Anda di halaman 1dari 18

Cinta dan Sahabat

Cinta dan sahabat, dua hal yang tak mudah ntuk dimengerti. Kadang bisa sangat berarti, namun dalam hal itu bisa membuat luka teramat perih. Aku adalah orang yang berada di tengah-tengah cinta dan sahabat itu. Kini, aku yang begitu merindukan hadirnya seorang kekasih, dalam hangatnya persahabatanku dengan Sisil yang lebih muda satu tingkat dariku. Tiga minggu di awal semester satu...aku duduk di bangku kelas XII, seabrek kegiatan pun kulalui tanpa kuharus memikirkan cinta menurutku itu hanya membuatku lelah. Namun, pertemuan itu membuatku melupakan suatu hal, aku yang larut dalam perasaanku terhadap Alan. Aku terlalu bodoh karena terlalu jatuh hati pada orang yang salah, jatuh hati pada orang yang tak pernah menyimpan cinta padaku. Aku tak begitu saja menyalahkannya! Dia tak patut untuk disalahkan, dia hanya korban dari cintaku dan dia terlalu baik mau mengerti akan cintaku padanya. Dan terlalu naif bila kini aku harus menyesal karena mengenalnya. Karena dia aku dapat merasakan hal terindah, walaupun hanya sekejap. Aku terlalu naif hingga aku pun tidak menyadari Sisil merasakan juga perih yang kurasa. Sisil sahabatku orang yang kupercaya seutuhnya, orang yang selalu berusaha ada untukku. Kini, telah terluka karena keegoisanku. Seharusnya aku tak pernah hadir di antara Alan dan Sisil. Bila akhirnya luka ini yang kurasa. Andai saja kusadari dari awal, andai saja ku lebih mengerti mereka, andai saja aku tidak jatuh hati pada Alan, Alan dan Alan. Orang yang kucintai dan selalu ada dalam hatiku walau hati ini terasa perih, kudapat mengerti tak ada gunanya kubertahan di sisimu, karena ternyata kau lebih menginginkan Sisil mengisi hari-harimu. Aku di sini yang begitu tulus mencintaimu dan aku yang selalu berusaha ntuk mengerti dirimu kan selalu menanti dan menata hati lagi hingga bayanganmu pergi hingga tak ada lagi luka kurasa, hingga tak ada lagi kecewa yang terasa. Aku di sini kan selalu berusaha tegar menjalani hari-hariku, aku kan selalu berusaha tersenyum agar kau bisa bahagia bersama Sisil sahabatku. Walaupun dia telah merebutmu, kisahku dan dia dulu takkan pernah kulupa, dia tetap sahabatku, percayalah dengan sisa kesedihanku ini. Kumasih dapat bertahan hingga kelak kau mengerti bahwa aku memang mencintaimu. Aku memang menyayangi, tapi aku tak rela tersakiti olehmu saat ini, esok dan sampai kapanpun.

Pertemuan itu berawal dari perkenalanku dengan Alan, seorang cowok yang aku kenal dari temanku, Marcell. Perkenalan yang terbilang singkat juga, aku mulai merasakan getaran cinta itu. Rasa itu mulai menerangi kembali tahta hatiku yang telah lama ditinggal pergi oleh seseorang yang pernah begitu berarti dalam hidupku dulu. Yang sampai saat ini pun aku belum bisa melupakannya. Alan yang telah hadir untuk mengisi hari-hariku pun membuatku terlelap akan rasa bahagia itu, hingga akupun tak pernah menyadari ternyata semua kebahagiaan itu palsu. Alan orang yang kucintai dengan tulus ternyata datang hanya untuk menyakiti dan menorehkan luka. Luka yang teramat dalam di hatiku. Pertemuan itu juga yang telah menghancurkan semuanya. Hidupku yang begitu indah yang begitu berwarna menjadi hancur akan hadirnya! Malam itu aku dan Alan sepakat untuk memadu kasih, merajut asa dan menggapai cita berdua. Aku belum pernah merasakan sebahagia ini, aku begitu merasa begitu beruntung bisa dicintai oleh orang yang kucintai. Hari-hari bahagia pun mulai kami lalui. Alan begitu indah di mataku yang membuatku lupa akan segalanya, bila bersamanya. Itu juga yang membuatku merelakan tahta hatiku dipenuhi oleh cintanya, namun lagi-lagi kenyataan tak selalu berjalan sesuai dengan yang kuharapkan. Minggu pertama hubungan cintaku bersama Alan mulai goyah, Alan mulai berubah dan tidak lagi Alan yang selalu tersenyum untukku. Alan tidak juga bersifat manis padaku, setiap tutur katanya yang menyejukkan hatiku kini terasa mengiris-iris hatiku. Apa yang telah kulakukan padanya hingga dia begitu tega padaku, aku begitu percaya padanya hingga aku pun terluka olehnya. Hubungan ini berakhir begitu saja, pertemuan singkat itu menjadi menyakitkan. Sahabat pun menjadi pelarian sedih dan kecewa, tapi sahabatku tega mengkhianatiku. Dia yang ternyata merebut Alan dariku, dia merenggut semua kebahagiaanku . Persahabatan yang telah bertahuntahun kubina bersamanya pun menjadi tak berarti. Aku lelah dengan semua ini hingga aku sempat memutuskan tali persahabatan itu, egoiskah aku? Aku hanya belum bisa berpikir jernh saat itu, aku merasa semakin tolol, seharusnya kubisa merelakan Alan dan Sisil untuk bersama. Karena mungkin kebahagiaan Alan hanya ada pada Sisil! Aku belum siap kehilangan kebahagiaan itu, aku masih ingin disayangi walau semua itu hanya kebohongan. Aku tak mau merasakan sakit hati ini lagi. Akankah sakit ini akan terganti saat ku melihat kebahagiaan orang yang kucintai dan Sisil sahabatku. Kini dalam setiap hari-hari sepiku, dalam kesendirianku, aku hanya bisa berharap aku kan memiliki kekasihku lagi, memiliki dia yang telah pergi, karena aku kan selalu mencintainya. Aku kan selalu mengenangnya di dalam hatiku,karena dia telah datang dan pergi dengan menghiasi setiap sudut didalam hatiku dengan cintanya yang sesaat, dan Sisil sahabatku buatlah cintaku bahagia karena kalian begitu berarti untukku...***

