Anda di halaman 1dari 12

Vol. 03, No. 01, Mei 2014, hlm.

51-62

UNIVERSALITAS EKARISTI

Tinjauan Teologis Atas Ciri Kosmik, Sosial dan Kulturalnya 1

E.P.D. Martasudjita

ABSTRACT:

Question on universality of the Eucharist stems from plurality of its celebration and understanding
in various ecclesial communities. The question itself pertains to Eucharistic ecclesiology. How a
Eucharistic celebration has built an ecclesial unity throughout its history, all over the world? This
article aims to contribute to this respective discussion especially from the perspective of the
teachings of Vatican II as well as the thoughts of St. John Paul II and Pope emeritus Benedict XVI.
The discussion on the cosmic character as well as eschatological, social and cultural of the
Eucharist demonstrates that the plurality of its celebration and understanding in various ecclesial
communities are not necessarily confusing its universal meaning, but enriching it. This should
happen especially when a Eucharistic celebration remain faithfully in expressing the mystery of
Christ and therefore the nature of the Church.

Kata-Kata Kunci:
Ekaristi, perayaan Ekaristi, penghayatan Ekaristi, universalitas Ekaristi, inkulturasi liturgi, Misa
inkulturatif, eklesiologi ekaristis.

1. PENDAHULUAN yang lalu, muncul berbagai model dan cara umat


Katolik dalam merayakan Ekaristi. 2 Terlebih
Pada masyarakat modern yang diwarnai oleh dengan dimungkinkannya inkulturasi liturgi ada
kemajuan teknologi informasi seperti sekarang ini, macam-macam penyesuaian atas perayaan Ekaristi
orang dapat melihat, mendengarkan, dan membaca tersebut, sehingga terjadi pluralitas model pera-
berita-berita dari berbagai tempat dan daerah di yaan dan penghayatan atas Ekaristi. 3 Berkat
mana pun dengan sangat mudah dan cepat. Begitu
kemajuan teknologi informasi dan alat transportasi
pula pada hari ini orang dapat berkomunikasi satu
sekarang ini, umat Katolik dapat menyaksikan
sama lain dengan orang lain secara cepat dan
berbagai bentuk inkulturasi perayaan Ekaristi.
bahkan seketika. Belum lagi mudahnya alat
transportasi modern memungkinkan banyak orang Keragaman perayaan dan penghayatan pera-
dapat ke sana ke mari untuk mendatangi atau yaan Ekaristi di berbagai tempat itu memunculkan
berkunjung dengan lebih cepat, sehingga penga- tegangan yang tidak selalu mudah dijawab seperti
laman dan wawasan orang menjadi lebih luas dan misalnya tegangan perayaan iman antara Gereja
bermacam-macam. Situasi ini ternyata mempeng- lokal yang berinkulturasi dan Gereja universal,
aruhi penghayatan iman umat beriman, termasuk ataupun tegangan penghayatan antara simbol-
orang-orang Katolik dalam merayakan dan meng- simbol lokal dan simbol-simbol liturgi yang sudah
hayati perayaan Ekaristi. Dengan dimungkin- menjadi tradisi Gereja sekian abad. Tegangan ini
kannya bahasa pribumi digunakan dalam perayaan dapat dipertajam lagi misalnya melalui penga-
liturgi, termasuk perayaan Ekaristi, sejak laman kita sendiri: bukankah kita dapat melihat
berakhirnya Konsili Vatikan II lima puluh tahun perayaan Ekaristi amat meriah di televisi secara

51
Universalitas Ekaristi (E.P.D. Martasudjita)

live yang dipimpin oleh Sri Paus dan dihadiri Katolik dan apostolik. Para Bapa Konsili Vatikan
sekian puluh ribu umat di Roma 4, sementara itu II menegaskan demikian:
kita juga dapat menyaksikan atau bahkan menga-
lami sendiri sebuah perayaan Ekaristi yang sangat Di setiap himpunan di sekitar altar, dengan
sederhana di sebuah kapel stasi desa atau peda- pelayanan suci Uskup, tampillah lambang
cintakasih dan kesatuan Tubuh mistik itu,
laman, yang dipimpin seorang imam yang seder-
syarat mutlak untuk keselamatan. Di jemaat-
hana dan dihadiri belasan umatnya. Belum lagi jemaat itu, meskipun sering hanya kecil dan
jika kita membandingkan suasana Misa atau miskin, atau tinggal tersebar, hiduplah
Ekaristi yang tentu sangat berbeda antara gaya Kristus; dan berkat kekuatan-Nya terhim-
orang-orang Afrika yang penuh tarian dan goyang punlah Gereja yang satu, kudus, katolik dan
badan dan gaya meditatif dan tenang di kalangan apostolik. Sebab keikutsertaan dalam tubuh
orang-orang Jawa di Yogyakarta. dan darah Kristus tidak lain berarti berubah
menjadi apa yang kita sambut (LG 26).
Tegangan atau kontras perbedaan dalam
perayaan dan penghayatan Ekaristi umat Katolik Eklesiologi ekaristis Konsili Vatikan II ini
di seluruh dunia ini menimbulkan poin diskusi terus dikembangkan dalam diskusi teologis 5
teologis yang menarik mengenai universalitas ataupun ajaran para Paus pasca Vatikan II. Pada
Ekaristi. Tema universalitas Ekaristi bukanlah hal lingkungan para teolog Gereja Ortodoks, tema
baru, bahkan sudah sejak Perjanjian Baru hal ini eklesiologi ekaristis ini juga mendapat sorotan
sudah disadari dan direfleksikan. Pada umat di yang hangat dan menarik. Tokoh-tokoh seperti
Korintus yang berada dalam bahaya perpecahan Dumitro Staniloae, Zizioulas, dan Afanassieff
karena konflik antar umat, Santo Paulus berdiskusi banyak mengenai gagasan eklesiologi
mengingatkan kesatuan Gereja sebagai satu tubuh ekaristis ini. 6 Umumnya ada semacam kese-
justru berdasarkan kesatuan secara ekaristis. pakatan para teolog bahwa eklesiologi ekaristis
“Bukankah cawan pengucapan syukur, yang menunjukkan cara pemahaman Gereja yang
atasnya kita ucapkan syukur, adalah persekutuan berpangkal dari Ekaristi, dan yang menjadi prinsip
dengan darah Kristus? Bukankah roti yang kita pemersatunya adalah kehadiran Tuhan Yesus
pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus yang wafat dan bangkit di setiap perayaan
Kristus? Karena roti adalah satu, maka kita, Ekaristi entah itu dirayakan di mana.
sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita Artikel ini ingin menyumbang gagasan
semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu” universalitas Ekaristi sebagai bagian pengem-
(1 Kor 10:16-17). Inilah apa yang dalam sejarah bangan eklesiologi ekaristis menurut tinjauan
teologi disebut eklesiologi ekaristis. Eklesiologi teologis atas ciri kosmik, sosial dan kulturalnya.
ekaristis adalah refleksi teologis tentang Gereja Penulis mengembangkan gagasan universalitas
dengan berpangkal dari Ekaristi. Pada teks Ekaristi ini terutama berpangkal dari ajaran
tersebut, Santo Paulus memahami Gereja sebagai Konsili Vatikan II, dan yang kemudian diperdalam
satu tubuh (ayat 17) justru karena umat beriman oleh Paus Yohanes Paulus II dalam ensiklik
berpartisipasi dalam tubuh Kristus, dalam arti: Ecclesia de Eucharistia (EE) 7 dan Paus Bendiktus
Ekaristi (ayat 16) yang satu dan sama. Eklesiologi XVI dalam Anjuran Apostolik Sacramentum
ekaristis ini bergema dengan jelas dalam dokumen Caritatis (SCar) 8. Masih dalam rangka mempe-
Lumen Gentium dari Konsili Vatikan II sebagai- ringati lima puluh tahun Konsili Vatikan II,
mana terungkap dalam artikel 7: kiranya sangat baik mengembangkan gagasan
Dalam pemecahan roti ekaristis kita secara Konsili tentang universalitas Ekaristi ini dan
nyata ikut serta dalam Tubuh Tuhan; maka kaitannya dalam usaha penyesuaian perayaan
kita diangkat untuk bersatu dengan Dia dan Ekaristi itu di daerah-daerah tanpa kehilangan
bersatu antara kita. ‘Karena roti adalah satu, makna dan nilai universalitasnya. Itulah diskusi
maka kita yang banyak ini merupakan satu mengenai tema inkulturasi Ekaristi yang di
tubuh; sebab kita semua mendapat bagian Indonesia ini memperoleh perhatian dan geraknya
dalam roti yang satu itu’ (1 Kor 10:17). yang sangat dinamis.
Demikianlah kita semua dijadikan anggota
Tubuh itu (lih. 1 Kor 12:27), ‘sedangkan
masing-masing menjadi anggota yang
2. EMPAT CIRI UNIVERSALITAS
seorang terhadap yang lain’ (Rm 12:5). EKARISTI
Berkaitan dengan paham perayaan Ekaristi Pangkal tolak refleksi teologis penulis tentang
yang bernilai universal, setiap perayaan Ekaristi universalitas Ekaristi adalah apa yang dikatakan
adalah sungguh perayaan Gereja yang satu, kudus, atau diajarkan oleh Santo Yohanes Paulus II:

