Anda di halaman 1dari 37

Bagaimana Seharusnya

Bahasa Liturgi dan


Syair Nyanyian Liturgi
Zaman Sekarang?

Webinar Kelas Musik Liturgi


Pusat Musik Liturgi Yogyakarta, 25 Februari 2023
I. Istilah-istilah Teologis
Pendahuluan:
• SC. 48 menyatakan: “… Gereja dengan susah payah berusaha,
jangan sampai Umat beriman menghadiri misteri iman itu
sebagai orang luar atau penonton yang bisu, melainkan supaya
melalui upacara dan doa-doa memahami misteri itu dengan
baik, dan ikut-serta penuh khidmat dan secara aktif …”

Pertanyaan: apakah umat paham artinya saat mendengar istilah-istilah


Teologis yang dirasa asing ditelinga mereka? Meskipun kita
menggunakan bahasa Indonesia dalam merayakan Liturgi?
SC. 36, ayat 2 menjelaskan: “… dalam Misa, dalam
pelayanan Sakramen-sakramen maupun bagian-bagian
liturgi lainnya, tidak jarang penggunaan bahasa pribumi
dapat sangat bermanfaat bagi Umat. Maka
seyogyanyalah diberi kelonggaran yang lebih luas,
terutama dalam bacaan-bacaan dan ajakan-ajakan, dan
berbagai doa dan nyanyian …”

Namun apakah tujuan ini sudah tercapai dalam perayaan Liturgi?


Istilah Teologis: Anak Domba Allah
• Dalam ajakan imam untuk menyambut Komuni, dikatakan:
“… lihatlah Anak Domba Allah, lihatlah Dia yang
menghapus dosa dunia, berbahagialah saudara-saudari
yang diundang ke perjamuan Anak Domba”.
(TPE hal. 232)

Pertanyaan : Jika ada orang non Katolik / Kristen yang secara


Kebetulan ikut misa, apakah mereka mengerti / paham dengan
Istilah “perjamuan Anak Domba”?
Penjelasan singkat
Dalam tradisi Gereja, kata-kata / bahasa Liturgi disusun dengan
pengandaian bahwa umat memiliki pengetahuan yang memadai
tentang isi Kitab Suci, mis. tentang lambang Anak Domba
yang disebut dalam Injil Yohanes maupun Kitab Wahyu:

“Pada keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan


ia berkata: "Lihatlah Anak domba Allah , yang menghapus dosa
dunia. Dialah yang kumaksud ketika kukatakan: Kemudian dari padaku
akan datang seorang, yang telah mendahului aku, sebab Dia telah ada
sebelum aku.”(Yoh 1:29-31. bdk. Why 14:1-5; bdk. juga Why. 21:9 s/d 22:5)
Istilah Teologis: Kurban
Dalam Doa Syukur Agung I terdapat kalimat: “…
kami mempersembahkan dari anugerah dan
pemberian-Mu kurban murni, kurban kudus,
kurban tak bernoda …”
(TPE hal. 139)
Pertanyaan Reflektif:
• Apa yang dimaksud dengan istilah Kurban?
• Benarkah kita berkurban dalam misa? Apa artinya
“kurban” kita?
Penjelasan singkat tentang Kurban
• Di dalam hukum Taurat hanya terdapat bayangan saja dari keselamatan yang akan
datang, dan bukan hakekat dari keselamatan itu sendiri. Karena itu dengan korban yang
sama, yang setiap tahun terus-menerus dipersembahkan, hukum Taurat tidak mungkin
menyempurnakan mereka yang datang mengambil bagian di dalamnya. Sebab jika hal
itu mungkin, pasti orang tidak mempersembahkan korban lagi, sebab mereka yang
melakukan ibadah itu tidak sadar lagi akan dosa setelah disucikan sekali untuk selama-
lamanya. Tetapi justru oleh korban-korban itu setiap tahun orang diperingatkan akan
adanya dosa. Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan
menghapuskan dosa. Karena itu ketika Ia masuk ke dunia, Ia berkata: "Korban dan
persembahan tidak Engkau kehendaki tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagiku.
Kepada korban bakaran dan korban penghapus dosa Engkau tidak berkenan. Lalu Aku
berkata: Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk
melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku." Di atas Ia berkata: "Korban dan persembahan,
korban bakaran dan korban penghapus dosa tidak Engkau kehendaki dan Engkau tidak
berkenan kepadanya" meskipun dipersembahkan menurut hukum Taurat. (Ibr 10:1-8)
(Lanjutan)
• Jadi yang dilakukan oleh umat dalam ritus
“Persiapan Persembahan” bukan kurban, melainkan
persembahan, atau umat memberi “hadiah” pada
Tuhan sebagai tamu agung yang dihormati dengan
diberikan “cendera mata”. Tapi ini bukan kurban.

