Anda di halaman 1dari 14

PERSEPSI JEMAAT YANG TIDAK AKTIF

BERIBADAH PADA IBADAH HARI MINGGU


DAN IMPLIKASINYA BAGI JEMAAT GMIT PNIEL OBEAKI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Program Studi Serjana Teologi

Disusun Oleh:

Yeskial Nomleni

Nirm:

18311514

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI SANGKAKALA

GETASAN – KABUPATEN SEMARANG

Oktober 2020
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ibadah yang sejati adalah ibadah yang mendatangkan kesenangan bagi Allah, hal itu

akan terjadi dalam hidup seseorang apabila memberi diri sepenuhnya kepada Allah dengan

bersedia merendahkan diri untuk beribadah dengan saudara seiman. Allah menciptakan

manusia begitu istimewa dengan tujuan agar manusia memiliki relasi yang intim dengan Dia

dan dapat memuliakan Tuhan dalam aspek kehidupannya. Ibadah secara etimologi berasal

dari bahasa Arab ‘abada, ya’budu, ‘ibadatan yang artinya melayani, patuh, tunduk,

menghamba, atau menyembah. Ibadah merupakan upaya yang dilakukan seorang hamba

untuk mengabdi ddan mendekatkan diri kepada Allah.1

Jadi ibadah merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dan dilakukan oleh

manusia sebagai ciptaan Tuhan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “Ibadah”

ialah perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang didasari ketaatan mengerjakan

perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Bagi umat Kristen, Ibadah adalah ungkapan rasa

takut dan serta hormat syukur, pujian dan sukacita kepada Tuhan karena Dia telah mengasihi

dan memelihara serta menyelamatkan kita.2 Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya

ibadah bersama saudara seiman sebagai ungkapan syukur atas karya Tuhan dalam kehidupan

setiap orang percaya.

1
Arip Purkon, Kerja Berbuah Surga, (Gramedia Pustaka Utama; Jakarta, 2014), hlm 33
Kelompok Kerja PAK (PGI), Hidup Bersyukur: buku guru pendidikan agama Kristen kelas 6 SD, (Jakart;
2

Gunung Mulia, 2009), hlm 2


Ibadah dalam semua derajat dan sejenisnya, adalah tanggapan dari ciptaan kepada

yang Abadi. Ibadah yang bersifat umum itu diekspresikan, muncul menurutnya, “sebagai

suatu emosi keagamaan yang khas”. Ibadah dikarakterisasikan oleh “konsepsi dari orang

yang beribadah itu tentang Allah dan hubungannya dengan Allah”. Ibadah Kristen adalah

khas oleh keberadaannya yang “selalu dikondisikan oleh kepercayaan Kristen; dan

khususnya kepercayaan tentang hakikat dan tindakan Allah, sebagaimana diringkaskan atau

disimpulkan dalam dogma-dogma utama tentang trinitas dan Inkarnasi. Tanda resmi lain

Ibadah Kristen adalah “karakternya yang seluruhnya sosial dan organisasi”, yang berarti

bahwa dia tidak pernah merupakan suatu kegiatan sendiri.3 Jadi ibadah itu mencakup seluruh

aspek kehidupan orang percaya, apapun yang dilakukan itu mereupakan ibadah.

Dari paham lain mengenai ibadah Kristen yang mencakup orang pertama-tama harus

memutuskan apa yang dimaksudkan dengan istilah ini. Istlilah tersebut bukanlah sesuatu

yang didefinisikan. Namun, sampai orang mereflesksikan apa yang khas mengenai ibadah

Kristen yang dipercaya, adalah terlalu mudah untuk mencampur adukan ibadah tersebut

dengan tambahan-tambahan yang tidak bersangkutan dari berbagai kebudayaan masa kini

atau masa lampau di dalamnya orang-orang Kristen telah beribadah.

Maka dengan demikian kita akan melihat bersama konsep ibadah Kristen yang

sesungguh dari beberapa hal sebagai berikut. Pertaman, “ibadah” itu sendiri adalah suatu

kata yang sulit untuk dirumuskan. Apa yang membedakan ibadah dari kegiatan-kegiatan

manusia lainnya, khususnya dari kegiatan-kegiatan yang dianggap penting karena sering

diulang kembali? Mengapa ibadah merupakan suatu tipe yang berbeda dari kegiatan-kegiatan

3
James F White, Pengantar Ibadah Kristen, (Gunung Mulia, 2009), hm 9
yang diulang-ulang lainnya? Lebih spesifik, bagaimana ibadah itu berbeda dari kegiatan yang

diulang-ulang lainnya dalam komunitas Kristen itu sendiri?