52
Vol. 03, No. 01, Mei 2014, hlm. 51-62

Saya telah merayakan Misa Kudus di


gunung, pantai, danau dan laut. Saya telah
merayakan di altar stadion dan lapangan-
lapangan kota. Pelbagai panorama perayaan
Ekaristi ini telah memeteraikan pengalaman
yang sangat mengesankan bahwa Ekaristi
bersifat universal, sungguh berciri kosmik.
Benar-benar kosmik. Sebab, walaupun
Ekaristi dirayakan di gereja desa yang
sederhana, Ekaristi senantiasa dirayakan
pada altar dunia. Ekaristi mempersatukan
surga dan dunia. Ia merangkul dan meresapi
segenap ciptaan. (EE 8).

Dari pernyataan singkat ini penulis melihat


adanya empat ciri dari universalitas Ekaristi.

2.1. Ciri Kosmik


Ciri kosmik merupakan salah satu ciri
universalitas Ekaristi. Hal ini terang sekali dalam
pernyataan Bapa Suci Yohanes Paulus II di atas:
“Walaupun Ekaristi dirayakan di gereja desa yang
sederhana, Ekaristi senantiasa dirayakan pada altar
dunia”. Dalam ensiklik tersebut, Paus Yohanes
Paulus II mengenang kembali pengalaman indah-
nya merayakan Ekaristi di berbagai tempat, di
hampir segala variasi tempat dan keadaan. Selalu
saja di saat merayakan Ekaristi itu, Paus yang suci
ini mengalami ciri kosmik sebagai ciri
universalitas Ekaristi. Ciri kosmik 9 Ekaristi
menunjuk sifat “seluas dunia” dari perayaan
Ekaristi 10. Artinya, entah bagaimana bentuk
(keme-riahan) perayaan Ekaristi di mana pun
tempat dirayakannya di dunia ini, perayaan
tersebut tetaplah perayaan Ekaristi yang satu dan
sama menurut esensi atau isinya. Walaupun
Ekaristi yang “hanya” dirayakan di sebuah gereja
kecil, sederhana, di pelosok desa, dan barangkali
dipimpin oleh seorang pastor desa dengan hanya
15 orang umat Katolik yang amat sederhana,
tetapi tetap merupakan sebuah perayaan Ekaristi
yang berlevel “tingkat dunia”. Perayaan Ekaristi
dari pastor desa yang miskin bersama umat yang
sedikit dan sederhana itu, tetaplah sebuah
perayaan Ekaristi yang satu dan sama menurut
isinya dari perayaan Ekaristi yang katakanlah
dipimpin oleh Sri Paus bersama dengan beberapa
Universalitas Ekaristi (E.P.D. Martasudjita)

