PEMAHAMAN TENTANG
PERSEMBAHAN
KONTEKS PERIBADAHAN UMAT DAN MAKNA
JENIS-JENIS PERSEMBAHAN
Pendahuluan
Persembahan dalam perayaan ibadah yang dipahami oleh gereja sejak awal
dan muncul sangat kentara hingga kini adalah dalam perjamuan kudus. Pemahaman
persembahan dengan perjamuan ini mungkin terdengar agak aneh atau asing
terutama bagi gereja-gereja Protestan. Padahal, pemahaman ini “cukup biasa” dalam
dunia liturgi, juga bagi para teolog Protestan. Dalam paparan berikut, di samping
berangkat dari praktik gereja-gereja Protestan hingga kini, saya juga sengaja
mengutip pandangan dua orang Protestan sendiri tentang kaitan persembahan dan
perjamuan. Hal ini masih berlaku sampai sekarang. Salah satu dari unsur-unsur itu
1
Diskusi panel Komisi Teologi
Gereja Kristen Pasundan
Kantor Sinode GKP, Bandung 21 Desember 2015
natura (hasil pertanian), tersebut adalah sebagai salah satu unsur dari perjamuan.
diakonia.3 Intinya adalah bahwa persembahan jemaat adalah makanan dan perayaan
Makanan dan perayaan bagi semua orang adalah pelayanan meja atau
(bnd. Kis. 2:42 “… dalam persekutuan, … berkumpul untuk memecahkan roti dan
berdoa”), sehingga diakonia adalah untuk semua orang. Hal ini ditekankan oleh
Johannes Calvin, menurut Elsie Anne McKee, bahwa “fellowship was most often
hasil bumi atau pertanian, makanan, dan minuman, termasuk roti dan anggur. Baru
gereja dimulai dengan satu nas dan diakhiri dengan doa pendek. Pengumpulan
Worship in Reformed Churches Past and Present, editor Lukas Vischer, (Grand Rapids: William
B. Eerdmans Publishing Company, 2003), 23.
5 Abineno, Unsur-unsur, 98 dan 105, dan Ibadah Jemaat, 59-60.
2
Diskusi panel Komisi Teologi
Gereja Kristen Pasundan
Kantor Sinode GKP, Bandung 21 Desember 2015
umum. Beberapa gereja baik asing maupun Indonesia yang kami kunjungi, dan juga
dikemukakan oleh Kasonga wa Kasonga, menerapkan hal yang sama. Hal itu adalah
sebagaimana diajarkan oleh para misionaris Eropa dan Amerika masa lalu.7
Mungkin ada sedikit saja perbedaan di sana-sini, misalnya dengan nyanyian rakyat
mengumpulkan uang kolekte dari bangku-bangku umat. Jadi, dasar dan bentuk
Salah satu poin menonjol dalam paparan Ester A. Sutanto adalah kaitan
persembahan kepada umat beribadah. Setelah itu, para diakon membawa sebagian
persembahan kepada orang miskin, janda, yatim piatu, dan orang asing di luar
tempat ibadah.9 Selain roti-anggur (ini yang disebut viaticum = roti atau bekal
perjalanan), diakon juga membawa uang persembahan atau dana kepada orang
miskin.10 Ritus perjamuan sejak awal dalam persembahan adalah untuk koinonia
The Worship Architect: a Blueprint for Designing Culturally Relevant and Biblically Faithful Services,
(Grand Rapids: Baker Academic, 2010), 283-284 catatan 19.
Kasonga wa Kasonga, “Reformed Worship Taking Root in the New Guinea:
7
Congolese Experience (Democratic Republic of the Congo),” dalam Lukas Vischer, 226.
8 Sebagaimana kesaksian Kasonga, 229.
Ester A. Sutanto, Liturgi Meja Tuhan: Dinamika Perayaan-Pelayanan, editor Ioanes
9
3
Diskusi panel Komisi Teologi
Gereja Kristen Pasundan
Kantor Sinode GKP, Bandung 21 Desember 2015
Sekalipun ajaran tentang persembahan melenceng pada zaman Patristis dan Abad-
abad Pertengahan,11 namun beberapa bapak/ibu gereja pada masa itu juga
mengoreksinya.
Penyelewengan yang lain juga terjadi pada zaman Reformasi, menurut info
Ester A. Sutanto, adalah ketika tiadanya kolekte atau derma gereja bagi orang miskin
dalam perayaan liturgi. Derma hanya dilakukan di luar ibadah. Gereja masa itu
tempatnya tidak seragam di setiap gereja,12 namun tujuannya adalah untuk derma
mereka yang memerlukan dapat juga berlangsung pada akhir pelayanan meja,
tetapi … harus tidak untuk membayar belanja gereja atau biaya pelayanan meja itu
dan syukur mencuat dalam dunia liturgi saat ini. Alexander Schmemann, teolog
persembahan adalah sebuah kurban. Kata kurban (atau korban) ini juga
Iman, di pintu gereja, atau selama di tempat kolekte yang sekarang ini.
13 Sutanto, 38.
4
Diskusi panel Komisi Teologi
Gereja Kristen Pasundan
Kantor Sinode GKP, Bandung 21 Desember 2015
Perjamuan adalah kurban, yakni persembahan terbaik yang diberikan demi kelegaan
dan dunia, dan berkurban demi kasih, kesatuan dan pemulihan,16 melalui pelayanan
diakonia.
Nilai praksis liturgi paling jelas akan persembahan adalah sebagai ungkapan
lebih fundamental yaitu bahwa ungkapan syukur pun merupakan simbol kurban.
Ungkapan syukur melalui pemberian materi, yakni uang, menyimbolkan sikap batin
persembahan maju ke depan, dsb.; dan berbagai jenis persembahan dalam gereja,
Bnd. Abineno, 98-99, menyatakan bahwa ia dan beberapa orang lain tidak bersetuju
14
18 Segler, 189-190.
5
Diskusi panel Komisi Teologi
Gereja Kristen Pasundan
Kantor Sinode GKP, Bandung 21 Desember 2015
Persembahan kita adalah meneladan kurban Kristus. Kristus adalah satu dan
Ia berkurban satu kali saja (bnd. Ibr. 10:12-14 “satu korban …, menyempurnakan
untuk selamanya”) sebagai kurban sempurna, maka hanya ada satu jenis
persembahan gereja. Persembahan itu adalah meneladan Kristus dalam wafat dan
frekuensi perjamuan, tata perayaan, dan tampilan liturgi perjamuan pun perlu
persembahan sebagai pemberian uang, namun bukan itu saja, juga bukan itu
perayaan perjamuan.
dalam liturgi adalah untuk kehidupan bersama, baik umat (koinonia) maupun orang
lain dan perdamaian dunia (diakonia). Belajar dari ritus masyarakat, persembahan
kurban dan perjamuan selalu berkaitan. Pesta raya panen yang disertai dengan
persembahan atau pemberian kurban adalah sekaligus pesta dan menu makan
bersama. Makan bersama bukan hanya untuk warga setempat, tetapi juga bagi