Anda di halaman 1dari 3

8.

MUSIK LITURGI
8.1. Cakupan Musik Liturgi

Musik liturgi mencakup segala macam musik, baik yang menyangkut jenis musik, nyanyian,
maupun alat musik yang digunakan dalam rangka perayaan liturgi. Pengertian umum
membedakan antara musik vokal dan musik instrumental, meski dalam kenyataannya sering
dibawakan bersama-sama.

Gereja Perdana sudah mengenal musik, musik yang berakar dalam musik ibadat Yahudi. Yesus
dan murid-Nya menyanyikan Kidung Hallel (bdk. Mat 26:30; Mrk 14:26). Rasul Paulus dalam
suratnya kepada Jemaat Efesus dan Kolose juga menyinggung soal mazmur, kidung puji-pujian
dan nyanyian rohani (bdk. Ef 5:19 dan Kol 3:16).

Dulu, khususnya sepanjang Abad Pertengahan: Musik Liturgi hanya dipandang sebagai
HIASAN atau DEKORASI liturgi. Tahun 1903 Paus PIUS X memproklamasikan MUSIK
LITURGI sebagai BAGIAN INTEGRAL dari liturgi (bagian tak terpisahkan dari Liturgi
Gereja). Konsili Vatikan II (1962-1965) menggaris bawahi Musik Liturgi sebagai bagian tak
terpisahkan dari Liturgi Gereja (Konstitusi Liturgi no. 112): „Tradisi musik Gereja semesta
merupakan kekayaan yang tak terperikan nilainya, lebih gemilang dari ungkapan-
ungkapan seni lainnya, terutama karena nyanyian suci yang terikat pada kata-katanya
merupakan bagian Liturgi meriah yang penting atau integral.“

Sebagian besar unsur liturgi adalah unsur VERBAL (teks, kata-kata). Unsur Verbal ini ada yang
diucapkan, didaraskan dan dinyanyikan. Musik liturgi merupakan salah satu unsur simbol dalam
liturgi, yakni tata suara.

8.2. Makna Musik dalam Liturgi

a. Musik Liturgi merupakan bagian penting dan integral liturgi (dimensi liturgis)

Musik liturgi merupakan batang tubuh dari liturgi. Hal ini nampak misalnya dalam lagu Kyrie,
Gloria, Mazmur Tanggapan, Bait Pengantar Injil, Sanctus, aklamasi anamnese, Pater Noster dst.
Bila liturgi dipahami sebagai tindakan Allah menguduskan umat-Nya dan tindakan manusia
memuliakan Allahnya, maka musik liturgi harus sesuai dengan hakikat dan makna liturgi yang
demikian itu. Musik membantu menyatakan tindakan Allah menguduskan umat-Nya dan
membantu umat beriman memuliakan Allahnya. Pilihan musik harus menunjang kedua hal itu.
Nyanyian liturgi merupakan bagian salah satu integral atau bagian pokok liturgi yang dibawakan
dengan bernyanyi. Maka sebaiknya lagu-lagu, meskipun kadang panjang, tidak dipotong
sembarang dengan alasan hanya mengiringi atau demi untuk memberi kesempatan kepada
kelompok koor atau Vocal Group.

b. Musik Liturgi memperjelas Misteri Kristus (dimensi kristologis)

Melalui isi syairnya, musik liturgi mengungkapkan misteri karya penyelamatan Allah untuk
manusia yang terjadi melalui Yesus Kristus (seluruh hidupnya, terutama sengsara, wafat dan
kebangkitanNya). Syair-syair musik liturgi harus sesuai dengan ajaran iman Gereja yang
dirayakan dalam liturgi. Melalui melodi atau iramanya, nyanyian liturgi dapat membantu umat
beriman untuk merenungkan dan berkontempalsi pada misteri atau rahasia iman yang dirayakan
22
dalam liturgi. Melodi/irama musik liturgi yang indah dan sesuai dengan jiwa liturgi akan
menciptakan suasana hikmat yang mengantar umat beriman merasakan dan mengalami
perjumpaan dengan Allah, di mana Allah menguduskan umat-Nya dan umat memuliakan
Allahnya. Musik liturgi Gereja ditentukan pertama-tama bukan karena popularitas musik
itu, tetapi pada kesesuaiannya dengan hakikat liturgi sebagai perayaan iman akan misteri
Kristus (rahasia karya keselamatan Allah untuk manusia yang terjadi dalam dan melalui
Kristus). Maka sebaiknya lagu-lagu, meskipun kadang panjang, tidak dipotong sembarang
dengan alasan bahwa lagu itu hanya mengiringi atau demi untuk memberi kesempatan kepada
kelompok koor atau Vocal Group yang lagunya kadang-kadang kurang liturgis. Kadang ada syair
lagu terdiri dari 3 bait atau lebih yang merupakan satu kesatuan dan kalau dinyanyikan satu atau
dua ayat saja menjadi janggal atau kurang sempurna seperti: Kini Saudara Kita (MB 79), Tuhan
Berikanlah (MB 90), O Puang Topalullungan (SL 235), O Puang Mamase (SL 239).

c. Musik Liturgi merupakan sarana peran serta umat beriman secara aktif (dimensi
ekklesiologis)

Musik liturgi merupakan sarana paling efektif untuk menunjang partisipasi aktif umat beriman
dalam liturgi. Berbagai musik liturgi (baik syair maupun melodinya) yang sesuai dengan tema
liturgi dan tempatnya dalam liturgi akan sangat membantu umat beriman memasuki misteri iman
yang dirayakan. Selain itu, musik liturgi dapat ikut membantu membangun kebersamaan umat
beriman yang sedang berliturgi, membantu umat beriman merasakan persaudaraan sebagai anak-
anak Allah yang sama harkat dan martabatnya berkat sakramen pembaptisan, yang sama-sama
sedang menghadap hadirat Tuhannya.