apapun. Kita dapat saja merayakan Misa Kudus Benediktus XVI memberi sorotan khusus menge-
untuk syukur atas ulang tahun imamat pastor nai dimensi ekologis yang terpisahkan dari segi
paroki kita, atau untuk syukur atas pesta perak eklesiologis Ekaristi ini:
perkawinan saudara kita, atau untuk mohon
kesembuhan saudara kita yang sakit ataupun untuk Spiritualitas ekaristis yang mendalam juga
arwah saudara kita yang telah meninggal, apapun mampu mempengaruhi tatanan masyarakat
secara nyata untuk mengembangkan
ujud dan temanya, tetaplah perayaan Ekaristi itu
spiritualitas ekaristis itu, dalam bersyukur
selalu saja berpusatkan pada kenangan wafat dan kepada Allah lewat Ekaristi, orang-orang
kebangkitan Tuhan Yesus Kristus atau Misteri Kristen hendaknya menyadari bahwa mereka
Paskah! berbuat demikian atas nama seluruh ciptaan,
sambil mengharapkan pengudusan dunia dan
Kedua ialah makna eklesiologis. Perayaan
bekerja secara tekun sampai akhir……
Ekaristi mengungkapkan “hakekat asli Gereja Dalam begitu banyak bagian dunia kita
yang sejati” (SC 2) dan karenanya merupakan saksikan gangguan terhadap lingkungan.
perayaan seluruh Gereja. Para Bapa Konsili Keprihatinan sah terhadap gangguan ini
Vatikan menyebut dengan tegas: dikuatkan oleh harapan Kristen, yang mem-
bangkitkan dalam diri kita komitmen kepada
Upacara-upacara liturgi bukanlah tindakan tanggungjawab nyata untuk melindungi
perorangan, melainkan perayaan Gereja ciptaan. Hubungan antara Ekaristi dan kos-
sebagai sakramen kesatuan, yakni umat mos membantu kita melihat kesatuan renca-
kudus yang berhimpun dan diatur di bawah na Allah dan untuk mema-hami hubungan
para uskup. Maka upacara-upacara itu me- erat antara ciptaan dan “ciptaan baru” yang
nyangkut seluruh tubuh Gereja dan menam- dirintis dalam kebangkitan Kristus, Adam
pakkan dan mempengaruhinya; sedangkan Baru. (SC ar 92).
masing-masing anggota disentuhnya secara
berlain-lainan, menurut keanekaan tingkatan, Pernyataan ajaran Paus Benediktus XVI
tugas serta keikut-sertaan aktual mereka (SC tersebut bukanlah sekedar pernyataan resmi
26). Gereja, melainkan suatu praksis perayaan iman
Dimensi eklesial sebagai perayaan seluruh yang dihidupi umat kristiani. Hal ini tampak jelas
Gereja ini ditegaskan lagi oleh Konstitusi Liturgi dalam tata perayaan liturginya. Dalam Tata
pada artikel 27. Dalam SC 27 ini, menurut Perayaan Ekaristi (TPE) 2005 dapat kita temukan
hakekatnya setiap perayaan liturgi ataupun di berbagai tempat pujian syukur Gereja kepada
Ekaristi selalu merupakan perayaan bersama, dan Allah atas segala ciptaan-Nya yang agung dan
juga bersifat resmi dan umum. Itu berarti, permohonan kita agar Tuhan melestarikan
perayaan Ekaristi entah dirayakan secara meriah keutuhan ciptaan. Misalnya saja, saat imam meng-
atau sederhana, oleh begitu banyak orang ataupun hunjukkan roti pada bagian persiapan persem-
oleh segelintir orang, entah dipimpin oleh Bapa bahan, imam mengucapkan doa pujian itu 12.
Uskup yang didampingi para imam ataupun Pujian terhadap Allah atas keagungan ciptaan juga
“hanya” dipimpin oleh seorang pastor desa, dapat dilihat pada Prefasi Umum VI yang
tetaplah sebuah perayaan yang menurut hakekat- bertemakan Pujian kepada Pencipta Semesta
nya adalah perayaan seluruh Gereja yang kudus. Alam 13, bagian pokok Doa Syukur Agung IV 14,
Bahkan apabila ada seorang imam yang dan tentu saja penggunaan unsur-unsur pokok
merayakan Ekaristi itu sendirian di sebuah kapel yang menjadi materia (remota) sakramen Ekaristi
kecil karena kebetulan tidak ada umat di yakni roti dan anggur.
sekitarnya, “Misa pribadi” tetaplah sebuah
perayaan yang menurut hakekatnya merupakan 2.2. Ciri Eskatologis
perayaan seluruh Gereja yang kudus 11. Ciri eskatologis dari liturgi termasuk Ekaristi
Adapun makna eklesiologis dari ciri kosmik terungkap dari kata-kata Sacrosanctum Concilium
ini merupakan eklesiologis-ekologis. Dari artikel 2: “…..dan apa yang ada sekarang kepada
Konstitusi Liturgi artikel 2 yang dikutip di atas kota yang akan datang, yang sedang kita cari.
disebutkan bahwa “Gereja bersifat sekaligus Maka dari itu Liturgi setiap hari membangun
manusiawi dan Ilahi…….. hadir di dunia namun mereka yang berada di dalam Gereja menjadi
sebagai musafir”. Kata “dunia” di sini mencakup kenisah suci dalam Tuhan, menjadi kediaman
seluruh lingkungan hidup yang menjadi lingkung- Allah dalam Roh, sampai mereka mencapai
an yang tak terpisahkan dari perjalanan hidup kedewasaan penuh sesuai dengan kepenuhan
Gereja di dunia sebagai peziarah atau musafir. Kristus”. Konstitusi Liturgi juga menyebut Gereja
Dalam dokumen Sacramentun Caritatis, Paus sebagai yang bersifat sekaligus manusiawi dan

54
Vol. 03, No. 01, Mei 2014, hlm. 51-62

ilahi, kelihatan namun penuh kenyataan yang tak


kelihatan, penuh semangat dalam kegiatan namun
meluangkan waktu juga untuk kontemplasi, hadir
di dunia namun sebagai musafir. Sifat manusiawi
sekaligus ilahi sebenarnya menunjuk makna
sakramentalitas Gereja. S.13(a)11 kiwnusi 2r(3.9(r)-1.9(r)(w)4.68g )-2.(h)5(
Universalitas Ekaristi (E.P.D. Martasudjita)