Dan kedua, sekali kita telah membentuk pemikiran kita tentang apa yang kita artikan

dengan “ibadah”, bagaimana kita menentukan apa yang membuat ibadah tersebut “Kristen”?

kebudayaan kita penuh dengan berbagai tipe lainnya. Sejumlah agama timur telah muncul

dalam banyak komunitas. Banyak praktik peribadahan yang jelas bukan Kristen. Apa tanda

khas yang membuat suatu ibadah itu “Kristen”? berkaitan dengan hal itu, apakah semua

ibadah yang ditawarkan oleh komunitas Kristen itu selalu Kristen.

Dari semua penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tidak semua kegiatan ibadah

itu selalu berlandaskan pada kekristenan karena banyak orang mengaku Kristen namun tidak

mau terlibat dalam ibadah bersama di gereja, oleh karena itu perlu mengenal dan pembedaan

jelas antara dua jenis ibadah yang sering di pakai dalam ibadah Kristen yaitu: ibadah umum

dan ibadah pribadi. Aspek yang paling jelas dari ibadah umum adalah bahwa ibadah umum

merupakan ibadah yang dipersembahkan jemaat yang berkumpul bersama, dan melakukan

persekutuan Kristen. Makna penting dari pertemuan atau kedatangan untuk berkumpul itu

sangat penting ditekankan. Kadang-kadang, istilah Yahudi “synaogogue” (datang berkumpul)

juga digunakan untuk perkumpulan Kristen (Yak 2:2), tetapi istilah utama bagi perkumpulan

Kristen adalah gereja, eklesia, mereka yang dipanggil keluar dari dunia. Kata untuk

perkumpulan, persekutuan, pertemuan, persidangan atau kebersamaan ini digunakan

berulang kali di seluru Perjanjian Baru untuk gereja lokal ataupun universal. Satu aspek yang

mudah sekali diabaikan dari ibadah umum itu adalah bahwa kegiatan itu dimulai dengan

kedatangan bersama – orang-orang Kristen yang tinggal di pelbagai tempat datang ke satu
tempat untuk menjadi gereja melalui ibadah. Tetapi kita biasanya memperlakukan tindakan

tidakan berkumpul itu sebagai hanya kewajiban mekanis, tetapi sebenarnya hal itu justru

merupakan bagian penting ibadah umum. Kita berkumpul bersama untuk menemui Allah dan

menjumpai sesama kita.

Ibadah pribadi biasanya tidak selalu terlihat dan terlaksana terpisah dari kehadiran

fisik dalam persekutuan. Namun, sama sekali tidak berarti bahwa iabdah pribadi itu tidak

mempunyai kaitan dengan ibadah orang-orang Kristen lainnya. Memang, ibadah pribadi dan

ibadah umum keduanya sepenuhnya adalah sah karena keduanya saling mengambil bagian

dalam ibadah dan persekutuan tubuh Kristus yang universal. Tetapi setiap orang yang

melakukan ibadah pribadi dapat menentukan kemampuan dan kecepatan mengikuti struktur

yang dipakai di ibadah umum.4 Dari semua penjelasan di atas memberi pengertian bahwa

ibadah Kristen adalah kegiatan yang penting bagi keseluruhan orang Kristen pada umumnya.

Menurut A.A. Van Ruler berpendapat bahwa ibadah gereja adalah juga contoh dan

model. Sebagaimana kehidupan itu nampak dalam beribadah, yang menaikan nyanyian puji-

pujian, begitu pula seharusnya seluruh kehidupan kita: suatu pelayanan yang dengan ucapan

syukur kepada Pencipta.5 Maka dengan demikian sudah seharusnya semua orang kristen

selalu aktif beribadah pada hari minggu serta perkumpulan-perkumpulan ibadah lainnya.

Namun di sisi lain Ibadah dari sudut pandang diakonia juga membawa kita kepada

pertanyaan mengenai hubungan ibadah gereja pada hari Minggu dan hidup biasa setiap hari.

