1. AKU BERKACA..
Ini muka penuh luka
Siapa punya?
Dalam hatiku
Ah..!!!
Selamat tinggal…!!
1.kita bisa melihat kalau kata “ berkaca” berima dengan kata “luka” dan juga
“punya”, dalam setiap baris yang memiliki pola rima yang sama. Seperti baris 4 dan
6, dimana kata “menderu”, “hatiku” dan juga”lalu”.
bahasa figuran atau bahsa berkias yang ada di dalam puisi diatas memiliki majas yaitu
pada bait “ini muka penuh luka” pada puisi tersebut merupakan majas personofikasi
yaitu mengumpamakan benda mati sebagai benda hidup, dimana “muka” sebagai
benda mati diumpamakan sebagai kehidupan seseorang.
rima: pola bunyi pada puisi tersebut adalah persamaan akhir, persamaan awal,
berselang dan terdsapat persamaan pada akhir bait . 1.kita bisa melihat kalau kata “
berkaca” berima dengan kata “luka” dan juga “punya”, dalam setiap baris yang
memiliki pola rima yang sama. Seperti baris 4 dan 6, dimana kata “menderu”,
“hatiku” dan juga”lalu”.
contoh:
Devisiasi: penyimpangan bahasa terrdapat bunyi ah/ yang mungkin di kamus tidak
terdapat arti tersebut tetapi di dalam astra saya mengartikannya seperti pemalas.setiap
pengarang ingin bertanya, memrintrah, meninggikan atau menaikkan suatu nada
bunyi banyak sekali memberikan tada baca titik, koma, tanda seru, dan tanda tanya
yang menurut saya berlebihan teteapi kembali lagi dalam sastra itu sah-sah saja
contoh: dalam hatiku?, ah?, segala takku kenal!!, selamat tinggal!!
Dan saya menemui kata “takku kenal” tetapi secara penulisan yang baik adalah dalam
bahasa indonesia “tak aku kenal” tetapi sang penyair punyaca cara tersendiri
menyampaikannya dan itu tidak ada salah dalam karya sastra.
Asonansi : misalnya dalam bait pertana baris pertama ada asonansi munculnya bunyi
vokal u dan a “aku berkaca”. Begitu juga pada bari keempat ada asonansi u “seru-
menderu”, baris ke lima dan keenam dijumpai kata “ hatiku-lalu”asonansi u. Dan pola
akhiran bait ke 123, dan 4 yang bersajak :aaa
Diksi : diksi yaitu kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena
puisi adalah bentuk karya sastra sedikit kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka
kata-katanya harus dipilih secermat mungkin, keselarasan bunyi urutan kata
“menggelepar tengah malam buta” keselarasan bunyi itulah yang jauh lebih indah.
Berdiri Aku
Berdiri aku di senja senyap
Camar melayang menepis buih
Melayah bakau mengurai puncak
Berjulang datar ubur terkembang
Angin pulang menyeduk bumi
Menepuk teluk mengempas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun
-
ayun di atas alas
Benang raja mencelup ujung
Naik merak mengerak corak
Elang leka sayang tergulung
Dimabuk warna berarak
-
arak.
Dalam rupa maha sempurna
Rindu
-
sendu mengharu kalbu
Ingin datang merasa sentosa
Menyecap hidup tertentu tuju
Analisis
Asonansi:
Dalam puisi Berdiri Aku, banyak dijumpai gaya bahasa asonansi. Gaya
bahasa asonansi ini cukup mendominasi puisi Berdiri Aku. Hampir di setiap
baris dijumpai gaya bahasa asonansi. Baris 1 terdapat perulangan bunyi vokal
é dan i, Berdiri aku disenja senyap.Baris 2 terdapat perulangan a dan é, Camar
melayang menepis buih. Baris 3 terdapat perulangan bunyi a dan u, Melayang
mengurai puncak. Baris 4 terdapat perulangan bunyi édan a, yaitu Berjulang
datar ubur terkembang. Baris 5 terdapat perulangan bunyi é, Angin pulang
menyeduk bumi. Baris 6 juga terdapat perulangan bunyi é, Menepuk teluk
mengempas emas.