Kisah Cerita Cinderella

Kisah Cerita Cinderella - Cerita Cinderella telah diceritakan di banyak versi beberapa negara. Namun tayangan film cerita Cinderella dalam bentuk animasi yang dibuat oleh Walt Disney Production sepertinya telah menjadi rujukan cerita Cinderella yang lebih kontemporer. Versi cerita cinderella yang paling terkenal ditulis oleh seorang penulis asal Perancis Charles Perrault pada tahun 1697 yang didasarkan pada cerita rakyat yang pernah ditulis oleh Giambattista Basile. Kisah cerita Cinderella menceritakan nasib seorang gadis desa yang disia-sia oleh ibu dan saudara tirinya. Ayah Cinderella telah meninggal dunia. Ia pun hidup dalam penderitaan bersama ibu tiri dau saudara tiri. Cinderella tak pernah menyangka kalau suatu hari ia bakal menjadi seorang permaisuri istana. Kisahnya berawal dari suatu hari saat istana menggelar pesta dansa. Pangeran berniat mencari calon istri. Maka ibu tiri dan dua orang saudara Cinderella pun berangkat ke istana sementara Cinderella tak boleh ikut. Hingga kemudian seorang peri yang baik hati menyulap Cinderella menjadi seorang puteri yang cantik jelita mengenakan kereta. Hanya saja persyaratan yang diberikan oleh peri adalah sulap tersebut akan habis masanya pada pukul 12 malam. Sesampai di istana, pangeran amat terpesona dengan kecantikan Cinderella, ia pun diajak berdansa hingga tanpa sadar sudah pukul 12 malam. Menyadari hal tersebut Cinderella buruburu kabur tanpa pamit pada pangeran. Pangeran pun mengejarnya, hingga sepatu Cinderella patah ia tak memperdulikannya, ia terus saja berlari. Pangeran memungut dan menyimpan sepatu tersebut. Ia pun membuat pengumuman kepada siapa saja yang pas memakai sepatu tersebut maka akan dijadikan istri. Seluruh gadis desa mencoba sepatu tersebut, namun tak ada yang bisa memakainya. Hingga akhirnya pangeran menemukan Cinderella, Cinderella pun mengeluarkan sepatu yang satu lagi dari kotak. Ibu dan saudara tiri Cinderella amat terkejut, Cinderella pun akhirnya dibawa ke istana untuk dijadikan istri pangeran. Begitulah kisah cerita Cinderella yang sampai hari ini banyak dijadikan berbagai ide pertunjukan drama, film dan sebagainya.

Kahlil Gibran Tentang Cinta


Kisah Hidup Kahlil Gibran

Penulis dunia Kahlil Gibran dilahirkan di Beshari, Lebanon pada 6 Januari 1883. Karya-karya Kahlil Gibran tentang cinta yang ditulisnya kelak tak lain juga terlahir akibat dari buah pengalaman empirik kehidupannya. Segala apa yang ada di sekitarnya selalu menginspirasinya untuk melahirkan sebuah karya-karya besar. Seperti Beshari tempat kelahirannya tersebut. Beshari merupakan tempat lokasi yang sangat banyak disinggahi oleh kilat petir, badai dan gempa. Inilah pemandangan yang diakrabi oleh sosok Gibran kecil. Hal ini pula lah yang kelak menjadi salah satu sebab lahirnya karya-karya Gibran yang membicarakan tentang alam. Awal persentuhannya dengan budaya Amerika diawali pada saat ia pindah ke Boston Amerika Serikat. Saat itu usia Gibran baru menginjak 10 tahun. Inilah awal seorang Gibran mengalami Amerikanisasi. Seluruh tingkah perangai dan budaya Gibran kecil dibentuk di kota ini, meski itu hanya berlangsung selama tiga tahun karena setelah itu ia kembali lagi ke Bairut. Gibran kembali lagi ke Boston saat usianya memasuki 19 tahun. Di Boston ia menulis tentang tanah kelahirannya yang digabungkan dengan dua kebudayaan yang berbeda, timur dan barat. Gibran mengalami penderitaan hidup yang sulit antara Maret dan Juni tahun 1903, saat itu adik dan ibundanya harus meninggal karena penyakit ganas. Adiknya bernama Sultana harus meninggalkan karena TBC yang dideritanya, sedangkan sang ibunda bernama Kamilah juga harus meninggal karena penyakit tumor ganas. Gibran tinggal berdua dengan Marianna, adiknya. Adiknya inilah yang bersusah payah membiayai penerbitan karya-karya Gibran di awal karirnya. Dari hasil kerjanya sebagai tukang jahit di Miss Teahan's Gowns, Marianna membantu Kahlil Gibran terus menekuni dunia seniman dengan menerbitkan karya-karya. Karya Kahlil Gibran tentang cinta juga cukup terinspirasi dari hubungan kedekatannya dengan Mary Haskell, seorang wanita yang terpaut usia 10 tahun lebih tua di atasnya. Meskipun pada akhirnya Mary Haskell memilih menikah dengan Florance Minis.

Karya Puisi Kahlil Gibran tentang Cinta Berikut ini beberapa contoh karya Kahlil Gibran tentang cinta yang banyak menginspirasi orang hingga kini; Jika cinta tidak dapat mengembalikan engkau kepadaku dalam kehidupan ini pastilah cinta akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan datang Apa yang telah kucintai laksana seorang anak kini tak henti-hentinya aku mencintai Dan, apa yang kucintai kini akan kucintai sampai akhir hidupku, karena cinta ialah semua yang dapat kucapai dan tak ada yang akan mencabut diriku dari padanya Kemarin aku sendirian di dunia ini, kekasih; dan kesendirianku sebengis kematian Kemarin diriku adalah sepatah kata yang tak bersuara, di dalam pikiran malam. Hari ini aku menjelma menjadi sebuah nyanyian menyenangkan di atas lidah hari. Dan, ini berlangsung dalam semenit dari sang waktu yang melahirkan sekilasan pandang, sepatah kata, sebuah desakan dan sekecup ciuman Aku ingin mencintaimu dengan sederhana seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu Aku ingin mencintaimu dengan sederhana seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Mengais Serpihan Moleukul Cinta


