html
ACTIVITY-BASED BUDGETING
A. PENGERTIAN ACTIVITY-BASED BUDGETING
Activity-based budgeting merupakan pendekatan baru dalam proses penyusunan anggaran.
Pendekatan ini merupakan proses merencanakan dan mengendalikan aktivitas yang diharapkan
dapat mencapai efektivitas biaya dalam anggaran, sehingga memenuhi beban kerja yang
diramalkan dan tujuan strategik yang telah disepakati. Activity-based budgeting merupakan proses
penyusunan anggaran yang berfokus pada improvement terhadap sistem yang digunakan oleh
organisasi agar dapat menghasilkan value bagi pelanggan (Brimson dan Antos, 1999) dan berfokus
pada proses secara integral terhadap suatu organisasi (McClenahen, 1995), serta merupakan
proses perencanaan dan pengendalian aktivitas-aktivitas yang diharapkan oleh organisasi agar
mencapai anggaran yang cost-effective dan memenuhi workload sesuai dengan tujuan dan
strategi organisasi (Antos,1997).
Activity-based budgeting dapat diaplikasikan pada semua organisasi dan fungsi, termasuk untuk
perusahaan jasa, dan fungsi-fungsi overhead, sedangkan pada perusahaan manufaktur, konsep ini
mula-mula diterapkan (lihat misalnya, Newberry dan Bacon, 1994; dan Brinson dan Antos, 1998).
Adanya tantangan baru mendorong semua organisasi komersial ataupun non komersial
memusatkan perhatiannya pada overall cost.
Activity-based budgeting berbeda secara signifikan jika dibandingkan dengan traditional
budgeting. Secara ringkas perbedaan traditional budgeting dan activity-based
budgeting dapat dilihat pada tabel berikut ini:
B. PRINSIP-PRINSIP ACTIVITY-BASED BUDGETING
Amin (2003:6) mengemukakan prinsip-prinsip Activity Based Budgeting (ABB) sebagai berikut:
1. ABB harus menggambarkan apa yang dilakukan, aktivitas atau proses usaha (business
processes), bukan unsur biaya (cost elements). Sumber daya yang dibutuhkan atau elemen biaya
harus berasal dari aktivitas yang diharapkan atau proses usaha dan beban kerja
(workload). Workload adalah jumlah unit dari suatu aktivitas yang dibutuhkan. Misalnya, dalam
departemen sumber daya manusia, beban kerja untuk aktivitas “merekrut karyawan” adalah
merekrut 30 orang karyawan. Biaya untuk melakukan aktivitas tersebut adalah gaji dan tunjangan
dari perekrut, perjalanan, advertensi, testing, peralatan kantor, dan biaya lain termasuk untuk
ruang yang ditempati perekrut dan untuk wawancara. Apabila rencana perekrutan batal, beban
kerja untuk aktivitas tersebut akan nihil.
2. Anggaran berbasis aktivitas harus didasarkan pada beban kerja (workload) mendatang agar
dapat memenuhi; persyaratan pelanggan, tujuan dan strategi organisasi/departemen, jasa dan
bauran jasa (service mix) yang baru atau yang diubah, perubahan dalam proses usaha, perbaikan
dalam efesiensi dan efektifitas, perubahan dalam tingkat layanan (service level), mutu, fleksibilitas
dan tujuan siklus waktu.
3. Anggaran akhir harus menggambarkan perubahan dalam biaya sumber daya (resource cost).
4. Sebagai bagian dari proses pengganggaran, perusahaan perlu memberi perhatian pada usaha
perbaikan yang berkesinambungan. Setiap departemen harus mengidentifikasi aktivitas atau
proses usaha untuk melakukan perbaikan, jumlah perbaikan, dan bagaimana merencanakan
mencapai target perbaikan.
Menurut Gunawan Adisaputro dan Yunita Anggarini (2007:375), ada tiga prinsip dasar Activity
Based Budgeting (ABB) sebagai berikut:
1. Activity based budgeting berfokus pada pemahaman tentang aktivitas dan hubungannya
untuk mencapai tujuan strategik.
Activity-based budgeting ini diawali dengan manajemen mendefinisikan visi, misi, strategi dan
usulan nilai dari produk/jasa. Strategi dirumuskan berbasis pada analisis customer requirement,
pengetahuan pasar dan persaingan untuk menentukan nilai (value) yang dapat diberikan
kepada customer. Melalui serangkaian langkah, strategi ini didefinisikan untuk mendukung
atribut performance yang mengusulkan nilai suatu produk/jasa. Proses cascading dapat digunakan
untuk mengartikulasi bagaimana strategi seharusnya direfleksikan dalam proses dan aktivitas.
Berikut ini contoh bagaimana suatu bank melalui proses ini.
Tahap Contoh
Untuk mencapai visi, perusahaan perlu mengidentifikasi berbagai desain strategi yang mengarah
ke area kunci. Kesuksesan akan dapat dicapai jika strategi difokuskan pada proses-proses ktitis.
