Anda di halaman 1dari 47

TRADISI CALVINIS

DALAM LITURGI & MUSIK


GEREJA TORAJA
oleh
Tiku Rari

November 2023
TIKU RARI
• Pendeta Emiritus Gereja Toraja
• S1 di STT “Duta Wacana” Jogjakarta
• S2/“MTh” Systematic Theology
(Dogmatika) di ITS Los Angeles, USA
• Study Liturgi dan Musik Gereja di Asian
Institute for Liturgy and Music (AILM),
Manila, Philiphina
• Belajar Etnomusikologi a.l. di bawah
bimbingan DR Francisco Feliciano di
Philiphina dan DR I-to Loh di Tainan,
Taiwan
• Dalam artikel “How Calvinist is your Church’s
Liturgy?”, James J. De Jonge mengandaikan:
- “If John Calvin were a member of your worship
committee, what comments might he have about
the shape and content of the liturgy your
congregation follows on Sunday morning! Would he
be impressed with your creative litanies, warmed by
your pastor’s folksy opening remarks! Or would he
be critical of some of your more innovative
practices, appalled that you celebrate the Lord’s
Supper only four times a year?”
- Mengenai nyanyian jemaat (musik gereja),
pertanyaannya menjadi “How Calvinist is your
Church’s Music?”
Pertanyaan:
•“Seandainya Calvin adalah anggota Komisi
Liturgi & Musik (KLM) Gereja Toraja, kira-kira
apa komentarnya mengenai “Mazmur Jenewa”
yang sudah jarang dinyanyikan? Apakah ia akan
mendukung upaya kontekstualisasi dan
inkulturasi nyanyian jemaat, antara lain Mazmur
yang digubah berdasarkan modus/tangga nada
etnik? Apakah ia heran dengan nyanyian jemaat
yang diiringi musik selera kontemporer jenis pop
zaman now?”
Flash Back ke Lahirnya Synaxis Tematis
• Indulgentia (pengampunan dosa) untuk orang yang
sudah meninggal, bisa lewat memberi persembahan,
menjadi pemicu reformasi, 500 tahun yang lalu.
• Luther memelopori para reformator kembali ke
semboyan Alkitab: sola fide, sola gratia, sola
scriptura + (solus Christus dan soli Deo Gloria).
• Akibatnya ekaristi menjadi sinaksis/synaxis tematis
(yang berpusat pada Firman Allah).
• Karena Firman menjadi pusat, maka bentuk ibadah
menjadi tematis. Pujian dan ungkapan dalam liturgi
ditentukan oleh bacaan Firman Allah, yang oleh
Calvin dibaca secara lectio continua. Bentuk ibadah
waktu itu, “Liturgis” (Ordinarium).
• Dalam hal Liturgi Synaxis, Calvin lebih tegas. Karena
itu bagi Calvin, mimbar hanya satu dan ada di tengah
(pusat). Kalau Luther, selain mimbar pemberitaan
Firman, ada juga mimbar pemerintah (ajaran Dua
Kerajaan), dan belum sepenuhnya meninggalkan
Liturgi Ekaristi.
• Sebenarnya Calvin tidak bermaksud meniadakan
simbol-simbol liturgi, tapi penganut Calvinis di
kemudian hari yang ekstrim meniadakan semua
simbol yang dianggap berbau Katolik, dan yang
tersisa hanya salib (polos) tanpa patung Yesus.
• Untuk Leksionari, Calvin pneumatosentris, sedangkan
Luther Kristosentris yang justru diikuti sekarang
dalam menyusun Leksionari Ekumene (RCL).
• Karena Firman Allah menjadi pusat (Synaxis),
bukan Perjamuan Kudus (Ekaristi), maka
walaupun menurut Calvin seharusnya tetap
ada Perjamuan Kudus setiap hari minggu
sebagai Firman yang kelihatan, tapi karena
Censura Morum menyita banyak waktu, jalan
tengahnya ialah sekali sebulan. Kompromi
antara ekaristi dengan hanya 4 kali setahun
yang sudah biasa di Jenewa sebelum Calvin ke
sana.
