Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS SEMIOTIKA RIFFATERRE DALAM PUISI SEMU KARYA

NIRWAN DEWANTO

Disusun oleh :

Ervina Dwi Anggraeni ( 2101419088 )

Rombel 3 PBSI 2019

Dosen Pengampu :

Maharani Intan Andalas IRP, S. S., M. A.

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

TAHUN 2020/2021
ANALISIS SEMIOTIKA RIFFATERRE DALAM PUISI SEMU KARYA NIRWAN
DEWANTO

Ervina Dwi Anggraeni

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Semarang

ervinadwianggraeni@students.unnes.ac.id

Abstract

Tujuan dari penelitian ini atau analisis ini adalah untuk mendeskripsikan makna puisi Semu
karya Nirwan Dewanto dengan (1) pembacaan heuristik dan hermeneutik, (2) ketidaklangsungan
ekspresi, (3) matriks, model, dan varian, dan (4) hipogram dari puisi tersebut. Metode penelitian
yang digunakan adalah deskriptif kualitatif karena data-data yang digunakan bersumber pada
buku dan jurnal. Kata, frasa, dan kalimat yang terdapat dalam puisi Semu karya Nirwan Dewanto
akan dianalisis menggunakan teori Semiotika Riffaterre.

Kata kunci: puisi, makna, semiotik, Riffaterre

A. Pendahuluan
Puisi merupakan karangan yang terikat oleh: (1) banyak bait dalam tiap bait
(kuplet/ strofa, suku karangan); (2) banyak kata dalam tiap baris; (3) banyak suku kata
dalam tiap baris; (4) rima; (5) irama. Menurut Sari dkk. (2013) puisi merupakan kata-kata
indah yang memiliki makna. Pengungkapan perasaan melalui puisi tersebut dituangkan
dalam kata-kata yang dipilih dengan mempertimbangkan keindahan dan kedalaman
makna agar isi puisi dapat tersampiakan dengan baik kepada para pembaca atau
pendengar.
Perkembangan puisi tidak jauh dari komponen-komponen masyarakat. Sesuai
tujuannya puisi memiliki tujuan menyampaikan pesan kepada para pendengarnya.
Riffaterre (dalam Pradopo, 2010:3) menjelaskan bahwa puisi selalu berubah-ubah sesuai
dengan revolusi selera dan perubahan konsep estetiknya. Pernyataan tersebut sangat erat
kaitannya dengan sfiat manusia yang tidak pernah puas dengan sesuatu.
Pradopo (2010:123) menerangkan bahwa untuk mengkaji sebuh puisi perlu
analisis struktural dan semiotik, karena sajakmerupakan struktur tanda yang bermakna.
Makna tersebut yang nantinya akan dikaji melalui pendekatan atau teori dari Riffaterre
ini. Teori Riffaterre yang mana teori ini mengkaji makna atau menelaah makna sebuah
puisi melalui langkah kerja, yaitu pembacaan heuristik, pembacaan hermeneutik, mencari
ketidaklangsungan ekspresi, menemukan matriks, model, beserta hipogram.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa makna dari puisi berdasarkan teori Semiotika Riffaterre

C. Landasan Teori
Menurut Sudjiman (1992:6) semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang
berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain.
Tokoh dari semiotika sendiri adalah Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce.
Keduanya merupakan dua orang ahli yang memiliki konsep dan paradigma mengenai
semiotika. Ferdinand de Saussure menggambarkan model tanda terdiri dari dua aspek,
yaitu penanda dan petanda.
Semiotika berasal dari bahasa Yunani yaitu seme, semeion yang berarti tanda. Riffatere
(dalam Ratih, 2016: 5) menjelaskan bahwa teori semiotika menurut Riffaterre memberi
makna karya sastra sebagai sistem tanda. Riffaterre juga menjelaskan bahwa puisi
merupakan aktivitas bahawa yang berbeda dengan pemakaian bahasa pada umumnya.
Semiotika yang dikemukakakn oleh Riffaterre ini menganalisis puisi atau karya sastra
yang mengarah pada makna. Beberapa hal yang dikemukakakn Riffaterre dalam
menganalisis sebuah karya sastra
1. Pembacaan Heuristik
Pembacaan heuristik biasa disebut dengan parafrase atau menarasikan suatu puisi.
Pembacaan heuristik menjelaskan bahwa karya sastra dibaca berdasarkan konvensi
bahasa sesuai dengan kedudukan bahasa sebagai sistem tanda atau petanda
(semiotik).
2. Pembacaan Hermeneutik
Pembacaan hermeneutik merupakan penafsiran kembali dengan memberikan makna
berdasarkan konvensi sastra (puisi). Biasanya puisi menyatakan maksud dan
tujuannya dengan suatu kebahasaan, seperti majas, kontradiksi, dan lain-lain.
3. Ketidaklangsungan
Ketidaklangsungna menurut Riffaterre disebabkan oleh tiga la berikut.
a. Pengganti arti, suatu kata (kiasan) memiliki arti lain yang bukan arti
sesungguhnya.
b. Penyimpangan arti, terjadi bila ambiguitas memberi kesempatan kepada pembaca
untuk memberikan arti sesuai dengan asosiasinya, kontradiksi ironi, dan bentuk
kata yang tidak memiliki arti.
c. Penciptaan arti, bisa terlihat dari keseimbangan, rima, enjambemen, dan
persamaan posisi
4. Matriks, Model, dan Varian
Riffaterre menegaskan bahwa puisi dihasilkan dari transformasi matriks berupa kata,
kelompok kata, atau kalimat sederhana menjadi sebuah wacana kompleks.
5. Hipogram
Hipogram merupakan teks yang menjadi latar penciptaan sebuah karya sastra (puisi).
Puisi tidak dapat dilepaskan dari hubungan puisi-puisi sebelumnya.

