Anda di halaman 1dari 9

UJIAN AKHIR SEMESTER KAJIAN KESUSASTRAAN

Nama : Raiyan Armansa Putra

NIM : S842108010

Prodi : Pascasarjana S2 Pendidikan Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu : Dr. Rr. E. Nugraheni Eko W, S.S., M.Hum.

Doa

Chairil Anwar (1949)

Tuhanku

Dalam termangu

Aku masih menyebut nama-Mu

Biar susah sungguh

Mengingat Kau penuh seluruh

Cayamu panas suci

Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

Aku hilang bentuk

Remuk
Tuhanku

Aku mengembara di negeri asing

Tuhanku

Di pintuMu aku mengetuk

Aku tidak bisa berpaling

Doa

WS Rendra (1997)

Allah menatap hati

Manusia menatap raga

Hamba bersujud kepadamu Ya Allah

Karena hidupku, karena matiku

Allah yang maha benar

Hamba mohon karunia dari kebenaran

Yang telah paduka sebarkan

Jauhkanlah hamba dari hal-hal buruk menurut paduka

Dan dengan begitu akan buruk pula bagi hamba

Dekatkanlah hamba pada hal-hal baik menurut paduka

Dan dengan begitu akan baik pula bagi hamba

Ya Allah, ampunilah dosa-dosa hamba


Supaya bersih jiwa hamba

Sehingga dengan begitu mata hamba

Bisa melihat cahayamu

Telinga hamba bisa mendengar bisikanmu

Dan nafasmu membimbing kelakuanku

Soal:

Analisislah kedua puisi ini dengan kajian intertekstual yang meliputi:

1. Analisis unsur struktural untuk masing-masing puisi meliputi tipografi, diksi, gaya bahasa,
imaji, rima, aliterasi, asonansi, tema, dan amanat

2. Analisis makna puisi untuk masing-masing puisi

3. Analisis hipogram transformasinya apakah melanjutkan atau menyimpang secara struktur dan
makna antara kedua puisi tersebut

Jawaban:

1. A. Tipografi

Waluyo (1991: 97) mengatakan bahwa tipografi merupakan pembeda yang


penting antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-larik puisi tidak membangun
periodisitet yang disebut paragraf, tetapi berbentuk bait. Bait puisi tidak bermula dari kiri
kekanan atau kanan ke kiri, hal mana tidak berlaku bagi tulisan berbentuk prosa. Ciri
demikianlah yang menunjukan eksistensi sebuah puisi.
Typografi yang digunakan oleh Chairil Anwar memiliki variasi yang berbeda
dengan kebanyakan puisi dimana typografi yang digunakan memberikan 4 larik pada bait
pertama, 2 larik pada bait kedua, ketiga, dan kelima, sedangkan pada bait ketiga dan
keenam Chairil Anwar memberikan 3 larik di dalam puisinya.
Sedangkan WS Rendra dalam puisinya memberikan 4 larik pada bait pertama, 7
larik pada bait kedua dan 6 larik pada bait ketiga pada typografinya.

