Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS STRATA NORMA ROMAN INGARDEN

TERHADAP PUISI RUMAH KELABU KARYA W.S. RENDRA

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Nilai UTS


Mata Kuliah Pengkajian Puisi
Dosen Pengampu : Maharani Intan Andalas Irp, S. S., M. A.

Disusun oleh:

SALY NUR FEBRIANI

2111418021

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Puisi merupakan bentuk karya sastra yang menggunakan simbol (semiotik) dalam
upaya menyampaikan suatu makna bahasa yang diinginkan oleh penciptanya. Meskipun
setiap karya sastra memakai berbagai simbol di dalamnya, tetapi pada puisi simbol yang
digunakan dapat mempunyai banyak makna sehingga dibutuhkan analisis guna
mendapatkan pemaknaan yang optimal. Riffaterre (dalam Pradopo, 1990: 12)
mengatakan bahwa ada satu hal yang tetap dalam puisi, yaitu puisi menyatakan sesuatu
secara tidak langsung, menyatakan suatu hal dan berarti yang lain. Pendapat Riffaterre
tersebut semakin memperkuat bahwa simbol bahasa dalam puisi memiliki perbedaan
dengan jenis karya sastra yang lain. Puisi merupakan simbol, artinya puisi tidak serta
merta menyampaikan maksud substansial melalui kalimat maupun kata yang denotatif
(makna sebenarnya), namun memakai bahasa yang bersifat konotatif (bermakna tersirat)
atau melalui berbagai kiasan sebagai lambang rasa.
Wellek dan Warren (dalam Pradopo, 2012: 14) mengungkapkan bahwa puisi
merupakan sebuah susunan yang kompleks, maka untuk memahaminya perlu dianalisis
sehingga dapat diketahui bagian-bagian serta jalannya secara nyata. Salah satu cara
untuk memahami puisi adalah dengan menggunakan pendekatan strata (lapis) norma
Roman Ingarden. Strata (lapis) norma Roman Ingarden meliputi lapis bunyi, lapis arti,
lapis objek, lapis dunia, dan lapis metafisis.
Analisis strata norma Roman Ingarden merupakan bentuk analisis puisi yang
memperdalam suatu makna karya sastra puisi berdasarkan norma-norma yang tercipta
dari berbagai pengalaman sosial. Dalam menganalisis puisi, suatu norma harus dipahami
sebagai norma implisit yang harus ditarik dari setiap pengalaman individu karya sastra
dan bersama-sama merupakan karya sastra yang murni sebagai keseluruhan
(Pradopo, 1990: 14).
Objek kajian dalam penelitian ini adalah puisi Rumah Kelabu dalam buku Empat
Kumpulan Sajak karya W.S. Rendra. Dalam katalog penerbitan buku oleh PT Dunia
Pustaka Jaya, Empat Kumpulan Sajak termasuk kategori “Seri Pustaka Sajak” yang
cukup laris di pasaran. Sesuai dengan judulnya, Empat Kumpulan Sajak memuat 4 (bab
atau bagian) kumpulan sajak yang berisi masalah-masalah percintaan W.S. Rendra
ketika masih remaja dahulu, yaitu sekitar tahun 1950-an hingga awal tahun 1960-an.
Puisi Rumah Kelabu sendiri termasuk dalam bab keempat, yaitu “Sajak-Sajak Dua Belas
Perak” yang menampilkan 20 sajak tentang kenangan dan kesepian penyair dalam
perantauan.
A. Teeuw (1970) mengatakan bahwa sajak-sajak Rendra dalam kumpulan sajak ini
menunjukkan ciri bentuk dan isi yang bersahaja, tetapi dengan menggunakan unsur-
unsur sajak dan asonansi, dengan permainan kata-kata, dengan asosiasi yang tidak
disangka-sangka, dan dengan perlambangan yang kena, sajak-sajak Rendra menjadi
sangat menarik. Nilai sajak-sajak Rendra dapat ditemukan pada kesejatian dan ketulusan
perasaan pengarangnya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana lapis bunyi dalam puisi Rumah Kelabu karya W.S. Rendra?
2. Bagaimana lapis arti dalam puisi Rumah Kelabu karya W.S. Rendra?
3. Bagaimana lapis objek, latar, dan tokoh-tokoh dalam puisi Rumah Kelabu karya W.S.
Rendra?
4. Bagaimana lapis dunia dalam puisi Rumah Kelabu karya W.S. Rendra?
5. Bagaimana lapis metafisis dalam puisi Rumah Kelabu karya W.S. Rendra?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Menguraikan lapis bunyi dalam puisi Rumah Kelabu karya W.S. Rendra.
2. Menguraikan lapis arti dalam puisi Rumah Kelabu karya W.S. Rendra.
3. Menguraikan lapis objek, latar, dan tokoh-tokoh dalam puisi Rumah Kelabu karya
W.S. Rendra.
4. Menguraikan lapis dunia dalam puisi Rumah Kelabu karya W.S. Rendra.
5. Menguraikan lapis metafisis dalam puisi Rumah Kelabu karya W.S. Rendra.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. Puisi Rumah Kelabu karya W.S. Rendra