Dalam kaitan ini yang sangat berarti adalah pemakaian pengertian leitourgia dalam

Perjanjian Baru yang merupakan asal kata “liturgi”. Suatu kata yang diantara kita pada

4
James F. White, Pengantar Ibadah Kristen, (Jakarta; Gunung Mulia, 2009), hlm 1-2 & 17-18
5
A. Noordegraaf, Teologi Dalam Perspekti Reformasi, (Gunung Mulia, 2004), Hlm. 144 & 147
umumnya dimengerti sebagai ungkapan untuk ibadah gereja. Arti kultis seperti yang kita

dapatkan dalam terjemahan Perjanjian Lama ke dalam bahasa Yunani, misalnya untuk ibadah

di kuil dan ibadah persemmbahan, dalam perjanjian baru terbatas pada pelayan Yesus Kristus

di tempat peribadahan surgawi. Pelayanan yang terjadi untuk perdamaian dan pemiliharaan

umat-Nya.

Dalam surat Ibarani 10:25. Menasihatkan bahwa menjelang kedatangan Tuhan,

sebaiknya orang percaya tidak menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah, seperti

yang biasa dilakukan oleh beberapa saudara seiman. Kondisi serupa terkadang masih terlihat

pada zaman sekarang. Alkitab tidak berkata agar orang yang demikian dijauhi atau dibiarkan.

Sebaliknya, umat Tuhan diminta untuk saling menasehati, sambil mengingatkan agar tetap

bertekun dan beribadah.6 Dari semua hal di atas penulis menyimpulkan bahwa sudah

semestinya semua orang kristen pada umumnya aktif beribadah pada hari minggu.

Tetapi di sisi lain peneliti mendeksripsikan tentang penting ibadah dari GMIT Pniel

Oebaki, yang di Gembalakakn oleh Ibu Pdt Wasri Ester Saefaot S.Th dan bertempat di Desa

Oebaki, kecamatan Noebeba, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa

Tenggara Timor (NTT) adalah salah satu Gereja pusat yang memiliki lima anak gereja di

antaranya sebagai berikut: (1) Gereja Imanuel kota baru Bilua bagian utara, (2) Gereja Paulus

Noebeba timur, (3) Gereja Eklesi kae bagian selatan (4) Gerja Elim oe hue Tumbes bagian

selatan, dan (5) Gereja Elsadai Tunbes bagian selatan di sekitar Desa Oebaki. Namun,

peneliti akan melakukan penelitian khususnya untuk anggota jemaat yang terdaftar di GMIT

Pniel Oebaki yang terletak di tengah-tengah Desa Oebaki, hal ini menunjukkan bahwa

strategi gereja tersebut pun sangat mendukung untuk keseluruhan masyarakat Desa Oebaki
6
Tima Penulis RH, Renungan Harian, (Yayasan Gloria, 1 Sep 2016), hlm, bagian 24 sep 2016
dapat beribadah pada hari Minggu. Meskipun usaha dari Gembala serta para pengelola gereja

meliputi beberapa strategi-strategi pelayanan di atas untuk menjangkau seluruh masyarakat di

Desa Oebaki agar dapat beribadah pada hari Minggu. Karena keseluruhan masyarakt di Desa

Oebaki beragama Kristen.

Namun faktanya masih ada jemaat yang hampir 40% dari keseluruhan jemaat tidak

beribadah pada hari Minggu, hal ini yang menjadi salah satu masalah di GMIT Pniel Oebaki

yang menarik perhatian banyak orang Kristen pada umumnya dan terutama di sekitar

lingkungan tersebut, sehingga peneliti tertarik dengan hal tersebut maka dengan demikian

peniliti akan melakukan penelitian dan pengumpulan data melalui pengamtan dan wawancara

secara langsung serta observasi data dan menuliskan hasil tersebut dalam bentuk karya tulis

ilmiah. Jumlah jemaat saat ini di GMIT Pniel Oebaki kurang lebih 250 jiwa. Namun, jumlah

yang aktif beribada hampir setiap minggu berkisar 130 sampai150 jiwa.

