Anda di halaman 1dari 19

MUSIK DAN SENI LITURGIS

DI
S
U
S
U
N
OLEH :

1. Riyan Adi Guna Sinaga


2. Helen Angelita Purba
3. Erni Wati Hia
4. Sarnita Sari Tumangger

Institut Agama Kristen Negeri Tarutung


Fakultas Ilmu Teologi Ta. 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Musik adalah sesuatu yang sebagai substansi tidak berdiri sendiri. Dalam hal
ini eksistensi musik baru akan nyata kalau kita tampilkan dalam hubungannya
dengan manusia. Liturgika adalah salah satu disiplin ilmu teologi praktika yang
bertujuan untuk memperlengkapi mahasiswa dalam tugas pelayanan gereja,
khususnya dalam ibadah Minggu dan ibadah lainnya. "Musik-gereja” atau musica
eccelsiastica adalah istilah yang digunakan oleh para pengikut Kristus atau Gereja
ketika persekutuan beriman ini menyadari kekhasannya dalam mengekspresikan
iman lewat musik terutama dalam ibadat atau liturgi. Musik gereja pada umumnya
adalah salah satu bentuk dari musik-religus atau musik-rohani. Yang dimaksudkan
dengan “musik-religius” (musica religiosa) atau “musik-rohani” adalah musik yang
mengungkapkan atau mengandung tema-tema rohani.Ada juga istilah “musik-suci”
(musica sacra) yang pernah dipakai oleh Gereja Katolik dalam arti segala macam
musik-rohani atau musik-gereja yang digubah khusus untuk ibadat atau perayaan-
perayaan liturgis. Kini istilah yang lebih populer adalah “musik-liturgis”. Musik-
liturgis” (khususnya melodi yg dihasilkan oleh alat-alat musik) dan “nyanyian-
liturgis” (khususnya teks atau tindakan liturgis yang diberi melodi), dapat dilagukan
dengan suara dan bunyi alat-alat musik sebagai pengiring. Kita menggunakan istilah
“musik-liturgis” dan bukan “musik dalam liturgi” karena dengan “musik-liturgis”
mau digarisbawahi pandangan Gereja tentang musik sebagai bagian utuh dari
perayaan liturgi dan bukan sebagai suatu unsur luar yang dicopot dan dimasukkan ke
dalam perayaan liturgis seakan-akan suatu barang asing atau hal lain dari liturgi lalu
diletakkan di tengah perayaan liturgi. Musik-liturgis sebagai karya seni (bukan
tontonan atau pertunjukan) sebenarnya membantu kita semua sebagai peraya untuk
mengarahkan seluruh diri kepada inti misteri yang dirayakan dalam liturgi yaitu
kepada Tuhan sendiri sebagai sumber segala karya seni. Menerima musik-liturgis
sebagai doa liturgis menuntut pula kesediaan setiap peraya atau kelompok peraya
untuk menerima musik atau nyanyian yang sudah disepakati oleh Gereja untuk
dipakai di dalam perayaan-perayaan liturgi. Musik/nyanyian yang ada di dalam
buku-buku nyanyian yang diterbitkan dengan nihil obstat dan imprimatur pimpinan
Gereja, dipandang sebagai musik-liturgis.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian musik liturgis?
2. Apa pengertian seni liturgis?
3. Apa hubungan antara musik liturgis dan seni liturgis?
4. Apa saja bagian-bagian dari tata ibadah dari gereja-gereja di Indonesia

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian musik liturgis
2. Untuk mengetahui dan memahami pengertian seni liturgis
3. Agar mengerti hubungan antara musik liturgis dan seni liturgis
4. Untuk memahami bagian dari tata ibadah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Musik Liturgis
1. Pengertian Musik
Musik berasal dari bahasa Yunani "musikous". Kata yang diambil dari salah satu
nama di antara kesembilan dewa Yunani ini, melambangkan keindahan, menguasai
bidang bidang kesenian dan ilmu pengetahuan. Dari asal kata musikous menjadi
musik, sekarang diartikan sebagai seni keindahan suara atau seni musik.
Pentingnya Musik Gereja :
a. Musik sangat penting dalam ibadah gereja, sebab sebagian luhur porsi ibadah
gereja memiliki unsur musik, baik vokal maupun instrumental. Begitu pentingnya
musik di dalam gereja, sehingga Martin Luther, tokoh gereja protestan era reformasi
menyatakan bahwa gereja yang baik adalah gereja yang bernyanyi.
b. Makna musik dalam ibadah gereja dalam istilah lain dalam liturgi gereja adalah
ungkapan simbolis perayaan iman jemaat gereja. Perayaan iman yang dimaksud
adalah penghayatan terhadap misteri dalam agama Kristen dalam diri Kristus sebagai
sosok penyelamat yang benar-benar menyentuh perasaan umat dalam nyanyian.
Hubungan musik dan liturgi (seharusnya) bersifat harmonis, yaitu keseimbangan
yang pas selang musik dan penghayatan iman diproduksi menjadi tidak terpisahkan
c. Unsur musik dalam gereja seharusnya memiliki keterkaitan dengan gereja dalam
hal pengembangan kehidupan spiritualitas, sumber daya, organisasi gereja,
mentalitas, keahlian, integritas keteladanan umat beriman yang harus senantiasa
dipikirkan oleh gereja sebagai organisasi.Dengan begitu musik diproduksi menjadi
alat teologi dalam mendidik umat yang berhaluan mencerdaskan umat bagi
berperilaku yang baik sesuai petuah gereja.