D. Hasil dan Pembahasan


Teks puisi berjudul Semu karya Nirwan Dewanto

SEMU
Puisiku hijau
seperti kulit limau
Kupaslah, kupaslah
dengan tangan yang lelah
temukan daging kata
bulat sempurna, merah jingga
terpiuh oleh laparmu
Junjunglah urat kata dengan lidahmu
sampai menetes darah kata
manis atau masam
atau dendam yang lama terpendam
melukaimu ingin
kecuali jika
lidahmu hampa seperti angin.

Puisiku putih kabur


seperti cangkang telur
Pecahkanlah, pecahkanlah
dengan tangan yang hampir alah
temukan cairan kata
meradang, bening sempurna
tak berinti
mampu mengalir ke seluruh bumi
Tapi kau mencari jantung kata
kuning yang kau anggap milikmu
dan pernah nyala di lidah ibumu.

Maafkan aku
tak bisa kuceritakan diriku
dengarlah, cangkang telur atau kulit limau
hanya samaranku.

Aku sayap kata


terbang sendiri, birahi sendiri
hingga hancur aku
kau tak bisa menjangkauku
jika pun kau seluas langit lazuardi
sebab kata sesungguh kata
tak bisa mengena
jika kau masih juga
separuh membaca
separuh buta.

(2005)

1. Pembacaan Heuristik dan Hemeneutik


Pembacaan heuristik atau parafrase dari puisi Semu adalah sebagai berikut. Aku
merupakan seorang pencipta puisi yang menuliskan puisinya dengan misterius atau
tidak secara gamblang menjelaskan maksud dari puisinya. Aku meminta pembaca
(kamu) untuk menelaah kata demi kata. Mengupas tiap kalimat dan menemukan kata
yang nantinya ditafisirkan menajdi sebuah arti atau makna. Aku tidak bisa
menceritakan diriku. Aku meminta kau mencari daging kata yang bulat sempurna,
tapi kau mencari jantung kata. Cangkang telur dan kulit limau menggambarkan puisi
karya aku kaya akan makna, tetapi tertutup oleh sesuatu yang membuatnya tak
terlihat.
Pembacaan hemeneutik dari puisi Semu adalah sebagai berikut. Puisi ini
menceritakan seorang penulis puisi yang tidak ingin makna puisinya dilihat secara
kasat mata. Diceritakan bahwa inti dari puisi tersbeut terdapat dalam ‘temukan daging
kata’. Yang dimaksud daging kata adalah inti dari setiap kalimat dalam sebuah karya
(puisi). Apabila telah menemukan inti dari puisi tersebut ketika disampaikan kepada
orang lain bisa jadi melukai tergambar dalam kalimat ‘sampai menetes darah kata’
‘manis atau masam’ ‘melukaimu ingin’. Kata ‘kulit limau’ dan ‘cangkang telur’
menggambarkan bahwa adanya pelapis yang membatasi. Akan tetapi keduanya bukan
merupkakan arti yang sesungguhnya, melainkan hanya samaran atau semu.