Baris 7 terdapat perulangan bunyi u, Lari ke gunung memuncak sunyi. Baris 8
terdapat perulangan bunyi a, Berayun-ayun di atas alas. Baris 9 terdapat
perulangan bunyi é dan a, Benang raja menelup ujung. Baris 10 terdapat
perulangan bunyi adan é, Naik marak mengerak corak. Baris 11 terdapat
perulangan bunyi é dan a,
Diksi : dalam puisi amir hamzah ini dia selalu membuat kata dengan konotasi dan
menggunakan kata arkik sehingga pembaca merasa bernolstalgia dengan kata-kata
dalam tulisannya, kata-kata seperti senyap, mengempas, berayun-ayun,
Kata senyap tergolong atau edentik dengan kesunyian. Kata-kata tersebut
membentuk makna kesendirian yang ingin digamparkan oleh penyair.
Kata “maha sempurtna” dalam aikhir bait juga asrti konotasi dari tuhan yang maha
sempurna. Kata “mengecap” memiliki arti impian yang ingin dirasakan . bermain
kata-kata yang digunakan yang ditulis memang sebuah misteri atau teka-teki
tersendiri untuk menutupi atau menyembunyikan ide dan maksud pengarang yang
sebenarnya. Kemisterian ini bertambah dengan pilihan kata arkik seperti “marak” dan
leka “, “marak itu berarticahaya sengkan leka berarti lengah atau lalai. Walaupun
kata-kata itu sudah tidak digunkan lagi dalam percakapan sehari-hari, tetapi bisa saja
kata itu masih digunakan amir hamzah pada saat membuatnya puisi ini, terdapat kata
dalam bahasa daerah “alas”yang berasal dari bahasa jawa yang berati hutan
Dalam puisi tersubut amir hamzah menghidupkan ombak dan angin yang
bertujuan ingin menambah rasa kesunyian dan kesendirian penyair. Seperti
halnya denan mengagumi ombak menerpa pohon-pohon bakau serta desir
aingin yang menyempakkan semuanya terlihat kalau penyair benar-bejnar
merasa sepi dan hamya mampu melihat memandangan sekitarnya.
Selain personifikasi ada juga gaya lain yaitu metefora yang terlihat dari
kalimat benang raja mencelup ujung dan dalam rupa maha sempurna, penyair
membandingkan apa yang dilihat dan dialami dengan kata “benang raja” dan
“maha sempurna”. Hiperbola juga nampak dalam kalimat rindu-sendu
mengharu kalbu yang menggambarkan kesedihan atau rindu yang benar-benar
mendalam. Gaya bahasa yang dogunakan makna puisi itu lebih mendalam
lebih padat
Alitrasi: seperti menjulang-datang, menumpuk teluk, mengempas emas, diatas
alas, naik marak meyerak corak serta
Pada bait kedua baris pertama ada aliterasi k dan s: Menepuk teluk, menepas
emas; pada baris keempat ada aliterasi s: atas alas; bait kedua bersajak ab-ab:
ia-ia. Pada bait keempat baris pertama ada aliterasi e dan n: Benang raja
mencelup ujung,
Asonansi : serta asonansi dalam rupa maha sempurna, rindu-sendu mengharu kalbu,
merasa sentosa, bertentu tuju. Huruf dan kalimat tersebut dapat menimbulkan kesan
waluapun banyak bunyi tidak terlalu merdu dengan adanya k, p, t, dan s
Pada bait pertama baris pertama ada asonansi a secara berturut-turut: senja senyap;
pada baris kedua ada asonansi a dan i: camar-melayang, menepis-buih; ada aliterasi g:
berjuang datang terkembang; sajak pada baris kedua berbeda dengan sajak pada baris
pertama, ketiga dan keempat.
asonansi a dan u: Benang-raja, mencelup-ujung; baris kedua ada aliterasi k: naik
marak mengerak corak; pada baris ketiga ada aliterasi e, l, a: Elang leka, asonansi
a: Elang leka sayap; pada baris ketiga ada aliterasi k: Dimabuk berarak-
arak; bersajak ab-ab: ua-ua.
Baris pertama: “berdiri aku disengaja senyap” kesalahan dalam kalimat kebahasaan
yang sesuai dengana aturan semantik yang dimana yang biasanya orang berdiri di
suatu tempat bukan dengan menampahkan keadaan atau kata”senyap” disana,
sehingga relasi makna tidak singkron.