Universitas Fakultas Ekonomi, Jakarta 03 September 2009 Apa lu kata? Emang gua anak kurang mampu, gua disini hanya dapet beasiswa, namun setidaknya lu hargai gua dong!! sentak Putri. Aku pun melerai perkelahian putri dengan Alyska. Memang Putri dan Alyska berbeda 3600. Putri sangat kaya hatinya namun sangat miskin hartanya. Berbeda dengan Alyska. Alyska sangat kaya hartanya namun sangat miskin hatinya. Disini aku tidak memihak pada Putri maupun Alyska. Aku hanya ingin mengajak mereka berdamai. Tak lama kemudian, Bu Asri datang. Gayanya lengak lengok karena masih muda. Umurnya hanya 32 tahun menjadi dosen Fakultas ekonomi. Bu Asri tergolong disiplin, apabila ditemuinya ada mahasiswa/wi tidur saat pelajarannya maka dia akan dihukum membersihkan kamar mandi. Rasa kantukku sudah terlanjur membara. Tak kuat aku menahan rasa kantuk yang begitu kurasakan. Sampai akhirnya ku mulai perjalanan tidurku. Saat ku mulai perjalanan tidurku, aku bermimpi, Dimana aku?? Seruku Kau ada didekat rumah Aristoteles. Jawab seorang pemuda tampan Aku terkejut, aku sedang ebrada dijaman Aristoteles penemu rumus lingkaran yang terkenal tersebut. Aku semakin tak menyangka, alat alatnya masih sangat tradisional sehingga aku tak dapat mengerti cara penggunaannya. Tiba tiba aku merasa hujan badai menyirami sekitar rumah

Aristoteles. Dan ternyata aku terbangun. Bu Asri mengetahui kalau aku sedang tertidur. Akupun dihukum untuk membersihkan kamar mandi. Rasanya males banget aku. Namun kulakukan semua dengan ikhlas. Aku terkejut saat Hendra, teman baikku dating untuk membantu aku. Awalnya aku tak mau membuat Hendra kecapekan gara gara aku. Hendra, teman baikku sangat kaya, baik hati, tidak sombong, tak seperti cowok ideal lainnya, Hendra memiliki kekurangan di pigmen. Kondisi genetisnya tak sempurna, menyebabka organisme dalam tubuhnya tak bias membentuk pigmen. Dia terlahir sebagai manusia Albino. Mall, Kelapa Gading 03 September 2009 ; 19:23 Eh, eh lihat ada bule! Sorak anak anak kecil yang lewat. Hati Hendra merasa gentar. Namun aku kuatkan iman Hendra untuk tabah menghadapi kekurangan dalam hidup kita. Memang tubuh Hendra seperti Bule yang habis nyebur dari kolam salju, namun hal itu tak mengurangi rasa persahabatanku dengan Hendra. Kita makan yuk, ajakku. Aku dan Hendra makan di KFC, tiba tiba dilayar LCD yang terdapat di KFC memunculkan video klip lagu Chrisye Seperti Yang Kau Minta. Nafsu makan Hendra hilanglah sudah. Memang lagu itu menceritakan ada seorang cowok albini mendamba cinta seorang cewek yang diidamkannya. Sedih rasanya hati Hendra. Karena terlalu sedih Hendra pingsan. Aku segera menelfon papanya dan dibawanya cepat ke rumah sakit. Rumah Sakit Ciputat 03 September 2009; 21:47 Hendra harus mendapatkan perawatan di Singapura karena peralatan disana sudah tergolong modern. Kata Dokter Hendra menderita depresi dan kanker pigmen. Sehingga Hendra harus dirawat di Singapura. Bandara Soekarno-Hatta 04 September 2009 Aku mengikuti saat saat perpisahanku dengan Hendra dibandara. Aku sanagt prihatin dengan keadaannya. Aku berdoa supaya Tuhan menyembuhkan Hendra dari segala penyakitnya. Perpisahaan Aku dan Hendra sangat mengharukan. Universitas Fakultas Ekonomi, Jakarta 05 September 2009 Aku mulai petualanganku tanpa Hendra. Aku mulai menjurus pada pasangan hidupku. Namun taka da seorangpun yang kuanggap cocok. Berhari hari kumerenung, rasa tak enak menyelimuti hidupku. Akhirnya ku temukan cewek yang kuanggap cocok bagiku. Vita namanya Vita, cewek umur 21 tahun sangat bersahaja, baik, pintar, tidak sombong,dsb. Aku punmeminta nomor HP, alamat rumah, Pin BB, Facebook, Twitter, Ymail dsb. Namun berita yang begitu mencekam yaitu bahwa Hendra telah tiada. Hendra mengalami kecelakaan pesawat saat menuju ke Singapura. Aku merasa kaget saat berita itu sampai ditelingaku. Akupun sudah belajar banyak dari Hendra untuk menerima kekuranganku. Rumah Paman-06 September 2009; 07:30 Ayo ikut paman ke Amsterdam! Paman mau tinggal disana menemani Opa kamu! Akupun menyetujui hal tersebut. Aku meminta izin dari orang tuaku ternyata merweka berdua setuju.Akupun langsung berangkat ke Amsterdam minggu siang itu juga. Ku teringat Vita, ku

kubur dalam dalam perasaanku dengan Vita dank u mulai hidup yang baru di Amsterdam. Amsterdam 07 September 2009; 09:12 Pagi yang sangat mempesona bagiku. Ku mulai kebiasaan yang jauh berbeda dari kebiasaan hidupku di Indonesia. Udara segar dan pemandangan cantik didepanku langsung membuat hatiku terpanah. Rasanya aku tak akan berdecak kagum. Ku mulai petualangan di Amsterdam, Belanda. Aku meminta izin kepada paman untuk berjalan jalan ke dam Square. Disana biasanya para remaja berkumpul dengan teman temannya. Aku pun sekalian mecari pasangan hidup bagiku. Kumelihat keramaian kota itu. Aku memandang ada seorang cewek yang sedang memetik bunga. Aku mendekatinay, Hello! Hoe gaat het? Wie is je naam? tanyaku Cewek itu tertawa geli. Mungkin karena aku baru beradaptai dengan lingkungan disana. Namun dia menjawab, Nami kula Rosita Angelina Apa???? Seorang keturunan Belanda bisa bahasa Jawa? Setelah dijelaskan ternyata Rosita Angelina adalah keturunan Suriname yang diasingkan pada saat jaman penjajahan Belanda. Aku baru tahu bahwa dia keturunan Suriname yang tinggal di Amsterdam. Rumah Opa 07 September 2009; 21:22 Aku tertidur lelap dan bermimpi, Sebuah mobil Ferrari meluncur dengan aku di dalamnya pada perjalanan menuju lokasi pertemuan relasi. Lengkap dengan sopir pribadi, music jazz dan ditemani dengan secangkir kopi, ku baca naskah presentasi di laptop mini yang sengaja kubawa dalam perjalanan pagi ini. Aku tak perlu bekerja terlalu keras untuk mendulang rupiah, posisiku sebagai Vice Presiden, cukup membuatku disegani dan hanya perlu tanda tangan berkas di sanasini, jutaan rupiah sudah kukantongi. Selain uang dan wanita, kemewahan pasti datang sendiri. Teras 08 September 2009; 07:23 Tiba tiba terjadi Badai besar, menerjang Amsterdam. Aku pun takut. Namun aku selamat dalam badai itu. Namun Rosita hilang tak ada kabar.Aku takut untuk meninggalkan dirinya. Aku berpikir, betapa malangnya nasib Hendra untuk tidak merasakan moleukul cinta dalam hidupnya. Setelah badai, Turun hujan yang sangat indah, Aku termenung diam. Namun aku harus tetap tabah menghadapi hidup ini alau cobaan tetap menanti. ~TAMAT~