• Jadi dalam hal praktis, ternyata Calvin bisa
berkompromi. Yang penting Firman Allah
menjadi pusat Liturgi (Synaxis).
Pikiran Calvin di balik Mazmur Jenewa
• Selama bersama Farel di Jenewa (1536-1538), Calvin
gelisah dengan Nyanyian Jemaat yang membuat
umat cenderung pasif, tidak menghayati pujian,
karena dominasi kelompok penyanyi yang syairnya
dinilai Calvin sebagai “kemesuman dan kebusukan”.
• Mengenai Nyanyian Jemaat, Calvin terinspirasi oleh
Chrysostomus yang menekankan bahwa pujian umat
jangan diwakili oleh kelompok penyanyi saja.
• Juga dari Agustinus tentang menyanyikan Mazmur
dengan “segenap hati” (Kol. 3:16). Menyanyikan
Mazmur harus mengalun kuat dan agung. Agustinus:
Qui bene qantat bis orat - siapa bernyanyi baik, dia
berdoa dua kali.
• Karena umat yang mesti menyanyi, jangan hanya jadi
penonton/pendengar, maka mulai di Strassburg,
Calvin bersama teman-temannya menggubah
Mazmur untuk menjadi nyanyian Community Singing
yang kemudian di Jenewa dipandu oleh Cantor (para
remaja) dipimpin Pro-Cantor. Di Jenewa ada 15 Pro-
Cantor = dirigen nyanyian jemaat.
• Nyanyian Mazmur digubah berdasarkan tangga nada
yang tidak asing bagi umat (etnik - bentuk strofe/
bait), sederhana dan gampang. Pengembangan dari
Gregorian, Ambrosian, dan genre musik rakyat.
• Tidak benar kalau Calvin dianggap hanya menyukai
Mazmur saja untuk menjadi nyanyian jemaat. Dalam
buku Mazmur Strassbourg, ada nyanyian Dasa Titah,
Nyanyian Pujian Simeon, dan Pengakuan Iman Rasuli.
• Mengenai instrument music, Calvin berpikiran
“Ekklesia Militan”, (Gereja yang berjuang, suasana
pembuangan) menyanyi tanpa musik, sejak ibadah
synagoge sampai Abad 10/11. Bukan “Ekklesia
Triumphan” (Gereja yang menang, suasana Bait
Allah), “ala nasangngi tu dipannoninna …”
• Sebelum Calvin di Jenewa, Zwingli sudah dengan
ekstrim menolak instrumen musik, walaupun bukan
berdasarkan suasana “Ekklesia Militan” (Mazmur
137). Zwingly: “Supaya segala keramaian yang
dangkal dan kurang hikmat dijauhkan dari ibadah. Ia
melarang permainan orgel yang pada masa itu
memang terlalu merajalela dengan suasana musik
hiburan biasa … melarang PS yang bersifat konser”.
Reformed di Gereja Toraja dan dampaknya
terhadap pembaruan Liturgi dan Musik
Ada dua aliran Calvinis sejak Zending (Th. Van den End):
1)Aliran “Gereformeerd” (Calvinis tradisional/ortodoks/konservatif),
kombinasi Calvinis Puritan dengan Calvinis Pietis (Th. Kobong), yaitu J.
Belksma, Cs (sealiran dengan D.J. van Dijk dan H.J. van Weerden), yang
dalam hal Liturgi dan Nyanyian Jemaat, berpegang teguh (“kaku”) pada
doktrin dan keputusan Sinode Dordrecht 1619 yang tak boleh diganggu
gugat. Menekankan unsur-unsur objektif. Nyanyian Jemaat dalam ibadah
hanyalah Mazmur Jenewa dan 11 Tahlil yang disebut gezangenkwestie.
Peluang nyanyian lain sulit. Karena itu aliran ini alot sekali dalam gerakan
ekumenis pembaruan liturgi dan Nyanyian Jemaat. Sulit kontekstual karena
agak “meremehkan” budaya lokal dan perkembangan kekiniannya.