Fungsi musik gereja : Fungsi musik gereja sangat jelas, yaitu bagi
memuliakan Allah. Selain itu dampak baiknya dalah memberikan pendidikan kepada
warga jemaat dengan nyanyian, hal ini juga mencerminkan jenis perkembangan teologis
yang sedang berjalan dalam gereja tersebut. Melalui musik yang terjadi dalam sebuah
liturgi (ibadah), umat mampu berefleksi dalam kehidupannya. Fungsi musik gereja yang
lain di dalam liturgi adalah melayankan ibadah secara sederhana, tetapi pantas dan
berharga tinggi. Nyanyian jemaat hanya berfungsi di dalam ibadah, sedangkan ketika
dinyanyikan di luar gereja diproduksi menjadi susut bahkan lenyap fungsinya.Hal ini
terjadi karena salah satu aspek nyanyian jemaat sebagai bentuk penggembalaan atau
pastoralnya diproduksi menjadi tidak berbobot lagi.

2. Perkembangan Musik
Musik lahir dengan genre atau warna yang berbeda di setiap daerahnya. Secara garis
besar pembagian tersebut selalu dari dua sisi, yaitu barat dan timur. Barat itu
memang berbeda dengan Timur-oleh karena sejarahnya, bukan karena faktor-faktor
lain-sekaligus tidak dalam konteks menghadap-hadapkan Barat dengan Timur.
Dalam peradaban yang berkembang di Barat, sejarah Musik sangat terkait dengan
sejarah arsitektur dan seni rupa sejak periode Kuno hingga Modern. Musik Barat
meliputi musik-musik yang berada dalam lingkup kebudayaan Eropa Barat (Western
Culture). Musik di barat banyak mempengaruhi perkembangan musik di dunia
tentunya.
3. Proses menjadi musik liturgis
Menerima musik-liturgis sebagai doa liturgis menuntut pula kesediaan setiap peraya
atau kelompok peraya untuk menerima musik atau nyanyian yang sudah disepakati
oleh Gereja untuk dipakai di dalam perayaan-perayaan liturgi. Musik/nyanyian yang
ada di dalam buku-buku nyanyian yang diterbitkan dengan nihil obstat dan
imprimatur pimpinan Gereja, dipandang sebagai musik-liturgis. Tentu melewati
proses seleksi yang dibuat oleh orang-orang yang punya kemampuan dalam
bidangnya hingga mendapat persetujuan dari pimpinan Gereja. Kesempatan terbuka
bagi para komponis untuk mencipta lagu-lagu bagu yang lebih sesuai dengan rasa
seni musik orang setempat, namun untuk dipakai sebagai musik/nyanyian liturgis
perlu menempuh prosedur seleksi hingga mendapat pesetujuan resmi untuk dipakai
dalam perayaan liturgi. Patut kita puji inisitip-inisitip untuk mencipta dan
menemukan lagu-lagu baru yang lebih seusai dengan budaya setempat dan kebutuhan
liturgis, misalanya dalam misa dengan “lagu-lagu alternatif”. Akan tetapi perlu kita
waspadai kecenderungan menggunakan nyanyian-nyanyian baru itu tanpa peduli
pada proses untuk “menjadi milik besama” dari Gereja, apalagi kalau yang jadi
patokan utama adalah rasa suka, tertarik, tersentuh tanpa mengindahkan persyaratan
liturgis.
4. Memilih Musik Liturgis
diketahui juga teks-teks liturgis mana saja yang dapat dinyanyikan (khususnya dalam
liturgi Ekaristi). Ada teks-teks baku-tetap (antara lain Tuhan Kasihanilah Kami,
Kemuliaan, Aku Percaya, Kudus-Kudus, Bapa Kami, Anak Domba Allah). Nyanyian
ini disebutordinarium. Ada juga teks-teks yang dapat berubah atau bervarisi
rumusannya sesuai dengan perayaan pada hari bersangkutan dan disebutproprium
(Antifon Pembuka atau Lagu Pembuka untuk mengiringi perarakan masuk, Mazmur
Tanggapan untuk menanggapi Sabda Allah yang telah dimaklumkan, Alleluia-Bait
Pengantar Injil untuk menyiapkan diri mendengarkan pemakluman Injil, Antifon
Komuni atau Lagu Komuni selama atau sesudah komuni, Nyanyian Persiapan
Persembahan untuk mengiringi perarakan bahan-bahan persembahan dan Lagu
Penutup untuk mengiringi perarakan kembali). Teks-teks ini sangat kaya dan
berhubungan erat dengan tindakan liturgis, unsur-unsur liturgis, tema perayaan, masa
liturgis serta bacaan-bacaan dalam perayaan liturgi. Suatu hal yang patut dipuji
adalah kebiasan menyanyikan Mazmur Tanggapan dan Alleluia-Bait Pengantar Injil
dengan teks yang bervariasi sesuai dengan hari atau pestanya. Suatu hal yang perlu
diperhatikan adalah lagu yang sesuai dengan teks-teks antifon (Pembuka dan
Komuni) yang sebenarnya sangat kaya dan bervariasi serta biblis. Dalam hubungan
dengan teks-teks liturgi, terutama yang harus atau boleh dinyanyikan, diharapkan
agar susunannya tepat serta mudah dan indah kalau dinyanyikan. Dalam hal ini lagu
melayani teks dan bukan sebaliknya. Baiklah kita waspadai nyanyian-nyanyian yang
mengorbankan ketepatan dan kebenaran iman demi mempertahankan suatu melodi.
Misalnya lagu Bapa Kami Filipina, demi penyesuaian dengan melodinya diubahlah
rumusan “jadilah kehendak-Mu di atas bumi seperti di dalam surga” menjadi “jadilah
kehendak-Mu di bumi dan di surga”. Mengganti “seperti” dengan “dan” sebenarnya
mengubah iman kita akan surga, bahwa di surga dan di bumi kehendak Tuhan tidak
selalu terjadi. Padahal kita percaya bahwa kehendak Tuhan selalu terjadi di surga
sedangkan di bumi tidak selalu terjadi karena ulah manusia yang suka melawan
