Disusun oleh:
2111418021
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Rumah Kelabu
Secara umum, bunyi-bunyi yang dominan dalam puisi tersebut adalah vokal
berat a yang digunakan penyair sebagai lambang rasa (klanksymboliek), yaitu berupa
rasa kesepian dan kesedihan. Selain itu, adanya bunyi kakofoni juga semakin
menunjukkan adanya kesedihan dan perasaan memilukan. Sementara bunyi eufoni
yang muncul dalam puisi tersebut menimbulkan perasaan sendu.
Lapis objek, latar, dan tokoh dalam puisi tersebut menciptakan dunia pengarang
sendiri, yaitu: si aku melihat rumah yang terbuat dari batu bata yang suram. Rumah
tersebut berukuran sangat besar. Meskipun demikian, penghuninya hanya satu orang.
Rumah itu juga terlihat cukup gelap karena lampunya yang tidak terlalu terang.
Penghuni rumah itu juga terus memainkan pianonya sehingga piano tidak berhenti
berbunyi. Penghuni rumah itu selalu menyendiri sehingga kesedihannya pun dapat
terlihat dari luar (menembusi jendela). Penghuni rumah memainkan lagu dari
pianonya dan sepi semakin terasa serta lampu rumah yang menyala redup. Hal
tersebut membuat si aku bertanya-tanya, hal buruk (racun) apa yang membuat si
penghuni rumah terus menyendiri dan seperti telah mencintai sepi. Apakah karena
sudah tidak memiliki kepercayaan karena semua tidak ada yang abadi, atau karena ia
terlalu egois, atau karena ia tidak ingin terluka lagi, atau karena sudah mati rasa
walaupun terhadap sedikit kebahagiaan (bunga). Sikap si penghuni rumah yang selalu
menyendiri membuat si aku bertanya-tanya pada dirinya sendiri: kapan si penghuni
rumah bunuh diri? Dan rumah batu yang kelabu itu tidak dapat memberikan
informasi apapun, hanya meyimpan sesuatu yang sulit untuk dimengerti si aku.
PENUTUP
3.1. Simpulan
Analisis strata norma Roman Ingarden terhadap puisi Rumah Kelabu karya W.S.
Rendra menunjukkan dalam lapis bunyi secara umum terdapat asonansi a yang
menimbulkan lambang rasa, yaitu kesedihan. Adanya bunyi kakofoni juga memperkuat
adanya kesedihan dan rasa memilukan. Sementara dalam lapis arti, puisi tersebut
menggambarkan si aku (penghuni rumah) yang tinggal seorang diri dan mengurung diri
di rumah besar serta selalu merasa kesepian dan diselimuti kesedihan. Akan tetapi si aku
sendiri tidak tahu alasan mengapa dirinya berlaku demikian, sehingga si aku menebak-
nebak kemungkinan yang membuat dirinya menjadi seperti itu. Karena terus-menerus
dihinggapi kesepian, tokoh aku bisa saja merasa putus asa dan bunuh diri. Sementara
rumah yang ditinggali si aku (penghuni rumah) tidak dapat memberitahu apapun tentang
penghuninya.
Adapun pada lapis ketiga, objek yang terdapat dalam puisi Rumah Kelabu meliputi
rumah batu, rumah kelabu, lampu, piano, jendela, racun, luka, bunga, penghuni, diri,
hati, dan teka-teki. Latar yang tergambar adalah di rumah batu, rumah kelabu pada suatu
hari yang kurang terang dan bersuasana sepi. Tokoh yang terdapat dalam puisi tersebut
adalah si aku (penghuni rumah). Sedangkan lapis dunia keadaan sebuah rumah yang
seharusnya dipenuhi dengan kebahagiaan tetapi malah dipenuhi dengan kesuraman, di
mana penghuninya yang tinggal seorang diri terus dikelilingi kesedihan. Dan pasti ada
sesuatu yang membuat penghuni rumah itu selalu menyendiri, baik itu karena orang lain
maupun karena dirinya sendiri. Kemudian karena merasa sedih berkepanjangan,
penghuni rumah bisa saja putus asa akan hidup. Namun pada akhirnya, manusia itu
sendiri yang harus mencari tahu tentang penghuninya karena rumah yang ditinggalinya
tidak dapat memberitahu apapun. Dan lapis metafisis yang terdapat dalam puisi tersebut
adalah ketragisan hidup manusia, di mana kadang-kadang manusia harus berusaha
menyelesaikan masalahnya sendiri karena tidak dapat meminta bantuan dari orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Manurung, Togi Lestari dan Haries Pribady. 2018. Strata Norma Roman Ingarden dalam
Analisis Sastra Kontemporer. Dalam
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.researchgate.
net/publication/329235309_STRATA_NORMA_ROMAN_INGARDEN_DALAM_A
NALISIS_SASTRA_KONTEMPORER&ved=2ahUKEwiBzbn-0-
vsAhVMb30KHdRyB7cQFjAAegQIAhAB&usg=AOvVaw0d7Co7uwUnZcN4_Jf6Xe
Tp. (diunduh pada 4 November 2020).
Rendra. 2016. Empat Kumpulan Sajak. Cetakan kesebelas. Bandung: Pustaka Jaya.
Tim penyusun. 2020. Empat Kumpulan Sajak. Indonesia: Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa. Dalam
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Empat_Kumpulan_Sajak. (diakses
pada 5 November 2020).