Istilah kurban sejak lama sudah ada dalam Tradisi Gereja,


pertanyaannya: bagaimana tradisi ini bisa dirubah?
Istilah-istilah Teologis:
• Dalam Doa Syukur Agung IV terdapat kalimat “…
kami menghadirkan kurban Paskah Kristus yang
telah diserahkan kepada kami.”

• Apa yang dimaksud dengan kurban Paskah


Kristus?
• Apa yang dimaksud dengan istilah MISTERI
PASKAH?
• Apakah umat sudah mengerti maksudnya?
Penjelasan singkat: Misteri Paskah
• Gereja mengenangkan wafat dan kebangkitan
Tuhan Yesus Kristus sebagai bukti bahwa Dia
menang atas dosa, dan menyelamatkan / menebus
manusia dari dosa.
• Setiap perayaan Liturgi, umat beriman merayakan
Misteri Paskah dalam bentuk lambang / simbol.
• Namun lambang / simbol yang ada dalam perayaan
Liturgi pun perlu dijelaskan kepada umat.
Istilah-istilah Teologis lainnya.
Dalam perayaan Liturgi, umat beriman menerima
kasih Allah berupa:
“Keselamatan” – maksudnya adalah anugerah Allah yang
kita terima oleh karena daya iman.

“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu


bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil
pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena
kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk
melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah
sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” (Ef 2:8-10).
(lanjutan)
“Rahmat” - maksudnya adalah kemurahan hati, pertolongan
sukarela, yang Allah berikan kepada kita, agar kita dapat
menjawab panggilan-Nya (KGK 1996).

“Berkat” - dalam liturgi Gereja, berkat Allah dinyatakan dan


dibagikan secara sempurna: Bapa diakui dan disembah
sebagai asal dan tujuan segala berkat dalam tata ciptaan dan
tata keselamatan; dalam Sabda-Nya yang menjadi manusia,
yang mati untuk kita dan bangkit lagi Ia menyelubungi kita
dengan berkat-berkat-Nya. Melalui Sabda-Nya Ia meletakkan
di dalam hati kita anugerah di atas segala anugerah, yakni Roh
Kudus. (KGK 1082)
(lanjutan)
• “Sakramen” – berasal dari bahasa Latin
Sacramentum, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan
yang kudus atau yang ilahi. Sakramen juga berarti
tanda keselamtan Allah yang diberikan kepada
manusia "Untuk mengkuduskan manusia,
membangun Tubuh Kristus dan akhirnya
mempersembahkan ibadat kepada Allah"(SC 59).

Pertanyaan: apakah umat, calon baptis, baptisan baru mengerti


istilah-istilah Teologis itu semua?
Bagaimana sebaiknya?
• “Hendaklah para gembala jiwa dengan tekun dan sabar
mengusahakan pembinaan liturgi kaum beriman
serta secara aktif, baik lahir maupun batin, sesuai
dengan umur, situasi, corak hidup dan taraf
perkembangan religius mereka. Dengan demikian
mereka menunaikan salah satu tugas utama pembagi
misteri-misteri Allah yang setia. Dalam hal ini
hendaklah mereka membimbing kawanan mereka
bukan saja dengan kata-kata, melainkan juga dengan
teladan.” (SC 19)
(lanjutan)
• Sambil mematuhi kaidah-kaidah itu, pimpinan gerejawi
setempat yang berwenang, … menetapkan apakah dan
bagaimanakah bahasa pribumi digunakan, bila perlu
hendaknya ada konsultasi dengan para Uskup tetangga
dikawasan yang menggunakan bahasa yang sama. Ketetapan itu
memerlukan persetujuan atau pengesahan dari Takhta
Apostolik. (SC 36 ayat 3)
• Terjemahan teks Latin kedalam bahasa pribumi, yang
hendak digunakan dalam liturgi, harus disetujui oleh pimpinan
gerejawi setempat yang berwenang, seperti tersebut di
atas. (SC 36 ayat 3-4)
II. Klise-klise dalam lagu Gereja Tradisional
• Menurut KBBI, kata-kata / kalimat klise
maksudnya adalah gagasan (ungkapan, kata,
kalimat) yang terlalu sering dipakai / digunakan;
sehingga makna atau efek aslinya memudar.