Biarkan Cinta Tumbuh di Hati - Cerpen Cinta

Dari jauh doank dia kelihatan cantik, loe buktiin dari deket deeh! saran Dimas pada Raka yang ngeyel kalau cewek di ujung sana cantik mempesona. Mata loe rabun ya? kalo loe nggak percaya buktiin aja sendiri, kata Raka kesa. Dimas cuek dengan ucapan Raka barusan, Dimas menuangkan kembali minuman ke gelasnya yang sudah kosong. Eh tuh liat, kalo doi ketawa, aduh manisnya, kata Raka. Dimas mengikuti arah telunjuk Raka, dan sekali lagi gadis itu memang nampak anggun. Tapi Dimas nggak yakin kalo dari kedekatan pun dia tetap terlihat anggun seperti itu. Katanya sih cewek itu biasanya dari jauh oke, tapi kalo dekat tidak, kata Dimas. Dim, dia kemari, bisik Raka.

Mereka berdua langsung berpura-pura sibuk dengan ponsel dan buku pelajaran masing-masing. Dimas membuka halaman yang dia tidak tahu maksud dari tulisan yang ada di dalamnya, sedangkan Raka memutar MP3 di ponselnya. *** Sial dia cuma tanya tentang loe, Raka mengumpat sambil masuk ke kelas dengan nada kesal, karena Dimas menyambutnya dengan ketawa. Trus loe bilang apa? tanya Dimas menyelidiki. Raka kan suka banget cerita yang aneh-aneh dan suka bikin sensasi yang membuat Dimas kesal. Gue bilang aja kalo loe masih jomblo, jawab Raka santai. Dimas mau aja ikutan mengumpat dengan apa yang barusan Raka bilang. Tapi Raka itu sahabat yang terlalu baik untuk digituin. Yang bener aja loe, dia mana percaya kalo cowok sekeren gue masih jomblo, kata Dimas seoalh membanggakan dirinya. Raka mencibir buktinya?

*** Dimas menyaksikan cewek itu dari balik jendela kelasnya. Dimas tau kalau cewek punya mata yang teduh dan dia belum pernah nemuin mata yang seteduh itu. Tapi sayangnya dia terlalu agresif untuk ukuran cowok seperti Dimas. Dimas tidak terlalu suka dengan cewek kaya gitu, terlihat over dan cari-cari perhatian. Dan kalau Raka bilang, itu sangat membahayakan posisi Dimas. Kejadian selanjutnya bisa ditebak, seperti tingkah ceweek-cewek sebelumnya. *** Dimas ya? tanya cewek itu. Dimas mengangguk tanpa mengangkat kepalanya sembari terus membuka buku cerita Harry Potternya, karena dia tau itu cewek cantiknya Raka, lengkap dengan parfum yang bisa buat kandang sapi jadi wangi banget. Boleh gue duduk di sini? tanyanya. Dimas menyaksikan tangannya yang lentik menunjuk kursi di sebelahnya. Dimas mengangkatkan kepalanya tanda setuju. Sedangkan buku cerita Harry Potter yang dibukanya itu sudah nggak nyambung lagi dalam otaknya. Cewek ini memang nggak bicara apa-apa, tapi buat Dimas jadi nggak konsen. Semua orang di kantin sekolah ngeliatin mereka. Kalau Raka liat, bisa-bisa Dimas diguyur pakai jus jeruk yang biasa diminumnya. Sorry nich, gue duluan, nggak apa kan? Lain kali aja kita ngobrol bareng, kalo gue lagi nggak ada keperluan, Bye, Dimas berkata dengan menahan untuk nggak membentaknya. Itu kata-kata yang dia gunakan untuk menjauhi cewek yang nggak penting baginya. *** Waktu Dimas ngeliat matanya, dia ngerasain sesuatu yang lain, dan Raka benar 100 persen kalau itu cewek tetap cantik kalau dari dekat. Hem.......em ......em, tapi kalo jurus gue jitu pasti besok dia nggak akan ganggu gue lagi, tapi kalo buat gadis ini gue nggak mau jurus gue jitu, batin Dimas. *** Raka tolongin gue donk, pinta Dimas. Raka terkekeh dengan memegang perutnya nggak sopan. Dimas kesal banget dengan tingkah Raka, padahal Dimas kan lagi pengen serius. Ka, serius donk, bentak Dimas nggak tahan dengan tingkah sahabatnya itu. Raka menghentikan tawanya mendadak, tapi beberapa detik kemudian tawanya meledak lagi yang membikin kamarnya jadi riuh. Musik wetslife-nya jadi kalah rame. Dengan jengkel Dimas keluar dari kamar Raka dan meninggalkannya sendiri dengan kucingnya Roki yang lagi makan siang. *** Dimas nyesel banget, dia nyaksiin kekecewaan terpancar dari wajahnya kemarin, dan Dimas merasa bersalah, rasanya belum pernah hingap di hatinya. Dan setelah Raka mendengar keluh