kehendak Tuhan, maka kita mohon agar kehendak Tuhan terjadi di bumi seperti di
surga. Kalau prinsip “melodi melayani teks” diperhatikan, maka ketepatan dn
kebenaran teks-teks liturgis juga dapat lebih dijamin.
5. Ciri-ciri musik liturgis
Musik-liturgis” (khususnya melodi yg dihasilkan oleh alat-alat musik) dan
“nyanyian-liturgis” (khususnya teks atau tindakan liturgis yang diberi melodi), dapat
dilagukan dengan suara dan bunyi alat-alat musik sebagai pengiring. Baik teks
maupun musik dengan melodinya yang secara khas mengekspresikan iman Gereja
yang dirayakan dalam liturgi yaitu tentang apa yang dilakukan Allah (karya agung
Allah yang menyelamatkan) dan tanggapan manusia beriman (syukur-pujian,
sembah-sujud, dan permohonan). istilah “musik-liturgis” dan bukan “musik dalam
liturgi” karena dengan “musik-liturgis” mau digarisbawahi pandangan Gereja tentang
musik sebagai bagian utuh dari perayaan liturgi dan bukan sebagai suatu unsur luar
yang dicopot dan dimasukkan ke dalam perayaan liturgis seakan-akan suatu barang
asing atau hal lain dari liturgi lalu diletakkan di tengah perayaan liturgi. Sebagai
bagian utuh dari liturgi, musik-liturgi itu merupakan doa dan bukan sekedar suatu
ekspresi seni yang jadi bahan tontonan. Memang musik-liturgi itu mesti indah dan
memenuhi persyaratan-persyaratan seni musik/nyanyian pada umumnya, namun
lebih dari itu musik-liturgi mengungkapkan doa manusia beriman. Bahkan musik
atau nyanyian-liturgis sebagai doa mempunyai nilai tinggi. Sebab musik-liturgi
menggerakkan seluruh diri manusia yang menyanyi atau yang menggunakan alat-alat
musik (budi, perasaan-hati, mata, telinga, suara, tangan atau kaki dll). Sekaligus demi
harmoni dituntut kurban untuk meninggalkan diri sendiri dan menyesuaikan diri
dengan orang lain, dengan tempat, dengan situasi, dengan maksud-tujuan
musik/nyanyian liturgis yaitu demi Tuhan dan sesama. Ini memang cocok dengan
hakekat dari liturgi sebagai perayaan bersama yang melibatkan banyak orang demi
kepentingan umum (kemuliaan Tuhan dan keselamatan manusia, bukan hanya demi
diri sendiri). Oleh karena itu Gereja mewarisi pandangan bahwa orang yang
menyanyi dengan baik sebenarnya berdoa dua kali (si bene cantat bis orat). Sekali
lagi, nilai yang tinggi itu tercapai kalau ada kurban dengan meninggalkan diri sendiri
dan bersatu dengan yang lain dalam menyanyi atau bermusik demi kepentingan
bersama.
6. Jenis Musik Liturgis
Musik-gereja atau "musica eccelsiastica" adalah istilah yang digunakan oleh para
pengikut Kristus atau Gereja ketika persekutuan beriman ini menyadari kekhasannya
dalam mengekspresikan iman lewat musik terutama dalam ibadat atau liturgi. Istilah
ini mengacu pada tatanan bunyi dengan melodi tertentu tanpa teks atau sesuai dengan
bentuk teks yang mengungkapkan baik isi hati umat beriman maupun ajaran dan
iman Gereja. Musik ini dapat dihasilkan dengan bantuan alat/instrumen atau/dan
dengan suara penyanyi. Karena mengungkapkan iman yang diajarkan dan dihayati
oleh umat beriman maka musik Gereja memiliki kekhasan dibandingkan dengan
musik dari umat yang beragama lain meskipun dipengaruhi juga oleh musik agama
lain misalnya dari musik orang Yahudi. Musik gereja pada umumnya adalah salah
satu bentuk dari musik-religus atau musik-rohani.
a. Musik religius
(musica religiosa) atau musik-rohani adalah musik yang mengungkapkan atau
mengandung tema-tema rohani. Musik atau lagu rohani ini dimiliki umat agama
manapun. Bahkan ada tema musik-rohani yang umum diterima oleh umat manapun
karena bersifat universal. Baik melodi maupun teksnya mengungkapkan pengalaman
rohani yang diterima oleh orang beriman dari berbagai agama. Ketika suatu
musik/lagu rohani mengungkapkan pengalaman khusus dari umat agama tertentu,
maka ia menjadi musik/lagu yang khas misalnya lagu rohani khas Yahudi atau khas
Hindu dan Budha atau khas Kristen dan Islam. Musik-rohani itu jadi khas Kristiani
bila mengungkapkan keyakinan iman akan Kristus Tuhan dan Penyelamat atau akan
Tritunggal Mahakudus serta pokok iman lain yang diyakini orang Kristiani. Itulah
yang kita namakan secara umum musik-gereja. Di dalam lingkup Gereja sendiri,
musik-rohani dalam arti sempit berarti segala macam musik/lagu yang
mengungkapkan pengalaman rohani khas Gereja tetapi tidak dimaksudkan untuk
digunakan dalam perayaan-perayaan liturgis.
b. Ada juga istilah music suci (musica sacra) yang pernah dipakai oleh Gereja Katolik
dalam arti segala macam musik-rohani atau musik-gereja yang digubah khusus untuk
ibadat atau perayaan-perayaan liturgis. Kini istilah yang lebih populer adalah music
liturgis. Karena itu sekedar untuk membedakan music suci dari music liturgis,
menurut Gelineau (Voices and Instruments in Christian Worship: Principles, Laws,
Applications, Collegeville: The Liturgical Press, 1964) musik-suci dalam arti tertentu
mengacu pada semua macam musik yang inspirasinya atau maksud dan tujuan serta
cara membawakannya mempunyai hubungan dengan iman Gereja.