B. Diksi

Karena pentingnya kata-kata yang ada dalam puisi, maka bunyi dalam sebuah
kata juga menjadi pertimbangan dalam pemilihannya. Dalam memilih kata-kata yang
akan digunakan tentunya perlu mempertimbangkan berbagai aspek estetis. Dengan
pemikiran ini, maka kata-kata yang telah dipilih oleh penyair untuk syair karangannya
tersebut sifatnya adalah absolut yang artinya tidak bisa diganti padanan katanya. Hal ini
terjadi sekalipun maknanya berbeda. Bahkan, jika unsur bunyinya hampir mirip dan
maknanya sama, kata yang sudah dipilih itu tidak dapat diganti. Jika kata tersebut diganti
maka akan mengganggu komposisi dengan kata lainnya dalam konstruksi keseluruhan
puisi tersebut (Waluyo,1991: 73).
Dari uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa diksi merupakan
pemilihan kata yang tepat. Pemilihan kata ini terdapat dalam pembuatan sebuah puisi
yang menunjukkan bahwa pemilihan kata sangatlah berpengaruh. Kata-kata yang dipilih
dan digunakan oleh penyair di dalam puisinya biasanya adalah kata-kata yang unik dan
tidak sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun begitu, kata-kata tersebut
tetap mempunyai sebuah makna yang istimewa yang dapat mewakili ungkapan
sebenarnya yang dimaksud oleh penyair.
Meskipun kedua puisi bertemakan ketuhanan, kedua puisi tersebut menggunakan
diksi yang berbeda dalam puisinya, Chairil Anwar menggunakan diksi dengan kata-kata
yang bernada lemah, rapuh dan meminta pertolongan kepada Tuhan, seperti yang
tergambarkan pada bait /Tuhanku/, /Dalam termangu/, /Aku masih menyebut nama-Mu/.
Sedangkan WS Rendra menggunakan diksi yang lebih mudah dimengerti, dimana
penyair menggunakan diksi yang digunakan sehari-hari, seperti yang tergambarkan pada
bait /Allah menatap hati/, /Manusia menatap raga/, /Hamba bersujud kepadamu Ya
Allah/, /Karena hidupku, karena matiku/.

C. Gaya Bahasa
Gaya bahasa merupakan sesuatu yang diungkapkan oleh penyair didalam puisinya
yang berbentuk bahasa. Gaya bahasa dalam puisi mengibaratkan atau menyamakan
sesuatu dengan hal yang lain. Maksudnya, agar suatu gambaran benda yang dibandingkan
ini menjadi lebih jelas (Kosasih, 2008: 35).

Gaya bahasa yang digunakan kedua penyair sangat berbeda dimana Chairil Anwar
menggunakan berbagai gaya bahasa seperti metafora terdapat pada diksi /Aku
mengembara di negeri asing/ dimana penggambaran doa yang dia lakukan dengan
pengembaraan hingga negeri asing. Gaya bahasa hiperbola atau melebih-lebihkan terletak
pada bait puisi /aku hilang bentuk remuk/ sebagai penggambaran keputusasaannya dalam
hidup. Dan majar personifikasi /tinggal kerdip lilin di kelam sunyi/ dimana
mengumpamakan lilin seolah berkedip seperti manusia.

Sedangkan WS Rendra menggunakan majas atau gaya bahasa dengan frasa-frasa


dan diksi-diksi yang diulang-ulang sebagai penekanan atas tiap-tiap bait seperti yang
terdapat pada bait /Yang telah paduka sebarkan/, /Jauhkanlah hamba dari hal-hal buruk
menurut paduka/, /Dan dengan begitu akan buruk pula bagi hamba/, /Dekatkanlah
hamba pada hal-hal baik menurut paduka/, /Dan dengan begitu akan baik pula bagi
hamba/.

D. Imaji

Pengimajian juga disebut dengan pencitraan. S. Effendi mengatakan bahwa


pengimajian dalam suatu sajak dapat dijelaskan sebagai usaha dari seorang penyair agar
dapat menciptakan atau memunculkan daya imaji dari pembacanya, sehinga pembacanya
dapat tergugah untuk menggunakan mata hati untuk melihat benda-benda, warna,
maupun dengan telinga hati dapat mendengar bunyi-bunyian, dan dengan perasaan hati
dapat menyentuh kesejukan dan keindahan benda maupun warna (Waluyo, 1991:80).

Dalam puisi Chairil Anwar terdapat beberapa imaji, seperti imaji visual dalam
/tinggal kerdip lilin di kelam sunyi/, imaji auditif dalam /Aku masih menyebut nama-Mu/,
imaji rabaan /Cahayamu panas suci/, imaji rasa yang memberikan efek pada perasaan
dalam /Aku hilang bentuk/, /Remuk/. Sedangkan pada puisi Doa milik WS Rendra
terdapat imaji visual dalam /Manusia menatap raga/, /Bisa melihat cahayamu/, imaji
auditif dalam /Telinga hamba bisa mendengar bisikanmu/, imaji rasa dalam /Supaya
bersih jiwa hamba/.