Rumah Kelabu

Rumah batu, rumah kelabu


begitu lapang berpenghuni satu
kesuraman merebahinya
redup lampu, denting piano bertalu-talu

Terpendam penghuninya mengurung diri


warna duka menembusi jendela
lagu piano, lelap sepi, redup lampu

Racun apa mendindingi dirinya


begitu benar dicintainya sepi?

Pupus kepercayaan oleh ketidakabadian segala? Apa ia


kelewat mencinta dirinya?
Tidak dibiarkan satu luka di sisi bekas yang lama?
Mati citarasa bagi nikmat agung sedetik bunga?

Penghuni yang mengunci diri dan hati pada sepi


di hati kutanya-tanya, kapan ia bunuh diri?

Rumah batu, rumah kelabu


kemuramannya tidak memberita kecuali teka-teki

(Dikutip dari Empat Kumpulan Sajak, 2016: 140 oleh Rendra)

2.2. Analisis Strata Norma Roman Ingarden


2.2.1. Lapis bunyi
Lapis bunyi pada puisi ditujukan pada pola bunyi yang bersifat istimewa atau
khusus, yaitu digunakan untuk mendapatkan efek puitis. Dalam puisi tersebut, pola
bunyi yang tampak yaitu sebagai berikut.
a. Bait 1
Pada bait 1 tampak adanya asonansi a dan u dari baris pertama hingga baris
keempat. Dalam bait 1 juga tampak aliterasi m pada baris ketiga serta aliterasi p
dan l pada baris keempat. Kombinasi bunyi sengau m,n, ng yang ditambah dengan
likuida r, l dan vokal a, u memunculkan bunyi yang merdu (eufoni).
b. Bait 2
Pada bait 2 terlihat adanya asonansi e dan a dari baris pertama hingga baris ketiga.
Selain itu juga tampak aliterasi m, n, dan ng pada baris pertama. Sementara
aliterasi l dan p tampak pada baris ketiga.
c. Bait 3
Pada bait 3, pengarang menggunakan asonansi i pada baris pertama dan asonansi e
pada baris kedua. Adapun aliterasi n dan d tampak pada baris pertama.
d. Bait 4
Pada bait 4 tampak penggunaan asonansi a dari baris pertama hingga keempat.
Sementara penggunaan bunyi k yang tampak pada baris ketiga dan bunyi t pada
baris keempat menimbulkan bunyi yang parau (kakofoni). Pola sajak akhir bait 4
adalah a a – a a.
e. Bait 5
Pada bait 5 terlihat adanya asonansi i pada baris pertama dan kedua. Sedangkan
aliterasi n tampak pada baris pertama dan kedua. Sajak akhir bait 5 adalah a – a.
Kombinasi bunyi sengau n, ng dan vokal i menimbulkan perpaduan bunyi yang
merdu (eufoni).
f. Bait 6
Pada bait 6 terlihat adanya asonansi a dan u pada baris pertama. Sementara pada
baris kedua tampak adanya asonansi e dan a. sementara kombinasi bunyi konsonan
k dan t pada baris pertama dan kedua menimbulkan bunyi yang tidak merdu
(kakofoni).

Secara umum, bunyi-bunyi yang dominan dalam puisi tersebut adalah vokal
berat a yang digunakan penyair sebagai lambang rasa (klanksymboliek), yaitu berupa
rasa kesepian dan kesedihan. Selain itu, adanya bunyi kakofoni juga semakin
menunjukkan adanya kesedihan dan perasaan memilukan. Sementara bunyi eufoni
yang muncul dalam puisi tersebut menimbulkan perasaan sendu.