mendasarkan hubungan antar bangsa atas VII: “Kini dengan kekuatan Roh Kudus, Engkau
premis-premis keadilan dan solidaritas yang selalu mendampingi Gereja yang sedang mengem-
tangguh, serta membela hidup manusia sejak bara di dunia dan menuntunnya lewat lorong-
kandungan hingga akhir alaminya. Dan apa lorong fana menuju sukacita baka kerajaan-Mu
yang patut kita katakan mengenai inkon-
dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami”.
sistensi-inkonsistensi ‘globalisasi’ dunia, di
mana orang lemah, yang paling tidak Dalam perayaan Ekaristi, kekuatan Roh Kudus
berdaya dan paling miskin, hampir tidak itulah yang mengubah roti dan anggur menjadi
punya harapan. Justru dalam dunia seperti Tubuh dan Darah Kristus, dan yang memper-
ini, pengharapan Kristen harus lebih satukan kita menjadi satu umat Allah yang kudus.
bersinar! Inilah juga alasan, mengapa Tuhan
Paus Benediktus XVI berkeyakinan bahwa
ingin tinggal bersama kita dalam Ekaristi,
sembari menjadikan kehadiran-Nya dalam orang yang semakin mendalami dan menghidupi
santapan dan korban menjadi janji kemanu- Ekaristi justru akan menjadi orang yang semakin
siaan yang diperbarui oleh kasih. Dengan terlibat dan aktif dalam kegiatan Gereja dan
penuh makna, dalam kisah perjamu-an masyarakat.
malam, Injil Sinoptik mengisahkan pelem-
bagaan Ekaristi, sedangkan Injil Yohanes Semakin hidup iman ekaristis umat Allah,
melaporkan, sebagai pengungkapan makna- semakin besar partisipasinya dalam
nya yang dalam, kisah pembasuhan kaki. kehidupan gerejawi, yang diungkapkan
Rasul Paulus, pada gilirannya, berkata dalam komitmen yang kuat kepada
bahwa ‘tidak layaklah’ komunitas kristiani perutusan yang dipercayakan Kristus kepada
ambil-bagian dalam Perjamuan Tuhan, bila murid-murid-Nya. Sejarah Gereja sendiri
mereka bertikai atau acuh tak acuh terhadap memberikan kesaksian tentang hal ini.
orang miskin (1 Kor 11:17-22.27-34).” Dalam batas tertentu, setiap pembaruan yang
(Ecclesia de Eucharistia art. 20). besar selalu dikaitkan dengan penemuan
kembali iman akan kehadiran ekaristis
Ciri sosial yang menjadi implikasi dari ciri Tuhan di tengah umat-Nya. (SCar 6)
eskatologis Ekaristi dapat dipahami sebagai hal
yang sangat logis dan wajar. Dimensi eskatologis Jelas di sini, Paus Benediktus XVI tidak mau
menunjuk gambaran akhir zaman, saat Tuhan memisahkan perayaan Ekaristi dari karya
Allah menyelesaikan dan menggenapi apa yang perutusan setiap murid Kristus. Dari sejarah
telah Ia mulai dalam sejarah dunia, sejarah hidup Gereja dan sejarah orang-orang kudus tampak
manusia, sejarah hidup kita. Itulah karya bahwa pembaruan besar dalam Gereja selalu
penyelamatan, penebusan yang telah terlaksana berkaitan dengan penemuan kembali iman kepada
dalam diri Yesus Kristus Tuhan kita. Dengan Tuhan yang hadir dalam Ekaristi. Dengan kata
seluruh hidup Yesus Kristus, khususnya wafat dan lain, setiap karya perutusan melalui pekerjaan kita
kebangkitan-Nya akhir zaman itu telah hadir dan yang amat konkret di tengah dunia dan Gereja
dimulai di tengah dunia. Hanya saja kepenuhan hanya memperoleh kekuatan dan api serta jiwanya
keselamatan yang mencakup seluruh sejarah dunia dari pengalaman kesatuan dengan Tuhan yang
dan umat manusia itu baru akan terjadi pada akhir secara istimewa terjadi dalam Ekaristi. Paus
zaman, saat sejarah dunia dan umat manusia ini Benediktus XVI juga menyebut implikasi sosial
berakhir. Nah, dalam perjalanan mengarungi dari Ekaristi itu dengan berkata:
sejarah dunia dan umat manusia hingga akhir Kesatuan dengan Kristus yang ditimbulkan
zaman itulah, karya penebusan Tuhan Yesus oleh Ekaristi juga membawa suatu kebaruan
Kristus yang berpuncak pada Misteri Paskah, kepada hubungan-hubungan sosial kita.
yakni wafat dan kebangkitan-Nya, dihadirkan ‘Mistisisme’ sakramental ini memiliki ciri
senantiasa di sini dan kini (hic et nunc) melalui sosial. Sungguh kesatuan dengan Kristus
perayaan sakramen-sakramen, terutama perayaan juga merupakan kesatuan dengan semua
Ekaristi! yang menerima pemberian diri Kristus. Saya
tidak dapat memiliki Kristus hanya untuk
Dengan perayaan Ekaristi, Gereja telah diri saya sendiri…Hubungan antara misteri
mengalami karya penebusan Kristus secara Ekaristi dan komitmen sosial harus
sakramental (=dalam bentuk tanda yaitu rupa roti dinyatakan secara eksplisit. (SCar 89)
dan anggur) di tempat ini dan sekarang, sambil
terus berjalan mewujudkan apa yang kita rayakan Pada intinya dimensi eskatologis dari Ekaristi
dalam liturgi itu dalam perjuangan hidup sehari- menunjuk Konsekuensi penting bagi kehidupan
hari, menuju akhir zaman. Indahlah apa yang sosial atau kebersamaan umat beriman dengan
disebut dalam Prefasi 2 dari Doa Syukur Agung umat manusia. Dimensi eskatologis berimplikasi
pada ciri sosial yakni perwujudan karya