2)“Calvinis Etis” aliran yang lebih kontekstual, “progressif”, yaitu DR H. van
der Veen, Cs (sealiran dengan Zijlstra dan H. Pol), yang lebih terbuka pada
gerakan pembaruan khususnya kontekstualisasi liturgi dan inkulturasi
Nyanyian Jemaat. Terbuka pada budaya dan perkembangan kekiniannya.
Aliran inilah yang terus bergerak akomodatif di bawah semboyan Ecclesia
Reformata Semper Reformanda.
DR Th. Van den End, (dalam Orasi Wisuda STT):
•Gereformeerd atau Calvinis Tradisional ialah aliran yang
menekankan unsur-unsur "objektif". Tekanan objektif cenderung
meremehkan manusia konkrit bersama budaya dan agamanya.
Mau menanamkan pengakuan iman dan organisasi gereja yang
dibawa dari Belanda dan "senang" membangun kerjasama
dengan pemerintah.
•Sedangkan aliran etis berasal dari keyakinan pokok aliran ini,
yaitu bahwa kebenaran bersifat etis. Artinya, kebenaran harus
menyatakan diri dalam seluruh pribadi orang kristen
perseorangan, dalam hati dan perbuatannya. ... iman diterima
dalam suasana kebebasan ... tidak mengenyampingkan unsur
adikodrati dengan unsur kodrati, kesinambungan iman kristen
dengan budaya manusia ... Mereka menentang "antitese" ...
tidak benar kalau orang kristen disuruh menolak budaya dan
ilmu pengetahuan non-kristen ... baik sekuler Barat maupun
budaya tradisional. ...
Sikap Moderat dalam Pembaruan dan
Kontekstualisasi Liturgi bentuk Tematis
• Sekarang Gereja Toraja memiliki 2 model
Liturgi Tematis - Liturgis (sejak 2016).
Model Liturgi yang dimaksudkan untuk
mengakomodir dua paham, yaitu yang
objektif ritualistik, yang menghendaki
rumusan “baku” (ordinarium bentuk,
susunan dan ungkapan), dengan yang
mengharapkan rumusan yang memberi
peluang kreatifitas (proprium).
Pengembangan Pola Liturgi Reformed
• “The Fourfold Pattern of Worship” (Pola
ibadah yang berangkap empat), Peru 1982
“We gather together as children of God so that we can receive
from God in which we then Respond in worship and then Go
into the world as changed people”
1. Berhimpun menghadap Allah
2. Firman Allah
3. Respons Jemaat
4. Pengutusan/Berkat
Perjumpaan Katabatis – Anabatis
Pengembangan pola Liturgi Strassburg dan Jenewa
Bentuk “Tematis – Liturgis”
Bentuk Liturgi/Ibadah
Pendulum Bentuk Liturgi/Ibadah
berdasarkan pendekatan teologi

Fundamental Liberal

Bebas Mengalir Moderate Liturgis


Emphasis on emotion Emphasis on ration

Tematis
Balance between two poles
Liturgi Strassburg 1540
Mazmur 124:8
Pengakuan Dosa & Berita Anugerah
Pemberitahuan Pengampunan Dosa
Dasa Titah (Kyrie eleison sesudah setiap hukum)
Doa mohon penerangan Roh Kudus (Epiklesis ?)
Pembacaan Alkitab
Khotbah
Persembahan
Doa Syafaat
Doa menurut kerangka doa Bapa Kami
Persiapan elemen PK (sementara PIR dinyanyikan)
Doa agar diterima
Doa Bapa Kami
Kata-kata penetapan PK
Nasehat-nasehat
Kata-kata untuk roti dan anggur
Komuni sambil menyanyi Mazmur
Doa pengucapan syukur
Nyanyian pujian Simeon – Nunc dimittis (KJ 128)
Berkat (Bilangan 6)
Liturgi Jenewa 1542
Mazmur 124:8
Pengakuan Dosa & Berita Anugerah
Mazmur atau Dasa Titah dinyanyikan
Doa mohon penerangan Roh Kudus (Epiklesis ?)
