Anda di halaman 1dari 16

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1

Pengolahan dan Analisis Data


Puisi yang akan diolah dan dianalisis gaya bahasanya sebanyak delapan puisi

yang berjudul Cinta, Duri, Interlude, Kepadamu, Sketsa, Tikungan, tak dan Di Balik
Semak Kata. Semua puisi yang tersebut di atas merupakan sebagian puisi yang
diambil dari antologi puisi Mata Ketiga Cinta karya Helvy Tiana Rosa. Menurut
Keraf (2005:115), gaya bahasa terbagi menjadi dua bagian, yaitu dari segi non bahasa
dan dari segi bahasa. Dalam penelitian ini peneliti hanya memilih gaya bahasa dari
segi bahasa saja, untuk menganalisis gaya bahasa dalam puisi Mata Ketiga Cinta
karya Helvy Tiana Rosa, yang yang mencakup gaya bahasa berdasarkan pilihan kata,
berdasarkan nada, berdasarkan struktur kalimat serta berdasarkan langsung tidaknya
makna.

4.2

Pembahasan Hasil Penelitian


Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan menganalisis gaya bahasa

yang terdapat dalam antologi puisi Mata Ketiga Cinta karya Helvy Tiana Rosa. Gaya
bahasa disebut juga dengan majas. Majas digunakan dalam puisi agar puisi kelihatan
lebih indah. Peneliti memilih 8 (delapan) puisi dari buku puisi Mata Ketiga Cinta
karya Helvy Tiana Rosa, yaitu: puisi Cinta, puisi Dan Kuakrabi Bayanganmu, puisi
Duri, puisi Interlude, puisi Kepadamu, puisi Sketsa, puisi Tak, puisi Di Balik Semak
Kata.

4.2.1

Puisi Cinta
Aku mencintaimu sejak waktu, sejak bumi, sejak sukma,
sejak bayi
aku mencintaimu sampai laut, sampai langit, sampai darah,
sampai mati
Setiap hari kucatat dan kupotret kau dalam batin
Kau menempel di buku-buku, di televisi, di gedung-gedung
dan panggung pertunjukan,
juga pada angin dan debu pada napasku
Aku berjalan tersaruk mengendusi semua jejak
yang kau tinggalkan seperti pemburu yang saru
Panggil aku cinta
Bukan, aku bukan wanita khayalanmu
Aku yang mendambamu hingga ke paling lembah
Apakah kau percaya pada ada dan tiada?
ebab aku mungkin ada,
Sebab aku tiada
Sepotong diam yang tak henti mencinta
hingga penghujung senja
Puisi di atas akan di analisis berdasarkan gaya bahasa dari segi bahasa

berdasarkan pilihan kata, berdasarkan nada, berdasarkan struktur kalimat dan


berdasarkan langsung tidaknya makna.
1. Berdasarkan Pilihan Kata
Kata-kata yang sangat dekat dengan pembaca menjadikan puisi Cinta nampak
akrab bagi pembaca, menjadikan apa yang diungkapkan puisi Cinta bukan sesuatu
yang asing bagi pembaca. Persoalan Cinta yang menjadi pokok tema puisi tersebut
merupakan hal yang dapat dialami semua orang.
Kata laut dalam puisi Cinta memiliki tempat yang sejajar dengan langit,
darah, dan mati. /Aku mencintaimu sampai laut, sampai langit, sampai darah,
sampai mati / kata laut tersebut memberikan makna yang sejajar dengan langit, darah
dan mati. Kata laut termasuk dalam kata dasar yang berkaitan dengan alam semesta.