kesahnya, eh Raka malah ngakak. Loe jatuh cinta coy, dengan tawa yang tersisa dan kalimat yang terputus-putus itu terdengar setelah beberapa saat Dimas termangu. Jangan terlalu cepat nyimpulin donk, ralat Dimas. Raka duduk di sebelah Dimas, sambil memaminkan bola basket hingga terdengar bunyi lantunan yang teratur. Coba dengarin gue, loe terkenal di SMU, vokalis band kita dan loe punya kelebihan. Dan loe tau sendiri kan? tanya Raka, tapi lebih mirip memberi tau. Rasanya nggak heran kan kalo banyak girl yang pengen dapat perhatian dari loe. Dan dewi fortuna masih ngekor di belakang loe, karena walaupun loe orangnya dingin banget, para fans loe penasaran dan nggak menjauhin loe, sambung Raka dengan celotehnya panjang lebar. Selama ini memang gue dingin sama cewek manapun, kejaran cewek bukannya membuka sifat gue yang tertutup, malah tambah gue kunci, tutur Dimas. Kembali cewek cantik itu melintas di otaknya. Cinta? rasanya aneh. *** Hai boleh gue duduk di sini? tanya Dimas. Cewek itu mengangguk, dan pesonanya masih mampu membuat dada Dimas bergetar. Dari balik pintu Raka mengacungkan jempolnya dan lalu pergi. Lagi nggak ada keperluan? tanya cewek itu menyindir. Sebenarnya sih ada, jawan Dimas. Hemm? matanya yang menyinmpan tanda tanya itu kembali menatapnya, Dimas seneng banget nikmatin keteduhannya. Nemenin kamu, ujar Dimas. Rona merah bertengger di pipinya, dan Dimas melawan kebekuan hatinya, semuanya mencair menghangatkan perasaan Dimas yang berbunca. Nama gue Dimas, loe dah tau kan? kalau nama loe siapa? tanya Dimas dengan ngulurin tangannya. Cewek itu menerima uluran tangan Dimas. Senja, jawan cewek itu. Kali ini mata itu tertunduk, menanti kalimat Dimas selanjutnya. Senja, gue lah yang akan nemanin loe untuk hari-hari selanjutnya, batin Dimas. Fans-fans Dimas yang lain menatap iri pada Senja Bosan dengan cerpen cinta komersial dan konvensional? Nah, kalau iya ini bersempena tak lama lagi akan bulan ramadhan (puasa) maka ada satu judul cerpen cinta yang Islami, baru. Cerpen Cinta Islami yang dikarang tahun 2011. Langsung aja baca cerpe berikut ya....

Kala Takbir Bersenandung Cinta

26 Desember 2004 adalah tanggal terjadinya sebuah peristiwa yang tak dapat sirna dalam hati seluruh warga Kota Banda Aceh. TSUNAMI. Peristiwa itu telah tergores di hati mereka. Dan untuk menghilangkan goresan itu, tidak dapat hanya dengan menggangap sebagai angin yang telah berlalu. Dari sekian banyaknya manusia yang jatuh sebagai korban. Hanya beberapa yang selamat dari bencana itu. Salah satunya adalah Akbar dan Aisha sepasang Kakak beradik yang selamat dari bencana air bah yang dahsyat itu. Saat itu Akbar sedang menjalani studinya di Univeritas Unsyiah Banda Aceh jurusan Akutansi. Sedangkan Aisha Sang Adik adalah pelajar kelas satu SMP. Ketika bencana itu terjadi, mereka terpisah dari kedua Orang tuanya demi menyelamatkan diri.

Pada mulanya Aisha merasa ada suatu hal yang janggal pada hari itu. Aisha Sang Adik terlihat terus menerus gelisah. Akbar, Kakak kandung Aisha merasa heran melihat sikap Adiknya. Tak biasanya ia melihat Sang Adik diam terus menerus dan bisu seribu bahasa. Ternyata, tanpa ia sadari sikap Adiknya yang ia sayangi itu merupakan sebuah tanda akan terjadi sebuah Bencana besar di hari itu. Sebuah Gelombang Laut yang tinggi masuk ke Kota dan memporak-porandakan seisi Kota. Mengetahui itu Akbar dan Aisha segera berlari menyelamatkan diri. Karena waktu hanya sedikit. Dengan berat hati dan linangan air mata. Akbar dan Aisha berlari menyelamatkan diri, tanpa memberitahu kedua Orang Tua yang sangat ia sayangi. Akbar terus berlari sekencang-kencangnya. Segala sesuatu yang ada di depannya tampak ia acuhkan saja. Orang-orang yang sedang berlari dan berjalan di depannya ia tabrak saja. Kedua kakinya sangat lincah berlari. Tangan kanannya terus menggengam tangan seorang remaja putri berjilbab hitam dan mengenakan baju panjang merah yang tak lain adalah Aisha. Aisha yang sedang ia pegang tangan kanannya tampak kesulitan berlari. Sering kali Aisha menghela nafas panjang. Sesekali Akbar mengedarkan pandangannya ke segala arah. Ia terus melihat pemandangan yang menyedihkan. Pemandangan menyedihkan itu terus terjadi silih berganti. Puluhan kendaraan saling bertabrakan satu sama lain. Kecelakaan itu merupakan kecelakaan beruntun. Mereka

berdua terus berlari sangat kencang. Seluruh tenaga mereka kerahkan. Sering kali mereka menghela nafas yang dalam berulang-ulang. Peluh keringat bercucuran tetes demi tetes. Aisha. Kamu harus bisa tetap berlari. Gelombang sudah semakin dekat. Kamu harus bisa Aisha. Ia mensupport Aisha yang ia genggam tangannya sambil menunjuk gelombang laut tinggi yang siap mengejar mereka berdua. Tapi Kak, aku tidak kuat lagi. Aisha, kamu harus kuat! Tapi Kak, aku lelah Ia sedikit mengiba. Kak Akbar aku tak tahan berlari lagi. Biarkan tinggalkan aku saja di sini. Kakak berlari saja. Aisha perempuan yang ia genggam tangannya mengeluh. Aisha aku akan berdosa apabila tidak dapat menyelamatkan diriku. Dan engkau akan berdosa andaikan engkau tidak menyelamatkan nyawamu. Kamu hanya menjadi sampah seperti orang yang membunuh dirinya sendiri. Aisha menundukkan kepalanya. Hatinya tergerak. Ia segera bangkit dan kembali berlari menyelamatkan diri. Aisha tampak letih setelah berlari jauh. Jilbab panjangnya berkelebat diterpa angin kencang. Kakinya yang dibalut dengan kaus kaki putih polos sudah tampak pincang. Dan kaus kakinya telah kotor bebercak coklat. Selama berlari mereka berdua terus bertasbih dan bertakbir. Kalimat agung dan suci terus terlontar dari bibir mereka. Mereka berdua sangat panik. Rasa takut dan cemas bergejolak di dalam diri mereka. Tiba-tiba sebuah Truk besar berwarna kuning hendak melintas di depan mereka. Akbar segera melepas genggaman Aisha dan segera menghentikan mobil Truk Kuning itu. Truk itu seketika berhenti. Akbar segera menuju bangku supir. Pak bisakah kami menumpang mobil Bapak? Seorang lelaki besar berkulit hitam dibangku supir terdiam. Pak saya mohon Akbar mengiba. Dik, Truk kami tidak memiliki banyak bangku Apakah di bak belakang tidak bisa? Saya mohon Pak Baiklah tapi hanya satu orang saja yang boleh ikut karena di bak belakang sudah penuh dengan barang Baiklah Akbar segera menyuruh Aisha naik. Kak aku tidak mau Kenapa? Aku hanya mau dengan kakak Aisha kakak mohon. Naiklah. Jika kita berdua selamat, Insya Allah kita akan dapat bertemu kembali. Dan apabila tidak. Percayalah. Insya Allah Kita akan digolongkan sebagai Syuhada, berperang demi menyelamatkan nyawa sendiri Aisha menitikkan air matanya. Ia mematung di dalam bak Truk yang besar itu. Tanpa aba-aba dan sebuah isyarat Truk itu perlahan bergerak dan semakin lama semakin kencang. Aisha melambaikan tangan kanannya kepada Sang Kakak tercinta. Air mata tak dapat ia bendung. Air mata itu tumpah membanjiri kedua pipinya yang halus dan putih. Setelah memastikan Truk itu berjalan cukup jauh. Akbar kembali berlari menyelamatkan dirinya.

