaan Liturgi. Kor bukan
hanya menjadi pelengkap kemeriahan semata melainkan bagian dari kemeriahan Liturgi itu
sendiri. Lebih lanjut, kor mendapat misi perutusan untuk menopang partisipasi aktif umat
beriman dalam menyanyi (PUMR 103).

Kor lingkungan haruskah sempurna?


Menilik dari berbagai uraian dari Konsili Vatikan II dalam Sacrosanctum Concilium
dan Pedoman Umum Misale Romanum di atas, sebenarnya arah dan harapan yang dituju oleh
Gereja tentu saja kepada kesempurnaan kor gereja dalam hal ini kor umat di lingkungan atau
wilayah sebuah Paroki. Kata-kata Santo Agustinus pada awal tulisan ini juga mengarahkan
semua pengertian ke arah kesempurnaan bernyanyi. Hanya saja, perlu digarisbawahi bahwa
awal mula diadakan kor atau paduan suara adalah demi kepentingan partisipasi umat yang
semakin aktif sehingga Perayaan Liturgi menjadi semakin meriah. Peran kor adalah
penopang, motivator, dan penunjuk bagaimana bernyanyi yang benar dan tepat bagi semua
umat yang hadir dalam perayaan Liturgi. Dari sudut pandang itu, kor diminta untuk selalu
berlatih untuk semakin baik dan semakin dapat menjadi motor penggerak umat untuk ikut
bernyanyi. Jika kor semakin sempurna, maka dapat diharapkan bahwa umat semakin baik
dalam bernyanyi dan aktif memeriahkan perayaan Liturgi.
Karena itu, kesempurnaan dalam bernyanyi tentu bukanlah hal yang utama sehingga
harus menjadi prioritas utama ketika sebuah kor menyanyi dalam sebuah perayaan liturgi.
Kerapkali, kesempurnaan diartikan sebagai dapat menyanyikan banyak lagu indah dan sulit,
namun justru karena itu umat tidak dapat ikut bernyanyi. Jika kesempurnaan diartikan
menjadi seperti itu, artinya sebuah kelompok kor menjadi kelompok yang eksklusif dan
menggunakan perayaan Liturgi bukan sebagai wahana menopang partisipasi umat, melainkan
sebagai tempat untuk pertunjukan dirinya sendiri. Hal ini harus selalu dihindari oleh
kelompok kor manapun, terutama kelompok kor yang sudah terkenal dapat menyanyi dengan
baik dan sempurna. Jangan sampai partisipasi aktif umat beriman dikurbankan demi sebuah
pertunjukan yang menitikberatkan pada pengakuan individual suatu kelompok kor saja.
Dengan demikian, ada tiga hal yang hendaknya selalu diperhatikan oleh kelompok-
kelompok kor umat di lingkungan atau di wilayah dalam sebuah paroki. Yang pertama dan
utama adalah bahwa hakikat adanya paduan suara adalah menopang partisipasi aktif umat
beriman dalam bernyanyi memeriahkan perayaan liturgi. Semakin umat ikut berpartisipasi
dalam nyanyian, maka kor berhasil melaksanakan tugas perutusannya dalam Liturgi. Hal
kedua yang harus selalu diusahakan adalah bagaimana supaya kelompok kor semakin
meningkat kualitas bernyanyinya dari waktu ke waktu. Untuk ini, Paroki hendaknya memberi
perhatian dan pembinaan terkait paduan suara, supaya kelompok-kelompok kor lingkungan
dapat difasilitasi dan terdukung untuk mengembangkan diri. Yang ketiga adalah kelompok
kor, ketika mereka sudah menjadi semakin baik, hendaknya tetap berfokus pada hakikatnya
dalam perayaan Liturgi. Meskipun sebuah kor dapat bernyanyi sempurna bukan berarti
mereka dapat memonopoli perayaan liturgi hanya dengan lagu-lagu pilihan mereka tanpa
memperhatikan umat beriman lainnya.

Anda mungkin juga menyukai