Pembacaan Alkitab (lectio continua)
Khotbah
Persembahan
Doa Syafaat
Doa menurut kerangka doa Bapa Kami
Persiapan elemen PK (sementara PIR dinyanyikan)
Kata-kata penetapan PK
Nasehat-nasehat
Kata-kata untuk roti dan anggur
Komuni sambil membaca ayat Alkitab
Doa pengucapan syukur
Berkat (Bilangan 6)
Unsur-Unsur Tradisi Calvinis
Votum Mazmur 124:8
Pengakuan Dosa dan Doa mohon pengampunan
Pembacaan Hukum
Kredo/Pengakuan Iman
Doa Bapa Kami
Lectio Continua (Pneumatosentris)
Lectionary sekarang (RCL) – (Kristosentris)
Nyanyian Mazmur
Berkat Imam Bilangan 6:24-26 (Aaronic Blessing)
• Liturgi dilaksanakan dengan bahasa umat
• Pengajaran/”homili” (bukan sekadar khotbah) adalah unsur
utama
• Umat berhak dan wajib mengikuti Perjamuan Kudus
(Komuni), kecuali orang yang bersangkutan dilarang ikut
karena alasan pastoral
• Umat berhak menerima roti dan anggur, bukan hanya roti.
• Umat terlibat secara aktif dengan menyanyikan nyanyian
jemaat
• Doa dalam bahasa umat dengan suara yang jelas dan hikmat
• Pelayan liturgi tidak mengenakan pakaian liturgis yang
membedakannya dari umat, ia boleh mengenakan jubah
(toga) yang menunjukkan dirinya sebagai sarjana, tetapi
bukan jubah imamat. Bukan pakaian jabatan, tetapi pakaian
liturgis pendeta (toga dipakai hanya ketika memimpin ibadah,
khususnya ibadah Hari Minggu).
Selayang Pandang Perkembangan
Liturgi Gereja Toraja
Masa Zending sampai 1947:
Unsur-unsur yang ditekankan dalam:
TGGT rancangan J. Belksma Fatsal III Art. 32:
Seberapa bolehnja Djoem’at berkoempoel 2 X pada satoe hari Minggoe: pagi
– soreh.
Dalam kebaktian itoe haroes dilakoekan:
1. Firman Allah diriwajatkan oleh Pendeta Djoem’at atau penggantinja.
2. Meminta doa.
3. Menjanji bersama-sama.
4. Membatja 12 pengakoean ataoe 10 penjoeroehan.
5. Memberi derma oentoek Geredja dan oentoek orang miskin.
6. Bila (seorang) Pendeta beriwajat, ia akan memberi berkat pada
permoelaan dan pengabisan kebaktian.
Liturgi dan Nyanyian Jemaat Masa
Zending
• Liturgi mulai mendapat perhatian pada 1935 ketika
orang kristen di Toraja sudah sekitar 10.000, seiring
diterimanya Tata Gereja rancangan J. Belksma
• Liturgi belum seragam dalam susunan akta-akta, tapi
sama dalam pola dan unsur-unsur yang wajib ada.
• Selain Gezangenkwestie, Sura’ Penanian/Nanian
Dolo 1927 (13 Mazmur & 70 Nyanyian Rohani
termasuk 3 etnik) untuk ibadah Jemaat dan
passikola, ditinjau kembali dan menjadi Sura’
Pa’pudian terbit 1941 (64 Mazmur & 9 Nyanyian
Rohani yang ditetapkan Sinode Dordrecht 1619).
• Nyanyi bersama-sama (tidak berbalasan)
Liturgi 1947 - 1955
Sembahyang permulaan
Menyanyi Mazmur
Membaca Dasa Titah/Pengakuan Iman Rasuli
Menyanyi
Membaca Alkitab atau Nats
Sembahyang panjang
Menyanyi Mazmur
Riwayat
Menyanyi Mazmur
Sembahyang
Tahlil 110
Sembahyang berkat
- Sejak 1947, Liturgi mulai seragam.
- Sejak itu pula mulai gonta-ganti akta Dasa Titah dengan
Pengakuan Iman Rasuli.
