TUGAS TUTON 1
1. Puisi pilihan
Tema
Puisi ini bertema kesunyian akibat hutan yang berkurang dan margasatwa yang terancam
Amanat
Puisi ini ingin menyindir dunia modern yang sudah membuat hutan dan margasatwa menghilang, maka
dari itu mengajak para pembacanya untuk berbuat sebaliknya: melestarikan alam
Sudut Pandang
Puisi ini menggunakan sudut pandang orang ketiga
Tipografi
Bentuknya rapi, terdiri dari 1 bait, 6 baris. Baris 1—4 sama posisinya, sedangkan baris 5 dan 6 dibuat
lebih menjorok ke kanan.
Irama
Puisi ini bersajak a-b-c-d-e.
Citraan/Imaji
Baris 1—6 semua menggunakan citraan pendengaran dan penglihatan sekaligus.
Bahasa
sunyi yang lebat berarti kesunyian yang sangat terlihat
ujung-ujung jari berarti seperti pada ujung-ujung jari
bola mata dan gendang telinga berarti dapat dilihat dengan mata dan didengar dengan telinga
pohon-pohon roboh berarti pepohonan banyak dirobohkan
margasatwa membusuk di tepi sungai kering berarti banyak hewan mati kehausan
para pemburu mencari jejak pancaindra berarti pemburu mencari di mana hati nuraninya.
Majas
Puisi ini menggunakan beberapa majas, yaitu:
- majas repetisi dengan pengulangan sunyi yang lebat pada baris 1—4.
- Majas metafora pada semua baris
- Majas ironi pada baris semua baris
Meskipun hanya terdiri dari satu bait dan enam baris saja, puisi ini mengandung makna yang
sangat luas dan mendalam dalam pemaknaannya. Sapardi Djoko Damono sepertinya enggan berbasa-
basi lagi tentang kerusakan hutan dan punahnya margasatwa akibat ulah manusia. Semua
diungkapkan secara ringkat, padat, dan langsung pada intinya.
Walaupun demikian, beliau berusaha menekankan sindirannya yang tajam ini dengan
mengulangi kata-kata sunyi yang lebat sebanyak empat kali dengan ditutup informasi yang sangat
menyedihkan tentang hutan yang semakin habis dan margasatwa yang mati kehausan. Dalam
pengulangan itu, tergambar suasana kemarahan dan kesedihan karena kesunyian itu terjadi berulang-
ulang sehingga akhirnya diberikan judul Sunyi yang Lebat. Artinya, sunyi yang terlalu banyak dan
menutupi banyak hal dalam kehidupan.
Selain itu, dalam sedikitnya kata-kata dalam puisinya, Sapardi juga tetap memasukkan semua
unsur instrinsik yang biasanya ada di dalam sebuah puisi. Mulai dari persajakan, gaya bahasa, bahasa
konotatif, bahasa simbolik, dan bahasa imaji, semua diramu dan seperti dipadatkan sehingga
membentuk puisi seringkas dan sepadat puisi Sunyi yang Lebat itu. Memang, dalam persajakan,
tampak seperti, Sapardi tidak membuat perulangan sajak di akhir baris seperti pada puisi-puisi pada
umumnya, tetapi beliau membuat pengulangan sajak dalam baris. Pada baris pertama, ada
pengulangan bunyi // a //, bunyi // j //, dan bunyi // i //. Pada baris kedua, ada pengulangan bunyi // a //,
bunyi // l //, dan bunyi // t //. Pada baris ketiga, ada pengulangan bunyi // l //, bunyi // a //, bunyi // u //,
dan bunyi // ng //. Pada baris keempat sampai keenam, ada pengulangan bunyi // a //, bunyi // s //,
bunyi // i //, bunyi // r //, bunyi // u //, bunyi // o //, bunyi // p //, dan bunyi // h //.
Dengan konstelasi persajakan seperti di atas, Sapardi berusaha menampilkan puisinya dalam
suasana yang mencekam, penuh dengan nada kakofoni, padahal judul puisinya adalah tentang
kesunyian. Hal ini memperlihatkan kejeniusan Sapardi dalam merangkai lirik-lirik puisi yang indah
namun ternyata membawa suasana yang mencekam dan penuh kemarahan.
Dengan demikian, puisi yang terlihat singkat ini merupakan puisi yang indah dan mencekam.
Karena itu memperlihatkan kejeniusan imajinasi pengarangnya, yaitu Sapardi Djoko Damono. Puisi ini
sangat layak disebut sebagai puisi yang sangat baik dilihat dari sisi struktur intrinsik, ekstrinsik, dan dari
nilai sastra yang dibawa dan disematkan oleh sang penulis.