Anda di halaman 1dari 8

LITURGI DAN OLAH KESALEHAN

DISAMPAIKAN DALAM PEMBEKALAN UNTUK PARA


CALON PRODIAKON PERIODE 2022-2025
PAROKI KAMPUNG SAWAH, GEREJA SANTO SERVATIUS
KAMPUNG SAWAH, 5 JUNI 2022

ALFREDO RIMPER

1
ASAL USUL DAN PERKEMBANGAN AWAL
Kata liturgi berasal dari bahasa Yunani “leitourgia”. Leitourgia terbentuk dari akar kata ergon, yang
berarti ‘karya’, dan leitos, yang merupakan kata sifat untuk kata benda laos (= bangsa). Secara harafiah,
leitourgia berarti ‘kerja’ atau ‘pelayanan yang dibaktikan bagi kepentingan bangsa.dalam masyarakat
Yunani kuno, kata leitourgia dimaksudkan untuk menunjuk kerja bakti atau pelayanan yang tidak dibayar,
iuran atau sumbangan dari warga masyarakat yang kaya, dan pajak untuk masyarakat atau Negara. Menurut
asal usulnya, istilah leitourgia memiliki arti profan-politis, dan bukan arti pelayanan ibadat sebagaimana
yang biasa kita pahami sekarang ini.
Pada tulisan Perjanjian Baru, penggunaan kata leitourgia atau leitourgien memiliki beberapa makna
yang berbeda-beda. Kis. 13:2 merupakan satu-satunya teks Perjanjian Baru yang mengunakan kata liturgi
menurut arti yang biasa kita mengerti sampai sekarang, yakni untuk menunjuk ibadat atau doa Kristiani:
“pada suatu hari ketika mereka beribadah (leitourgien) kepada Tuhan dan berpuasa…..(Kis. 13:2a). Dalam
Rm 15: 16, Paulus disebut pelayan (leitourgos) Yesus Kristus melalui pelayanan pemberitaan Injil Allah.
Maka istilah liturgi di sini berarti pelayanan dalam bidang pewartaan Injil. Dalam teks-teks seperti Flp.
2:25.30; Rm. 13:6; Ibr. 1:7, kata “liturgi” memiliki arti ‘melayani’ dalam arti yang biasa.
Kalau disimpulkan, kata “liturgi” dalam Perjanjian Baru dihubungkan dengan pelayanan kepada
Allah dan sesama. Pelayanan kepada Allah dan sesama itu tidak dibatasi hanya pada bidang ibadat saja,
tetapi juga pada aneka bidang kehidupan lain. 2
PARTISIPASI UMAT DALAM LITURGI

Dari hakikatnya liturgi, menuntut partisipasi penuh, sadar, dan aktif seluruh umat beriman (SC 14). Salah satu
bentuk partisipasi itu adalah menjadi petugas liturgi, seperti salah satunya adalah prodiakon paroki. Dengan demikian,
tugas pelayanan prodiakon paroki sungguh merupakan pelayanan terpuji dan sesuai dengan harapan para Bapa Konsili
Vatikan II berkaitan partisipasi umat dalam liturgi.
Prodiakon adalah petugas ibadat – kaum awam yang diangkat oleh uskup melalui Surat Keputusan atau Surat
Tugas untuk tempat tertentu dan jangka waktu tertentu serta tugas tertentu. Tugas yang diberikan uskup kepada
prodiakon umumnya meliputi: membantu penerimaan komuni dalam rangka Perayaan Ekaristi atau Ibadat Sabda,
mengirim komuni untuk orang sakit, serta memimpin Ibadat Sabda atau ibadat nonsakramental, dengan kemungkinan
memberikan homili tetapi tidak memberikan berkat publik kepada umat. Uskup tetap dimungkinkan untuk
memberikan tambahan tugas atau membatasi tugas prodiakon yang diangkatnya.

3
PRODIAKON PERLU MEMILIKI PENGETAHUAN DAN
KETERAMPILAN LITURGIS DAN PERIBADATAN YANG
MEMADAI

Betapa pentingnya memiliki pengetahuan liturgis, keterampilan liturgis, dan peribadatan bagi para prodiakon.
Pengetahuan tentang liturgi dan peribadatan dapat diperoleh melalui studi bersama, sarasehan bersama, atau seminar,
tetapi juga melalui studi pribadi dengan membaca buku-buku liturgi dan peribadatan.
Tentu para prodiakon tidak diharuskan menguasai seluruh teori liturgi. Akan tetapi, pengetahuan tentang hal-hal pokok
liturgi dan peribadatan akan sangat membantu. Begitu pula keterampilan mengenai berbagai tata gerak liturgi,
penguasaan atas tata urutan ibadat, penggunaan Kitab Suci, cara membaca doa yang baik dan sebagainya.
Prodiakon juga sebaiknya tahu dengan baik bagaimana sebaiknya berlutut, membungkukkan badan, memasang singel
pada alba, memegang kain piala pada saat kita memegang sibori berisi Tubuh Kristus, dan sebagainya.