Baris kedua “camar melayang menepis buih” yang diamana seekor burung camar
yang terbang tapi dalam puisi tersebut menggunakan kata malayang, dan bagaimana
caranya seekor burung camar terhindar dari buih yang dimana kita ketahui bersama
bahwa buih adalah pencara. Relasi makna dan kegunaaan kata seperti tidak mungkin
seekor hewan menghindari penjara yang diman penjara terkenal dengan perbuatan
kriminal
Dari bait 2 dalam 7 baris tersebut kebanyakkan menggunakan kata-kata yang isa
dikatan menyimpang dari kekamusan bahasa Indonesia tetapi dalam sastra itu tidak
ada masalah.
1973
Analisis : Homolog adalah kesejajaran atau keseimbangan arti antara bait dengan
bait, baris dengan baris, atau antara baris dengan bait. Menurut Pradopo (1993: 220),
kegunaan korespondensi adalah untuk menambah kegabusan sajak menggunakan
perulangan susunan baris sajak pada baris lain. Sementara itu, Riffaterre (1978: 61)
menyebut perulangan sebagai tanda gramatikan yang abstrak.
...
Kulihat bekas hangus, tahi tikus.
Kulihat mata kelelawar.
Rima:
Rima adalah perulangan bunyi dan salah satu sifat yang membedakan puisi dengan
prosa (Riffaterre, 1978: 127). Bentuk perulangan bunyi yang berturut-turut dan
menimbulkan orkestrasi bunyi yang indah itulah yang disebut rima. Rima dalam puisi
Gatoloco ini berbentuk rima baris, rima bait, dan rima antarbait.
devisiasi: jika saya disuruh untuk menganalisis kesalahan kebahasan yang ada pada
puisi karya Goenawan muhammad sudah nampak jelas pada bait 1 baris 1 ada kalimat
“Aku bangun dengan 7.000.000 sistim matahari”yang sama-sama kita ketahui di
dalam dunia ini kita mempunyai 1 sistem matahari tetpi disini menggambarkan
banyak bahkan jutaan sistem matahari yang di tulis.
Ada juga terdapat menggunakan tanda tanya nampa adanya kata tanya.
diksi:
majas: ada gaya bahasa personifikasi yang digunakan adalah simbol seksual itu
kemudian digunakan untuk melukiskan adegan persetubuhan atau proses
persetubuhan asas lelakian atau menyiratkan bahwa dalam penyampaian ajaran
tasawuf menggubakan simbol seksual untuk mengngkapakan penyatuan manusia
dengana degan bersetubuh
terdapat metofo
Kata-kata Konkret
Untuk memperjelas kesedihan yang dialami pengarang, ada beberapa kata yang
dikonkretkan, seperti kelabu, keperihan, temaram, dan mengabut. Pengarang
memperjelas keadaan hutan tersebut pada baris ketiga pada bait pertama langit
dimana berakhir setiap pandangan. 4) Bahasa Figuratif a. Metafora, terletak pada
larik “lalu kembali kusebut kau pun kekasihku” b. Paradoks, terletak pada larik
“memutih dari seribu warna” c. Personifikasi, terletak pada larik “hujan senandung
dalam hutan” Selain menganalisis unsur stilistika, penulis juga akan menganalisi
unsur batin puisi tersebut, yang meliputi tema, perasaan, nada dan amanat. Namun,
sebelum menganalisis unsur batin puisi itu.. Salah satu cara agar pembaca mudah
memahami makna sebuah puisi, ialah dengan memparafrasekan puisi tersebut. Untuk
itu, puisi Hutan Kelabu dalam Hujan ini, akan di parafrasekan terlebih dahulu
hutan[ku] [kini menjadi] kelabu [dan sedang berada] dalam hujan lalu [kemudian]
kembali kusebut kau pun [sebagai] kekasihku [wahai hutan] [dan] langit dimana[-
mana terlihat], [selalu] berakhir [pada langit di]setiap pandanganku [Yang] bermula
[dari sebuah] keperihan, rindu itu [kini hadir dihatiku] [hanya] temaram [pada]
temasa [yang hadir] padaku semata [hutanku yang hijau kini] memutih dari seribu
warna [yang indah] [kini] hujan [sedang ber]senandung dalam hutan lalu [semuanya
menjadi] kelabu, mengabut[kan] nyanyian [bahagia di hatiku]
4) Bahasa Figuratif
a. Metafora, terletak pada larik “lalu kembali kusebut kau pun kekasihku”
b. Paradoks, terletak pada larik “memutih dari seribu warna”
c. Personifikasi, terletak pada larik “hujan senandung dalam hutan”