• Apakah kita menemukannya dalam lagu-lagu Gereja Tradisional? Apa


saja contoh kata / kalimatnya?
Bahasa klise :
“Terimalah Tuhan,
persembahan
kami …”
“hosti yang tak
bercela…” dst

Persembahan
sejati dalam
perayaan Liturgi
terjadi dalam Diri
Yesus Kristus
Pertanyaan reflektif :
Apa maksudnya “berdukacitalah
surga dan bumi” jika Allah Bapa
menghendaki Kristus
mengurbankan diri di salib?

Apakah benar Allah pencipta wafat


di salib kehinaan?

Bait ketiga syairnya tidak fokus /


campur aduk
Pertanyaan reflektif :
Apakah benar Yesus menciptakan
surga, bumi dan semesta?

Bagaimana memahami kalimat


“hanya Tubuh Darah-Mu hartaku
termulia” – jika dihubungkan
dengan kalimat sebelumnya?

Isi syair merupakan ungkapan


pribadi / individual.
Hakikat lagu Liturgi yang baik
• “Tradisi musik Gereja semesta merupakan kekayaan
yang tak terperikan nilainya, lebih gemilang dari
ungkapan-ungkapan seni lainnya, terutama karena
nyanyian suci yang terikat pada kata-kata
merupakan bagian Liturgi meriah yang penting atau
integral” (SC 112).
(lanjutan)
• Syair-syair dan nyanyian Mazmur-Mazmur yang
diilhami (Kitab Suci) yang sering diiringi oleh alat-
alat (musik) sudah berkaitan erat dengan perayaan
Liturgi dalam Perjanjian Lama. Gereja melanjutkan
tradisi ini dan mengembangkannya: “Berkata-
katalah seorang kepada yang lain dalam Mazmur,
kidung puji-pujian, dan nyanyian rohani. Bernyanyi
dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati” (Ef
5:19), “Yang bermadah, berdoa ganda” (KGK 1156).
Ciri-ciri Lagu Liturgi yang baik
• Fungsional: diciptakan khusus untuk main peranan dalam
perayaan Liturgi.
• Merupakan bagian dari Liturgi resmi.
• Kitabiah: syair diambil / diolah dari Kitab Suci atau teks
Liturgi.
• Eklesial: untuk dinyanyikan bersama (“kami”, “kita”).
• Menciptakan suasana khidmat / suci / sakral.
• Syair berbobot: mengutamakan karya penyelamatan Allah
/ “garis turun”.
(Panduan Musik Liturgi, hal. 8)
Syair berbentuk
pantun.

Potongan syair sinkron


dengan potongan
melodi

Isi lagu : kasih Allah


bagi manusia menjadi
alasan untuk
memberikan
persembahkan
Isi lagu berangkat dari
situasi konkrit