2.2.2. Lapis arti


Lapis arti merupakan suatu lapis yang berupa rangkaian fonem, suku kata, kata,
frasa, dan kalimat. Semua itu merupakan satuan-satuan arti.
a. Bait 1
Bait 1 menggambarkan tentang rumah batu (rumah yang terbuat dari batu bata)
yang terlihat kelabu. Rumah itu sangat besar, namun yang menghuni hanya satu
orang. Rumah itu terlihat kurang terang karena lampunya menyala redup dan piano
di dalam rumah tersebut dimainkan oleh si penghuni rumah sehingga terus
berbunyi.
b. Bait 2
Bait 2 puisi tersebut menggambarkan tentang penghuni rumah itu yang selalu
mengurung diri, tidak mau keluar rumah dan bersosialisasi dengan orang lain.
Hingga kesedihan yang dirasakan oleh penghuni rumah tersebut dapat terlihat dari
luar rumah (menembusi jendela) karena adanya lagu yang dimainkan dari piano
oleh si penghuni rumah, dan terlihat suasana yang sangat sepi karena tidak ada
orang lain selain penghuni rumah itu serta lampu yang menyala redup.
c. Bait 3
Arti dari bait 3 puisi tersebut adalah kebingungan si aku terhadap penghuni rumah
itu. Si aku bertanya-tanya, hal buruk apakah yang membuat penghuni rumah itu
terus mengurung diri di rumahnya dan seakan-akan tampak nyaman dengan
kesendiriannya.
d. Bait 4
Bait 4 merupakan kemungkinan-kemungkinan yang diterka atau dikira-kira oleh si
aku mengenai hal buruk yang menimpa penghuni rumah itu sehingga ia terus
menyendiri. Kemungkinan-kemungkinan yang dipikirkan oleh si aku yaitu apakah
karena si penghuni rumah sudah tidak memiliki kepercayaan karena semua tidak
ada yang abadi, atau karena ia terlalu egois dan hanya mencintai dirinya, atau
karena ia tidak ingin terluka lagi sebab dulu pernah terluka, atau karena sudah mati
rasa walaupun terhadap sedikit rasa kebahagiaan (bunga).
e. Bait 5
Pada bait 5, si aku yang mengetahui bahwa penghuni rumah itu selalu mengurung
diri di dalam rumah dan membiarkan dirinya sendiri kesepian, maka si aku
menjadi berpikir bahwa mungkin suatu ketika si penghuni rumah itu akan
mengakhiri hidupnya sendiri karena selalu merasakan kesedihan, sehingga si aku
bertanya pada dirinya sendiri: “kapan penghuni rumah itu akan bunuh diri?”.
f. Bait 6
Pada bait 6, si aku kembali menggambarkan rumah batu yang kelabu itu. Si aku
menganggap bahwa rumah batu yang suram itu tidak memberikan informasi atau
kabar apapun, melainkan menyimpan suatu rahasia yang sulit atau bahkan tidak
bisa si aku mengerti.
Dalam puisi tersebut, tokoh aku seakan-akan menceritakan orang lain
(penghuni rumah batu). Akan tetapi, sesungguhnya si penghuni rumah batu dalam
puisi tersebut adalah tokoh aku sendiri. Tokoh aku dapat mengetahui bahwa si
penghuni rumah selalu menyendiri dan mengurung diri di dalam rumah karena itu
semua dialami oleh tokoh aku. Dan tokoh aku yang tidak mengetahui alasan mengapa
si penghuni rumah selalu mengurung dirinya di dalam rumah sendirian, itu karena
tokoh aku (penghuni rumah) memang tidak memahami apa yang menyebabkan
dirinya berlaku demikian. Maka dari itu, tokoh aku berusaha menebak-nebak apa
sebenarnya membuat dirinya selalu menyendiri.