8.3. Sifat Musik Liturgi

a. Hikmat (meditatif)
b. “Asing” atau lain dari nyanyian sehari-hari.
c. Sederhana (tdk ramai seperti berhura-hura)

8.4. Prinsip Memilih Nyanyian Liturgi

a. Melayani seluruh jemaat liturgi. Karena perayaan liturgi merupakan perayaan dalam
kebersamaan, maka nyanyian harus melayani jemaat yang berliturgi, artinya mengungkapkan
dan menunjang partisipasi umat.

b. Melibatkan partisipasi jemaat liturgi. Nyanyian merupakan bagian liturgi yang paling
efektif untuk menyatakan partisipasi umat. Maka hendaknya umat berpartisipasi dalam
nyanyian. Janganlah umat menjadi penonton karena semua semua nyanyian diambil-alih oleh
kelompok koor.

c. Mengungkapkan iman akan Misteri Kristus. Lagu harus membawa umat kepada
pengalaman iman akan Kristus, kepada perjumpaan dengan Kristus. Oleh karena itu syair dan
melodinya harus sesuai dengan cit rasa iman akan Kristus.

d. Sesuai dengan masa dan tema liturgi. Kesesuaian isi dan melodi lagu liturgi dengan masa
dan tema liturgi akan membantu umat dalam memperdalam dan memperjelas misteri iman
yang sedang dirayakan. Maka pilihan lagu harus sesuai tema dan masa liturgi.

23
e. Sesuai dengan hakikat masing-masing bagian (tempat dan fungsi nyanyian itu dalam
liturgi). Nyanyian liturgi harus sesuai dengan tempat dan fungsinya dalam bagian liturgi,
misalnya lagu yang disebut lagu pembuka yang mengiringi perarakan masuk, lagu kudus
sebagai aklamasi terpenting dalam Misa, lagu-lagu ordinarium.

f. Memperhatikan pertimbangan pastoral dan praktis. Pertimbangan pastoral terutama


berkaitan dengan pilihan nyanyian yang paling sesuai dengan pelayanan iman seluruh umat
beriman: sungguhkah nyanyian itu membantu umat beriman untuk mengalami perjumpaan
dengan Allah atau tidak. Saat-saat hening harus tetap diberi perhatian. Perlu ada komunikasi
antara pemandu lagu dan pemimpin/pemandu liturgi.

8.5. Masalah di Lapangan: Musik Rohani Dan Musik Liturgi

a. Ada Kesamaan:
(1). Mempunyai nilai seni musik
(2). Mengungkapkan isi iman yang benar
(3). Mengungkapkan isi hati manusia beriman
dalam relasinya dengan Tuhan, sesama
dan lingkungan
(4). Bermakna menumbuhkan kehidupan beragama
(5). Jadi sama-sama berwarna religius
b. Ada Perbedaan:
Nyanyian rohani digubah oleh komponis dengan maksud untuk dipakai di luar perayaan
liturgi. Nyanyian liturgi digubah oleh komponis dengan maksud untuk digunakan
dalam perayaan liturgi.
(1). Komponis nyanyian rohani tidak terikat pada kaidah-kaidah liturgi dalam komposisinya.
Komponis nyanyian liturgi sangat terikat pada kaidah-kaidah liturgi dalam komposisinya.
(2). Buku nyanyian rohani tidak wajib mencantumkan nihil obstat dan imprimatur. Buku
resmi nyanyian liturgi wajib cantumkan nihil obstat dan imprimaturnya. Nihil Obstat artinya
tidak keberatan, yang diberikan oleh seorang pakar yang telah membaca dan memeriksa
suatu tulisan/buku yang hendak diterbitkan. Imprimatur artinya persetujuan oleh pemegang
wewenang dalam Gereja (Uskup atau wakilnya).

8.6. Masalah lain: Tempat bernyanyi Paduan Suara dan Parade Kor/Vocal Group

Dalam sebuah gedung gereja biasanya sudah ditentukan tempat duduk/bernyanyi paduan suara, seperti:
balkon, sayap kiri atau kanan dekat panti imam. Paduan suara tidak benyanyi di panti imam. Dalam
liturgi di luar gedung gereja sebaiknya paduan suara mengambil tempat duduk/bernyanyi yang
sesuai yang memudahkan mereka untuk bernyanyi pada waktunya, tanpa harus menunggu lama baru
mulai bernyanyi. Seringkali ada kelompok paduan suara dalam Gereja Katolik yang meniru-niru cara
gereja lain membawakan puji-pujian: waktu mau bernyanyi baru beranjak dari tempat yang terpisah-pisah
(dari utara, dari selatan, dari timur, dari barat) untuk berdiri di depan menghadap umat, membelakangi
pemimpin/pengantar/pemandu, dan meja/mimbar sabda. Praktek ini sering butuh waktu beberapa menit
baru mulai bernyanyi karena saling menunggu. Dari segi tataliturgi dalam Gereja Katolik cara ini
mengganggu kekhidmatan liturgi. Maka sebaiknya cara itu tidak ditiru!

Buku praktis untuk ini:

- E. Martasudjita & J. Kristanto. (2007). Panduan Memilih Nyanyian Liturgi. Yogyakarta:


Kanisius.

24

Anda mungkin juga menyukai