E. Rima

Bunyi di dalam puisi dapat menghasilkan suatu rima dan ritma. Rima merupakan
pengulangan dari bunyi dalam puisi. Digunakan kata rima untuk mengganti istilah
persajakan di dalam sistem yang lama karena dihadapkan kepada penempatan bunyi dan
pengulangannya tidak hanya pada akhir setiap baris, tetapi juga pada keseluruhan baris
maupun bait yang terdapat pada puisi. Dalam ritma pemotongan-pemotongan dari baris
menjadi suatu frasa yang berulang-ulang, merupakan unsur yang dapat memperindah
puisi tersebut (Waluyo, 1991:90).

Dalam puisi Chairil Anwar susunan rimanya terdiri dari vokal “u-u-u-u-u-i-i-u-u-
u-u-i-u-i” yang merupakan rima acak yang didominasi oleh vokal “u” (vokal berat). Hal
itu menandai atau menggambarkan bahwa masalah yang dihadapi penyair merupakan
masalah yang berat. Sedangkan dalam puisi Doa milis WS Rendra memiliki susunan rima
yang terdiri dari vokal “i-a-a-u-a-a-a-a-a-a-a-a-a-a-u-u-u”.

F. Aliterasi

Aliterasi Merupakan pengulangan bunyi konsonan yang sama dalam baris-baris


puisi, biasanya pada awal kata/perkataan yang berurutan. Pengulangan seperti itu
menimbulkan kesan keindahan bunyi.

Aliterasi yang terkandung dalam puisi Doa karya Chairil Anwar terdapat pada
/susah sungguh/ dimana terdapat pengulangan huruf s, /penuh seluruh/ terdapat pengulangan
huruf h, /Aku hilang bentuk/, /Remuk/ terdapat pengulangan huruf k. sedangkan dalam puisi Doa
milik WS Rendra, aliterasi terdapat pada /Karena hidupku, karena matiku/ yang terdapat
pengulangan huruf k di dalamnya.
G. Asonansi

Merupakan pengulangan bunyi vokal yang sama pada kata/perkataan yang


berurutan dalam baris-baris puisi. Pengulangan begini menimbulkan kesan kehalusan,
kelembutan, kemerduan atau keindahan bunyi.

Asonansi dalam puisi Doa milik Chairil Anwar terdapat pada /Kepada pemeluk
teguh/ yang terdapat pengulangan huruf e di dalamnya, /Tuhanku Dalam termangu Aku
masih menyebut nama-Mu/ pengulangan huruf u, /Mengingat Kau penuh seluruh/
terdapat pengulangan huruf u, /Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi/ pengulangan huruf i,
/Tuhanku Aku hilang bentuk Remuk/ pengulangan huruf u, dan /Tuhanku Di pintuMu aku
mengetuk/ yang terdapat pengulangan huruf u di dalamnya.

H. Tema
Tema merupakan gagasan pokok atau subject-matter yang dikemukanan oleh
penyair. Pokokpikiran atau pokok persoalan tersebut begitu kuat mendesak dalam jiwa
penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya. Jika desakan yang kuat itu
berupa hubungan antara penyair dengan Tuhan, maka puisinya bertema ketuhanan.
(Waluyo, 1991:106).
Dari kedua puisi di atas dapat disimpulkan bahwa tema yang diangkat oleh kedua
penyair adalah tema ketuhanan, karena diksi-diksi yang digunakan merupakan gambaran
dari hubungan manusia dengan Tuhannya.