2. Berdasarkan Nada
Puisi ketiga, Cinta. Puisi Cinta memiliki penataan bunyi yang juga sama
dengan puisi Sketsa. Berupa pengaturan bunyi yang baik dengan penguatan suasana
dengan dominasi vokal /a/, /i/ dan /u/ menciptakan orkestrasi bunyi efoni. Selain itu,
kata yang digunakan dalam puisi Cinta juga berkaitan dengan alam dan diri manusia.
Tidak ada kata serapan dalam puisi Cinta, namun ada satu kata dari bahasa daerah
yang ada dalam puisi ini yaitu kata saru.
3. Berdasarkan Struktur Kalimat
Gaya kalimat dalam puisi Cinta merupakan gaya antiklimaks, yaitu
menempatkan urutan kalimat berkualitas terlebih dahulu. Pada awal puisi Cinta
penggarang langsung mengungkapkan perasaan cinta yang dia miliki.
Tidak ada penyiasatan struktur kalimat dalam puisi tersebut. Kalimat dalam
puisi tersebut diungkapkan secara biasa dan sederhana. Namun ada koreksio dalam
puisi Cinta, yaitu pada bagian / Panggil aku cinta / Bukan, aku bukan wanita
khayalanmu /. Kalimat pertama begitu tegas dan meyakinkan namun pada kalimat
kedua ternyata mendapatkan koreksi atau pembenaran bahwa ternyata aku
bukanlah wanita yang diharapkan dan diimpikan.
4. Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Laut dalam Cinta melukiskan gambaran cinta yang sampai menjadi
penghidupan seseorang. Bahwa cintanya dengan si pujaan begitu kuat hingga sampai
sebermanfaat laut. /Aku mencintaimu sampai laut, . / Laut merupakan air yang
melimpah yang suci airnya, banyak rejeki ikannya dan halal bangkainya yang dapat

menjadi sumber kehidupan bagi banyak orang. Sehingga dapat dikatakan bahwa
mencintai sampai laut dalam puisi ini seperti menjadikan cinta sebagai sumber
kehidupan dan semangat hidup.
Gaya bahasa puisi di atas pada baris pertama sampai baris ke empat pada bait
pertama yaitu: /Aku mencintaimu sejak waktu, sejak bumi, sejak sukma,/ /sejak
bayi/ /Aku mencintaimu sampai laut, sampai langit, sampai darah/ /sampai mati/,
merupakan gaya bahasa antiklimaks yang menempatkan urutan kalimat yang
berkualitas terlebih dahulu. Sedangkan gaya bahasa Selanjutnya klimaks terdapat
pada baris enam, tujuh dan delapan pada bait pertama /Kau menempel di buku-buku,
di televisi, di gedung-gedung/ /dan panggung pertunjukan,/ /juga pada angin dan
debu pada napasku/.
Selain itu pada puisi di atas juga terdapat gaya bahasa hiperbol, yaitu terdapat
pada bait pertama baris ke lima /Setiap hari kucatat dan kupotret kau dalam batin/
dan ke sembilan /Aku berjalan tersaruk mengendusi semua jejak/ dan juga terdapat
pada bait kedua baris ke tiga /Aku yang mendambamu hingga ke paling lembah/ baris
tujuh /Sepotong diam yang tak henti mencinta/ dan delapan /hingga penghujung
senja/.

4.2.2

Puisi Dan Kuakrabi Bayanganmu


Telah kugenggam bayangan
saat pertama kali bertemu
senyummu mengalahkan lelahku
dan kerudung putih itu
menari di bawah mentari
namun liuknya
kuakrabi sebagai luka

hari demi hari


kau putuskan
untuk menaklukkan kata-kata
dalam puluhan cerita
yang tersebar di nusantara
kaulah yang memantikkan api
di dada dan pena kami
menulis! Katamu, menulis!
jalin lara serambi dengan doa dan cinta
nyalakan kalian, nyalakan! Katamu
jalin lara serambi dengan doa dan cinta
Namun sekonyong-konyong
Tsunami, maha gelombang itu datang
menerpa menyapu segala
membawa pergi dari kami
Dari Jakarta
aku merasa cuaca berdarah
mengiris-iris perih
udara dipenuhi kalimat-kalimat
yang berhamburan dari sepuluh bukumu
jejak yang tak terhapuskan
Sesungguhnya telah kugenggam bayangmu
saat pertama dan terakhir kali bertemu
kau yang lebih indah
dari bunga dan air mata
abadi dalam panggung kenanganku
Puisi di atas akan di analisis berdasarkan gaya bahasa dari segi bahasa
berdasarkan pilihan kata, berdasarkan nada, berdasarkan struktur kalimat dan
berdasarkan langsung tidaknya makna.
1. Berdasarkan Pilihan Kata
Puisi di atas banyak mengandung kata-kata kiasan dan kata-kata konotatif.

