DI
S
U
S
U
N
OLEH :
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian musik liturgis?
2. Apa pengertian seni liturgis?
3. Apa hubungan antara musik liturgis dan seni liturgis?
4. Apa saja bagian-bagian dari tata ibadah dari gereja-gereja di Indonesia
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian musik liturgis
2. Untuk mengetahui dan memahami pengertian seni liturgis
3. Agar mengerti hubungan antara musik liturgis dan seni liturgis
4. Untuk memahami bagian dari tata ibadah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Musik Liturgis
1. Pengertian Musik
Musik berasal dari bahasa Yunani "musikous". Kata yang diambil dari salah satu
nama di antara kesembilan dewa Yunani ini, melambangkan keindahan, menguasai
bidang bidang kesenian dan ilmu pengetahuan. Dari asal kata musikous menjadi
musik, sekarang diartikan sebagai seni keindahan suara atau seni musik.
Pentingnya Musik Gereja :
a. Musik sangat penting dalam ibadah gereja, sebab sebagian luhur porsi ibadah
gereja memiliki unsur musik, baik vokal maupun instrumental. Begitu pentingnya
musik di dalam gereja, sehingga Martin Luther, tokoh gereja protestan era reformasi
menyatakan bahwa gereja yang baik adalah gereja yang bernyanyi.
b. Makna musik dalam ibadah gereja dalam istilah lain dalam liturgi gereja adalah
ungkapan simbolis perayaan iman jemaat gereja. Perayaan iman yang dimaksud
adalah penghayatan terhadap misteri dalam agama Kristen dalam diri Kristus sebagai
sosok penyelamat yang benar-benar menyentuh perasaan umat dalam nyanyian.
Hubungan musik dan liturgi (seharusnya) bersifat harmonis, yaitu keseimbangan
yang pas selang musik dan penghayatan iman diproduksi menjadi tidak terpisahkan
c. Unsur musik dalam gereja seharusnya memiliki keterkaitan dengan gereja dalam
hal pengembangan kehidupan spiritualitas, sumber daya, organisasi gereja,
mentalitas, keahlian, integritas keteladanan umat beriman yang harus senantiasa
dipikirkan oleh gereja sebagai organisasi.Dengan begitu musik diproduksi menjadi
alat teologi dalam mendidik umat yang berhaluan mencerdaskan umat bagi
berperilaku yang baik sesuai petuah gereja.
Fungsi musik gereja : Fungsi musik gereja sangat jelas, yaitu bagi
memuliakan Allah. Selain itu dampak baiknya dalah memberikan pendidikan kepada
warga jemaat dengan nyanyian, hal ini juga mencerminkan jenis perkembangan teologis
yang sedang berjalan dalam gereja tersebut. Melalui musik yang terjadi dalam sebuah
liturgi (ibadah), umat mampu berefleksi dalam kehidupannya. Fungsi musik gereja yang
lain di dalam liturgi adalah melayankan ibadah secara sederhana, tetapi pantas dan
berharga tinggi. Nyanyian jemaat hanya berfungsi di dalam ibadah, sedangkan ketika
dinyanyikan di luar gereja diproduksi menjadi susut bahkan lenyap fungsinya.Hal ini
terjadi karena salah satu aspek nyanyian jemaat sebagai bentuk penggembalaan atau
pastoralnya diproduksi menjadi tidak berbobot lagi.
2. Perkembangan Musik
Musik lahir dengan genre atau warna yang berbeda di setiap daerahnya. Secara garis
besar pembagian tersebut selalu dari dua sisi, yaitu barat dan timur. Barat itu
memang berbeda dengan Timur-oleh karena sejarahnya, bukan karena faktor-faktor
lain-sekaligus tidak dalam konteks menghadap-hadapkan Barat dengan Timur.
Dalam peradaban yang berkembang di Barat, sejarah Musik sangat terkait dengan
sejarah arsitektur dan seni rupa sejak periode Kuno hingga Modern. Musik Barat
meliputi musik-musik yang berada dalam lingkup kebudayaan Eropa Barat (Western
Culture). Musik di barat banyak mempengaruhi perkembangan musik di dunia
tentunya.