B. Pengertian Seni Liturgis


1. Pengertian seni liturgis
Secara luas pengertian seni ialah segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia
yang di dalamnya mengandung keindahan dan mampu membangkitkan perasaan
dirinya sendiri dan orang lain. Istilah seni itu berasal dari kata sani (bahasa
sansekerta) yang artinya persembahan, pemujaan dan pelayanan yang erat kaitannya
dengan upacara keagamaan yang disebut dengan kesenian. Menurut Padmapusphita,
bahwa seni itu berasal dari bahasa belanda genie yang dalam bahasa latin disebut
genius artinya yaitu kemampuan luar baisa yang dibawa sejak lahir. Kemudaian
menurut Ilmu Eropa, seni itu berasal dari kata art yang artinya arti visual yakni
sebuah media yang melakukan suatu kegiatan tertentu. Kita harus membedakan
antara kesenian religius secara umum dan kesenian liturgis (liturgical art). Secara
singkat dapat dikatakan kesenian liturgis, adalah kesenian yang digunakan dalam
ibadah. Kesenian religius adalah kategori yang jauh lebih luas dan dengan beberapa
defenisi, mencakup ilustrasi-ilustrasi dalam literatur sekolah Minggu, lukisan Van
Gogh tentang keindahan alam dan kesenian yang abstrak. Paul Tillich ingin
menerapkan istilah religius ke kesenian apapun yang mempunyai dimensi
kedalaman yang menembus, yang menembus kebawah pengamatan semu.
Fungsi utama kesenian liturgis adalah membawa kita ke kesadaran atau kehadiran
yang kudus, untuk membuat tampak lebih terlihat sesuatu yang tidak dapat diamati
dengan mata biasa. Kesenian liturgis tidak membuat Allah hadir, tetapi kesenian itu
membawa kehadiran Allah ke kesadaran kita. Kesenian liturgis yang benar-benar
memadai mempunyai potensi luar biasa karena kekuatan religiusnya (religius power).
Kesenian liturgis harus menggunakan objek-objek dunia ini untuk mempresentasikan
hal yang tidak material. Karakteristik lain kesenian liturgis yang baik adalah hakikat
komunalnya (communal nature). Demikian pula kesenian liturgis membuka mata kita
kehadiran Allah yang tak terlihat itu. Ada suatu perbedaan. Kesenian liturgis
membuat kita sadar akan suatu kehadiran, bukan suatu ketidakhadiran.
Kesenian grafis, (graphic art) mengambil bentuk yang sama banyaknya dengan
tekstil. Salah satu kesan pertama terhadap ibadah seringkali buletin tercetak yang
diselipkan ke tangan seseorang ketika memasuki ruangan. Jenis-jenis bentuk seni
visual yang paling mutakhir memanfaatkan media elektronik (elektronik media).
Sama seperti musik liturgis, kesenian visual harus secara hati-hati dikoordinasikan
dengan bagian bagian ibadah yang lain. Dengan semua bentuk kesenian ini, kita
bergantung pada apa yang akan disediakan oleh ruang.
Sejarah Kesenian Liturgis
Sejak orang-orang Kristen perdana yang menghabiskan waktunya di katakombe-
katakombe untuk melarikan diri dari penganiayaan, seni dan liturgi telah terjalin.
Sejumlah lukisan dinding yang masih ada dari kurun waktu ini menunjukan bahwa
Kristus dilukiskan sebagai seekor ikan atau seekor gembala muda, gereja
digambarkan sebagai kapal, keabadian dilukiskan dengan burung merak dan
pengharapan digambarkan sebagai suatu jangkar. Itulah kesenian liturgis yang paling
awal. (Keene 2006, 102)
Dari zaman bangsa Saxon dan seterusnya pahatan batu yang memperlihatkan
kisah-kisah Alkitab atau kehidupan orang-orang kudus digunakan untuk menghiasai
gereja-gereja. Banyak dari karya ini yang masih bertahan keberadaannya. (Keene
2006, 102)
Oleh karena Gereja Kristen merupakan penyokong utama seni selama berabad-
abad, maka tema-tema religius mendominasi karya seni di sepanjang Abad
Pertengahan dan Renaissance. Pada mulanya, para seniman enggan untuk membuat
gambar penderitaan Kristus yang sangat keji di kayu salib, tetapi masa itu berlalu,
penderitaan dan kematian Yesus menjadi suatu karya seni yang menarik. Daya tarik
yang kuat dibuat untuk membangkitkan emosi para penonton. (Keene 2006, 103)
Kesenian Liturgis Menurut Alkitab
Sebenarnya ketika mencari dukungan Alkitab untuk sikap antipatinya terhadap