Pada puisi di atas terdapat beberapa gaya bahasa di antaranya gaya bahasa (1)
personifikasi yang terdapat pada bait satu baris ke tiga / senyummu mengalahkan
lelahku/ kemudian terdapat pada baris ke tiga dan empat /dan kerudung putih itu
/menari di bawah mentari/.

2. Berdasarkan Nada
Kemudian terdapat gaya bahasa (2) repetisi yaitu perulangan bunyi, suku
kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam
sebuah konteks yang sesuai. Gaya bahasa ini terdapat pada bait ke tiga /menulis!
katamu menulis!/ jalin lara serambi dengan doa dan cinta/ nyalakan kalian,
nyalakan! katamu/ jalin lara serambi dengan doa dan cinta/.

3. Berdasarkan Struktur Kalimat


Selanjutnya pada bait keempat terdapat gaya bahasa (3) klimaks yaitu
semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali
semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya. /Namun
sekonyong-konyong/ Tsunamii, maha gelombang itu datang/menerpa menyapu
segala/ membawamu pergi dari kami/.

Kemudian pada baris ketiga dan empat bait ke enam terdapat gaya bahasa (6)
simile ialah perbandingan yang bersifat eksplisit, yaitu gaya bahasa yang langsung
menyatakan sesuatu yang sama dengan hal lain. /kau yang lebih indah/ dari bunga
dan air mata/.

4. Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna


Selanjutnya, gaya hiperbol terdapat pada bait ke lima / dari Jakarta/ aku
merasa cuaca berdarah/ mengiris-iris perih,/udara dipenuhi kalimat-kalimat/ yang
berhamburan dari sepuluh bukumu/ jejak yang tak terhapus/.
Gaya bahasa selanjutnya ialah gaya bahasa (5) kiasmus adalah gaya bahasa
yang berisi perulangan dan sekaligus juga merupakan inversi hubungan antara dua
kata dalam satu kalimat. Seperti pada bait ke enam baris ke dua /saat pertama dan
terakhir kali bertemu/.

4.2.3

Pembahasan Puisi Duri


Sekali aku mencintai, maka itu tak akan selesai. katamu
suatu ketika.
Tetapi hari itu kamu membanting kaca jendela kenangan
kita hingga pecah berhamburan
Serpihan masuk ke mata dan batinku
menjadi duri-duri yang menancap abadi

Aku buta, nir rasa


bahkan tak ingat pada suatu masa
aku pernah mengenalmu.
1. Berdasarkan Pilihan Kata
2. Berdasarkan Nada
3. Berdasarkan Struktur Kalimat
4. Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna

Gaya bahasa yang terdapat dalam puisi Duri ialah gaya bahasa hiperbola.
Gaya bahasa tersebut ditunjukkan pada baris ke lima dan enam yaitu, / Serpihan
masuk ke mata dan batinku/ /menjadi duri-duri yang menancap abadi/. Kutipan puisi
di atas mengandung kesan dibesar-besarkan atau dilebih-lebihkan. Yang bermakna
juga rasa sakit yang dibuat oleh si Kamu itu membuat si Aku merasa sakit sampai ke
hati dan melekat selamanya.