3. Proses menjadi musik liturgis
Menerima musik-liturgis sebagai doa liturgis menuntut pula kesediaan setiap peraya
atau kelompok peraya untuk menerima musik atau nyanyian yang sudah disepakati
oleh Gereja untuk dipakai di dalam perayaan-perayaan liturgi. Musik/nyanyian yang
ada di dalam buku-buku nyanyian yang diterbitkan dengan nihil obstat dan
imprimatur pimpinan Gereja, dipandang sebagai musik-liturgis. Tentu melewati
proses seleksi yang dibuat oleh orang-orang yang punya kemampuan dalam
bidangnya hingga mendapat persetujuan dari pimpinan Gereja. Kesempatan terbuka
bagi para komponis untuk mencipta lagu-lagu bagu yang lebih sesuai dengan rasa
seni musik orang setempat, namun untuk dipakai sebagai musik/nyanyian liturgis
perlu menempuh prosedur seleksi hingga mendapat pesetujuan resmi untuk dipakai
dalam perayaan liturgi. Patut kita puji inisitip-inisitip untuk mencipta dan
menemukan lagu-lagu baru yang lebih seusai dengan budaya setempat dan kebutuhan
liturgis, misalanya dalam misa dengan “lagu-lagu alternatif”. Akan tetapi perlu kita
waspadai kecenderungan menggunakan nyanyian-nyanyian baru itu tanpa peduli
pada proses untuk “menjadi milik besama” dari Gereja, apalagi kalau yang jadi
patokan utama adalah rasa suka, tertarik, tersentuh tanpa mengindahkan persyaratan
liturgis.
4. Memilih Musik Liturgis
diketahui juga teks-teks liturgis mana saja yang dapat dinyanyikan (khususnya dalam
liturgi Ekaristi). Ada teks-teks baku-tetap (antara lain Tuhan Kasihanilah Kami,
Kemuliaan, Aku Percaya, Kudus-Kudus, Bapa Kami, Anak Domba Allah). Nyanyian
ini disebutordinarium. Ada juga teks-teks yang dapat berubah atau bervarisi
rumusannya sesuai dengan perayaan pada hari bersangkutan dan disebutproprium
(Antifon Pembuka atau Lagu Pembuka untuk mengiringi perarakan masuk, Mazmur
Tanggapan untuk menanggapi Sabda Allah yang telah dimaklumkan, Alleluia-Bait
Pengantar Injil untuk menyiapkan diri mendengarkan pemakluman Injil, Antifon
Komuni atau Lagu Komuni selama atau sesudah komuni, Nyanyian Persiapan
Persembahan untuk mengiringi perarakan bahan-bahan persembahan dan Lagu
Penutup untuk mengiringi perarakan kembali). Teks-teks ini sangat kaya dan
berhubungan erat dengan tindakan liturgis, unsur-unsur liturgis, tema perayaan, masa
liturgis serta bacaan-bacaan dalam perayaan liturgi. Suatu hal yang patut dipuji
adalah kebiasan menyanyikan Mazmur Tanggapan dan Alleluia-Bait Pengantar Injil
dengan teks yang bervariasi sesuai dengan hari atau pestanya. Suatu hal yang perlu
diperhatikan adalah lagu yang sesuai dengan teks-teks antifon (Pembuka dan
Komuni) yang sebenarnya sangat kaya dan bervariasi serta biblis. Dalam hubungan
dengan teks-teks liturgi, terutama yang harus atau boleh dinyanyikan, diharapkan
agar susunannya tepat serta mudah dan indah kalau dinyanyikan. Dalam hal ini lagu
melayani teks dan bukan sebaliknya. Baiklah kita waspadai nyanyian-nyanyian yang
mengorbankan ketepatan dan kebenaran iman demi mempertahankan suatu melodi.
Misalnya lagu Bapa Kami Filipina, demi penyesuaian dengan melodinya diubahlah
rumusan “jadilah kehendak-Mu di atas bumi seperti di dalam surga” menjadi “jadilah
kehendak-Mu di bumi dan di surga”. Mengganti “seperti” dengan “dan” sebenarnya
mengubah iman kita akan surga, bahwa di surga dan di bumi kehendak Tuhan tidak
selalu terjadi. Padahal kita percaya bahwa kehendak Tuhan selalu terjadi di surga
sedangkan di bumi tidak selalu terjadi karena ulah manusia yang suka melawan
kehendak Tuhan, maka kita mohon agar kehendak Tuhan terjadi di bumi seperti di
surga. Kalau prinsip “melodi melayani teks” diperhatikan, maka ketepatan dn
kebenaran teks-teks liturgis juga dapat lebih dijamin.
