TAHAJJUD CINTAKU
Oleh :
Emha Ainun Najib
Mahaanggung Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan
Mahaagung ia yang mustahil menganugerahkan keburukan
Apakah yang menyelubungi kehidupan ini selain cahaya
Kegelapan hanyalah ketika taburan cahaya takditerima
Kecuali kesucian tidaklah Tuhan berikan kepada kita
Kotoran adalah kesucian yang hakikatnya tak dipelihara
Katakan kepadaku adakah neraka itu kufur dan durhaka
Sedang bagi keadilan hukum ia menyediakan dirinya
Ke mana pun memandang yang tampak ialah kebenaran
Kebatilan hanyalah kebenaran yang tak diberi ruang
Mahaanggung Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan
Suapi ia makanan agar tak lapar dan berwajah keburukan
Tuhan kekasihku tak mengajari apa pun kecuali cinta
Kebencian tak ada kecuali cinta kau lukai hatinya
1988
Analisis gaya bahasa:
Gaya bahasa merupakan salah satu unsur dari sebuah puisi. Gaya bahasa adalah cara khas
menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis atau lisan (Moelino, 1989). Dalam puisi,
penyair berusaha menyampaikan ide, perasaan dan pikirannya dengan menggunakan bahasa yang
dibuat sedemikian rupa sehingga tampak indah dan penuh makna. Oleh karena itu, untuk dapat
membaca puisi dengan baik,memahami, memaknai, menganalisis, dan mengajarkan puisi, kita
harus memahami gaya bahasa tersebut.
Gaya bahasa sebagai salah satu unsur struktur suatu karya sastra, memiliki keterkaitan yang erat
dengan unsur-unsur karya sastra lainnya, yang secara koheren mendukung makna. Oleh karena
keterkaitan antara unsur yang satu dengan yang lain dalam struktur karya sastra, maka makna
karya sastratersebut ditentukan oleh hubungan antara unsur-unsurnya (Hawkess, 1978:187).
Gaya bahasa yang terdapat dalam puisi tahajjud cintaku karya emha ainun najib:
1. Repetisi adalah gaya bahasa dengan jalan mengulang pengunaan kata atau kelompok kata tertentu.
Terdapat pada kalimat (1) Mahaanggung Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan. Terdapat
pengulangan kalimat yang sama pada kalimat (11).
2. Gaya bahasa hiperbola yaitu terdapat pada kalimat “Suapi ia makanan agar tak lapar dan berwajah
keburukan” . kata “suapi” adalah melambangkan bagaimana sebuah pemberian petunjuk yang
benar kepada seseorang yang belum mengetahui kebenaran tersebut. Kemudian kata “lapar”
melambangkan seseorang yang tidak mempunyai apa- apa baik ilmu pengetahuan atau apa pun.
3. Metafora gaya bahasa yang dipandang sebagai perumpamaan tetapi tanpa menyebut dasar
perbandingan (Hartoko dan Rahmanto, 1986:85). Terdapat pada kalimat (4) Kegelapan hanyalah
ketika taburan cahaya takditerima. (6) Kotoran adalah kesucian yang hakikatnya tak dipelihara.
(10) Kebatilan hanyalah kebenaran yang tak diberi ruang.
4. Paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian
kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama
(Keraf, 1988 : 126). Terdapat pada kalimat (1) Mahaanggung Tuhan yang menciptakan hanya
kebaikan. Dan (2) Mahaagung ia yang mustahil menganugerahkan keburukan. Pada kalimat (3)
Apakah yang menyelubungi kehidupan ini selain cahaya. Dan kalimat (4) Kegelapan hanyalah
ketika taburan cahaya takditerima.
BIOGRAFI
Emha Ainun Nadjib atau yang lebih akrab dengan panggilan Cak Nun merupakan budayawan
dan intelektual muslim asal Jombang, Jawa Timur. Anak keempat dari 15 bersaudara ini
pernah menjalani pendidikan di Pondok Modern Gontor-Ponorogo dan menamatkan
pendidikannya di SMA Muhammadiyah I Yogyakarta. Namun pendidikan formalnya di UGM,
tepatnya di Fakultas Ekonomi, hanya mampu Cak Nun selesaikan 1 semester saja.
Sebelum menikah dengan Novia Kolopaking, Cak Nun pernah menukah dan dikaruniai
seorang anak yang merupakan vokalis dari grup band Letto, Noe. Sedangkan dari
pernikahannya dengan Novia, Cak Nun dikaruniai empat anak.
Pada bulan Maret 2011, Cak Nun memperoleh Penghargaan Satyalancana Kebudayaan 2010
dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata,
Jero Wacik, Penghargaan Satyalancana Kebudayaan diberikan kepada seseorang yang
memiliki jasa besar di bidang kebudayaan dan mampu melestarikan kebudayaan daerah atau
nasional serta hasil karyanya berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
Cak Nun belajar sastra pada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi
yang hidupnya misterius, dengan merantau di Malioboro, Yogyakarta antara tahun 1970-1975.
Ia pun gemar menekuni beberapa pementasan teater yang berhasil digelarnya. Cak Nun juga
pernah mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di
Universitas Iowa, AS (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan
Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985).
Selain teater, Cak Nun juga adalah seorang penulis buku dan aktif di kelompok musik
arahannya, Musik Kiai Kanjeng, yang selalu membawakan lagu-lagu sholawat nabi dan syair-
syair religius yang bertema dakwah. Selain itu, Cak Nun rutin menjadi narasumber pengajian
bulanan dengan komunitas Masyarakat Padang Bulan di berbagai daerah.
PENDIDIKAN
SD, Jombang (1965)
SMP Muhammadiyah, Yogyakarta (1968)
SMA Muhammadiyah, Yogyakarta (1971)
Pondok Pesantren Modern Gontor
Fakultas Ekonomi UGM (tidak tamat)
KARIR
Pengasuh Ruang Sastra di harian Masa Kini, Yogyakarta (1970)
Wartawan/Redaktur di harian Masa Kini, Yogyakarta (1973-1976)
Pemimpin Teater Dinasti (Yogyakarta)
Pemimpin Grup musik Kyai Kanjeng
Penulis puisi dan kolumnis di beberapa media