4.2.4

Pembahasan Puisi Interlude


Dimanakah semesta saat aku menatapmu?
hanya hujan yang menampar-nampar muka
tak ada tempat berpijak selain gemuruh
langit menjelma kaca kita yang retak
lara cuaca
Namun kau harus pelangi, seperti katamu
muncul sewaktu-waktu
dan menyisakan warna birunya selalu
dalam kamus sunyiku

1. Berdasarkan Pilihan Kata


2. Berdasarkan Nada

3. Berdasarkan Struktur Kalimat


4. Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Gaya bahasa yang terdapat dalam puisi di atas adalah (1) gaya bahasa
hiperbol yang terdapat pada bait satu baris pertama /Dimanakah semesta saat aku
menatapmu?/dan ke tiga / tak ada tempat berpijak selain gemuruh/. Puisi tersebut
mengandung gaya bahasa hiperbol karena di bagian pertama pada puisi itu terdapat
kalimat yang menggambar seolah ketika si Aku menatap si Kamu ini alam semesta
hilang. Kemudian pada puisi di atas terdapat juga gaya bahasa (2) personifikasi yaitu
gaya bahasa yang menggambarkan benda mati atau barang yang tak bernyawa
seolah-olah dapat bertingkah laku seperti manusia. Seperti pada baris ke dua /hanya
hujan yang menampar-nampar muka/ makna dari kutipan puisi tersebut ialah hujan
yang menampar seolah bertingkah seperti manusia.
Pada bait terakhir pada puisi ini, yaitu pada kalimat namun kau harus
pelangi, seperti katamu, ini bukanlah makna sebenarnya. Maksud penulis ada me
muncul sewaktu-waktu
dan menyisakan warna birunya selalu
dalam kamus sunyiku
4.2.5

Pembahasan Puisi Kepadamu


ketika bahasa tak lagi percaya pada kata
apakah yang masih bisa kita ucap?
:cinta
ketika wajahmu tak lagi menampakkan
kening, mata, hidung dan mulut
apakah yang masih bisa kukecup?
:doa

1. Berdasarkan Pilihan Kata

2. Berdasarkan Nada
Pada awalnya, puisi ini mengandung nada protes, namun pada baris
berikutnya diiringi dengan nada tanya. Nada tersebut kembali berulang

bait berimemiliki nada Puisi ini bernada tanya, tegas tidak bertele-tele,
singkat dan jelas.

3. Berdasarkan Struktur Kalimat


4. Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Puisi di atas terdapat gaya bahasa (1) erotesis ialah semacam pertanyaan yang
dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang
lebih mendalam dan penekanan yang wajar dan sama sekali tidak menghendaki
adanya jawaban. Kutipan puisi yang menunjukkan gaya bahasa ini terdapat pada bait
satu dan dua. / apakah yang masih bisa kita ucap// apakah yang masih bisa
kukecup?/. Kemudian pada bait dua baris ke dua terdapat gaya bahasa (2) antiklimaks
yaitu menempatkan urutan kalimat yang berkualitas terlebih dahulu. Gaya bahasa
antiklimaks ini ditunjukkan pada /kening, mata, hidung dan mulut.

4.2.6

Pembahasan Puisi Sketsa


Meranggas darahku meranggas
dan bumi kering, langit pias

laut kita mati


: tandus berkarib sunyi
Semesta gering mengantarku kembali padamu
menyelusup pada sejuk alir darah, denyut nadi,
pada curahan keringatmu
: tapi laut kita sudah mati
Membaca puisi Sketsa, kita begitu ditarik dalam perasaan Helvy Tiana Rosa.
Rasa kegelisahan, kepedihan, duka, luka dituangkan begitu kuat menyentuh
pembaca. Puisi ini akan di analisis berdasarkan gaya bahasa dari segi bahasa
berdasarkan pilihan kata, berdasarkan nada, berdasarkan struktur kalimat dan
berdasarkan langsung tidaknya makna.
1. Berdasarkan Pilihan Kata
Pilihan kata-kata yang digunakan dalam puisi Sketsa didominasi dengan
penggunaan kata yang berkaitan dengan alam dan manusia. Bumi, langit, laut,
tandus, dan semesta merupakan kata yang berkaitan dengan alam, sedangkan kata
yang berkaitan dengan diri manusia adalah darah, alir darah, denyut nadi dan curahan
keringat. Tidak terdapat kata-kata serapan bahasa daerah ataupun bahasa asing dalam
puisi tersebut.
Namun terdapat dua kata serapan dari bahasa daerah yang digunakan yaitu
larung dan saban, sedangkan kata serapan dari bahasa asing tidak terdapat dalam
puisi tersebut. Gaya kalimat yang digunakan pada puisi Mendambakan Lupa adalah
gaya kalimat Klimaks, dimana terdapat gradasi dari awal hingga ujung puisi
Mendambakan Lupa. Dari awal puisi memaparakan tentang keadaan pengarang
dilanjutkan dengan upaya yang dilakukan Helvy Tiana Rosa dalam menghadapi