Dengan melihat masalah tersebut peneliti akan meniliti persepsi jemaat yang tidak

aktif beribadah pada hari Minggu di gerejanya dan pengumpulan data melalui pengamatan

dan wawancara terhadap jemaat yang tidak beribadah di (GMIT) Pniel Oebaki terhadap

Ibadah Raya pada hari Minggu”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan masalah: Bagaimana persepsi

jemaat yang tidak beribadah terhadap Ibadah Raya pada hari Minggu (GMIT) Pniel

Oebaki.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian untuk: Mendeskripsikan

bagaimana persepsi jemaat yang tidak beribadah di Ibadah Raya hari Minggu di (GMIT)

Pniel Oebaiki, terhadap Ibadah Raya pada hari Minggu.

D. Manfaat penelitian

1. Secara teoretis, diharapkan berkontribussi bagi pengembangan ilmu teologi khususnya

pembina warga gereja.

2. Praktis: menjadi acuan bertindak dan mengambilan keputusan berkaitan dengan

penyelenggaran ibadah menarik minat jemaat.

E. Ruang Lingkup
Dalam hal ini, penulis akan memberi batasan untuk penelitian pada orang

yang tidak beribadah pada hari Minggu di Oebaki, Desa Oebaki, kecamatan Noebeba,

Kab Timur Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

F. Metode Penelitian

Jenis penelitan yang peneliti menggunakan adalah jenis penilitian

kualitatif bersifat deskriptif. Peneliti dapat mendeskripsikan suatu obyek,

fenomena, atau seting sosial yang di tuangkan dalam tulisan yang bersifat naratif.

Penulis dapat menguraikan dua bentuk metode penelitian sebagai berikut: metode

penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif selalu berusaha mendapatkan

pencerahan, pemahaman terhadap salah satu masalah.

Bentuk penelitian kualitatif tidak menggunakan statistik, tetapi melalui

pengumpulan data serta analisis data kemudian di jelaskan dalam bentuk yang

tersusun rapi. Penelitian yang di lakukan dapat ditinjau lebih khususnya terhadap

pemahaman-pemahaman mengenai kehidupan sosial yang berdasarkan kondisi

dan realitas Hal ini biasanya berkaitan dengan masalah-masalah sosial ada pada

manusia. Pada saat ini peneliti menggunakan proses penelitian kualitatif

dilakukan dengan karakteris yang mendiskripsikan suatu keadaan yang

sebenarnya atau fakta. Namun, laporan yang dibuat bukan sekedar laporan suatu

kejadian tanpa suatu penjelasan yang ilmiah.7

7
Albi Anggio & Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif, (CV Jejak Jawab Barat, 2018), Hlm. 7-
10
G. Teknik Mengumpulkan Data.

Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis di antaranya adalah:

Wawancara dan observasi.

1. Wawancara

Wawancara adalah salah satu cara dari berbagai cara yang sering di pakai

para peneliti untuk mengumpulkan informasi atau data. Meskipun pada awalnya

teknik wawancara masih sangat jarang dipakai oleh para peneliti untuk

mengumpulkan data. Namun, karena perkembangan terus terjadi setiap waktu

sehingga pada abad ke-20 telah menjadi puncak pencapaian yang diraih dan di

terbitkan melalui karya tulis dari hasil wawancara karena proses wawancara

sering terjadi masih banyak yang tidak memahami bahwa itu adalah salah satu

teknik pengumpulan data dari penelti melainkan di anggap sebagai bentuk

percakapan yang sedang dilakukan dalam keseharian.

Menurut Kerlinger bahwa penelitian wawancara dianggap lama dan paling

sering digunakan oleh seseorang yang mencari informansi. Sedangkan menurut

Slamet berpendapat bahwa wawancara adalah cara yang dipakai untuk

memperoleh informansi melalu kegiatan interaksi sosial antara peneliti dengan

yang diteliti.8

2. Observasi

8
Fandi Rosi Srwo Edi, Teori Wawancara Psikodignostik, (Yogyakart, LeutikaPrio 2016), hlm. 1-2
Obsevarsi adalah suatu cara untuk melakukan evaluasi ketika pengamatan

dan pengumpulan data dan menuliskan secara sistematis serta logis dan rasional

mengenai obyek yang diteliti.9

Paham penulis mengenai Observasi adalah akan melakukan pengamatan

secara langsung pada saat penulisan skripsi suatu kenyataan yang sedang terjadi

dan menarik banyak perhatian orang lain. Penulis disini berperan sebagai

observator non partisipasif, artinya penulis hanya mengamati tetapi tidak terlibat

di dalamnya. Dalam penelitian ini, penulis akan melakukan observasi langsung

mengenai dampak pelayanan pastoral terhadap jemaat kurang aktif beribadah.