56
Vol. 03, No. 01, Mei 2014, hlm. 51-62

penebusan Kristus dalam sejarah dunia dan umat adalah perayaan seluruh Gereja dirayakan dalam
manusia menuju kepenuhan akhir-final pada akhir bentuk-bentuk dan gaya pelbagai budaya. Paus
zaman. Dalam rentang tegangan waktu dan Benediktus XVI melanjutkan refleksi pendahulu-
pelaksanaan inilah Ekaristi mendorong dan nya dengan mengatakan: “misteri Ekaristi
berimplikasi pada perutusan sosial yang memang menempatkan kita dalam dialog dengan aneka
menjadi hal yang melekat pada dirinya (inherent). kebudayaan, tetapi juga dalam batas tertentu
Berekaristi berarti mengalami keselamatan dalam menantang mereka. Corak lintas budaya dari
Tuhan, dan karenanya kita diutus untuk ibadat baru, logiké latreia, ini perlu dipahami.
menghadirkan keselamatan itu dalam kehidupan Kehadiran Yesus Kristus dan pencurahan Roh
sehari-hari. Kudus adalah dua peristiwa yang mampu
merengkuh setiap realita budaya dan memberinya
2.4. Ciri Kultural dan Artistik ragi Injil” (SCar 89).
Ciri sosial dari Ekaristi kiranya tidak dapat Ajaran kedua Paus ini kiranya melanjutkan
dipisahkan dari ciri kultural atau budaya, termasuk refleksi dari ajaran Konsili Vatikan II mengenai
ciri artistik atau seni dalam perayaan Ekaristi. hubungan Ekaristi dan budaya. Konsili Vatikan II
Bagaimanapun juga Ekaristi sebagai perayaan memang belum menggunakan istilah inkulturasi.
liturgi selalu menggunakan dan tidak dapat Akan tetapi konsili ini telah membuka dan bahkan
dilepaskan dari simbolisme. Ernst Cassirer mendorong agar Injil Yesus Kristus diwartakan
menyebut manusia sebagai animal symbolicum. kepada segala bangsa melalui bentuk dan
Dan seluruh simbolisasi manusia itu termasuk pendekatan kebudayaan setempat. Para Bapa
dalam budaya yang ada dan dihayati oleh setiap Konsili Vatikan II meyakini bahwa kebudayaan
bangsa kapan pun dan di manapun di dunia ini. setiap bangsa tidak bertentangan tetapi justru
Manusia itu makhluk sosial dan sekaligus disembuhkan, diangkat dan disempurnakan
makhluk simbolis. Ini sebuah pernyataan dan dengan misteri penjelmaan dan penebusan Kristus
sekaligus kenyataan yang tak dapat dibantah. Lalu (AG 9). Untuk mewartakan dan menghadirkan
bagaimanakah maksudnya bahwa Ekaristi juga Injil keselamatan Kristus, “Gereja harus mema-
berciri kultural dan artistik? suki golongan-golongan itu dengan gerak yang
sama seperti Kristus sendiri, ketika Ia dalam
Problematik hubungan Ekaristi dan budaya
penjelmaan-Nya mengikatkan diri pada keadaan-
tentulah masuk dalam ranah refleksi bidang
keadaan sosial dan budaya tertentu, pada situasi
teologi inkulturasi. Berkaitan dengan Ekaristi dan
orang-orang yang sehari-hari dijumpai-Nya” (AG
budaya ini, Paus Yohanes Paulus II mengajarkan
10). Para Bapa Konsili Vatikan II bahkan
demikian:
mengharapkan agar Konferensi-konferensi Wali-
Perkembangan seni suci dan reksa liturgi, gereja mengupayakan perwujudan rencana penye-
yang telah terjadi pada negeri-negeri warisan suaian warta Injil itu ke dalam kebudayaan
Kristen tua, tetapi terjadi juga pada benua- masing-masing (AG 22).
benua kekristenan muda. Bagi penghampiran
inilah mengapa Konsili Vatikan II melihat
Di satu pihak, Ekaristi dirayakan dengan
pentingnya inkulturasi yang sehat dan menggunakan simbol-simbol budaya tertentu dan
seimbang. Dalam banyak kunjungan tetap terbuka pada penyesuaian terhadap aneka
pastoral, saya telah melihat di seluruh dunia, budaya bangsa-bangsa; di lain pihak Ekaristi
suatu vitalitas tinggi, yang dapat dinikmati sebagai perayaan yang mengungkapkan Misteri
oleh perayaan Ekaristi, tatkala Ekaristi Kristus dan hakekat asli Gereja memuat hal-hal
mengenakan bentuk-bentuk, gaya, dan atau unsur-unsur, katakanlah simbol-simbol, yang
kepekaan pelbagai budaya. Oleh penye- tidak dapat diubah karena ditetapkan oleh Allah
suaian terhadap perubahan keadaan waktu (SC 21). Lalu simbol budaya setempat manakah
dan tempat Ekaristi menawarkan dukungan,
yang masih dapat dan boleh dimasukkan dalam
bukan hanya kepada perorangan melainkan
juga terhadap seluruh bangsa, dan Ekaristi
perayaan Ekaristi? Hal ini mesti harus mengikuti
membentuk budaya menurut ilham patokan-patokan inkulturasi yang sehat dan
kekristenan. (EE 50) seimbang menurut Magisterium Gereja. Paus
Yohanes Paulus II yang begitu menghargai pel-
Dari pernyataan Sri Paus Yohanes Paulus II bagai budaya bangsa tetap mengingatkan kita
ini tampak bahwa inkulturasi dari Ekaristi itu untuk melaksanakan inkulturasi secara sehat dan
sangat penting, hanya saja harus dilaksanakan seimbang dengan mengindahkan pertimbangan
secara sehat dan seimbang. Paus Yohanes Paulus matang dari pihak wibawa Gereja yang kompeten.
II sendiri menikmati bagaimana Ekaristi yang Persisnya beliau berkata:

57
Universalitas Ekaristi (E.P.D. Martasudjita)

Pentinglah agar upaya adaptasi yang penting apabila isi iman yang dirayakan itu sesuai dengan
ini dilakukan dengan kesadaran yang tak iman Gereja yang sumber dan norma tertingginya
kunjung henti akan keluhuran misteri ini, pada Kitab Suci dan Tradisi Suci 18. Adapun
sehingga setiap generasi wajib bercermin persekutuan dengan Gereja semesta sebagai
kepadanya. Khazanah adalah sekian penting
patokan kedua menjelaskan bagaimana inkulturasi
dan maha berharga untuk tidak boleh
dibiarkan berantakan atau persekongkolan mesti selalu dalam ikatan dengan seluruh Gereja
lewat bentuk-bentuk percobaan atau praktek yang kudus. Semua perbedaan ungkapan
yang dimasukkan begitu saja tanpa simbolnya sebagai hasil inkulturasi tidak boleh
pertimbangan matang dari pihak wibawa membuat Gereja setempat menjadi Gereja
Gereja yang kompeten. Selanjutnya, tersendiri, tetapi mesti tetap tak terpisahkan dari
sentralitas misteri Ekaristi menuntut agar Gereja universal.
setiap pertimbangan harus dilakukan dalam
kerjasama yang erat dengan Tahta Suci. Pada artikel 34 - 37, Instruksi IV dari
Seperti saya tulis dalam Himbauan Pasca- Kongregasi Ibadat dan Tatatertib Sakramen, De
Sinode Gereja di Asia, ‘kerjasama itu Liturgia Romana et Inculturatione (Liturgi
bersifat hakiki karena liturgi suci Romawi dan Inkulturasi – disingkat LRI)
mengungkapkan dan merayakan iman yang memberikan asas-asas umum yang dapat
sama dari semua umat beriman, karena dipandang sebagai patokan berinkulturasi. Tahta
merupakan warisan seluruh Gereja, tak Suci menggariskan tiga asas umum untuk proses
mungkin ditentukan oleh Gereja lokal secara inkulturasi, yaitu tujuan inkulturasi, kesatuan
terpisah dari Gereja universal’. (EE 50)
hakiki Ritus Romawi, dan kewibawaan yang
Poinnya di sini bukan karena Tahta Suci ingin berwenang (art. 34). Ketiga asas itu dijelaskan
selalu mengatur segala-galanya dalam bidang dalam tiga artikel kemudian. Artikel 35
perayaan Ekaristi ini tetapi inti pesannya ada pada menyatakan bahwa tujuan inkulturasi:
ajakan untuk menyadari keluhuran dan keagungan
Seperti yang digariskan oleh Konsili Vatikan
misteri Ekaristi yang mahaberharga ini. Di tempat
II sebagai dasar pemugaran umum liturgi:
lain Paus Yohanes Paulus II menyebut: “Ekaristi ’dalam pembaruan itu naskah dan upacara-
adalah karunia yang terlalu berharga untuk upacara harus diatur sedemikian rupa
diserahkan kepada ketidaktentuan dan pelecehan” sehingga lebih jelas mengungkapkan hal-hal
(EE 10). Misteri iman yang dirayakan dalam kudus yang dilambangkannya. Dengan
Ekaristi begitu kudus dan luhur sehingga menun- demikian, umat Kristen, sedapat mungkin,
tut sikap dan perlakukan kita yang sepantasnya menangkapnya dengan lebih mudah, dan
dan tidak asal-asalan memperlakukan tata dapat ikut serta dalam perayaan secara
perayaan Ekaristi. Sekali lagi Santo Yohanes penuh, aktif, dan dengan cara yang khas bagi
Paulus II meyakini: “Tak seorang pun diijinkan jemaat’. Tata perayaan juga perlu disesuai-
kan dengan daya tangkap umat dan jangan
meremehkan misteri yang dipercayakan ke tangan
sampai memerlukan banyak penjelasan.
kita: misteri ini terlalu agung bagi siapapun untuk
merasa bebas memperlakukannya secara ringan Menarik sekali apa yang disebut dalam
dan dengan mengabaikan kesucian dan Instruksi Liturgi Romawi dan Inkulturasi dengan:
universalitasnya” (EE 51). ”Sesuai dengan daya tangkap umat dan jangan
sampai memerlukan banyak penjelasan.” Ini
3. PATOKAN BERINKULTURASI menunjukkan bahwa patokan inkulturasi yang
PERAYAAN EKARISTI 16 baik terletak pada penggunaan simbol budaya
yang sudah akrab dan dimengerti atau dipahami
Selanjutnya mesti dibahas bagaimana inkultu-
oleh umat, tanpa banyak memerlukan penjelasan
rasi perayaan Ekaristi yang tampaknya menjadi-
lagi, sekaligus sesuai dengan misteri iman akan
kan penghayatan perayaan Ekaristi di berbagai
Kristus yang dirayakan.
tempat begitu beragam akan tetapi perayaan Eka-
risti tetaplah bernilai universal? Santo Yohanes Untuk asas kesatuan hakiki dengan Ritus
Paulus II menyebut dua patokan pokok yang harus Romawi dijelaskan dalam dokumen tersebut pada
diperhatikan dalam proses inkulturasi: “(1) artikel 36. Pada teks ini disebutkan bahwa proses
kesesuaian dengan Injil dan (2) persekutuan inkulturasi tidak dimaksudkan atau katakanlah
dengan Gereja semesta” 17. Kesesuaian dengan menuntut diciptakannya rumpun liturgi baru.
Injil sebagai patokan pertama menunjukkan bahwa Gereja memandang proses inkulturasi sebagai
inkulturasi mesti bergerak dalam Injil Yesus usaha menanggapi kebutuhan-kebutuhan budaya
Kristus sebagaimana diwartakan dan diajarkan setempat dan mengarah kepada penyesuaian-
oleh Gereja. Inkulturasi disebut sesuai dengan Injil penyesuaian yang masih tetap berada dalam