- Juga ditekankan tentang memberi berkat pada awal dan
akhir kebaktian. Karena itu, tidak heran kalau sejak itu
rumusan Votum dan Salam pun sudah merupakan berkat
(antara lain dengan ucapan: “Turunlah atas kamu …” diiringi
tumpangan tangan). Rumusan yang masih sering diucapkan
sampai 2016, sebelum Votum tradisi Calvinis disepakati
kembali ke rumusan ordinarium (yang tetap) Mazmur 124:8
sesuai Liturgi Strassburg dan Jenewa: “Pertolongan kita
adalah dalam nama Tuhan, yang menjadikan langit dan
bumi” (tidak ditambah kalimat seperti: “yang memelihara
kesetiaanNya …”); dan rumusan yang lazim di Strassburg
sebelum Calvin menyusun Liturgi, yang berdasarkan Matius
28:19, yaitu: “Ibadah ini berlangsung dalam nama Bapa,
Anak, dan Roh Kudus”. Rumusan itu adalah Votum =
“proklamasi”, pengesahan, bukan doa atau berkat.
• Rupanya dari liturgi 1947 inilah Votum dan
Salam, serta Berkat dipahami sebagai doa
(“sembahyang”). Jadi tidak heran kalau
kemudian umat mengikuti akta itu dengan
sikap berdoa sampai sekarang.
• Sejak itu, tidak ada akta Pengakuan Dosa dan
Doa memohon pengampunan serta Berita
Anugerah, yang menjadi unsur utama liturgi
tradisi calvinis. Bagi Calvin, liturgi adalah
sarana pengudusan, sehubungan dengan
Perseverance of the saints (P dari TULIP)
• Bagi Calvin, yang penting ialah kualitas
spiritual pelayanan ibadah, bukan bentuk
ibadah.
• Dalam pikiran Perseverance of the Saints-nya,
“For Calvin the spirituality of worship began in
the sanctuary but carried over into daily life”.
• Sebagai sarana pengudusan, maka Liturgi
menjadi momen penyucian bagi umat yang
kudus. Karena itu Liturgi yang tanpa akta
Pengakuan Dosa dan Doa Mohon
Pengampunan serta Berita Anugerah,
bukanlah Liturgi Calvinis.
Liturgi 1955 - 1963
Zangkoor
Sembahyang permulaan
Menyanyi Mazmur
Membaca 10/12 p.i.
Menyanyi
Membaca Alkitab atau Nats
Sembahyang panjang
Menyanyi Mazmur
Riwayat
Menyanyi Mazmur
Sembahyang
Zangkoor ke-II
Tahlil 110
Sembahyang berkat
• Bedanya dengan Liturgi 1947-1955 ialah munculnya
Zangkoor (Paduan Suara) yang sudah diperkenankan
dan menjadi akta dalam ibadah. Sejak itulah PS mulai
marak dalam ibadah Hari Minggu, yaitu kelompok
penyanyi yang sesungguhnya Calvin tidak suka ketika
ia melayani Jemaat Jenewa (1538). Ia tidak suka
kalau kelompok penyanyi itu hanya nyanyi sendiri
dan bukan dalam rangka memimpin nyanyian jemaat
(menjadi Cantor) untuk menyanyi bersama jemaat.
Ketika itu Calvin memilih kelompok penyanyi dari
para remaja untuk menjadi pemandu nyanyian
jemaat, yang dipimpin oleh seorang Pro-Cantor
(Prokantor = dirigen nyanyian jemaat). Waktu Calvin
melayani Jemaat Jenewa, sudah ada 15 Prokantor
yang silih berganti memimpin Cantor dalam
memandu nyanyian jemaat, bukan nyanyi sendiri.
Liturgi 1963 - 1992
Votum dan Salam (berdiri)
Menyanyi
Dasa Titah atau Pengakuan Iman (berdiri)
Menyanyi (berdiri)
Doa Pembacaan Alkitab
Pembacaan Alkitab
Menyanyi
Khotbah
Menyanyi
Pengumpulan persembahan
Doa Persembahan
Menyanyi
Doa Syafaat
Nyanyian Berkat (berdiri)
Berkat (berdiri)
• Dalam Liturgi ini, Zangkoor tidak tercantum lagi sebagai
unsur/akta liturgi.