2.2.3. Lapis objek, latar, dan tokoh-tokoh


Lapis ketiga menjelaskan bahwa dalam puisi terdapat dunia yang diciptakan
sendiri oleh pengarang berdasarkan hal yang pernah terjadi atau merupakan
gambaran kehidupan manusia (mimesis). Dalam karya sastra, yang menjadi pusat
perhatian adalah relasi antara tokoh dengan tokoh dan tokoh dengan objek yang ada
di sekitarnya (Faruk, 2005: 17). Lapis ketiga dalam puisi tersebut yaitu sebagai
berikut.
a. Objek
Objek yang diterdapat dalam puisi ini meliputi rumah batu, rumah kelabu, lampu,
piano, jendela, racun, luka, bunga, penghuni, diri, hati, dan teka-teki.
Dalam puisi tersebut, terdapat beberapa objek yang disebutkan berulang kali,
seperti rumah batu (dua kali), rumah kelabu (dua kali), lampu (dua kali), dan piano
(dua kali). Hal tersebut dilakukan oleh pengarang untuk menekankan objek-objek
tersebut di dalam puisinya.
b. Latar
Latar yang tergambar dalam puisi ini adalah sebagai berikut.
(1) Latar tempat : rumah batu yang sangat lapang
(2) Latar suasana : sepi
(3) Latar waktu : suatu hari yang suram (kurang terang)
c. Tokoh
Tokoh dalam puisi ini adalah si aku (penghuni rumah).

Lapis objek, latar, dan tokoh dalam puisi tersebut menciptakan dunia pengarang
sendiri, yaitu: si aku melihat rumah yang terbuat dari batu bata yang suram. Rumah
tersebut berukuran sangat besar. Meskipun demikian, penghuninya hanya satu orang.
Rumah itu juga terlihat cukup gelap karena lampunya yang tidak terlalu terang.
Penghuni rumah itu juga terus memainkan pianonya sehingga piano tidak berhenti
berbunyi. Penghuni rumah itu selalu menyendiri sehingga kesedihannya pun dapat
terlihat dari luar (menembusi jendela). Penghuni rumah memainkan lagu dari
pianonya dan sepi semakin terasa serta lampu rumah yang menyala redup. Hal
tersebut membuat si aku bertanya-tanya, hal buruk (racun) apa yang membuat si
penghuni rumah terus menyendiri dan seperti telah mencintai sepi. Apakah karena
sudah tidak memiliki kepercayaan karena semua tidak ada yang abadi, atau karena ia
terlalu egois, atau karena ia tidak ingin terluka lagi, atau karena sudah mati rasa
walaupun terhadap sedikit kebahagiaan (bunga). Sikap si penghuni rumah yang selalu
menyendiri membuat si aku bertanya-tanya pada dirinya sendiri: kapan si penghuni
rumah bunuh diri? Dan rumah batu yang kelabu itu tidak dapat memberikan
informasi apapun, hanya meyimpan sesuatu yang sulit untuk dimengerti si aku.

2.2.4. Lapis dunia


Lapis dunia yang dipandang dari sudut pandang tertentu yang tak perlu
dinyatakan, tetapi terkandung di dalamnya (implied). Lapis dunia dalam puisi
tersebut tampak sebagai berikut.
a. Bait 1
Bait 1 menyatakan keadaan sebuah rumah yang seharusnya dipenuhi dengan
kebahagiaan tetapi malah dipenuhi dengan kesuraman. Rumah adalah tempat yang
semestinya membuat penghuninya selalu merasa bahagia karena dikelilingi oleh
orang-orang yang disayanginya. Namun, dalam puisi tersebut tidak
menggambarkan hal yang demikian karena penghuninya hanya hidup sendiri tanpa
kehadiran keluarga atau orang-orang terdekatnya.
b. Bait 2
Bait 2 menyatakan sikap penghuni rumah yang suka menyendiri dan diselimuti
oleh kesedihan. Dan dalam kesendirian dan kesedihannya itu, penghuni rumah
hanya memainkan pianonya yang mungkin adalah usaha dirinya dalam mengatasi
kesepian dan kesedihan yang dialaminya.
c. Bait 3
Bait 3 menyatakan bahwa ada sesuatu yang membuat si penghuni rumah selalu
menyendiri. Si penghuni rumah yang selalu mengurung diri pasti disebabkan oleh
suatu hal yang buruk.
d. Bait 4
Bait 4 menyatakan kemungkinan-kemungkinan yang menjadi alasan si penghuni
rumah selalu menyendiri. Penyabab itu dapat berasal dari dirinya sendiri maupun
orang lain.
e. Bait 5
Bait 5 menyatakan bahwa kesedihan yang dialami si penghuni rumah membuatnya
putus asa dan bisa saja mengakhiri hidupnya sendiri. Penghuni rumah yang terus-
menerus dilingkupi kesedihan akan merasa semakin terpuruk dan putus asa untuk
terus melanjutkan hidup.
f. Bait 6
Bait 6 menyatakan sebuah rumah yang dipenuhi dengan kesuraman tidak dapat
memberitahu tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan penghuninya. Rumah
adalah benda mati sehingga tidak dapat berbicara atau memberitahu apapun. Jadi,
yang perlu mencari tahu adalah manusia itu sendiri.

