Anda di halaman 1dari 5

Sial, sial, sial, gerutu Gita dalam hati.

Bukan tanpa alasan Gita melontarkan kata-kata umpatan dalam benaknya, gadis itu teramat kesal
saat mendapati sebuah kertas antrian bertuliskan angka 1221. Ia sampai di tujuan pada pukul 11
siang, saat semua orang sudah berbondong-bondong mengantri sesuai angka di kertas yang
mereka genggam. Padahal Gita sudah mengerahkan segala tenaga demi mempercepat
perjalanannya ke tempat fanmeet Cevlar, tetapi dirinya tetap saja datang terlambat.

Meski Gita sedikit tak rela— bahkan mungkin kesal, tapi Gadis itu tak menutup mata, ia
sepenuhnya sadar jika ini semua terjadi karena dirinya yang lebih dulu mementingkan
pertemuannya dengan penerbit buku miliknya pagi tadi. Jadi mau tak mau, Gita harus menerima
konsekuensi terhadap pilihannya.

Selagi kakinya melangkah tak tentu arah, Gita juga mengedarkan pandangannya, mencoba
mencari kemana ia harus mengantri. Hingga akhirnya ada beberapa staff penyelenggara yang
mengarahkan Gita untuk naik ke lantai dua. Dalam hatinya, Gita kembali menggerutu. Ribet amat,
anjir. Tiket lantai satu, fanmeet lantai dua.

"Kayaknya biar ga desek-desekan, deh. Makanya tiket di lantai satu, Cevlarnya di lantai dua,"
celetuk seseorang di sampingnya— yang entah siapa, seolah menjawab apa yang baru saja Gita
keluhkan.

Jika dipikir lagi, sepertinya sistem ini memang benar harus diterapkan. Buktinya, Mall besar yang
dipilih si penyelenggara fanmeet ini mendadak ramai karena ada Cevlar si aktor muda tampan
rupawan.

Kini sudah bisa Gita lihat kerumunan orang-orang yang mengantri hanya demi mendapat tanda
tangan di poster terbaru milik Cevlar. Benar, seminggu lalu Cevlar selesai melakukan pemotretan
untuk salah satu majalah terkenal. Bonusnya adalah mengadakan meet and greet serta mendapat
tanda tangan untuk setiap 10 kali pembelian majalah berhadiah poster ukuran 21×29 cm.

Bisa dibilang ini memang merugikan bagi Gita. Toh isi majalahnya hanya dipenuhi dengan tulisan
cara berpakaian nyentrik dan beberapa iklan yang berpartisipasi— bukan yang sesuai Gita
harapkan seperti dipenuhi foto Cevlar, mungkin. Tidak, bukan mungkin, tapi seharusnya. Semua
orang butuh contoh cara berpakaiannya secara langsung, bukan hanya tulisan. Jika saja isi
majalah dipenuhi wajah Cevlar dengan berbagai macam gaya pakaiannya, ia pasti akan rela
membeli ratusan atau mungkin ribuan majalah tersebut— kasarnya.

Terdengar suara bising para penggemar yang sesekali berteriak karena Cevlar melakukan pose
andalannya; kepala yang sedikit menengadah, tangan kanan di dalam saku celana dan tangan kiri
menempel di depan wajahnya— sedikit memberi celah untuk mata di antara jari manis dan jari
tengah, ditambah ekspresi yang datar menatap lurus ke depan; ke arah penggemar yang sibuk
memotret karena tidak mau ketinggalan untuk mengabadikan moment Cevlar disetiap detiknya.
Sedikit demi sedikit, langkah kaki Gita mulai mendekat ke tempat dimana Cevlar duduk dengan
dihalangi sebuah kaca transparan. Rasanya seperti sedang menanti fanmeet bersama idol korea
pada umumnya. Sama-sama dihalangi dengan kaca, sama-sama dijaga ketat oleh para penjaga
dan sama-sama menyapa sambil meminta tanda tangan.

Ah, sial. Lagi, Gita mengumpat kembali saat dirinya tiba-tiba ingat tujuannya datang ke sini.
Tanyakan pada Cevlar, apakah dia benar-benar Charlos yang ia kenal? Charlos pembaca setia AU
Hantam Senioritas miliknya? Charlos yang senantiasa menemaninya begadang menyelesaikan
naskahnya? Juga, Charlos lelaki yang secara diam-diam ia damba?

Kepalanya mendadak pusing, sangking sakitnya memikirkan hal yang tak mungkin. Charlos
adalah Cevlar dan Cevlar adalah Charlos. Cevlar aktor sibuk dan Charlos juga memang selalu
sibuk. Ini benar-benar merepotkan, melihat sosok Cevlar yang sedang duduk menyapa
penggemar satu persatu adalah hal yang tak pernah Gita bayangkan. Apalagi jika benar Cevlar
adalah Charlos, itu pasti akan menjadi hal yang tak pernah bisa Gita percayai.

Setiap langkah kecil dan pelannya, Gita terus berpikir bagaimana cara ia bertanya pada laki-laki
tampan yang kini ada di depannya; Gita sudah semakin dekat.

Hingga akhirnya, kaki gadis itu mulai menaiki dua buah anak tangga dan berjalan ke arah Cevlar
duduk. Dengan penuh rasa ragu, tangannya menyodorkan perlahan majalah yang ia pegang ke
meja Cevlar. Gita tak berkutik sama sekali, jantungnya berdebar hebat hingga lupa apa yang harus
ia tanyakan pada Cevlar karena hilang fokus. Cevlar begitu tampan, sungguh tampan. Apalagi jika
dipandang sedekat ini.