Ajakan untuk berbuat baik,


menolong orang lain /
sesama

Isi syair sederhana,


padat dan lugas

Mencerminkan karya Tuhan


Isi lagu menggambarkan
situasi manusia yang
konkret, dan lambang yang
hidup

Ajakan untuk percaya pada


Yesus, berbuat adil, jujur,
bijaksana

Bahasa lagu = lugas


III. Pembaharuan Doa dalam buku MB
• Pusat Musik Liturgi sedang mengerjakan “proyek”
Pembaharuan buku Madah Bakti edisi 2025.
• Pembaharuan meliputi bagian doa yang diseleksi dan diganti /
ditambah dengan yang baru; dan juga nyanyian sehingga
benar-benar sesuai dengan alam pikiran umat di zaman
sekarang. Misalnya: damai, saling menghargai, lingkungan
alam, perhatian pada orang pinggiran, harapan untuk generasi
muda, dll.
• Usulan bisa dikirim melalui: WA 087710565000, E-mail:
info@pml-yk.org, Instagram @pml.yk.official, Facebook: Pusat
Musik Liturgi Yk
Contoh doa lama dari MB
Usulan doa pengganti
• Doa Menghadapi Ujian
Ya Bapa, aku bersyukur kepada-Mu karena Engkau telah menyertai dan
membimbing aku dalam kegiatan belajar selama ini. Dalam ujian kali
ini, aku akan mempertanggung-jawabkan semua hasil belajarku kepada
guru-guruku, orang tuaku dan terlebih lagi kepada-Mu. Aku percaya
bahwa Engkau selalu besertaku, maka berikanlah aku suasana hati yang
tenang dan teguh untuk berlaku jujur, agar dapat menjawab soal-soal
ujian dengan benar dengan harapan akan memperoleh hasil yang baik.
Curahkanlah Roh Kudus-Mu ke dalam hatiku, agar aku bertindak
dengan jujur selama ujian berlangsung. Kini kuserahkan pikiran, hati
dan jiwaku ke dalam karya Tangan-Mu. Demi Kristus, Tuhan kami.
Amin.
IV. Bahasa Sastra
Contoh bahasa sastra dalam nyanyian Liturgi:
• MB 160: “kelana” = MB 235 “kembara”  musafir /
pengembara / pengelana

• MB 165: “sewaka” = hadir di hadapan / hadir karena


kehendak “Sang Raja” / Tuhan

• MB 175: “walau kami daif” … daif = orang miskin / duafa

• MB 219: “usada” = penyembuhan / menyembuhkan


(lanjutan)

• MB 220: “pawana” = angin / arus udara / bayu

• MB 232: “kususun jari di altar-Mu” = partisipasi dalam


“kurban” / “persembahan”Kristus”

• MB 241: “mahanarendra” = maharaja / Tuhan raja alam


semesta; arti kata “sudra” menurut KBBI = golongan atau
kasta yang terendah (dalam masyarakat yang beragama
Hindu)
Maksud dari pengarang (Bp. Paul Widyawan)
- untuk menaruh perhatian kita pada ungkapan yang
lebih tinggi dari bahasa sehari-hari.
- menggunakan kata yang “mengejutkan” agar tidak
terjebak pada bahasa klise
- sengaja memilih kata yang tidak biasa untuk
memberikan sentuhan seni pada lagu dan
memancing penyanyi untuk merenungkan lebih
jauh apa arti dari isi lagu tsb.
Kesimpulan
• Gereja mengalami kesulitan untuk melanjutkan
tradisi dan memperbaharui bahasa doa dan
nyanyian.
• Untuk generasi muda perlu ada bahasa yang
menyentuh hati dan memberikan bekal untuk
hidup zaman sekarang.
• Bahasa doa yang bersumber dari KS tidak bisa
diandaikan diketahui karena sebagian umat tidak
membaca KS.
(lanjutan)
• Bahasa doa maupun syair nyanyian Liturgi
menggunakan kata-kata yang aktual.
• Perlu penjelasan bahasa Liturgi untuk umat,
karena tidak bisa diandaikan umat langsung
mengerti apa maksudnya.
• Rumusan kata-kata doa maupun nyanyian jangan
sampai menjadi kata-kata bla-bla-bla.
• Teologi sedang berkembang dengan demikian kita
harus sabar, Liturgi selalu diperbaharui.
Sumber:
• Sacrosantum Concilium / Konstitusi Liturgi – Jakarta, Dokpen
KWI, 1990.
• Tata Perayaan Ekaristi, edisi 2020.
• Katekismus Gereja Katolik
• Kamus Besar Bahasa Indonesia
• Madah Bakti edisi Standar
• Madah Bakti edisi Kalimantan
• Jubilate
• Syukur Kepada Bapa
• Panduan Musik Liturgi (PML A-85)
• Majalah Warta Musik edisi no. 1/2023
V. Pertanyaan Diskusi

• Apakah kita merasa bahasa Liturgi


sudah baik? Mengapa?

• Sejauh mana tradisi (bahasa Liturgi /


syair nyanyian) harus dipertahankan
atau bisa diganti?

Anda mungkin juga menyukai