seni, akan kecewa. Sebaliknya orang yang mencari dukungan Alkitab atas sikap pro
seni tanpa pandang bulu, juga akan dikecewakan. Kedua sikap pro dan kontra dapat
kita temui dengan jelas diajarkan dalam Alkitab. Jadi tergantung kita menyikapinya.
Di dalam Perjanjian Lama, sangat jelas ada perintah seperti, “jangan membuat
patung yang menyerupai bentuk yang ada baik di langit maupun di bumi…”
(Keluaran 20:4). Larangan ini dihayati benar oleh Bani Israel, ditaati dan bahkan
ditakuti untuk dilanggar (Tambayong 2012, 121). Sehingga seni visual tidak
mendapatkan tempat. Tapi di dalam Perjanjian Lama juga banyak toleransi dan
bahkan penerimaan terhadap penggunaan patung dan gambar ilahi. Dalam berbagai
peristiwa, Tuhan sendiri yang memerintahkan untuk membuat patung dan gambar
ilahi (Bdk. Kel. 25:1, 18-20; Kel 37:7-9; Bil 21:8; 1 Raj. 6:23-25). Dalam bagian
tentang sejarah Israel, beberapa tokoh suci memakai patung dan gambar ilahi untuk
melaksanakan ibadat tanpa merasa takut. Gideon, salah satu Hakim penting,
membuat gambar ilahi dari anting-anting emas dan barang berhaga lainnya (Hak
8:24-28). Mikha, seorang yang sangat beriman kepada Allah, membuat efod dan
terafim dari perak dan mendirikan kuil untuk menyembah Allah (Hak 17:1-13).
Bahkan Daud, yang dipilih dan diurapi oleh Allah, mempunyai gambaran Allah
dalam rumahnya tanpa merasa takut (1 Sam 18:11-23). Bukan saja itu, dalam Bait
Allah sendiri dipenuhi dengan lambang dan patung Ilah, dimulai dari bagian yang
paling kudus, ditempatkan dua kerub dari kayu minyak bersama-sama dengan Tabut
Perjanjian (1Raj 6:23). Bagian dalam kemudian dipenuhi dengan gambar kerubim,
pohon korma, dan bunga-bunga (1 Raj 6:23). Dan untuk mendukung gambaran air
yang menyucikan ditempatkan di pintu masuk Bait Allah dan dibuat 10 kereta
penopang dari tembaga ( 1 Raj 7:27). Singkatnya gambaran Allah dan berbagai
macam bentuk yang ada dalam Bait Allah dibuat dengan persetujuan dari Allah
sendiri (1 Raj 5:8). Jadi pada intinya alasan yang boleh diterima yaitu semua model
lukisan atau gambar dan patung dipakai untuk menghadirkan Allah sendiri dan
melalui semuanya itu Allah sendirilah yang disembah bukan patung atau lukisan
yang dibuat itu.
Dalam Perjanjian Lama, Allah mewahyukan diri tanpa perantara.
Tetapi dalam Perjanjian Baru, Allah mewahyukan diri-Nya dalam diri Yesus Kristus.
Allah sendiri, ketika tidak ada penyimpangan pemahaman, bersedia untuk mendekati
manusia dengan perantara Kristus supaya manusia dapat melihat, mendengar,
menyentuh dan merasakan kehadiran-Nya. Inilah yang dinamakan inkarnasi atau
penjelmaan wujud (Rachman 2010, 199).
FungsiKesenianLiturgis
Fungsi utama kesenian liturgis adalah membawa kita ke kesadaran akan kehadiran
yang kudus. Jadi membuat nampak sesuatu yang tak dapat diamati dengan mata
biasa. Kesenian liturgis tidak membuat Allah hadir, tetapi kesenian itu membawa
Allah ke kesadaran kita. Seperti sebuah foto orang yang kita cintai, foto itu membuat
pikiran kita memikirkannya walaupun ia tidak hadir bersama kita. Demikian pula
kesenian liturgis membuka mata kita ke kehadiran Allah yang tak terlihat itu.
Kesenian liturgis membuat kita sadar akan suatu kehadiran, bukan suatu
ketidakhadiran.
Kesenian liturgis harus dipahami juga hanya sebagai alat pelayanan. Kesenian
liturgis tidak melayani dirinya sendiri, tetapi melayani kemulian Allah dan pelayanan
gereja, khususnya pemberitaan dan pengajarannya (Abineno, 173). Contohnya adalah
salah seorang pelukis protestan yang bernama Rembrandt Harmenszoon,
menggunakan lukisannya untuk menginjili (Curtis dkk 2009, 99). Lalu contoh lain,
pelukis yang bernama Wisnu Sasangko, ia menggunakan lukisannya sebagai sebuah
alat untuk merefleksikan Allah. Sangat menarik ketika melihat fungsi dari seni visual
seperti menghadirkan Allah yang tak nampak.
Karakteristik Kesenian Liturgi
Sebuah seni visual jika ingin digunakan dalam ibadah sebaiknya seni itu dapat
dipahami. Terkadang sebuah lukisan itu mempunyai berbagai macam makna
tergantung yang melihatnya.