58
Vol. 03, No. 01, Mei 2014, hlm. 51-62

kesatuan dengan Ritus Romawi. Cara konkret agar Allah yang terlaksana dalam Yesus Kristus yang
kita tidak lepas dari kesatuan dengan Ritus puncaknya adalah peristiwa wafat dan kebang-
Romawi adalah menyusun perayaan liturgi sesuai kitan-Nya atau Misteri Paskah. Para Bapa Konsili
dengan edisi acuan (editio typica) yang diterbitkan Vatikan II menegaskan isi perayaan liturgi
dari Tahta Suci. Dalam edisi acuan macan itu termasuk Ekaristi ini dengan berkata: “…Gereja
biasanya selalu diberikan petunjuk bagi ruang- tidak pernah lalai mengadakan pertemuan untuk
ruang penyesuaian yang dapat menjadi bagian merayakan misteri Paskah; di situ mereka
proses inkulturasi Gereja setempat. membaca ‘apa yang tercantum tentang Dia dalam
seluruh Kitab Suci (Luk 24:27); mereka mera-
Adapun asas terakhir yaitu kewibawaan yang
yakan Ekaristi, yang menghadirkan kemenangan
berwenang menunjuk pada pelaksanaan proses
dan kejayaan-Nya atas maut’” (SC 6). Selama
inkulturasi sepenuhnya tergantung pada
yang dirayakan adalah iman Gereja akan Yesus
wewenang Gereja (LRI 37). Artinya, tidak setiap
Kristus yang satu dan sama ini, sebagaimana
orang, meski seorang imam, boleh dengan
diimani dan diwartakan para Rasul, perayaan
sendirinya langsung melaksanakan suatu perayaan
Ekaristi dalam model inkulturasi apapun akan
inkulturatif yang sebebas-bebasnya, menurut
tetap perayaan Ekaristi Gereja yang universal dan
tafsiran pribadi. Tahta Suci menyatakan bahwa
sepanjang masa.
wewenang pertama ada pada Tahta Suci yang
dilaksanakan oleh Kongregasi Ibadat dan Tata Kedua, subjek atau pelaksana perayaan
Tertib Sakramen. Kemudian dalam batas-batas Ekaristi adalah Kristus bersama Gereja-Nya.
yang ditentukan hukum wewenang itu ada pada Dalam istilah Konstitusi Liturgi, subjek yang
Konferensi Waligereja dan kemudian pada batas melaksanakan perayaan Ekaristi adalah “Tubuh
tertentu selanjutnya para Uskup diosesan. Mistik Yesus Kristus, yakni Kepala beserta para
anggota-Nya” (SC 7). Yang dirayakan adalah
Dengan mengikuti asas-asas umum sebagai
misteri Paskah yang hadir; itulah puncak kesela-
patokan berinkulturasi itu, perayaan Ekaristi yang
matan umat manusia. Tetapi yang menghadirkan
dirayakan di Gereja setempat di manapun tetap
juga Diri Yesus Kristus sebagai Sang Imam
akan menjadi perayaan Ekaristi Gereja universal.
Agung satu-satunya Perjanjian Baru, yang
Juga apabila umat yang ikut hadir dalam perayaan
mengurbankan diri-Nya sekali untuk selama-
Ekaristi di sebuah paroki adalah orang-orang yang
lamanya (bdk. Ibr 7:27). Hanya ada satu kurban
berasal dari daerah lain yang sama sekali berbeda,
dalam Perjanjian Baru, dalam perayaan Ekaristi,
umat itu tetap merasakan perayaan Ekaristi Gereja
itulah kurban salib Kristus yang saleh, tanpa salah,
yang satu dan sama, hanya barangkali saja
tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang
beberapa hal khususnya menyangkut ungkapan
berdosa dan lebih tinggi dari pada tingkat-tingkat
bahasa dan simbol lainnya tidak mereka mengerti.
surga” (Ibr 7:26). Nah, itulah yang dihadirkan
Inilah patokan-patokan dasar dari Gereja yang
dalam perayaan Ekaristi, namun kini kurban salib
dapat dipegang agar universalitas Ekaristi tetap
Kristus itu dihadirkan oleh Kristus bersama
terjaga.
Gereja, yaitu Tubuh-Nya di dunia ini, bagi umat
beriman. Hanya dengan pengantaraan Kristus,
4. PEMIKIRAN PASTORAL BAGI
bersama Dia dan dalam Dia 20, Gereja menyampai-
INKULTURASI EKARISTI kan kurban dan pujian kepada Allah, melalui
GEREJA 19 partisipasinya dalam kurban salib Kristus itu.
Sebuah proses inkulturasi yang dilaksanakan Dalam arti inilah Gereja juga sungguh-sungguh
menurut patokan dan asas-asas umum yang pelaksana perayaan Ekaristi, dalam pengertian
diajarkan Gereja dapat menjamin usaha inkulturasi ambil bagian dalam tindakan Sang Kepala Tubuh
Ekaristi yang baik dan membantu penghayatan yaitu Kristus.
iman umat setempat. Orang juga tidak perlu takut Gereja sebagai pelaksana perayaan Ekaristi
akan kemungkinan terpisahnya Gereja setempat adalah Gereja dalam pengertian seluruh Gereja,
dari Gereja universal. Berikut penulis sampaikan Gereja universal baik seluas dunia maupun
tiga pemikiran pastoral. sepanjang zaman, dan bukan hanya Gereja dalam
Pertama, perayaan Ekaristi inkulturatif pengertian setempat saja. Yang merayakan
bukanlah perayaan Ekaristi yang berbeda dari Ekaristi itu bukan hanya umat di sebuah paroki
perayaan Ekaristi Gereja lainnya dalam hal apa tertentu atau kelompok umat dari wilayah atau
yang dirayakan. Perayaan Ekaristi dengan label stasi tertentu dengan Rama Paroki atau imamnya
inkulturatif di tempat dan masa waktu kapanpun saja. Itulah mengapa Santo Yohanes Paulus II
tetaplah perayaan iman akan karya penyelamatan berkata:

