Anda di halaman 1dari 3

PADUAN SUARA DALAM LITURGI

Oleh : Ryo Emanuel

Pendahuluan
Paduan suara adalah salah satu unsur musik gereja dan merupakan musik vokal.
Kehadirannya di dalam ibadah bukanlah semata-mata untuk mempersembahkan lagu puji-
pujian. Lebih dari itu, paduan suara sesungguhnya mempunyai fungsi utama, yaitu membantu
umat menyanyi dan membantu umat memahami fungsi setiap nyanyian dalam liturgi.
Oleh karena itu, hampir semua gereja pasti memiliki satu atau lebih kelompok paduan suara
untuk ikut serta berperan dalam ibadah. Tak jarang, mereka mempersiapkan dengan serius
setiap tugas dengan latihan-latihan berkali-kali oleh karena pemahaman akan besarnya peran
paduan suara dalam merayakan liturgi gereja.

Pengertian Paduan Suara Gerejani


Paduan suara gerejani adalah sekelompok orang yang bertugas menyemarakkan liturgi
dengan nyanyian. Mereka semua mempunyai peran yang penting. Namun dari antara mereka,
terdapat beberapa orang yang mempunyai peran lebih besar, yakni:
1. Dirigen, yang mempunyai peran sebagai pemimpin paduan suara, memilih lagu-lagu yang
sesuai dengan tema ibadat, mengabdi kelompok itu dan melakukan tugasnya dengan
khidmat dan berwibawa.
2. Solis, adalah seorang petugas liturgi yang dipercaya untuk mengangkat lagu atau
menyanyikan ayat-ayat dalam nyanyian.
3. Organis/Pianis, adalah seorang pelayan liturgi yang memainkan alat musik untuk
mengiringi nyanyian atau untuk menampilkan musik instrumentalia.
Menengok sejarah, sebenarnya paduan suara sudah ada sejak dulu. Pada jaman Perjanjian
Lama, orang-orang Yahudi sudah biasa menyanyikan lagu-lagu Mazmur. Demikian juga
dalam Perjanjian Baru, Yesus dan para muridNya juga biasa menyanyikan kidung pujian.
Dalam Kitab Suci dikatakan bahwa “sesudah menyanyikan nyanyian pujian (Kidung Halel),
pergilah Yesus dan murid-muridNya ke Bukit Zaitun” (Mat 26:30). Demikian juga sesudah
Yesus naik ke sorga, umat Gereja perdana terus melanjutkan praktek menyanyikan kidung
pujian, seperti yang dikehendaki oleh St. Paulus: “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan
segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan hikmat mengajar dan menegur
seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan pujian-pujian dan nyanyian
rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu (Kol 3:16, lihat juga Ef 5:19).

Peran Paduan Suara dalam Liturgi Gereja


Sejak Kaisar Konstantin (Abad IV) memberi kebebasan bagi Gereja untuk hidup dan
berkembang di kekaisaran Romawi, Liturgi Gereja mengalami kemajuan yang pesat. Liturgi
mulai dirayakan dengan meriah di basilika-basilika dan untuk mendukung kemeriahan itu
baik paduan suara dan musik liturgi mendapat peran penting. Mazmur-mazmur dinyanyikan
secara bergantian antara paduan suara atau solis dan umat yang mengulangi refren. Pada abad
itu pula banyak lagu mulai bermunculan dan dinyanyikan oleh umat.
Pada abad VII, Paus Gregorius Agung mengumpulkan dan mengatur secara baru lagu-lagu
Gregorian, khususnya untuk perayaan ekaristi dan ibadat harian. Sejak itulah alat musik orgel
yang sebelumnya dipandang sebelah mata atau bahkan “dicurigai”, sekarang mulai
digalakkan kembali. Lagu-lagu Gregorian mulai dinyanyikan oleh banyak kelompok paduan
suara hampir di seluruh daratan Eropa.
Sejalan dengan gerakan pembaharuan liturgi pada jaman Barok (abad XVI-XVII/XVIII),
paduan suara semakin mendapat peran penting dalam Liturgi Gereja. Liturgi dipahami
sebagai pantulan kemuliaan Allah dan cermin Yerusalem surgawi. Gedung-gedung gereja
pun dibangun dengan megah, penuh hiasan dan ornament yang mahal.
Berdasarkan catatan sejarah tentang perkembangan liturgi gerejani, kita dapat melihat
beberapa peran penting dari paduan suara:
1. Demensi Liturgis
Dari sudut pandang kita tentang perayaan liturgi, paduan suara memiliki peran:
- Menyemarakkan liturgi Gereja, sehingga liturgi Gereja menjadi semakin hidup dan
semakin mencerminkan keagungan dan kemuliaan Allah.
- Membangkitkan iman umat. Dengan mendengarkan lagu-lagu yang dinyanyikan oleh
sebuah Paduan Suara, kita bangga bahwa kita menjadi anggota Gereja Katolik dan
melalui iman yang telah diperbaharui, kita semakin mencintai Allah.
2. Demensi Eklesiologis
Dari sudut Gereja, paduan suara memiliki peran :
- Membuat umat ikut berperan serta aktif dalam kegiatan liturgi. Dengan adanya paduan
suara, umat menjadi ikut aktif dalam bernyanyi. Pada masa sebelum Konsili Vatikan II,
nyanyian liturgi hanya dinyanyikan oleh kaum berjubah (klerus).
- Menjadi “saksi” bagi keagungan Gereja. Seringkali orang-orang yang berbeda agama
termangu-mangu menyaksikan upacara kematian yang begitu meriah secara liturgis
dan mendengar suara alunan paduan suara dari lingkungan itu. Mereka berkata:
“Betapa indahnya menjadi orang Katolik”. Demikian juga ketika mereka menyaksikan
upacara pernikahan Katolik di Gereja, ada di antara mereka yang memberi komentar:
“Betapa indahnya pernikahan di Gereja, upacaranya meriah, lagu-lagunya
mengharukan dan gedung gerejanya bersih dan indah … sesuatu yang tidak pernah
saya alami”.
3. Demensi Kristologis
Dilihat dari demensi ini, paduan suara dapat memperjelas rahasia-rahasia tentang Kristus
dan karya keselamatanNya. Lagu-lagu dapat menggetarkan jiwa, mengingatkan kita akan
perbuatan-perbuatan besar yang telah dilakukanNya. Kita menjadi semakin percaya akan
kuasa Tuhan dan semakin mencintai Dia.

Penutup
Kita tidak dapat menutup mata tentang betapa besar peran paduan suara dalam liturgi Gereja.
Karena itu kelompok paduan suara perlu menyadari betapa penting peran ini dengan
mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebelum tampil sambil menghayati makna lagu-lagu
yang akan di tampilkan sesuai dengan misteri yang dirayakan hari itu. Demikian juga, salah
satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah berdoa agar puji-pujian yang nanti
dipersembahkan kepada Allah benar-benar menjadi sarana yang dipakai Allah untuk
menyelamatkan umatNya.

Anda mungkin juga menyukai