Ini perlu diperhatikan oleh sang artis. Sebaiknya ia harus bisa menjelaskan
lukisan itu kepada orang lain yang melihat agar tidak terjadi penyalah gunaan makna.
Agar tidak terjadi penyalah gunaan makna, kesenian liturgis harus bersifat komunal.
Apa yang diproyeksikan bukanlah pengalam individual artis itu namun pandangan
seluruh komunitas itu. Kesenian liturgis yang baik tidak diperhatikan karena
orisinalitas subjek itu, tetapi karena menangkap pengalaman persekutuan. Kesenian
liturgis juga harus mempunyai kekuatan religiusnya. Ini dalah kekuatan untuk
menembus ke bawah apa yang nyata dengan jelas dan untuk menyampaikan perkara
ilahi. (White 2011, 110-111)
Kesenian liturgis bukan saja yang semata-mata merupakan ungkapan kisah-ksiah
Alkitab, tetapi juga bisa masalah filsafat, religious dan sosiologis yang dapat dipakai
oleh Allah untuk menyatakan dirinya. Tapi perlu juga memperhatikan karakteristik
sebuah kesenian liturgis.Kita juga tidak dapat mengelak dari keharusan terlibat dalam
kesenian, paling tidak menikmatinya. Kita disadarkan bahwa daya seni manusia
adalah suatu karunia yang sangat mulia yang ,enunjukan aspek kemanusiaan kita
sebagai gambar Allah. Kesenian ini bisa dikatakan sebagai puncak ibadah yang
dimulai dari iman dilanjutkan oleh kasih dan diakhiri dengan doxology. Itu sebabnya
kita harus telibat dalam kesenian dan mengupayakan kesenian yang bermutu tunggi.
Kesenian harus dikembalikan kepada tempatnya semula, yaitu sebagai alat untuk
memuliakan Tuhan, mengungkapkan keindahanNya dan ciptaanNya dalam
ungkapan-ungkapan artistik dan menunjukkan kebenaran. Seni bukan tujuan akhir
yang diberhalakan dan memperbudak manusia. Seni dapat memuliakan Allah,
mencerminkan kebenaran dan keindahan serta membangun kemanusiaan, bisa pula
sebaliknya. Karena itu, kita harus berperan aktif: memperbaiki, menilai dan
mencetuskan yang baru.

C. Hubungan Musik Liturgis Dan Seni Liturgis


Fungsi utama kesenian liturgis adalah membawa kita ke kesadaran akan
kehadiran yang kudus, untuk membuat tampak terlihat sesuatu yang tidak dapat
diamati dengan mata biasa. Kesenian liturgis tidak hembuat Allah hadir, tetapi
kesenian itu membawa kehadiran Allah ke kesadaran kita
Kesenian liturgis yang benar-benar memadai mempunyai potensi yang Luar
biasa karena kekuatan religiusnya (religious power). Ini adalah kuatan untuk
menembus ke bawah apa yang nyata dengan jelas dan untuk menyampaikan perkara
llahi. Banyak kesenian yang di gereja-gereja pada abad-abad terakhir ini sangat
lemah dalam hal kekuatan religius ini. Kesenian liturgis harus menggunakan objek
objek di dunia ini untuk merepresentasikan hal yang tidak material.Mereka yang
menghancurkan kesenian liturgis di masa lampau melihat jelas kekuatan religiusnya,
tetapi mereka takut kalau orang-orang yang berpikiran polos dan sederhana mungkin
mencampuradukkan cermin itu dengan apa yang direfleksikannya.
Fungsi utama musik gerejawi (church music) musik kudus ataumusik liturgis
adalah untuk menambah dimensi keterlibatan ke dalam ibadah. Sekarang, hampir
setiap ruangan paduan suara harus mempunyai petunjuk yang mengutip perkataan
Agustinus bahwa seseorang yang menyanyi sebenarnya ia berdoa dua kali, namun
ketakutan Agustinus tentang daya tarik berlebihan dari musik tampaknya tidak
pernah dikemukakan. Ada banyak kebenaran dari pernyataannya tentang berdoa
duakali; orang harus lebih mengerti dan menyadari sepenuhnya tentang apayang