• Nyanyian juga tidak ditentukan hanya Mazmur (yang di masa
itu dipahami sebagai Mazmur Jenewa). Tapi supaya tetap ada
nyanyian mazmur, maka disepakati untuk menyanyikan paling
kurang 2 Mazmur dalam ibadah Hari Minggu.
• Rupanya yang dipahami sebagai nyanyian Mazmur, hanya
“Mazmur Jenewa”. Karena ketika saya memilih nyanyian
Kidung Jemaat yang digubah berdasarkan Mazmur dan
menyanyikan Mazmur yang saya gubah sendiri, ternyata
dianggap itu bukan nyanyian Mazmur.
• Gonta-ganti akta Dasa Titah dengan Pengakuan Iman Rasuli
terus berlanjut dalam Liturgi ini.
• Juga tidak ada akta Pengakuan Dosa dan Doa memohon
pengampunan.
Mengapa Liturgi Gereja Toraja
menjadi 4 model?
Liturgi 1963:
-Tidak ada akta Pengakuan Dosa dan rangkaiannya (?).
Calvin: Pengakuan Dosa unsur utama karena Liturgi
adalah sarana pengudusan
-Tidak ada respons umat – umat passif
SSA 1992
-Menerima konsep liturgi baru, sekaligus melanjutkan
liturgi yang ada, sehingga menjadi 2 model (I dan II)
Sidang Sinode Kerja 1995
-Membahas 2 konsep baru dan menerimanya sehingga
menjadi 4 Model (I, II, III, IV)
• Bermaksud untuk membaharui Liturgi agar
Pengakuan Dosa ada serta ada respon umat,
tapi paham “ritualistic” tentang liturgi 1963
dengan pernyataan: “Kiposalama’mo kami”
menyebabkan Liturgi 1963 tetap dipakai walau
tanpa Pengakuan Dosa dan rangkaiannya.
• Sikap salah kaprah yang sama ketika diajukan
lagi 2 konsep baru yang lebih kontekstual dan
dialogis, menyebabkan Liturgi Gereja Toraja
menjadi 4 model.
• Kesepakatan untuk memilih salah satu dari 4
model itu sesuai konteks, tapi yang terjadi
ialah semuanya “harus” digunakan.
Keputusan SSA tentang semangat
kontekstualisasi liturgi
SSA XXI 2001:
-Kontekstualisasi liturgi Gereja Toraja yang sudah
ada (Liturgi I dan II Kebaktian Rumah Tangga dan
Liturgi I-IV Kebaktian Hari Minggu) dipercayakan
kepada Majelis Gereja setempat.
-SSA XXI Gereja Toraja menugaskan BPS Gereja
Toraja, sesudah mendapat masukan dari BPSW,
BPK, dan majelis gereja, menyusun konsep
pengembangan liturgi kontekstual (menurut
wilayah masing-masing) untuk hari raya gerejawi
dan kebaktian insidentil, kemudian dibahas dan
disahkan dalam Rapat Kerja Gereja Toraja
SSA XXII 2006:
- “… upaya konkritnya bisa dimulai dengan
mengembangkan ibadah-ibadah hari minggu
sebagai sebuah ibadah yang sejatinya bisa
menciptakan suasana yang akrab dengan Tuhan dan
mampu membawa jemaat pada pengenalan yang
sungguh akan Tuhan. Bila itu terjadi maka setiap
ibadah hari minggu selalu akan menjadi ibadah yang
dirindukan oleh jemaat. Dalam hal ini manajemen
ibadah, serta penyiapan khotbah yang baik menjadi
faktor yang amat penting! Di samping itu, perlu pula
diwujudkan pengembangan bentuk ibadah dengan
mengembangkan liturgi kreatif dan latihan rohani
dalam bentuk retreat dan meditasi, serta mendorong
dan memfasilitasi pelaksanaan ibadah keluarga,
ibadah kelompok kategorial ...”