59
Universalitas Ekaristi (E.P.D. Martasudjita)

Kurban Ekaristi, sembari senantiasa benar-benar apa yang dipahami dan dihidupi umat
dipersembahkan pada jemaat tertentu, tak beriman yang sedang mengikuti Misa Kudus itu.
pernah merupakan perayaan jemaat itu saja. Bahkan arah inkulturasi liturgi bukan hanya
Pada kenyataannya, jemaat, dalam berhenti pada tingkat perayaan dan penghayatan
menyambut kehadiran Ekaristi Tuhan,
perayaan itu sendiri tetapi pada penghayatan apa
menyambut seluruh karunia penyelamatan,
dan menunjukkan bahwa, bahkan dalam yang dirayakan itu dalam hidup sehari-hari, alias
bentuknya khusus terakhirnya yang pada perwujudan 2.6(e)11.3(h)12.8( c 0.304 Tw 01P57 0 T0
kelihatan, inilah gambar dan kehadiran sejati
dari Gereja yang satu, kudus, katolik dan
apostolik. Dari itu, persekutuan Ekaristi
sejati tak mungkin tertutup dalam dirinya,
seolah-olah cukup bagi diri sendiri.
Persekutuan Ekaristi itu haruslah selaras
dengan setiap jemaat Katolik lainnya. (EE
39)

Pernyataan Paus Yohanes Paulus II tersebut


berimplikasi pada inkulturasi perayaan Ekaristi.
Perayaan Ekaristi pada sebuah kelompok umat di
manapun tetaplah perayaan seluruh Gereja. Kon-
stitusi Liturgi sendiri menegaskan bahwa setiap
perayaan liturgi adalah perayaan seluruh Gereja
(SC 26). Dari patokan dan asas-asas umum
inkulturasi di atas tampaklah bahwa berbagai
usaha inkulturasi liturgi termasuk Ekaristi yang
memang sangat didukung dan dianjurkan Gereja
harus tetap menampakkan kesatuannya dengan
Injil Yesus Kristus yang diwartakan oleh para
Rasul dan sekaligus hubungannya dengan Gereja
semesta. Secara praktis, inkulturasi liturgi ter-
masuk inkulturasi Misa Kudus mesti berpangkal
dari edisi acuan dari Tahta Suci, sedangkan
menyangkut hal-hal simbolik lokal yang masuk
dalam perayaan liturgi mesti sungguh-sungguh
dicermati dari berbagai sudut pandang ilmu dan
tradisi teologi dan liturgi Gereja, serta ada dalam
koordinasi dengan yang berwenang dalam Gereja.
Ketiga, kekayaan simbolik lokal yang
digunakan dalam perayaan Ekaristi inkulturasi
mestilah merupakan simbol-simbol yang benar-
benar dihayati oleh umat beriman setempat yang
merayakan Ekaristi itu dan bukan sekedar “sebuah
tontonan” atau “pertunjukan” 21 simbol-simbol
masa lalu yang dihidupi nenek moyang dahulu
sedangkan bagi umat sendiri sekarang sudah
menjadi asing. Dari pengamatan penulis, masih
cukup banyak orang yang memikirkan usaha
inkulturasi sebagai sekedar usaha memasukkan
unsur-unsur budaya lokal yang sebenarnya sudah
tidak dihayati lagi oleh sebagian besar umat
beriman yang hadir dan barangkali masih dikenali
hanya oleh kelompok tua saja. Perayaan Ekaristi
inkulturatif mestilah perayaan Ekaristi yang
dihayati seluruh umat yang hadir dalam liturgi
tersebut sebagai “perayaan liturgi kita”. Istilah
“kita” di sini menunjuk bahwa apa yang dirayakan
Vol. 03, No. 01, Mei 2014, hlm. 51-62