Selain menganalisis unsur stilistika, penulis juga akan menganalisi unsur batin puisi
tersebut, yang meliputi tema, perasaan, nada dan amanat. Namun, sebelum
menganalisis
unsur batin puisi itu.. Salah satu cara agar pembaca mudah memahami makna sebuah
puisi,
ialah dengan memparafrasekan puisi tersebut. Untuk itu, puisi Hutan Kelabu dalam
Hujan
ini, akan di parafrasekan terlebih dahulu
Sitti,
kini aku makin ngerti keadaanmu
Tak‘kan lagi aku membujukmu
untuk nikah padaku
dan lari dari lelaki yang miaramu (melamarmu)
Analisis:
Kangen
Judul puisi Kangen memiliki makna rindu yang teramat sangat. Pada baris pertama
dan kedua “Kau tak akan mengerti bagaimana kesepianku menghadapi kemerdekaan
tanpa cinta” berarti: Penyair ingin mengungkapkan bahwa seseorang yang
rindukannya tak akan mengerti betapa kesepian hidupnya walaupun penyair
sebenarnya dalam kehidupan yang bebas (lajang) tetapi penyair merasa sendiri dan
kesepian tanpa cinta. Pada baris ketiga dan keempat “kau tak akan mengerti segala
lukaku kerna cinta telah sembunyikan pisaunya” berarti: penyair mengungkapkan
betapa dia merasa sakit tanpa alasan karena mencintai “kau”. Pada baris kelima
“membayangkan wajahmu adalah siksa” berarti: menahan rindu adalah hal yang
menyakitkan bahkan ketika mengenangnya. Pada baris keenam “kesepian adalah
ketakutan dalam kelumpuhan” berarti: perasaan sepi yang menyiksa penyair memang
harus dihadapi, seperti orang yang mengalami cacat fisik yaitu lumpuh. Ketika orang
lumpuh merasa takut, ia tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak bisa lari dari keadaan
takut, dan harus menghadapinya. Pada baris ketujuh “Engkau telah menjadi racun
bagi darahku” berarti: orang yang dirindukannya sudah menguasai pikirannya,
sehingga susah untuk dilupakan. Pada baris kedelapan, sembilan, dan sepuluh
“Apabila aku dalam kangen dan sepi itulah berarti aku tungku tanpa api” berarti: Saat
penyair merasa kesepian karena merindukan seseorang, ia merasa tidak berguna,
karena hanya bisa merindukannya tanpa bisa bertemu dengannya.
BAYI LAHIR BULAN MEI 1998
Karya : Taufiq Ismail
a. Diksi
Dalam lirik puisi” Suaranya keras, menangis berhiba-hiba”, kata hiba berarti
memelas, berhiba-hiba
berarti memelas-melas. Jadi, bayi yang baru lahir saja digambarkan oleh pengarang
telah merasakan
penderitaan yang akan dihadapinya nanti. Hal ini disebabkan karena dia harus
Langsung memikul
hutang dibahunya. Kata memikul dapat diartikan dengan menyandang beban. Kata
memikul juga
paralel dengan bahu.
Selain itu, penggunaan diksi pada bait yang kedua juga cukup menarik. Hal ini
terlihat pada
teks berikut ini.
Kalau dia jadi petani di desa
Dia akan mensubsidi harga beras orang kota
Kalau dia jadi orang kota
Dia akan mensubsidi bisnis pengusaha kaya
Kalau dia bayar pajak
Pajak itu mungkin jadi peluru runcing
Ke pangkal aortanya dibidikkan mendesing
Lirik yang berbunyi “Pajak itu mungkin jadi peluru runcing/ Ke pangkal aortanya
dibidikkan
mendesing” menunjukkan pemilihan kata yang cermat. Kata peluru runcing dapat
dimaknai sebagai
senjata alat yang sangat mematikan. Terlebih lagi kalau peluru itu diarahkan ke
bagian yang juga
sangat mematikan, yaitu Ke pangkal aortanya dibidikkan mendesing. Kata aorta
berarti urat nadi atau
urat leher. Penggunaan kata-kata peluru runcing, dibidikkan, aorta mendesing adalah
pilihan kata yang
sangat tepat untuk menggambarkan penderitaan dan kesengsaraan yang akan dihadapi
oleh rakyat
Citraan
Citraan yang digunakan pengarang dalam puisi “Bayi Lahir Bulan Mei 1998” ini
adalah
citraan pendengaran (auditif). Hal ini dapat diamati pada lirik ”Dengarkan itu ada
bayi mengea di
rumah tetangga/ Suaranya keras, menangis berhiba-hiba.”. Selanjutnya, dalam bait
yang sama (bait 1)
lirik ketiga berisi ”Begitu lahir ditating tangan bidannya” terdapat citraan gerak.