Melalui feature costing, activity-based budgeting mengidentifikasi proses-proses yang berbeda
akibat persyaratan dan kondisi yang unik (feature) dari setiap produk/jasa. Dengan
mengkombinasikan activity-based budgeting dan feature costing, organisasi dapat menyusun
rencana pemacu nilai (a value-driven planning).
2. Activity based budgeting berfokus ke penciptaan nilai.
Nilai dapat diciptakan ketika costumer bersedia menggunakan produk/jasa. Sasaran yang
diperlukan untuk menciptakan nilai yaitu:
a. Pemerolehan/pertumbuhan pangsa pasar
Dapat dilakukan dengan pengenalan produk/jasa baru, penempatan perusahaan pada ceruk pasar
tertentu, pembukaan wilayah pemasaran baru, pembangunan kerjasama operasi dengan
perusahaan lain, dan pemerolehan bisnis pesaing.
b. Peningkatan laju pertumbuhan penjualan
Dapat dilakukan dengan penawaran baru atau melakukan perbaikan secara berkelanjutan atas
produk dan jasa yang disediakan costumer.
c. Peningkatan profit margin
Penciptaan nilai mrnuntut personel untuk menungkatkan pendapatan yang diikuti dengan
penurunan biaya, sehingga profit margin menjadi lebih besar.
d. Pengurangan biaya
Biaya yang dapat dikurangi meliputi biaya pokok produksi (seperti biaya bahan mentah, tenaga
kerja dan overhead pabrik).
e. Pengurangan pajak penghasilan
Pengurangan pajak penghasilan dapat diwujudkan jika personel memahami dampak setiap
keputusan yang diambilnya terhadap biaya dan pendapatan, yang pada gilirannnya akan
menentukan besarnya tax loss dan tax saving berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku.
f. Peningkatan produktivitas aktiva
Saat perputaran modal kerja naik maka pendapatan juga akan naik dan mengurangi cost of
capital dan biaya.
g. Pengurangan biaya modal
Pengurangan biaya modal dapat diperoleh dengan mencari pinjaman dengan tingkat bunga yang
rendah.
3. Activity based budgeting merupakan proses yang mengarahkan seluruh aktivitas perusahaan
untuk menciptakan nilai.
Aktivitas perusahaan untuk penciptaan nilai dikelompokkan pada 4 golongan yaitu aktivitas yang
secara langsung berkaitan dengan penyediaan produk dan jasa bagi costumer luar, aktivitas yang
meberikan dukungan secara langsung kepada result producting activities dalam penyediaan
produk dan jasa bagi costumer, pusat jasa yang menyediakan layanan bagi result producing
activities dan result contributing activities, dan pusat jasa yang menyediakan layanan kebersihan
dan kerumahtanggaan bagi ketiga aktivitas lainnya.
D. KEUNGGULAN ACTIVITY-BASED BUDGETING
Dibandingkan dengan traditional budgeting, activity-based budgeting memiliki keunggulan
sebagai berikut ini (disarikan dari Connally dan Ashworth, 1994; Lukens, 1995; dan Cooper dan
Kaplan, 1998)
1. Orientasi personel diarahkan ke pemenuhan kebutuhan customers
Proses penyusunan anggaran mengarahkan perhatian seluruh personel organisasi ke pencarian
berbagai peluang untuk melakukan improvement (process way of thinking) terhadap sistem yang
digunakan untuk menghasilkan value bagi customers. Keadaan seperti ini menjanjikan tercapainya
efektivitas kegiatan bisnis perusahaan yang pada gilirannya diharapkan akan
menghasilkan financial return yang memadai bagi perkembangan organisasi melalui loyalitas
pelanggan.
2. Fokus penyusunan anggaran pada perencanaan aktivitas, digunakan untuk
menghasilkan value bagi customers
Penyusunan anggaran akan memperoleh gambaran yang jelas antara penyebab dan akibat. Biaya
timbul sebagai akibat dari adanya aktivitas. Jika personel akan mengurangi biaya, cara efektif yang
dapat ditempuh dengan mengelola penyebab timbulnya biaya tersebut, yaitu aktivitas. Anggaran
merupakan langkah strategik untuk melaksanakan pengurangan biaya (cost reduction) melalui
perencanaan aktivitas yang mengkonsumsi biaya. Kejelasan hubungan sebab-akibat menyebabkan
personel mempunyai target yang jelas yang harus dicapai selama tahun anggaran. Kejelasan
target, seperti target aktivitas, cost reduction target, dan target peningkatan penghasilan (revenue
enhancement target), akan meningkatkan kejelasan peran yang disandang oleh personel. Kondisi
ini akan membangkitkan semangat dalam diri personel dalam mewujudkan tujuannya
(empowerment).