permasalahan yang ditemui dan diakhiri dengan akhir cerita keadaan setelah
berupaya mengatasi masalahnya.
Diksi yang dipilih oleh Helvy Tiana Rosa dalam puisinya Sketsa banyak
menggambarkan sebuah penderitaan seperti bumi kering, laut kita mati, semesta
gering. Dan diksi yang dipilih snagat tepat dan bernilai estetis serta menciptakan
nuansa keperihan yang amat, karena Helvy juga memberikan diksi yang sebenarnya
banyak mengandung makna yang sama. Dalam puisi ini selain diksi yang
menyimbolkan penderitaan Helvy juga menambahkan nilai-nilai religiusnya yaitu
terdapat pada kata Mengantarku Kembali padamu.
2. Berdasarkan Nada
Dalam puisi Sketsa Helvy Tiana Rosa terdapat persamaan bunyi antar kata
baik asonansi yaitu : pada kata mengatarku, padamu .. Mati, sunyi, tapi.. dan aliterasi
yaitu merangas, pias, kering, gering.
Penguatan suasana didukung dengan penataan bunyi yang baik berupa
dominasi vokal /a/, /i/ dan /u/ menciptakan orkestrasi bunyi efoni. Bentuk pola
tipografi puisi Sketsa adalah zig-zag, hal ini seakan menggambarkan keadaan
seseorang yang maju mundur tidak beraturan menghadapi luka yang dihadapi.
Penggambaran perasaan kehilangan yang menjadikan seseorang bimbang untuk
melangkah maju memperbaiki hidup atau bertahan dengan kesakitan yang dirasakan.
3. Berdasarkan Struktur Kalimat
Dalam puisi Sketsa, Helvy Tiana Rosa menggunakan gaya kalimat berupa
penyiasatan struktur. Penyiasatan struktur yang ada berupa pemendekan kalimat,

misalnya pada bait pertama baris ketiga /langit pias/ kalimat tersebut sebenarnya
dapat ditambahkan menjadi /langit yang pias/.
Kemudian pada bait dua terdapat gaya bahasa yang berstruktur antiklimaks
yaitu menempatkan urutan kalimat yang berkualitas terlebih dahulu, yaitu pada
kalimat, /Semesta gering mengantarku kembali padamu//menyelusup pada sejuk alir
darah, denyut nadi,//pada curahan keringatmu/.
4. Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Memaknai laut puisi Helvy Tiana Rosa berjudul Sketsa seperti
menerjemahkan setitik embun dalam kegersangan. Laut Helvy Tiana Rosa disini
menggambarkan sebuah kehidupan cinta. Jika dilihat dari kalimat lengkapnya /laut
kita mati/ dapat diartikan sebagai sebuah hubungan cinta atau kasih sayang yang
telah usai. Laut dapat diartikan sebagai ciptaan Tuhan yang sangat bermanfaat bagi
alam semesta. Laut dapat diambil manfaat baik dari air, karang, ikan, dan berbagai
hal yang dihasilkan. Jadi jika laut telah mati, maka kehidupanpun dapat berkurang
kebahagiaannya.
Laut Helvy Tiana Rosa dalam puisi Mendambakan Lupa memiliki makna
berbeda dengan kata Laut dalam puisi Sketsa. Laut dalam puisi Mendambakan
Lupa dapat dimaknai dengan sesuatu yang khas. Sesuatu khas yang dimilki oleh
orang tercinta./Mengirim bau tubuhmu yang laut /. Laut memiliki bau yang khas.
Segar, sejuk, dan asam merupakan bau yang dapat kita hirup ketika berada di laut.
Khas. Mengeja setiap kata Mendambakan Lupa pembaca seolah dibawa mengikuti
perjalanan cerita yang disuguhkan Helvy Tiana Rosa. Pembaca diajak untuk merasai
perasaan duka dan menyaksikan langkah-langkah perjuangan Helvy Tiana Rosa