**** Hari telah sore. Langit telah melepas jubah birunya. Dan memulai merajut warna jingga. Matahari mulai merangkak ke ufuk Barat. Waktu akan berganti. Pemandangan menyedihkan terlihat di seluruh Kota. Rasa sedih masih menyelimuti seluruh warganya. Tumpahan air mata terjadi di mana-mana. Masjid besar Baiturrahman yang berada di Pusat Kota Banda Aceh itu tampak dikerumuni ribuan manusia. Waktu Ashar tiba. Adzan berkumandang dari seluruh penjuru masjid. Mendengar suara Adzan itu, ia kembali tak kuasa membendung air matanya. Aliran air mata membekas di pipinya. Ia tidak tahu akan keberadaan sang Kakak tercinta. Yang telah berhasil menyelamatkan nyawanya. Tanpa Aisha sadari. Sang Kakak tercinta selamat dari bahaya Tsunami yang sangat ganas itu. Dan sekarang Kakak tercintanya itu berada di tempat yang sama dengan Aisha. Akbar yang telah lama di Masjid itu segera menuju ke ruang wudhu. Ia segera mensucikan dirinya, untuk bersembah diri kepada sang Pencipta. Ia berjalan menembus ribuan orang yang memadati jalan menuju ruang wudhu. Dan subhanallah. Dalam rentak langkahnya untuk mensucikan diri. Ia melihat sosok Sang Adik di hadapannya. Dan spontan saja. Aisha. Engkaukah itu? sebuah kalimat singkat dan padat terlontar dari bibirnya. Sang Adik yang berdiri di hadapan Kakaknya itu hanya menganggukkan sedikit kepalanya yang berada di dalam balutan jilbab hitam panjangnya. Semula ia hanya diam. Dan perlahan dari bibirnya, sebuah senyum kecil lahir dengan jelas. Ia segera berlari menuju tempat sang Kakak berdiri. Dengan erat ia memeluk Kakaknya. Setelah berjuang dengan keras menyelamatkan diri, berperang dengan waktu. Akhirnya mereka berdua dapat kembali bertemu dan bersama kembali. Suara Adzan yang berkumandang dari seluruh penjuru Masjid akhirnya mempertemukan mereka berdua. Sebuah Alunan Takbir Cinta dengan halusnya mempertemukan Seorang Kakak dengan Adik tercintanya yang semula terpisah.

Sudah lama rasanya tidak menerbitkan cerpen seri Islami. Ini kami temukan lagi koleksi baru cerpen Islami, yang dikarang oleh seorang mahasiswa asal Riau yang berjudul dan setting cukup unik. Silakan menikmati cerpennya: -----------------------------

Pintu Masjid
Pintu masjid itu terbuka untuk siapa saja. Ada yang sujud di dalamnya penuh harap, doa dan linangan air mata. Hening . sepertinya ada yang lagi mengadu, ada yang lagi curhat. Tapi siapa. Pintu masjid itu indah untuk dilihat siapa saja. Ukiran-ukiran yang menghiasinya tampak sederhana tapi tetap indah. Dan di pintu masjid itu aku bertemu dengan seorang laki-laki yang aku sendiri tidak mengenalinya. Tubuhku gemetar hebat. Gemetar yang aku sendiri sulit untuk mengartikannya. Rasa takut juga bimbang. Entahlah sepertinya ada detak jantung yang

menyesali pertemuan itu. Pertemuan dengan laki-laki itu. Laki-laki di pintu masjid. Itulah lakilaki yang sering ku lihat di pintu masjid. Pintu masjid itu tetap terbuka untuk siapa saja yang ingin mencari ketenangan. Begitu juga aku. Aku sering mencari ketenangan di sana. Tapi ketika kunjuangan ku waktu itu, ketenangan yang aku harapkan semuanya barcampur dengan rasa bimbang, menjadi serba salah, sepertinya ketenangan yang aku harapkan memudar setelah melihat laki-laki di pintu masjid itu. *** Panggil saja saya ayah, jangan sungkan-sungkan. Suruh ustaz syarifuddin. tapi pantaskah saya memanggil dengan nama itu?. kenapa tidak, bukankah saya sudah menganggap kamu seperti anak saya sendiri. mungkin butuh waktu pak, untuk memanggil dengan sebutan ayah. sekiranya kamu sudah bersedia memanggil saya dengan sebutan ayah, jangan sungkan-sungkan ya, saya sangat senang, punya anak sebaik kamu. Senyum itu teduh. Senyum layaknya seorang ayah pada anaknya. Begitulah yang aku rasakan. Senyum itu memberikan aku semangat untuk melangkah. Andai dia tahu kalau aku ingin sekali untuk memanggilnya dengan sebutan ayah. Memintanya menjadi ayahku. Tapi lidah ini terasa kaku ketika kata ayah itu ku ucapkan dihadapannya. Sering aku membayangkan ketika aku ada dihadapanya dan aku dengan kencang memanggilnya ayah. Pernah sekali, ketika di halaman belakang rumah, di kebun tepatnya, ustaz syarifuddin sedang membersih kebun. Mencabut rumput-rumput liar. Menyirami sayurnya. Niat hati ingin memberitahukan padanya jika aku sudah bersedia memanggilnya ayah. Aku membayangkan ekspresi wajahnya pasti tampak bahagia. Aku menghampirinya. Di hadapannya. Mulutku teramat sulit untuk memanggilnya ayah, masih memanggilnya dengan sebutan pak. Lidahku lagi-lagi kaku. Itu terjadi karena di kebun itu ada bu siti, istrinya ustaz syarifuddin. Aku takut jika ucapanku ini bisa mengundang rasa tak sedap di hati bu siti. Cukuplah sudah selama ini aku memberikan mereka beban untuk merawatku. Mereka menyadari kedatanganku. Mereka menyapaku terlebih dulu. Aku tersipu malu. Sebenarnya bu siti orangnya baik, ramah penuh kasih sayang. Senyumnya teduh. Layaknya seorang ibu pada anaknya. Angin melintas di kebun itu. Melayang-layang. Membuat daun-daun kecoklatan gugur dari pohon. Musim panas. Ranting-ranting melambai. Sayur tampak menghijau, segar. Kangkung. Bayam dan kacang panjang. Juga ada sayur-sayur yang lain, yang aku sendiri tidak tahu apa nama sayur itu. Tangan mereka penuh dengan kasih sayang, hingga menyulap halaman belakang rumah menjadi perkarangan hijau yang di penuhi dengan sayur dan buah-buahan segar. Mereka pintar berkebun. Biasanya hasil penen mereka jual sendiri di warung mereka. beginilah jika tangan kita ramah dengan tanah, kita bisa membuat halaman belakang ini menjadi