H. Definisi Istilah

Persepsi

Persepsi merupakan suatu proses yang dipelajari melalui interaksi dengan

lingkungan sekitar. Proses yang dialami setiap orang di dalam memahami informasi

tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan,

dan penciuman. Menurut Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge mengatakan

bahwa persepsi adalah proses dimana individu mengatur dan menginterprestasikan

kesan-kesan memoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka.10

Ibadah

9
Fahmi Gunawan & Heksa Biopsi Puji Hasturi, Senari Penelitian Pendidikan, Hukum, Dan Ekonomi Di
Sulawesi Tenggara, (CV Budi Utama, 2018), hlm 90

10
Asrori, Psikologi Pendidikan Pendekatan Multidisipliner, (Pena Persada, 2020), hlm 50.
Ibadah memiliki arti segala sesuatu yang dilakukan manusia atas dasar patuh

terhadap pencipta-Nya sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Ibadah

merupakan cara manusia mengungkapkan ucapan syukur, melalui ibadah orang

percaya merespon terhadap Allah bagi manusia dan percaya menyatakan

kesetiaannya. Ibadah adalah pengakuan akan martabat Allah, dengan jalan

memberikan hidup, sikap dan milik.11

I. Sistematika Penulisan

Secara garis besar dalam penelitian ini, penulis akan memaparkan saat penulisan

skripsi dalam beberapa Bab yaitu

BAB I: Pendahuluan memuat beberapa Pokok pembahasan yaitu latar belakang,

rumusan masalah, tujuan penelitian, pentingnya penelitian, ruang lingkup penelitian,

11
Rifai, Gemar Belajar Agama Kristen-jilid 1 Pembelajaran Agama Kristen, (BornWin’s Publishing,
2019), hlm 28.
metode penelitian definisi istilah dan sistematika penulisan sebagai dasar pemikiran bagi

penulisan bab-bab selanjutnya.

BAB II: Landasan Teori dan konsep mengenai Persepsi Jemaat GMIT Pniela

Oebaki terhadap Ibadah, di GMIT Pniel Oebaki

BAB III: Temuan Lapangan mengenai Persepsi Jemaat GMIT Pniel Oebaki

terhadap Ibadah, di GMIT Pniel Oebaki.

BAB IV: Analisis Data lapangan mengenai Persepsi Jemaat Jemaat GMIT Pniel

Oebaki terhadap Ibadah, di GMIT Pniel Oebaki

BAB V: Kesimpulan dan saran

DAFTAR PUSTAKA

Anggio Albi & Setiawan Johan, Metodologi Penelitian Kualitatif, (CV Jejak Jawab

Barat, 2018).

Asrori, Psikologi Pendidikan Pendekatan Multidisipliner, (Pena Persada, 2020).

A. G. Haryanto, Ruslijanto Hartono, Mulyono Datu, Metode Penulisan dan

Edi Srwo Rosi Fandi, Teori Wawancara Psikodignostik, (Yogyakarta, LeutikaPrio 2016).
Gunawan Fahmi & Hasturi Puji Biopsi Heksa, Senari Penelitian Pendidikan, Hukum,

Dan Ekonomi Di Sulawesi Tenggara, (CV Budi Utama, 2018)

James F White, Pengantar Ibadah Kristen, (Gunung Mulia, 2009).

Kelompok Kerja PAK (PGI), Hidup Bersyukur: buku guru pendidikan agama Kristen

kelas 6 SD, (Jakart; GUnung Mulia, 2009).

Noordegraaf A, Teologi Dalam Perspekti Reformasi, (Gunung Mulia, 2004).

Tima Penulis RH, Renungan Harian, (Yayasan Gloria, 1 Sep 2016) .

Rifai, Gemar Belajar Agama Kristen-jilid 1 Pembelajaran Agama Kristen, (BornWin’s

Publishing, 2019).

Purkon Arip, Kerja Berbuah Surga, (Gramedia Pustaka Utama; Jakarta, 2014).

Anda mungkin juga menyukai