4
ARTI GERAKAN (SIMBOL) YANG DILAKUKAN DALAM PERAYAAN EKARISTI
Tata gerak kita sekarang ini terlalu sering “dipribadikan”, tidak dihayati sebagai tata gerak liturgi dan
jemaat. Tata gerak itu juga telah merosot maknanya, sering dilaksanakan secara mekanis dan tanpa
hormat, tanpa penghayatan.
Tata gerak jemaat di dalam ibadat merupakan cara untuk membantu kita berdoa dan melibatkan
seluruh pribadi.
Tata gerak jemaat juga merupakan cara untuk mengungkapkan bahwa kegiatan ini adalah doa dan
tindakan Gereja, Tubuh Kristus yang satu. Lebih lagi, tata gerak jemaat dalam ibadat itu membantu
mewujudkan Tubuh Kristus.
Tentu saja, ini bukan masalah asal gerak. Seperti kata-kata, tata gerak dapat dilaksanakan dengan
setengah hati dan kurang serius; dan ini merupakan suatu tanda ketidakpedulian kita.
Kita memerlukan tata gerak yang mengungkapkan hormat terhadap tubuh, suatu sikap hormat yang
mendalam dalam diri jemaat yang percaya akan inkarnasi.
“Liturgi Gereja telah diperkaya oleh suatu tradisi tata gerak ritual dan sikap tubuh tertentu. Gerak-
gerik itu mempunyai dampak nyata yang dapat menunjang kegiatan doa, atau juga sebaliknya,, kalau
tidak cocok, bisa mengganggu. Jika sikap tubuh tertentu dilaksanakan bersama-sama oleh seluruh
jemaat, maka terciptalah suatu kesatuan dan kepadauan”. (Tata Ruang Ibadat, Seri Bina Liturgia 7,
Obor 1990. No. 56) 5
1. Ketika memasuki Gereja, kita mengambil air dan membuat tanda salib.
ini diambil dari tradisi Israel ketika tamu yang akan memasuki rumah, didepan pintu
masuk disediakan gentong berisi air untuk para tamu membasuh muka, tangan dan kaki
agar bersih dari debu jalan. Kemudian tradisi ini diadopsi oleh Gereja untuk
mengatakan bahwa tidak semua dari kita kotor, makanya mengambil air dan membuat
tanda salib mau menyampaikan bahwa kita membersihkan pikiran, hati dan perbuatan
kita agar layak masuk kerumah Tuhan.
2. Ketika kita mau masuk ke tempat duduk kita berlutut.
ini dimaksudkan bahwa kita tidak layak dan merendahkan diri di hadapan Allah, dan
kita berlutut menghadap Tabernakel dimana bersemayam Sakramen Maha Kudus yaitu
Tuhan Yesus Kristus sendiri. Sambil berlutut sebaiknya kita sambil berdoa “Tuhan
kasihanilah aku orang yang berdosa ini”.
3. Sebelum misa di mulai sebaiknya kita berdoa secara pribadi kepada Tuhan, dan pada
saat-saat lain dalam ekaristi yang memungkinkan kita untuk berdoa pribadi.
6
4. Membuat tanda salib kecil pada waktu mendengarkan Injil
ini dimaksudkan bahwa kita tidak hanya mendengar firman Tuhan tetapi menyerap dan menghayati
serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dalam arti: kita membuat tanda salib kecil di dahi
mau menyatakan firman Tuhan itu saya serap dalam pikiran, tanda salib kecil di mulut artinya firman
Tuhan itu akan saya wartakan lewat perkataan, dan tanda salib di dada artiya mau melaksanakan firman
Tuhan itu lewat hati dan perbuatan . Sambil berdoa “bersabdalah Bapa, aku mendengarkan”.

5. Pada waktu konsekrasi ketika imam mengangkat Hosti dan berkata “inilah Tubuhku…….”
sebaiknya kita melihat kearah Hosti tersebut, karena disinilah secara iman kita melihat dan meyakini
sungguh terjadi perubahan dari hosti biasa menjadi Tubuh Kristus. Begitu juga ketika imam
mengangkat piala yang berisi anggur dan berkata “Inilah Darah-Ku………” sebaiknya juga kita melihat
kearah piala tersebut, karena disinilah kita secara iman melihat dan meyakini sungguh terjadi perubahan
dari anggur menjadi darah Kristus yang berkurban untuk keselamatan kita.

6. Pada waktu kita selesai merayakan Ekaristi pada waktu keluar Gereja kita kembali mengambil air.
ini fungsinya adalah mau mengingatkan kita bahwa kita baru saja menerima dan bersekutu dengan
Tuhan dalam ekaristi dan menerima komuni. Supaya kesucian dan kebersihan hati kita tetap terjaga dan
berkat perutusan kita dapat kita bagikan kepada sesama kita yang kita jumpai, maka kita mengambil air
untuk tetap membersihkan kita ketika kita melangkah keluar dari Gereja dan menjalankan aktivitas kita.
7
RANCANGAN KEGIATAN
Dalam periode 2022-2025 ini ada beberapa rancangan kegiatan untuk menghidupi
aktivitas para petugas prodiakon periode ini yaitu:
1. Pertemuan berkala untuk materi atau hal-hal yang ada di seputar tugas prodiakon.
2. Rekoleksi secara kerkesinambungan.
3. Retret untuk melihat kembali apa yang sudah kita berikan kepada Tuhan lewat
tugas kita.
4. pelatihan-pelatihan yang lain untuk menambah wawasan, pengetahuan dan
ketrampilan para prodiakon agar bisa menjawab kalau ada pertanyaan dengan benar
dan mampu memberi pelatihan atau pendampingan umat lingkungan untuk
melakukan kegiatan yang baik.
5. pertemuan-pertemuan lain agar lebih saling mengenal guna mempererat tali
persaudaraan
8

Anda mungkin juga menyukai