5. Ciri-ciri musik liturgis
Musik-liturgis” (khususnya melodi yg dihasilkan oleh alat-alat musik) dan
“nyanyian-liturgis” (khususnya teks atau tindakan liturgis yang diberi melodi), dapat
dilagukan dengan suara dan bunyi alat-alat musik sebagai pengiring. Baik teks
maupun musik dengan melodinya yang secara khas mengekspresikan iman Gereja
yang dirayakan dalam liturgi yaitu tentang apa yang dilakukan Allah (karya agung
Allah yang menyelamatkan) dan tanggapan manusia beriman (syukur-pujian,
sembah-sujud, dan permohonan). istilah “musik-liturgis” dan bukan “musik dalam
liturgi” karena dengan “musik-liturgis” mau digarisbawahi pandangan Gereja tentang
musik sebagai bagian utuh dari perayaan liturgi dan bukan sebagai suatu unsur luar
yang dicopot dan dimasukkan ke dalam perayaan liturgis seakan-akan suatu barang
asing atau hal lain dari liturgi lalu diletakkan di tengah perayaan liturgi. Sebagai
bagian utuh dari liturgi, musik-liturgi itu merupakan doa dan bukan sekedar suatu
ekspresi seni yang jadi bahan tontonan. Memang musik-liturgi itu mesti indah dan
memenuhi persyaratan-persyaratan seni musik/nyanyian pada umumnya, namun
lebih dari itu musik-liturgi mengungkapkan doa manusia beriman. Bahkan musik
atau nyanyian-liturgis sebagai doa mempunyai nilai tinggi. Sebab musik-liturgi
menggerakkan seluruh diri manusia yang menyanyi atau yang menggunakan alat-alat
musik (budi, perasaan-hati, mata, telinga, suara, tangan atau kaki dll). Sekaligus demi
harmoni dituntut kurban untuk meninggalkan diri sendiri dan menyesuaikan diri
dengan orang lain, dengan tempat, dengan situasi, dengan maksud-tujuan
musik/nyanyian liturgis yaitu demi Tuhan dan sesama. Ini memang cocok dengan
hakekat dari liturgi sebagai perayaan bersama yang melibatkan banyak orang demi
kepentingan umum (kemuliaan Tuhan dan keselamatan manusia, bukan hanya demi
diri sendiri). Oleh karena itu Gereja mewarisi pandangan bahwa orang yang
menyanyi dengan baik sebenarnya berdoa dua kali (si bene cantat bis orat). Sekali
lagi, nilai yang tinggi itu tercapai kalau ada kurban dengan meninggalkan diri sendiri
dan bersatu dengan yang lain dalam menyanyi atau bermusik demi kepentingan
bersama.
6. Jenis Musik Liturgis
Musik-gereja atau "musica eccelsiastica" adalah istilah yang digunakan oleh para
pengikut Kristus atau Gereja ketika persekutuan beriman ini menyadari kekhasannya
dalam mengekspresikan iman lewat musik terutama dalam ibadat atau liturgi. Istilah
ini mengacu pada tatanan bunyi dengan melodi tertentu tanpa teks atau sesuai dengan
bentuk teks yang mengungkapkan baik isi hati umat beriman maupun ajaran dan
iman Gereja. Musik ini dapat dihasilkan dengan bantuan alat/instrumen atau/dan
dengan suara penyanyi. Karena mengungkapkan iman yang diajarkan dan dihayati
oleh umat beriman maka musik Gereja memiliki kekhasan dibandingkan dengan
musik dari umat yang beragama lain meskipun dipengaruhi juga oleh musik agama
lain misalnya dari musik orang Yahudi. Musik gereja pada umumnya adalah salah
satu bentuk dari musik-religus atau musik-rohani.
a. Musik religius
(musica religiosa) atau musik-rohani adalah musik yang mengungkapkan atau
mengandung tema-tema rohani. Musik atau lagu rohani ini dimiliki umat agama
manapun. Bahkan ada tema musik-rohani yang umum diterima oleh umat manapun
karena bersifat universal. Baik melodi maupun teksnya mengungkapkan pengalaman
rohani yang diterima oleh orang beriman dari berbagai agama. Ketika suatu
musik/lagu rohani mengungkapkan pengalaman khusus dari umat agama tertentu,
maka ia menjadi musik/lagu yang khas misalnya lagu rohani khas Yahudi atau khas
Hindu dan Budha atau khas Kristen dan Islam. Musik-rohani itu jadi khas Kristiani
bila mengungkapkan keyakinan iman akan Kristus Tuhan dan Penyelamat atau akan
Tritunggal Mahakudus serta pokok iman lain yang diyakini orang Kristiani. Itulah
yang kita namakan secara umum musik-gereja. Di dalam lingkup Gereja sendiri,
musik-rohani dalam arti sempit berarti segala macam musik/lagu yang
mengungkapkan pengalaman rohani khas Gereja tetapi tidak dimaksudkan untuk
digunakan dalam perayaan-perayaan liturgis.
b. Ada juga istilah music suci (musica sacra) yang pernah dipakai oleh Gereja Katolik
dalam arti segala macam musik-rohani atau musik-gereja yang digubah khusus untuk
ibadat atau perayaan-perayaan liturgis. Kini istilah yang lebih populer adalah music
liturgis. Karena itu sekedar untuk membedakan music suci dari music liturgis,
menurut Gelineau (Voices and Instruments in Christian Worship: Principles, Laws,
Applications, Collegeville: The Liturgical Press, 1964) musik-suci dalam arti tertentu
mengacu pada semua macam musik yang inspirasinya atau maksud dan tujuan serta
cara membawakannya mempunyai hubungan dengan iman Gereja.