2.2.5. Lapis metafisis


Lapis metafisis berupa sifat-sifat metafisis (yang sublim, yang tragis,
mengerikan atau menakutkan, dan yang suci). Dan dengan adanya sifat-sifat ini,
pembaca dapat berkontemplasi.
Dalam puisi tersebut, lapis metafisis yang muncul ialah berupa ketragisan
hidup manusia, yaitu bahwa tidak semua hal yang dirasakan oleh seseorang dapat
dibagi atau diceritakan kepada orang lain, meskipun kepada orang-orang terdekat.
Beberapa hal perlu disimpan sendiri. Dan kadang-kadang dalam menghadapi
masalah-masalah yang terjadi, manusia harus berupaya menyelesaikannya sendiri.
BAB 3

PENUTUP

3.1. Simpulan
Analisis strata norma Roman Ingarden terhadap puisi Rumah Kelabu karya W.S.
Rendra menunjukkan dalam lapis bunyi secara umum terdapat asonansi a yang
menimbulkan lambang rasa, yaitu kesedihan. Adanya bunyi kakofoni juga memperkuat
adanya kesedihan dan rasa memilukan. Sementara dalam lapis arti, puisi tersebut
menggambarkan si aku (penghuni rumah) yang tinggal seorang diri dan mengurung diri
di rumah besar serta selalu merasa kesepian dan diselimuti kesedihan. Akan tetapi si aku
sendiri tidak tahu alasan mengapa dirinya berlaku demikian, sehingga si aku menebak-
nebak kemungkinan yang membuat dirinya menjadi seperti itu. Karena terus-menerus
dihinggapi kesepian, tokoh aku bisa saja merasa putus asa dan bunuh diri. Sementara
rumah yang ditinggali si aku (penghuni rumah) tidak dapat memberitahu apapun tentang
penghuninya.
Adapun pada lapis ketiga, objek yang terdapat dalam puisi Rumah Kelabu meliputi
rumah batu, rumah kelabu, lampu, piano, jendela, racun, luka, bunga, penghuni, diri,
hati, dan teka-teki. Latar yang tergambar adalah di rumah batu, rumah kelabu pada suatu
hari yang kurang terang dan bersuasana sepi. Tokoh yang terdapat dalam puisi tersebut
adalah si aku (penghuni rumah). Sedangkan lapis dunia keadaan sebuah rumah yang
seharusnya dipenuhi dengan kebahagiaan tetapi malah dipenuhi dengan kesuraman, di
mana penghuninya yang tinggal seorang diri terus dikelilingi kesedihan. Dan pasti ada
sesuatu yang membuat penghuni rumah itu selalu menyendiri, baik itu karena orang lain
maupun karena dirinya sendiri. Kemudian karena merasa sedih berkepanjangan,
penghuni rumah bisa saja putus asa akan hidup. Namun pada akhirnya, manusia itu
sendiri yang harus mencari tahu tentang penghuninya karena rumah yang ditinggalinya
tidak dapat memberitahu apapun. Dan lapis metafisis yang terdapat dalam puisi tersebut
adalah ketragisan hidup manusia, di mana kadang-kadang manusia harus berusaha
menyelesaikan masalahnya sendiri karena tidak dapat meminta bantuan dari orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Manurung, Togi Lestari dan Haries Pribady. 2018. Strata Norma Roman Ingarden dalam
Analisis Sastra Kontemporer. Dalam
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.researchgate.
net/publication/329235309_STRATA_NORMA_ROMAN_INGARDEN_DALAM_A
NALISIS_SASTRA_KONTEMPORER&ved=2ahUKEwiBzbn-0-
vsAhVMb30KHdRyB7cQFjAAegQIAhAB&usg=AOvVaw0d7Co7uwUnZcN4_Jf6Xe
Tp. (diunduh pada 4 November 2020).

Pradopo, Rachmat Djoko. 2017. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: UGM Press.

Rendra. 2016. Empat Kumpulan Sajak. Cetakan kesebelas. Bandung: Pustaka Jaya.

Tim penyusun. 2020. Empat Kumpulan Sajak. Indonesia: Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa. Dalam
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Empat_Kumpulan_Sajak. (diakses
pada 5 November 2020).

Anda mungkin juga menyukai