CATATAN AKHIR
17
Redemptoris Missio art. 54.
18
1 Dei Verbum art. 21.
Artikel ini adalah hasil pengolahan dan pengembangan lebih 19
lanjut dari artikel penulis yang berjudul “Ekaristi: Di Gereja Beberapa gagasan di sini pernah penulis bahas dalam artikel
Desa pada Altar Dunia”, dalam SPEKTRUM – Dokumentasi dan “Misa Inkulturasi”, dalam B. Boli Ujan dan G. Kirchberger (ed.),
Informasi KWI, no.4 tahun XL, 2012, 38-52. Untuk keperluan Liturgi Autentik dan Relevan, Maumere: Penerbit Ledalero,
publikasi dalam bentuk artikel ilmiah ini, penulis banyak 2006, 175-191, khususnya 181-182.
20
melakukan pengolahan, perubahan, dan pendalaman atas isi Bdk. Doxologi Penutup dari Doa Syukur Agung dalam TPE.
artikel dalam SPEKTRUM tersebut dan penulis menyesuaikan 21
Richard D. McCall, seorang asisten profesor liturgi dan musik
format yang dituntut dalam Jurnal Teologi ini. liturgi dari Gereja Episkopal, menelaah liturgi sebagai sebuah
2
Hanya saja harus dicatat apa yang dikatakan oleh Nathan D. penampilan atau pertunjukan, dalam bukunya Do This – Liturgy
Mitchell, seorang spesialis profesional bidang liturgi di Notre as Performance, Notre Dame: University of Notre Dame Press,
Dame, yang mengatakan bahwa usaha penggunaan bahasa 2008. Dalam buku tersebut, meskipun liturgi disoroti dari apa
daerah dalam liturgi Ritus Romawi Gereja Katolik sebenarnya yang ditampilkan atau “dipertunjukkan” dalam tata perayaannya,
tidak dimulai pda waktu dan setelah Konsili Vatikan II liturgi selalu dilihat dari ungkapan simbol-simbol dari apa yang
melainkan sudah sejak zaman Renaissance pada abad XVI, dirayakan yaitu kenangan akan Tritunggal sebagai objek liturgi:
sebagaimana misalnya tampak dalam karya-karya lukisan yang “Anamnesis of Trinity: The Object of Liturgy, 91-98.
berfokus pada kemanusiaan Kristus. Lihat Nathan D. Mitchell, 22
Dikutip dari Oscar Lukefahr, Mengungkap Misteri & Rahasia
Meeting Mystery, Maryknoll-New York: Orbis books, 2006, 172. Misa Katolik, terjemahan oleh V. Prabowo Shakti, Bandung:
3
Dalam buku Mozaik Gereja Katolik Indonesia. 50 Tahun Pasca Lumen Deo, 2014, 225.
Konsili Vatikan II, yang diedit V. Indra Sanjaya dan F. Purwanto,
Yogyakarta: Kanisius, 2013, disampaikan tulisan para Uskup
atau yang mendapat delegasi yang menggambarkan
perkembangan Gereja Katolik di Keuskupan-keuskupan di DAFTAR RUJUKAN
Indonesia. Usaha inkulturasi liturgi dilakukan di Keuskupan-
keuskupan dengan giat, lihat 229, 387, 607, 666.
Benediktus XVI, 2007, Sacramentum Caritatis,
4 Anjuran Apostolik mengenai Ekaristi sebagai
Misalnya melalui program Youtube, kita begitu mudah
mengakses video Misa Pontifical di Roma atau Misa-misa di sumber dan puncak kehidupan serta perutusan
tempat lain. Gereja.
5
Salah satu buku tentang tema ini dapat disebut misalnya: P.
McPartlan, Sacrament of Salvation: An Introduction to
George, F. Cardinal OMI, 2009, “Universal
Eucharistic Ecclesiology, Edinburgh: T&T Clark, 1995. Communion” dalam S.J. Rosseti (ed.), Born of
6
Lih. R. Bordeianu, Dumitru Staniloae: An Ecumenical the Eucharist, Notre Dame, Indiana: Ave
Ecclesiology, Edinburgh: T&T Clark, 2011, 189 – 214. Maria Press.
7
Ensiklik Paus Yohanes Paulus II mengenai Ekaristi dan
Hubungannya dengan Gereja, tanggal 17 April 2003.
Indra Sanjaya, V dan F. Purwanto, 2013, Mozaik
8 Gereja Katolik Indonesia. 50 Tahun Pasca
Anjuran Apostolik Paus Benediktus XVI mengenai Ekaristi
sebagai Sumber dan Puncak Kehidupan serta Perutusan Gereja, Konsili Vatikan II,Yogyakarta: Kanisius.
tanggal 22 Februari 2007.
9
Kongregasi Ibadat dan Tatatertib Sakramen, 2004, De
Kata kosmik berasal dari kata Yunani kosmos yang berarti dunia.
10
Liturgia Romana et Inculturatione (Liturgi
Universalitas Ekaristi ini juga disebut oleh Kardinal Francis
Romawi dan Inkulturasi), Instruksi IV tentang
George, OMI, yang menulis: “Pada tanggal 17 April 2008, saat
Misa bersama Paus di Stadium National Washington DC, ketika Pelaksanaan Konstitusi Liturgi Vatikan II
saya sedang berdoa syukur selama waktu hening setelah no.37-40 secara benar, terjemahan oleh
pembagian komuni suci, saya memandang seluruh stadion dari Komisi Liturgi KWI.
ruang suci (tempat duduk para konselebran) dan saya tiba-tiba
merasakan pengalaman yang amat mendalam mengenai kesatuan Lukefahr, O., 2014, Mengungkap Misteri & Rahasia
dalam Kristus yang menjadi hakikat kehidupan Gereja. Paus Misa Katolik, terjemahan oleh V. Prabowo
adalah pusat yang kelihatan dari persekutuan universal, tetapi
Yesus yang bangkit dari antara orang mati, yang dalam tubuh- Shakti, Bandung: Lumen Deo.
Nya yang kita sambut secara sakramental bekerja secara tidak
kelihatan untuk mempersatukan secara lebih dekat semua orang
Martasudjita, E.P.D., 2006,“Misa Inkulturasi”, dalam
yang datang untuk mengenal-Nya dalam tubuh-Nya, yaitu B. Boli Ujan dan G. Kirchberger (ed.), Liturgi
Gereja”. Cardinal Francis George, OMI, “Universal Autentik dan Relevan, Maumere: Ledalero.
Communion” dalam S.J. Rosseti (ed.), Born of the Eucharist,
Notre Dame, Indiana: Ave Maria Press, 2009, 45-46, di sini 45. 2010,“Proses Inkulturasi Liturgi di Indonesia”,
11
Sacrosanctum Concilium art. 57.2.2: Namun hendaknya setiap dalam STUDIA – Philosophica et theologica
imam tetap diperbolehkan mengurbankan Misa sendiri, asal vol.10 no.1, 39-60.
jangan pada saat yang bersamaan dalam gereja yang sama: juga
asal jangan pada hari Kamis Putih Perjamuan Tuhan. 2012,“Ekaristi: Di Gereja Desa pada Altar
12
“Terpujilah Engkau ya Tuhan Allah semesta alam, sebab dari Dunia”, dalam SPEKTRUM – Dokumentasi
kemurahan-Mu kami menerima roti yang kami siapkan ini. Inilah dan Informasi KWI, no.4 tahun XL, 38-52.
hasil bumi dan usaha manusia yang bagi kami akan menjadi roti
kehidupan”, TPE 2005, Buku Imam, 37. McCall, R.D., 2008, Do This – Liturgy as Performance,
13
TPE 2005, Buku Imam, 101. Notre Dame: University of Notre Dame Press.
14
Dapat dibaca misalnya TPE 2005, Buku Imam, 143-145.
15
Mitchell, N.D., 2006, Meeting Mystery, Maryknoll-
Judul bab VII dari Lumen Gentium berbunyi: “Sifat Eskatologis
Gereja Musafir dan Persatuannya dengan Gereja di Surga”.
New York: Orbis books.
16
Lihat artikel penulis: “Proses Inkulturasi Liturgi di Indonesia”,
dalam STUDIA – Philosophica et theologica vol.10 no.1 (1
Maret 2010), 39-60.

61
Universalitas Ekaristi (E.P.D. Martasudjita)

Yohanes Paulus II, 2003, Ecclesia de Eucharistia,


Ensiklik mengenai Ekaristi dan Hubungannya
dengan Gereja.
1999, Redemptoris Hominis, Ensiklik
mengenai Yesus Kristus Penebus Umat
Manusia.

62

Anda mungkin juga menyukai