3. Activity-based budgeting mendorong personel untuk mengimplementasikan cara berpikir
berbasis sistem (system thinking)
Keputusan improvement di satu bidang tidak dapat dilepaskan pengaruhnya terhadap bidang
lainnya. Keseluruhan lebih penting daripada sekedar bagian-bagiannya. Hal ini berbeda dengan
dengan traditional budgeting yang memandang bagian atau fungsi lebih penting daripada
keseluruhan
4. Mencapai keunggulan dengan menghilangkan pemborosan
Untuk memacu nilai, suatu organisasi seharusnya berupaya menghilangkan pemborosan.
Organisasi perlu sistem penganggaran dan pelaporan yang mampu mengidentifikasi dan
menyoroti pemborosan dalam organisasi. Oleh karena biaya timbul sebagai akibat adanya
aktivitas, maka cara yang efektif untuk mengatasi pemborosan tersebut adalah mengelola
penyebab timbulnya biaya tersebut.
5. Mencapai keunggulan dengan mengurangi beban kerja
Upaya memacu nilai memerlukan cara menentukan pengurangan biaya tanpa harus mengurangi
kualitas output. Ini dapat dilakukan dengan menyesuaikan tingkat layanan atau dengan
mengurangi unit output. Untuk mengurangi beban kerja adalah dengan memperoleh pemahaman
yang mendalam tentang output yang diinginkan customer. Tujuannya selain mengetahui keinginan
customer, juga untuk memahami kebutuhan atas output dan bagaimana hal tersebut dapat
dimanfaatkan perusahaan.
E. PROSES ACTIVITY-BASED BUDGETING
Menurut Gunawan Adisaputro dan Yunita Anggarini (2007:375) tahap dalam proses Activity-based
budgeting meliputi :
1. Menganalisa Strategi
Fokus penyusunan anggaran activity-based-budgeting adalah merencanakan aktivitas yang
digunakan untuk mendapatkan value bagi customer. Untuk mengarahkan nilai (driving value) ini,
diawali dengan tahap pendefinisian tujuan dan perumusan strategi organisasi oleh manajemen
senior. Kemudian melalui beberapa tahap, strategi ini diterjemahkan ke dalam proses bisnis,
aktivitas, dan kondisi (feature) yang sesuai.
Menterjemahkan Customer Requirements Kepada Target
Proses perumusan strategi diawali dengan analisis customer requirements dan pengetahuan
pasar serta persaingan, seperti halnya usulan value (nilai) yang akan disampaikan. Berdasar
analisis ini kemudian dapat ditetapkan secara strategik. Perusahaan mesti memahami dengan
benar berapa harga yang diterima oleh customer (pasar bersedia membayar untuk produk/jasa
spesifik). Setelah harga diterima pasar (market price) telah ditentukan, maka organisasi kemudian
dapat menghitung berapa biaya yang sesuai untuk mencapai profit margin yang diinginkan. Hal ini
dikenal dengan proses perencanaan laba (the profit planning process) atau anggaran yang
menghasilkan targeted cost (dikenal sebagai allowable cost).
Target costing merupakan suatu metode penentuan biaya (cost) produk/jasa yang didasarkan
pada (target price) yang diperkirakan customer bakal bersedia untuk menerimanya. Target ini
kemudian diterjemahkan kedalam target-target tingkat aktivitas untuk setiap aktivitas yang akan
dilakukan. Biaya yang ditanggung customer inilah yang dijadikan sebagai target cost dan dijadikan
sebagai dasar untuk merancang berbagai aktivitas yang diperlukan untuk mencapai target
cost tersebut. Target cost dapat dihitung dengan formula sebagai berikut:
Harga yang dapt diterima pasar (Price-market driven) Rp xxx
Laba yang diharapkan (Profits target) Rp xxx –
Target cost/Allowable cost Rp xxx
Sasaran strategik yang telah ditetapkan harus dapat diterjemahkan ke dalam tindakan berujud
(tangible) dan terukur (measurable) yang mampu meningkatkan performance bisnis organisasi.
Kini banyak perusahaan besar yang berpengalaman untuk memahami keterkaitan antara area
berujud (intangible area) dan hasil finansial. Sebagaimana diterapkan dalam Harvard Business
Review tentang profil perusahaan Sears. Perusahaan ini yang secara statistik dapat menunjukkan
keterkaitan bagaiman peningkatan kepuasan karyawan mampu menghasilkan
kepuasan customer yang tinggi, yang pada akhirnya mampu meningkatkan penjualan (James A.
Brimsons dan John Antos, 1999).
Menentukan Tujuan Realistis untuk Merumuskan Strategi Organisasi
Manajemen harus realistis ketika merumuskan target performance. Strategi ini tidak akan sukses,
jika tujuan yang diyakini tidak dapat dicapai. Manajemen memahami pasar dan kemudian dengan
kekuatan organisasi menentukan target yang akan dicapai.