kebun menghijau. Ucap bu siti dengan lembut. Ustaz syarifuddin kini menampungku. Bu siti dan ana juga menyambutku dengan ramah dalam keluarga mereka itu. Mereka mencoba membangkitkan aku dari mimpi buruk ini. Mimpi yang selalu membuat langkahku kaku, melemah dan roboh. Saat ragaku tak mampu mengharungi hidup, keluarga merekalah yang memapah jiwaku, memberikan aku semngat. Hidupku ku lanjutkan di keluarga ini. Tiap-tiap langkah dan angan tetap demi ibu. Demi seyum ibu. Kian hari aku mulai sadar jika ibu kini tak lagi ada disisiku, jauh meninggalkan ku. Ibu tetap ada di hatiku. Statusku kini sempurna menjadi yatim piatu. Aku tak punya siapa-siapa lagi. Aku tidak punya tempat berbagi tangis maupun tawa. Aku tak lagi punya tempat seperti dulu. Tempat ketika ibu selalu ada di sisiku. Alhamdulillah. Kini aku punya tempat lagi untuk belabuh, tempat kedua setelah ibu, tempat yang mampu melindungiku dari terobang ambing dihantam angin. Mereka mengadopsikan aku menjadi anak mereka. Masih tetap kaku untuk memanggilnya ayah, tapi paling tidak aku disini aman, disini aku merasa aku semakin terlindung oleh hujaman hina orangorang. Saat aku bersama ibu, tetanggaku bilang aku hanyalah beban buat ibu, terlahir dalam keadaan tidak sempurna juga menjadi musibah buat keluargaku, berlanjut dari kepergian ayah, hingga kami tinggal dalam gubuk derita. Aku selalu ingat itu. bu, kenapa aku terlahir seperti ini bu?. karena kamu anak ibu. berarti jika aku bukan anak ibu, aku pasti tidak seperti ini. Ya kan bu?. Ibu menangis. Aku sangat menyesal mengatakan hal itu. Aku selalu ingat hal itu. Saat itu senja datang bersama grimis. Keluarga ustaz syarifuddin begitu perhatian denganku. Aku dapat merasakan itu. Aku ingin ketidak berdayaanku, tidak menjadi beban untuk keluarga ini. Tampak kasih sayang dari mata bu siti. Wajahnya penuh dengan keramahan, juga senyumnya yang selalu ada di bibirnya. Tidak ada perbedaan antara aku dan ana, anak semata wayang. Memang agak manja, tapi ana juga baik denganku. Dia rela berbagi kasih sayang dari orang tuanya denganku. Walau aku bukan siapasiapanya, dia tetap baik denganku. Aku selalu melihat kebaikan dari hati ana. aku harus tidak banyak meminta dari keluarga itu. Aku terkadang iri dengan ana, ana punya ayah dan ibu yang baik dengannya, sangat menyayanginya. Semua sangat berbedan denganku. Ana cantik, dia juga pintar. Aku tidak punya ibu juga ayah, aku tidak punya keluarga lagi. Keluarga ini penuh dengan kasih sayang. Inilah salah satu alasan kenapa aku tidak memanggil ustaz syarifuddin dengan sebutan ayah, aku tidak ingin hadirnya aku di dalam keluarga ini membuat masalah. Terlebih lagi ana, mungkin ia suatu hari nanti pasti merasa tersaingi, keberadaanku di rumah ini. Mungkin ana merasa kasih sayang dari ayah dan ibu mereka berkurang, karena terpaksa berbagi dengan ku. Aku merasa tidak enak. Apalagi aku memanggil ayahnya dengan sebutan ayah juga. Itu bisa mengundang masalah besar. Lebih baik seperti biasa saja. ***

Pintu masjid itu terbuka untuk siapa saja. Lagi-lagi aku melihat laki-laki itu ada di dalam. Hampir setiap waktu dia ada disana. Agak aneh, ucapku. Apa dia tidak punya keluarga, anak atau rumah. Laki-laki itu tidak beranjak dari tempat duduknya. Pintu masjid itu tetap terbuka. Maghrib bertandang. Azan berkumandang. Bulan tampak senang, muncul meski belun bercahaya. Matahari menghilang di balik mega. senja datang. Mengingatkan aku akan detik-detik terakhir perpisahan dan kehilangan akan orang yang teramat aku sayang, Ibu. Saat aku harus kehilangan, saat aku harus belajar mengiklaskan, dan saat aku tetap bersabar. Sebatang kara, aku duduk dicelah senja. Menatap mata itu mata terakhir, kini aku tidak bisa melihat mata itu menangis lagi. Aku tidak punya ayah, dulu ibu sering bilang, ayah sekarang lagi di surga. Umurku waktu itu 10 tahun. Aku tidak tahu apa itu surga, tapi ibu selalu mengatakan jika surga tempat yang aman, menyenangkan dan penuh dengan keindahan, dan ianya khusus tempat orang-orang baik. Ibu selalu berpesan, jika aku harus selalu berbuat baik. Orang yang selalu tunduk pada tuhan. mungkin seperti ayah. Ucapku pada ibu. Ibu tersenyum. Aku percaya semua kata-kata ibu tentang ayah yang lagi di surga. Aku menerima keadaanku apa adanya, meski berbeda dengan anak-anak yang lain. Kini ibu tak lagi ada di sisiku. Tak lagi ada untuk melindungiku dari caci dan hina orang-orang. Ibu tetap mekar di hatiku. Tetap ada untuk selamanya. Selalu senyum dan selalu hadir dalam mimpiku. Aku yakin jika ibu sekarang juga sedang duduk di surga melihatku. Mungkin tidak bersama ayah, tapi bersama siapa, mungkin sendiri sepi. bu, jika ibu sepi di sana, tataplah aku disini bu, sebutlah namaku, karena aku akan selalu mengirim doa dan tersenyum untuk ibu. Kami terpakasa pindah senja itu juga ke rumah ustaz syarifuddin. Ustaz yang amat baik dengan aku dan ibu. Pintu masjid itu terbuka untuk siapa saja. Laki-laki itu masih terlihat di sudut masjid menampung tangan, ada doa-doa yang tak dapat ku tangkap dengan telingaku. Hanya isak tangis sesekali memecahkan kesunyian. Aku masih ingat dengan kata-kata ustaz syarifuddin untuk memanggilnya dengan sebutan ayah. Aku teramat senang. Kini diriku sudah bersedia. Memanggil ustaz syarifuddin dengan sebuatan ayah. Ayah baruku. Ayah yang dititipkan Allah untuk melindungiku. Kian terasa ragaku telah bertemu dengan jiwaku. Aku merasa hidupku mekar lagi. Setelah kepergian ibu, kini aku di berikan malaikat baru untuk menjagaku. Seandainya ustaz yang ku panggil ayah itu memang tercipta untuk ku dari dulu dari aku masih kecil, pasti aku merasa amat bahagia. seandainya ayah kamu masih ada, apakah kamu bersedia menemuinya. ibu bilang ayah di surga jika itu suatu hadiah untukmu? pasti aku terima, karena kini akukan sudah punya ayah. Pukul 17.00WIB. Ada tamu berkunjung di rumah ini. Laki-laki itu, laki-laki yang selalu ada di muka pintu, pintu masjid. Aku mendengarnya dari ruang tamu, ayah juga ada di sana, menyambutnya dengan ramah, suaranya terdengar jelas dari kamarku. Hanya percakapan saling