dilakukan ketika sedang bernyanyi. Menari akan menambahkanlapisan kesadaran
lebih lanjut. Menyanyikan suatu teks menuntut lebihbanyak konsentrasi ketimbang
hanya mengucapkan sesuatu, meskipunkebiasaan yang berlebihan kadang-kadang
dapat membuat nyanyian menjadi tidak hidup. Kalau ada musik, biasanya melibatkan
tingkatan yanglebih mendalam untuk berbuat atau mendengarkan, ketimbang kalau
tidak ada musik. alah satu alasan nengapa musik membantu ibadah adalah bahwa
akan medium yang lebih ekspresif ketimbang ucapan biasa. musik memungkinkan
kita mengekspresikan intensitas perasaan melalui Musik dalam kecepatan, pola titik
nada, keras lembut, melodi dan ritme ketika bernyanyi ketimbang ketika berbicara.
Salah satu alasan nengapa musik membantu ibadah adalah bahwa akan
medium yang lebih ekspresif ketimbang ucapan biasa. musik memungkinkan kita
mengekspresikan intensitas perasaan melalui Musik dalam kecepatan, pola titik nada,
keras lembut, melodi dan ritme ketika bernyanyi ketimbang ketika berbicara. Musik
dapat,diri ampaikan intensitas lebih besar dalam perasaan ketimbangritme orang
mempunyal jajaran lebih besar untuk mengelringkalau diekspresikan tanpa
disertaikaaltor lain adalah keindahan musik. Di sini kita harus berhati-
hatimusik.sebabkreasi keindahan buKanlan makSud tujuan ibadah (atau tidak
jugamusik) walaupun keindahan mungkin merupakan nilai pentingtampa berfungsi
dengan baik sebagal wahana yang memuaskan bagi dalam ibadah. Banyak musik
dengan kualitas estetis minimal, namun beberapa orang untuk mengekspresikan
ibadah mereka. Orang tidak bo-leh mengkritik ibadah gereja dengan menggunakan
standar-standar sama seperti yang akan diterapkan untuk sebuah konser. Banyak
orang yangtelah diajar mengetahui tentang apa musik gereja yang"baik" bagi
orangorang terpelajar, gagal melihat bahwa mereka seharusnya juga telah di-ajar
tentang apa yang baik bagi orang banyak dan berbagai lingkungan di mana musik ini
benar-benar dimantaatkan. Pada setiap tingkatan pendidikan kultural, ada sejumlah
kemungkinan yang berbeda, beberapa kemungkinan lebih memadai ketimbang yang
lain untuk masing-masing situasi. Jadi, kalau kita tidak menyeleksi musik sesuai
dengan kebuda-yaan dan situasi jemaat kita, kita akan tergelincir nmenjadi elitis
(jauh darijemaat) dalam melakukan pemilihan tersebut. Dengan demikian, fungsi
musik adalah mempersembahkan sesuatu yang kita anggap indah, tidak peduli betapa
tidak lengkapnya peralatan musik kita sendiri. Inilah sebabnya mengapa bernyanyi
sendiri sebenarnya melibatkan partisipasi lebih aktif ketimbang mendengarkan orang
lain bernyanyi, tidak peduli betapa unggul prestasi musik orang lain itu. Musik
adalah seni yang berkaitan dengan tubuh manusia. Penekanan-ranekanan perasaan
kita dapat menghalangi kita untuk menikmatinya,tapi musik memanggil seluruh
tubuh kita untuk bergerak.
Tari-tarian liturgis telah menjadi semakin leluasa pada tahun-tahun terakhir
ini. Dalam banyak hal, tari-tarian liturgis dapat dipadukan dengan paduan suara
dengan dipimpin pelaku-pelaku terlatih dan trampil. Kalau mungkin, jemaat harus
berpartisipasi aktif juga. sama seperti terhadap musik. Di mana ruang jemaat dipadati
penuh dengan bangku.bangku yang tidak dapat digerakkan, berbagai kemungkinan
untuk tarian jemaat sangatlah terbatas. Sekali lagi, bangunan sulit mengikuti gerakan.
Keheningan (silence) juga adalah satu bagian penting ibadah. Ketiadaan suara sering
mampu mengkomunikasikan banyak makna