Citraan lain yang
digunakan dalam puisi ini adalah citraan penglihatan, yaitu “Belum kering darah dan
air ketubannya
Langsung dia memikul hutang di bahunya/Rupiah sepuluh juta.” Penggunaan
pencitraan tersebut sangat
tepat untuk menggambarkan kondisi yang terjadi pada saat itu.
Selanjutnya, pada bait kedua puisi ini pengarang menggunakan citraan visual. Hal ini
dapat
diamati pada teks berikut ini.
Kalau dia jadi petani di desa
Dia akan mensubsidi harga beras orang kota
Kalau dia jadi orang kota
Dia akan mensubsidi bisnis pengusaha kaya
Kalau dia bayar pajak
Pajak itu mungkin jadi peluru runcing
Ke pangkal aortanya dibidikkan mendesing
Dengan menggunakan citraan visual, pengarang mengarahkan imaji pembaca seakan-
akan dapat melihat bagaimana nasib bayi tersebut kalau dia jadi petani, maupun jadi
orang kota.
Penggambaran ini dilakukan melalui tindakan yang mereka harus mereka lakukan
baik ketika
tinggal di desa maupun ketika tinggal di kota
Majas
Majas yang digunakan dalam puisi,”Bayi Lahir Bulan Mei 1998” adalah majas
metonimia
yang terlihat pada lirik “Langsung ia memikul hutang dibahunya. Majas yang lain
ialah metafora yang
terlihat pada lirik “Pajak itu mungkin menjadi peluru runcing/ Kepangkal aortanya
dibidikkan mendesing.”
Majas-majas tersebut dipergunakan pengarang untuk menekankan betapa berat
penderitaan yang
akan dihadapi anak-anak yang hidup pada era selanjutnya akibat hutang negara yang
menumpuk Majas ironi juga muncul pada lirik terakhir pada bait kedua tersebut. Hal
ini tampak pada lirik
“Pajak itu mungkin jadi peluru runcing/ Ke pangkal aortanya dibidikkan mendesin
asonansi:
Kalau dia jadi petani di desa
Dia akan mensubsidi harga beras orang kota
Kalau dia jadi orang kota
Dia akan mensubsidi bisnis pengusaha kaya
(Terdapat pengulangan huruf vokal akhiran aaaa)
Rima
Dengarkan itu ada bayi mengea di rumah tetangga
Suaranya keras, menangis berhiba-hiba
Begitu lahir ditating tangan bidannya
Belum kering darah dan air ketubannya
Langsung dia memikul hutang di bahunya
Rupiah sepuluh juta
Terdapat juga akhiran”nya” pada setiap akhiran kalimat, : terdapat persamaan bunyi
pada akhiran setiap kalimat
Kalau dia jadi petani di desa
Dia akan mensubsidi harga beras orang kota
Kalau dia jadi orang kota
Dia akan mensubsidi bisnis pengusaha kaya
Kalau dia bayar pajak
Pajak itu mungkin jadi peluru runcing
Ke pangkal aortanya dibidikkan mendesing
Ini adalah contoh rima horizintal terdapat pengulangan bunyi konsonan k, d yang
berselang.
Deviasi: Pajak itu mungkin jadi peluru runcing dalam struktur lingustik kalimat itu
tidakklah logis karna tidak ada pajak yang bisa berubah menjadi sebuah benda
“peluru runcing”, dan dalam segi kemaknaannyua tidak masuk akal.
dari segi makna lingustik, seorang bayi yang baru lahir mampu memikul hutang tetapi
pada bahunya , ini sama sekali alur dalam lingustik tidak logis karna tidak mungkin
seorang bayi memikul hutang pada bahunya.......................