untuk membuang semua kenangan. Puisi Mendambakan Lupa memiliki kemiripan


dengan puisi Sketsa berupa pengaturan bunyi yang baik dengan penguatan suasana
dengan dominasi vokal /a/, /i/ dan /u/ menciptakan orkestrasi bunyi efoni. Selain itu,
kata yang digunakan dalam puisi Mendambakan Lupa juga berkaitan dengan alam
dan diri manusia.

4.2.7

Pembahasan Puisi Tak


Badai pucat melemparkan kita
Di gerbang terbuka itu
Sebongkah nyali
Suara laut
Remah-remah kenangan
yang kau suguhkan
dalam jamuan air mata
Kau, aku, sapa kabut
Helai-helai waktu tersisa
:Tak

1. Berdasarkan Pilihan Kata


Puisi di atas mengandung banyak kata-kata konotatif, hampir di setiap baris
puisi tersebut mengandung kata-kata konotatif. Pilihan kata pada puisi di atas
XXXXXXXXXXXXXXXx
2. Berdasarkan Nada
3. Berdasarkan Struktur Kalimat
4. Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Pada puisi Tak terdapat gaya bahasa (1) personifikasi yaitu semacam gaya
bahasa kiasan yang menggambarkan benda mati atau barang yang tak bernyawa

seolah-olah dapat bertingkah laku seperti manusia. Gaya bahasa ini ditunjukkan pada
baris pertama dalam puisi /Badai pucat melemparkan kita/ daam kutipan tersebut
menggambarkan badai yang berperilaku seperti manusia. /sebongkah nyali/ suara
laut/.

4.2.8

Pembahasan Puisi Di Balik Semak Kata


Di balik semak-semak kata
Sering kita temukan bulan atau mentari
Tapi udara karam di pucuk awang
Kabut tua menggerogoti hati
Dan semua warna kembali pada bisu
Bunuh saja, katamu
Setiap bulan, setiap matari
Yang mengendap-endap pucat
Di balik belukar kata
:biar pendar menyesal,
Menggigit kembarannya

1. Berdasarkan Pilihan Kata


2. Berdasarkan Nada
3. Berdasarkan Struktur Kalimat
4. Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Gaya bahasa yang terdapat pada puisi Di Balik Semak Kata adalah gaya
bahasa (1) personifikasi ialah gaya bahasa yang menggambarkan benda mati atau
barang yang tak bernyawa seolah-olah dapat bertingkah laku seperti manusia. Gaya
bahasa tersebut terdapat pada bait pertama /tapi udara karam di pucuk awang/ kabut
tua menggerogoti hati/ dan semua warna kembali bisu/. Kemudian gaya bahasa
personifikasi terdapat juga pada baris ke tiga bait kedua / Yang mengendap-endap

pucat/

di

balik

belukar

kata/

dan

pada

bait

ke

tiga

/:biar

pendar

menyesal,//Menggigit kembarannya/.Selanjutnya terdapat juga gaya bahasa (2)


repetisi ialah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap
penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Gaya bahasa
tersebut ditunjukkan pada bait kedua baris ke dua, /setiap bulan, setiap matari/.

Anda mungkin juga menyukai