Ini perlu diperhatikan oleh sang artis. Sebaiknya ia harus bisa menjelaskan
lukisan itu kepada orang lain yang melihat agar tidak terjadi penyalah gunaan makna.
Agar tidak terjadi penyalah gunaan makna, kesenian liturgis harus bersifat komunal.
Apa yang diproyeksikan bukanlah pengalam individual artis itu namun pandangan
seluruh komunitas itu. Kesenian liturgis yang baik tidak diperhatikan karena
orisinalitas subjek itu, tetapi karena menangkap pengalaman persekutuan. Kesenian
liturgis juga harus mempunyai kekuatan religiusnya. Ini dalah kekuatan untuk
menembus ke bawah apa yang nyata dengan jelas dan untuk menyampaikan perkara
ilahi. (White 2011, 110-111)
Kesenian liturgis bukan saja yang semata-mata merupakan ungkapan kisah-ksiah
Alkitab, tetapi juga bisa masalah filsafat, religious dan sosiologis yang dapat dipakai
oleh Allah untuk menyatakan dirinya. Tapi perlu juga memperhatikan karakteristik
sebuah kesenian liturgis.Kita juga tidak dapat mengelak dari keharusan terlibat dalam
kesenian, paling tidak menikmatinya. Kita disadarkan bahwa daya seni manusia
adalah suatu karunia yang sangat mulia yang ,enunjukan aspek kemanusiaan kita
sebagai gambar Allah. Kesenian ini bisa dikatakan sebagai puncak ibadah yang
dimulai dari iman dilanjutkan oleh kasih dan diakhiri dengan doxology. Itu sebabnya
kita harus telibat dalam kesenian dan mengupayakan kesenian yang bermutu tunggi.
Kesenian harus dikembalikan kepada tempatnya semula, yaitu sebagai alat untuk
memuliakan Tuhan, mengungkapkan keindahanNya dan ciptaanNya dalam
ungkapan-ungkapan artistik dan menunjukkan kebenaran. Seni bukan tujuan akhir
yang diberhalakan dan memperbudak manusia. Seni dapat memuliakan Allah,
mencerminkan kebenaran dan keindahan serta membangun kemanusiaan, bisa pula
sebaliknya. Karena itu, kita harus berperan aktif: memperbaiki, menilai dan
mencetuskan yang baru.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam materi diatas dapat disimpulkan bahwa Musik adalah sesuatu yang
substansi tidak berdiri sendiri. Musik lahir dengan genre atau warna yang berbeda di
setiap daerahnya. Secara garis besar pembagian tersebut selalu dari dua sisi, yaitu
barat dan timur. Secara luas pengertian seni ialah segala sesuatu yang diciptakan oleh
manusia yang di dalamnya mengandung keindahan dan mampu membangkitkan
perasaan dirinya sendiri dan orang lain. Istilah seni itu berasal dari kata sani (bahasa
sansekerta) yang artinya persembahan, pemujaan dan pelayanan yang erat kaitannya
dengan upacara keagamaan yang disebut dengan kesenian. Dalam materi ini juga
telah memberikan ciri-ciri liturgi yaitu: Musik-liturgis” (khususnya melodi yang
dihasilkan oleh alat-alat musik) dan “nyanyian-liturgis” (khususnya teks atau
tindakan liturgis yang diberi melodi), dapat dilagukan dengan suara dan bunyi alat-
alat musik sebagai pengiring. Baik teks maupun musik dengan melodinya yang
secara khas mengekspresikan iman Gereja yang dirayakan dalam liturgi yaitu tentang
apa yang dilakukan Allah (karya agung Allah yang menyelamatkan) dan tanggapan
manusia beriman (syukur-pujian, sembah-sujud, dan permohonan). Fungsi utama
kesenian liturgis adalah membawa kita ke kesadaran akan kehadiran yang kudus,
untuk membuat tampak terlihat sesuatu yang tidak dapat diamati dengan mata biasa.
Kesenian liturgis tidak hembuat Allah hadir, tetapi kesenian itu membawa kehadiran
Allah ke kesadaran kita. Dalam abad-abad sebelum reformasi nyanyian jemaat
disalah gunakan oleh gereja: oleh pengaruh Roma, nyanyian jemaat ini dirampas dari
jemaat dan diserahkan kepada paduan-paduan suara (yang terdiri dari imam-imam).
Oleh penyalahgunaan ini, nyanyian polyphon makin lama makin merajalela di dalam
ibadah-ibadah jemaat sehingga akhirnya nyanyian jemaat kehilangan fungsinya yang
sebenarnya yaitu menjadi alat dari firman Allah.
DAFTAR PUSTAKA
James F. White, Pengantar Ibadah Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012
J.L.Ch. Abineno, Unsur-unsur Liturgika, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007