SSA XXIII 2011:
-“pengembangan model-model ibadah
yang variatif dan kontekstual, serta
manajemen ibadah yang kreatif, disertai
upaya pengadaan berbagai sarana-sarana
atau media yang memiliki daya rohani
serta pengayaan akan simbol-simbol”
-KLM lahir. Pemerhati liturgi tidak lagi
dianggap amatiran
Suasana Ibadah dalam mengikuti
Gerakan Ekumene Pembaruan Liturgi
• Konferensi Faith and Order (WCC) di kota Lima, Peru
1982, merumuskan bahwa: “The liturgy is an act of
the community. ... It is not a clerical solo
performance but a concert of the whole Christian
Community in which certain of its members play a
special part, in accordance with their different
charism and mandates”
• Liturgi = persekutuan kharismatis
• Pendeta - the chief but not the sole liturgist
• Tidak lagi “One Man Show”
Tata Ibadah Hari Minggu (Model I)
BERHIMPUN MENGHADAP ALLAH
1.Persiapan
2.Prosesi (Berdiri)
3.Votum (Berdiri)
PF Pertolongan kita adalah dalam nama Tuhan, yang menjadikan langit
dan bumi.
J Amin
4. Salam (Berdiri)
5. Pengakuan Dosa dan Berita Anugerah (Duduk)
•Pengakuan Dosa (Duduk)
•Berita Anugerah
•Sambutan jemaat
6. Petunjuk Hidup Baru (Duduk)
7. Bermazmur (Duduk)
•Membaca Mazmur (Sesuai Lectionary)
•Menyanyikan Mazmur
PEMBERITAAN FIRMAN
8. Doa Pembacaan Alkitab (Duduk)
9. Pembacaan Alkitab
•Bacaan Pertama (PL, Kisah,Wahyu) - (Duduk)
•Bacaan Kedua (Surat-surat) - (Duduk)
•Sambutan Jemaat (Menyanyikan: Haleluya atau Amin)
•Membaca Injil (Berdiri)
•Sambutan Jemaat (Nyanyian)
10. Khotbah (Duduk)
11. Saat Teduh (Duduk)
12. Doa Bapa Kami (Duduk)
RESPONS JEMAAT
(Paduan Suara–yang berhubungan dengan tema)
13. Pengakuan Iman (Berdiri)
14. Persembahan (Duduk)
a) Nas persembahan
b) Pengumpulan Persembahan
(Paduan Suara–yang tidak berhubungan dengan tema)
15. Akta Khusus (Jika Ada)
16. Doa Syafaat (Duduk)
PENGUTUSAN DAN BERKAT
17. Nyanyian Jemaat (Berdiri)
18. Pengutusan (Berdiri)
PF : Pergilah ........
19. Berkat (Berdiri)
Pendeta:
Tuhan memberkati engkau dan melindungi engkau; Tuhan menyinari
engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia;
Tuhan menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai
sejahtera.
atau
Penatua, Diaken, Warga Jemaat:
Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia
menyinari kita dengan wajah-Nya

20. Nyanyian Syukur (Berdiri)


Tata Ibadah Hari Minggu (Model
II)
BERHIMPUN MENGHADAP ALLAH
1. Persiapan
2. Prosesi (Berdiri)
3. Votum (Berdiri)
PF Ibadah ini berlangsung “dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus”
J Amin
4. Salam (Berdiri)
5. Bermazmur (Duduk)
•Membaca Mazmur (Sesuai Lectionary)
•Menyanyikan Mazmur
6. Dasa Titah atau Perintah Mengasihi (Berdiri)
•Membaca Dasa Titah atau Perintah Mengasihi
•Sambutan Jemaat
7. Pengakuan Dosa dan Berita anugerah (Duduk)
•Pengakuan Dosa (duduk)
•Berita Anugerah
•Sambutan Jemaat
8. Persembahan (Duduk)
•Nas persembahan
•Nyanyian Jemaat, Pengumpulan Pesembahan
•(Paduan Suara – yang tidak berhubungan dengan
tema)
•Doa Persembahan
•Nyanyian Jemaat
PEMBERITAAN FIRMAN
9. Doa Pembacaan Alkitab
•Bacaan Pertama (PL, Kisah,Wahyu)
•Bacaan Kedua (Surat-surat)
•Sambutan Jemaat (Menyanyikan : Haleluya atau Amin)
•Membaca Injil (Jemaat berdiri)
•Nyanyian Sambutan Jemaat (Berdiri)
10. Khotbah (Duduk)
11. Saat teduh (Duduk)
RESPONS JEMAAT
(Paduan Suara – yang berhubungan dengan tema)
12. Akta Khusus (Jika Ada)
13. Doa syafaat (Duduk)
14. Doa Bapa Kami (Duduk)
PENGUTUSAN DAN BERKAT
15. Petunjuk Hidup Baru (Berdiri)
16. Nyanyian Jemaat (Berdiri)
17. Pengutusan (Berdiri)
18. Berkat (Berdiri)
PF Tuhan memberkati engkau dan melindungi engkau;
Tuhan menyinari engkau dengan wajah-Nya dan
memberi engkau kasih karunia; Tuhan menghadapkan
wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera.