I. Amanat

Tujuan amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan


syi’irnya. Amanat tersirat di balik kata-kata yang disusun, dan juga berada di balik kata-
kata yang disusun, dan juga berada dibalik tema yang diungkapkan. Amanat yang hendak
disampaikan oleh penyair mungkin secara sadar berada dalam pikiran penyair, namun
lebih banyak penyair tidak sadar akan amanat yang diberikan (Waluyo, 1991: 130).
Dari kedua puisi di atas dapat disimpulkan bahwa amanat dari kedua puisi
tersebut adalah amanat untuk senantiasa berdoa kepada Tuhan semesta alam, yang
dimana sebagai manusia memerlukan Tuhan di dalam setiap kehidupannya.

2. Makna puisi

a. Puisi Doa karya Chairil Anwar

Makna yang ingin disampaikan pengarang dalam puisi tersebut adalah tentang
seseorang yang sedang mengalami kesusahan yang mendalam dan dia merasa jauh
dengan Tuhannya. Dia merasa Tuhan sudah tidak lagi sayang padanya karena Tuhan
membiarkan dia dalam kebingungan bak mengembara ke negeri asing. Tokoh aku
mewakili orang-orang yang hampir melupakan Tuhannya karena alasan sesuatu. Dalam
penyesalannya tokoh aku berpasrah pada Tuhannya. Hal itu membuktikan bahwa kita
sebagai makhluk Tuhan tidak bisa lepas dari Tuhan. Rasa susah yang mendalam dan
penuh dengan kebingungan dirasakan oleh tokoh aku. Perasaan seperti itu ikut dirasakan
oleh pembaca saat membaca puisi tersebut dan memahami makna yang ada di dalamnya.
Makna dan rasa itu akan menyatu dalam hati dan memberikan pesan yang positif maupun
negative kepada pembaca. Itulah tujuan pengarang menghadirkan puisi semacam itu, agar
pembaca selalu ingat pada Tuhan, karena sesungguhnya hidup ini diatur oleh-Nya.

b. Puisi Doa karya WS Rendra

Makna yang ingin disampaikan WS Rendra dalam puisinya adalah tentang doa
seorang hamba kepada Tuhannya, dimana dia berdoa dengan kerendahan hati, memohon
karunia, pengampunan dosa dan dijauhkan dari hal-hal yang buruk menimpanya. Tokoh
hamba dalam puisi tersebut merasa memerlukan Tugan dalam setiap jalan hidupnya. Dia
berpasrah kepada Tuhannya dalam diam. Rasa kerendahan diri dalam doa meminta
kepada Tuhannya. Rasa yang diberikan WS Rendra dalam puisinya membuat pembaca
seakan masuk kedalam puisinya dan seakan menyatu dan ikut berdoa bersama puisinya.
Hal tersebutlah yang menjadi tujuan pengarang menghadirkan puisi tersebut agar
pembaca selalu ingat kepada Tuhan.
3. Analisis Hipogram dan transformasinya

Dari beberapa analisis yang mencakup struktur fisik dan struktur batin puisi Doa
karya Chairil Anwar dan puisi Doa milik WS Rendra memiliki hipogram dan transformasi
yang menyimpang dari segi strukturnya. Hal tersebut dapat dibuktikan pada struktur fisik
dan struktur batin yag memiliki banyak perbedaan di dalamnya, meskipun kedua uisi
tersebut juga memiliki persamaan dari segi struktur batinnya. Seperti tema yang diangkat
dari kedua puisi tersebut merupakan ketuhanan, yang dimana Tuhan sebagai objek di dalam
puisi tersebut. Doa-doa yang dipanjatkan dan tertuliskan di dalam puisi tersebut diharapkan
pengkabulannya. Makna kedua puisi tersebut juga tidak jauh berbeda dimana sama-sama
memiliki makna yang dimana manusia dalam keadaan sulit, hampa, penuh dosa akan tetap
kembali kepada Tuhannya untuk meminta petunjuk

DAFTAR PUSTAKA

Waluyo, Herman J. 1991. Teori Apresiasi Sastra. Jakarta: Erlangga.


Kosasih, E. 2008. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Nobel Edumedia.

Anda mungkin juga menyukai