"Namanya siapa?" Cevlar lebih dulu membuka suara hingga berhasil memecahkan lamunan Gita.

"Shagita," jawabnya tanpa ragu, setelah mencoba menyadarkan diri untuk keluar dari
lamunannya.

Cevlar sempat diam menatap gadis yang kini berdiri di depannya dengan raut wajah polos tak
berekspresi, hanya tatapan kebingungan seperti ingin menyampaikan atau mungkin menanyakan
sesuatu.

Laki-laki itu mulai mencoret-coret bagian majalah yang memang sudah seharusnya
ditandatangani, senyumnya mulai mengembang secara perlahan.

"Kenapa? Masih belum percaya, ya, kalo gua tuh Charlos?" begitu kata Cevlar saat bermonolog
sambil terkekeh kecil, ia bahkan tidak mendongak untuk menatap Gita sama sekali, sibuk
menandatangani lembaran-lembaran majalah.

Anjing! Gita mati kutu. Gua ga salah denger, kan? Cevlar bilang Charlos?!

Gadis itu terkejut bukan main. Kakinya sampai lemas dan hampir terduduk di alas tempat ia
berdiri memegang poster gambar Cevlar; lelaki di depannya yang barusan berbicara hal diluar
nalar.

Jantungnya semakin berdebar, bahkan rasanya seperti ingin lompat dari tempatnya. Ucapan yang
baru saja Cevlar lontarkan berhasil membuat keringat dingin Gita bercucuran sedikit-sedikit,
padahal hawa di lantai dua ini bisa dibilang lumayan panas.

Selesai dengan majalahnya, Cevlar menyerahkan kembali majalah tersebut pada gadis di
depannya yang masih bergelut dengan pikirannya yang kalut. Dalam lamunannya, Gita masih
menyempatkan diri untuk meraih majalah itu dan hendak melangkahkan kakinya pergi dari sana.

"Eh, tunggu!" lagi, suara Cevlar berhasil memecahkan lamunan Gita untuk kedua kalinya. Gita
menoleh, menatap Cevlar yang barusan memanggilnya.

"Posternya gak akan ditandatangan?" tanya Cevlar.


Mau ditandatangani, Gita merasa malu. Tapi jika tidak sama sekali, sayang rasanya karena susah
bertemu. Kapan lagi ia bisa mendapat tanda tangan Cevlar secara langsung? Jadi dengan percaya
diri dan meninggalkan rasa malunya, Gita kembali menyerahkan poster miliknya agar
ditandatangani Cevlar.

Selagi tangannya bergerak mencoret abstrak— yang dikenal sebagai tanda tangan, mulut Cevlar
juga ikut berbicara.

"Pulang dari sini, tugas lu bukan lagi harus mikirin Charlos itu beneran gua atau bukan, tapi
pikirin jawaban tentang lu mau gak kalo jadi pacar gua," ucap Cevlar. Lelaki itu kemudian
mendongak guna menatap mata Gita dengan lekat.

Mata mereka bertemu. Cevlar menampilkan senyum termanis yang mungkin belum pernah ia
berikan pada siapa pun, sedangkan Gita hanya diam menatap lelaki di depannya dengan pupil
mata yang membesar.

Dia— dIA BARUSAN NEMBAK GUA?! Rasanya, Gita ingin pingsan di tempat. Beruntung Gita ahli
dalam menahan salah tingkahnya, jadi sekarang yang ia lakukan juga hanya diam dan menganga—
bukan menjerit seperti kebanyakan orang. Gita raih poster miliknya secara paksa dan berlalu
meninggalkan Cevlar yang kembali berinteraksi dengan penggemar lainnya.

Gadis itu mengumpat dalam hati disetiap langkahnya. Ia tak mempercayai sama sekali mengenai
kejadian yang baru saja ia alami. Cevlar mengajaknya berpacaran? CEVLAR—MENGAJAK
GITA—BERPACARAN?

Ibuuuuuu, ia merengek mati-matian.

Sampai di penghujung acara, Cevlar diharuskan berjalan ke pintu keluar sembari


melambai-lambaikan tangannya menyapa penggemar yang datang, lelaki itu juga memamerkan
poster miliknya serta gaya andalannya. Sungguh, lantai dua kini dipenuhi teriakan para fans yang
banyaknya hingga 1300-an— karena katanya dibatas. Kalau diingat-ingat, berarti Gita termasuk di
antrian terakhir.

Cevlar dikelilingi beberapa penjaga hingga membuat Gita sedikit kesulitan saat mengambil
gambar. Ia bahkan harus memperbesar lensa kameranya agar bisa menangkap gambar Cevlar.

Bagaimana bisa lelaki tampan itu begitu bersinar di antara lautan manusia yang ada? Sial, Cevlar
benar-benar menarik seluruh wanita— atau mungkin pria juga, dengan pesonanya. Dan satu yang
tak pernah Gita bayangkan, laki-laki yang kini tengah dikerumuni banyak orang adalah laki-laki
yang telah mengungkapkan perasaan padanya. Ah, tidak. Memang tidak secara terang-terangan—
maksudnya, Cevlar hanya mengajak Gita berpacaran, tidak dengan mengungkapkan perasaannya
panjang lebar.
Sampai saat ini, Gita tak luput dari bayangan Cevlar yang memberinya pertanyaan mengenai
'berpacaran' secara terus menerus. Di sela-sela menekan tombol putih untuk mengambil gambar
di ponsel, notifikasi pesan dari Arsa menarik perhatiannya hingga tak sadar bahwa Cevlar sedang
menatap ke arah kamera ponsel miliknya.

Anda mungkin juga menyukai