atau
PF Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita,
kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya.
J Amin
19. Nyanyian Syukur
Calvin, tentang Liturgi Gereja Toraja
sekarang
• Dari uraian di atas nampak bahwa Calvin (pemikirannya)
tetap hadir dalam semua ruang sejarah. Calvin adalah seorang
teolog jenius, tokoh pembaharu yang fleksibel, kompromistis
untuk hal-hal praktis, yang tentu saja mampu beradaptasi
dengan segala keadaan. Buktinya, Liturginya di Strassburg
1540 beda dengan Liturginya di Jenewa 1542 dalam beberapa
unsur. Artinya, Calvin tidak membakukan Liturgi. Karena itu,
pasti Calvin tidak akan mempersoalkan bentuk dan isi Liturgi
serta bagaimana menghidupkannya, asalkan unsur-unsurnya
tetap berakar dalam tradisi Calvinis. Yang penting para
penganut Calvinis tetap mengembangkan inovasi dan
kreatifitasnya berdasarkan ajaran Calvinisme.
• Ajakan Calvin ialah: inovatiflah dan kreatiflah dalam berliturgi.
Calvin, tentang Nyanyian Jemaat di
Gereja Toraja masa kini
• Semangat Calvinisme sekarang rasanya sudah bukan
lagi zaman “Ekklesia Militan”, zaman pembuangan
(Mazmur 137), atau zaman ibadah Synagoge dan
Jemaat Mula-Mula yang tanpa iringan instrumen
musik, tapi sudah zaman “Ekklesia Triumphan”.
Sekarang zamannya nyanyian jemaat bernuansa
kemenangan (Wahyu 5:9-10; 11:17-18; 12:10-12;
15:3-4; 19:6-8). Suasana Bait Allah dimana puji-pujian
diiringi dengan berbagai instrument music yang
sesuai.
• Sebagai teolog lintas zaman, Calvin pasti bisa
beradaptasi dengan teologi “Ekklesia Triumphan”.
• Calvin bukannya tidak suka pada instrument
music. Dulu ia tidak suka karena instrument
music bukan untuk mengiringi nyanyian umat.
Sekarang, karena sudah menjadi bagian dari
music gereja, maka bisa diterima. Yang ia tidak
suka ialah kalau instrument menenggelamkan
suara umat yang mau menyanyi dengan “hati”,
bukan untuk mendukung penghayatan umat.
Dalam Institutio, Calvin memberi peringatan
keras berdasarkan Firman Tuhan pada yang
menyanyi hanya di mulut dan bibir saja, bukan
dari hati (Yesaya 29:13-14).
• Sekarang, zamannya musik ibadah Bait Allah
dimana nyanyian umat yang bersahut-sahutan
itu dimeriahkan dengan berbagai jenis
instrumen musik (Gambus, Kecapi, Rebana,
dll).
• Tampaknya tak masalah bagi Calvin karena
yang penting ialah musik yang sopan,
mengalun kuat dan penuh keagungan,
berdasarkan Firman Allah untuk kemuliaan
Allah, diiringi musik yang sungguh menggugah
hati untuk memuji kemuliaan Allah (Gloria
Dei).

Anda mungkin juga menyukai