2. Ketidaklangsungan Ekspresi
a. Penggantian Arti
Penggantian arti pada puisi Semu dapat dilihat pada uraian berikut.

melukaimu ingin
kecuali jika
lidahmu hampa seperti angin.
Larik “lidahmu hampa seperti angin” termasuk majas alegori. Majas alegori
merupakan majas yang menyatakan sesuatu dengan cara lain, seperti kiasan atau
penggambaran. ‘lidahmu’ diibaratkan hampa atau tidak ada rasa yang berarti
seperti angin.

Puisiku putih kabur


seperti cangkang telur
Bait tersebut merupakan majas alegori yang mana menyatakan sesuatu dengan
cara lain seperti kiasan atau penggambaran. “puisiku’ digambarakan seperti
cangkang telur yang berwarna putih kabur dan keras sehingga perlu untuk
dipecahkan.
b. Penyimpangan Arti
jika kau masih juga
separuh-membaca
separuh-buta

Larik atau baris ‘separuh-membaca’ dan ‘separuh-buta’ memiliki arti yang


kontradiksi atau berlawanan. ‘membaca’ secara tidak langsung menggambarkan
bahwa sosok itu bisa melihat, sedangkan ‘buta’ tidak bisa melihat.

Junjunglah uratmu

sampai menetes darah kata


manis atau masam

larik ‘manis atau masam’ juga termasuk kontradiksi karena manis dan masam
merupakan rasa yang berbeda yang dirasakan oleh indera.

c. Penciptaan Arti
Penciptaan arti dalam puisi Semu adalah sebagai berikut.
Puisiku hijau
seperti kulit limau.
Kupaslah, kupaslah

Puisiku putih kabur


Seperti cangkakng telur
Pecahkanlah, pecahkanlah
Kedua bait diatas memiliki kesamaan atau keseimbangan baik pada rima akhir,
maupun pada pengulangan kata yang menimbulkan irama.

Aku sayap kata


terbang sendir, birahi sendiri
hingga hancur aku
kau tidak bisa menjangkauku
terdapt pengulangan kata ‘aku’ pada kalimat diatas. Sekalipun terdapat empat
larik, tetapi itu merupakan satu kalimat yang dipisah.
3. Matriks, Model, dan Varian
Matriks pada puisi dengan judul Semu ini adalah makna dari sebuah puisi yang
ditutupi oleh sesuatu yang diibaratkan dengan kulit limau dan cangkakng telur.
Model dari puisi tersebut ialah ‘Aku’, ‘kulit limau’ dan ‘cangkang telur’.
Varian dari puisi ini adalah sebagai perikut. Pertama, aku meminta kamu (pembaca)
untuk mengupas kulit limau dan menemukan daging kata. Kedua, aku meminta
pembaca untuk memecahkan cangkang telur untuk menemukan cairan kata. Ketiga,
yang sebenarnya dicari oleh ‘kau’ ‘kamu’ atau pembaca bukanlah daging kata atau
cairan kata, tetapi jantung kata.
4. Hipogram
Hiporam dari puisi berjudul Semu ini adalah penulis yang menggambarkan bahwa
puisinya memiliki arti yang mendalam dan tidak dijelaskan secara mudah. Penulis
mengaharuskan pembaca menelaah satu persatu larik dan kalimatnya.

E. Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa analisis suatu karya sastra
(puisi) menggunakan teori Semiotika Riffaterra yakni ada (1) pembacaan heuristik dan
hemeneutik, (2) ketidaklangsungan ekspresi yang terdiri dari penggantian arti,
penyimpangan arti, dan penciptaan arti, (3) matrik, model, dan varian, dan (4) hipogram.
Keempat hal itu apabila dianalisis dalam sebuah puisi akan menghasilkan makna puisi
secara utuh.

F. Daftar Pustaka
Nugraha, R. A. (2019). Membaca Puisi.
Huri, R. M., Hayati, Y., & Nst, M. I. (2017). ANALISIS SEMIOTIKA RIFFATERRE
DALAM PUISI DONGENG MARSINAH KARYA SAPARDI DJOKO
DAMONO. Jurnal Bahasa dan Sastra, 5(1), 52-66.
Shiddiq, M. H., & Thohir, M. ANALISIS MAKNA PUISI ‘AKU
MELIHATMU’KARYA KH MUSTOFA BISRI KAJIAN SEMIOTIK MICHAEL
RIFFATERRE. HUMANIKA, 27(2), 59-69.
VON SCHILLER, K. J. C. F. (2016). SEMIOTIKA RIFFATERRE: KASIH SAYANG
PADA PUISI AN DIE FREUDE.

Anda mungkin juga menyukai