D. Tata Kebaktian Dari Gereja-gereja Di Indonesia


Dalam abad-abad sebelum reformasi nyanyian jemaat disalah gunakan oleh
gereja: oleh pengaruh Roma, nyanyian jemaat ini dirampas dari jemaat dan
diserahkan kepada paduan-paduan suara (yang terdiri dari imam-imam). Oleh
penyalahgunaan ini, nyanyian polyphon makin lama makin merajalela di dalam
ibadah-ibadah jemaat sehingga akhirnya nyanyian jemaat kehilangan fungsinya yang
sebenarnya yaitu menjadi alat dari firman Allah.
Pada waktu reformasi: melalui pekerjaan para reformator (terutama Luther
dan Calvin) nyanyian jemaat dibersihkan dari ragi-ragi Katolik Roma dan diserahkan
kembali kepada jemaat. Luther sendiri banyak menggubah nyanyian jemaat
(sebagian besar dari nyanyiannya masih dipakai oleh gereja-gereja Indonesia sampai
sekarang). Dengan Contoh-contohnya, terutama dengan nyanyian mazmur dan
katekismusnya (antara lain Ein feste Burg dan Vater unser im Himmelreich) la
memberikan inspirasi kepada para pengkhotbah, penggubah dan pakar musik di
zamannya dan sesudah itu. Pada tahun 1524 terbit buku nyanyian lutheran pertama
yang disusun oleh Johann Walter. Sesudah reformasi nyanyian jemaat terus
berkembang.Tema dan isinya tidak tetap. Mula-mula, berhubung dengan perjuangan
untuk mempertahankan ajaran Protestan, kematian dan kehidupan kekal menjadi
tema nyanyian jemaat. Dalam nyanyian-nyanyian ini sering unsur kerygma (berita)
terdesak ke belakang oleh unsur ajaran.
Pada waktu Ortodoksi dan Mistik, hal ini lebih mendapat tekanan:penderitaan dan
kematian, kasih kepada Yesus dan kesalehan pribadi merupakan tema yang paling
disukai. Salah satu ciri dari nyanyian nyanyian ini ialah ke-"aku"-an manusia
mendapat tempat yang sentral. Ortodoksi dan Mistik disusul oleh Pietisme yang
sangat banyak menghasilkan nyanyian jemaat yang tidak bernilai. Sesudah Pietisme
menyusul Rasionalisme yang juga mempunyai pengaruh yang tidak sedikit atas
nyanyian jemaat. Dari gereja-gereja tua di Eropa dan Amerika, nyanyian-nyanyian
ini dibawa masuk (diimpor) ke gereja-gereja muda. Di Indonesia hampir setiap gereja
mempunyai buku nyanyiannya sendiri, dalam bahasa Indonesia dan/atau bahasa
daerah.
Paduan Suara, dalam gereja-gereja Protestan paduan suara sampai sekarang belum
mempunyai kedudukan dan tempat yang pasti. Ada gereja yang tetap
menggunakannya di dalam ibadahnya, ada yang hanya sekali saja dan ada pula yang
sama sekali tidak mau memakainya. Yang terakhir ini, katanya, berdasarkan larangan
Calvin terhadap nyanyian polyphon di dalam ibadah.Para pemimpin Gerakan
Liturgia tidak setuju dengan pandangan ini. Menurut mereka paduan suara adalah
unsur yang tetap dari jemaat. Hal itu nyata dari bagan-bagan tata kebaktian
yangdipakai oleh gereja sejak abad-abad pertama. Benar, kemudian paduan suara
disalahgunakan oleh para pemimpin gereja, terutama dalamabad-abad pertengahan,
tetapi penyalahgunaan itu tidak boleh kitaPakai sebagai alasan untuk menolaknya
dari dalam ibadah jemaatrara reformator tidak berbuat demikian, baik Luther maupun
Calvin.karena itu, begitu juga selanjutnya, kita tidak boleh berbuat demikian. Tugas
kita malahan sebaliknya yakni kita harus memulihkan kembali di dalam ibadah dan
menjaga agar jangan berulang lagi menyalahgunaan seperti yang terjadi pada waktu-
waktu yang lampau.untuk itu, perlu diperhatikan hal-hal (syarat-syarat) yang berikut:
Pertama, paduan suara yang dipakai di dalam ibadah jemaat adalah paduan suara
gereja, bukan perhimpunan penyanyi. Tiap-tiap jemaat hanya boleh mempunyai satu
atau dua paduan suara. Dalam menjalankan tugasnya paduan suara harus takluk
kepada peraturan peraturan yang telah ditetapkan oleh gereja. Tugasnya bukanlah
untuk membuat "konser" di dalam ibadah, melainkan untuk memuji Tuhan bersama-
sama dengan jemaat.
Kedua, di dalam ibadah paduan suara berdiri di pihak jemaat. Van der Leeuw dan
beberapa pemimpin lainnya bersedia memberikan tempat dan tanggung jawab yang
lebih besar kepada paduan suara tersebut yaitu sebagai "wakil" jemaat untuk
menyanyikan bagian- bagian misalnya perasaan khidmat dan kasih, permohonan
yang mesra, kegembiraan yang meluap-luap, dan lain-lain yang tidak dapat (tidak
sanggup) dinyanyikannya."Terhadap pendirian ini van Voorst Vader menyatakan
keberatannya,"Paduan suara tidak boleh mengambil alih tugas jemaat. Kalau ada
nyanyian, yang karena hal-hal teknis, sama sekali tidak dapat dinyanyikan oleh
jemaat, baiklah nyanyian itu jangan dinyanyikan.Di dalam jemaat tidak ada
perwalian.
Ketiga, di dalam ibadah, paduan suara tidak mempunyai tempat tersendiri. Hal itu
tidak cocok dengan pendirian orang-orang lutheran.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam materi diatas dapat disimpulkan bahwa Musik adalah sesuatu yang
substansi tidak berdiri sendiri. Musik lahir dengan genre atau warna yang berbeda di
setiap daerahnya. Secara garis besar pembagian tersebut selalu dari dua sisi, yaitu
barat dan timur. Secara luas pengertian seni ialah segala sesuatu yang diciptakan oleh
manusia yang di dalamnya mengandung keindahan dan mampu membangkitkan
perasaan dirinya sendiri dan orang lain. Istilah seni itu berasal dari kata sani (bahasa
sansekerta) yang artinya persembahan, pemujaan dan pelayanan yang erat kaitannya
dengan upacara keagamaan yang disebut dengan kesenian. Dalam materi ini juga
telah memberikan ciri-ciri liturgi yaitu: Musik-liturgis” (khususnya melodi yang
dihasilkan oleh alat-alat musik) dan “nyanyian-liturgis” (khususnya teks atau
tindakan liturgis yang diberi melodi), dapat dilagukan dengan suara dan bunyi alat-
alat musik sebagai pengiring. Baik teks maupun musik dengan melodinya yang
secara khas mengekspresikan iman Gereja yang dirayakan dalam liturgi yaitu tentang
apa yang dilakukan Allah (karya agung Allah yang menyelamatkan) dan tanggapan
manusia beriman (syukur-pujian, sembah-sujud, dan permohonan). Fungsi utama
kesenian liturgis adalah membawa kita ke kesadaran akan kehadiran yang kudus,
untuk membuat tampak terlihat sesuatu yang tidak dapat diamati dengan mata biasa.
Kesenian liturgis tidak hembuat Allah hadir, tetapi kesenian itu membawa kehadiran
Allah ke kesadaran kita. Dalam abad-abad sebelum reformasi nyanyian jemaat
disalah gunakan oleh gereja: oleh pengaruh Roma, nyanyian jemaat ini dirampas dari
jemaat dan diserahkan kepada paduan-paduan suara (yang terdiri dari imam-imam).
Oleh penyalahgunaan ini, nyanyian polyphon makin lama makin merajalela di dalam
ibadah-ibadah jemaat sehingga akhirnya nyanyian jemaat kehilangan fungsinya yang
sebenarnya yaitu menjadi alat dari firman Allah.

DAFTAR PUSTAKA

James F. White, Pengantar Ibadah Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012
J.L.Ch. Abineno, Unsur-unsur Liturgika, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007

Anda mungkin juga menyukai