bertanya kabar. Ruangan tamu masih dipenuhi dengan suara mereka. Bu siti juga ada diruangan itu. Sepertinya mereka sangat akrab, dari cara berbicaranya, cara bertanya dan tawa kecil dari canda mereka. Batinku penasaran akan sesosok laki-laki yang tak sempat ku lihat dari pintu masjid itu. Aku menatapnya dari jauh, dari pintu kamarku tampa sepengetahuan mereka. Wajah itu tampaknya tidak asing lagi oleh mataku, tapi dimana aku pernah bertemu dengan laki-laki itu. Aku sempat kebingungan memikirkan laki-laki itu. Usai makan malam. Semua berkumpul di ruangan tamu. Laki-laki itu masih bertamu di rumah kami. Aku merasa aneh dengan kunjuang laki-laki itu. Saat matanya melihat mataku. Seakanakan ia ingin menyapaku. Tapi mulutnya kaku. Wajahnya sudah akrab dari penglihatanku. Sekali lagi aku kebingungan saat aku mencari tahu siapa sebenarnya sosok laki-laki itu. Ada rasa ingin menghampiriku. Dari matanya juga aku melihat laki-laki itu lagi dilanda masalah. Wajahnya bergumpal beribu kesedihan, kesedihan yang di sembunyikan di balik mata itu. baiklah, karena semua sudah berkumpul sekarang di ruangan ini. Aku merasa ada sesuatu dari ucapan ayah. ayah. Laki-laki itu melirikku. ya, ada apa? tanyanya lembut padaku. Tampak kesenangan dari wajahnya. Akhirnya aku bisa melontarkan kata ayah dari mulutku. Itu keluar tampa sengaja. Bu siti tersenyum. Itu tanda, bu siti juga senang mendengar ucapanku tadi, memanggil suaminya dengan sebutan ayah. Senyumnya masih tetap senyum yang dulu, senyum saat pertama kali dia mengajakku untuk tinggal dalam keluarganya. Ana juga tidak tampak ekspresi yang bertukar dari wajahnya, tidak ada tampak wajah suka. Juga tidak ada wajah dengan marah. Biasa-biasa saja. Semua mata tertuju padaku. Mata ayah. Mata bu siti dan mata laki-laki itu. Kecuali ana yang lagi asik dengan handphone barunya itu. apakah kamu ingat kata-kata ayah, sekiranya kamu di berikan ayah oleh Allah, apakah kamu menerimanya? ya, pasti mau, bukankah aku sudah bertemu dengan ayah sekarang. ayah? ya ayah, ayah yang datang mengangkatkan aku dari lembah suram. tapi di sini sudah ada ayah yang sebenarnya lho ya ayah, siapa lagi, ayahkan ayahku, tidak mungkin dia ayahku. Telunjukku dengan santun mengarahkan ke laki-laki itu. Ayah menganggukkan kepalanya. ya. Aku kebingungan. bukan, aku tidak mengenal dia, ibu bilang ayahku lagi di surga mungkin sekarang lagi bersama ibu. Bantahku

tidak nak, ini ayahmu. Potong laki-laki itu. bukan kamu bukan ayahku, ayahku di surga. maaf kan ayah nak. Hening. Yang ada hanya linangan air mata yang mengambang di mata laki-laki itu. Malam hening membisu. Grimis tetap berkunjung yang tersisa hanyalah angin senja yang menyelinap masuk ke kamarku. Mataku tak dapat menahan amarah yang bertahta dalam mataku. Air mata itu tumpah turun bersama dendam dan amarah. Ada gumpalan benci yang ingin ku lontarkan ke arah laki-laki itu. Aku hanya menggelengkan kepala, mengisyartkan setengah yakin. Jika laki-laki itu benar-benar adalah ayahku. Kiranya dia memang ayahku, biarlah malam ini yang menjawab. Kiranya malam ini menolaknya menjadi ayahku, aku juga ikut menolaknya, jika sebaliknya, mungkin aku butuh waktu lama untuk memulihkan luka lama bersama ibu. Aku berharap malam ini malam terakhir untuk ku melihatnya. Aku bukan membencinya, hanya saja aku tidak ingin melihat ibu menangis lagi. Aku bukan dendam dengannya hanya saja aku tidak ingin luka itu datang lagi. Aku menangis. Kebahagian baru saja ku bina. Dengan susah payah. dengan linangan air mata, dengan perjuangan ibu. Hingga aku dapat menemui keluarga baru. Dengan seribu payah aku mengharung hidup dalam lautan hina dari orang-orang. Kiranya aku menerimanya sebagai ayahku, apakah dia dapat mengembalikan ibu. tidakkan. Kini harapku untuk memiliki ayah sudah di kabulkan. Tapi bukan dia, bukan dia ayahku, tapi ustaz syarifuddin. Aku tidak berharap punya ayah lagi, cukuplah aku punya satu ayah baru ku ini aku bukan membencinya, kiranya aku menerimanya pasti akan ada tangis ibu yang tumpah di atas sana. Aku bukan dendam dengannya, kiranya aku menerimanya, pasti luka lama itu hadir lagi dalam langkahku. Langkahnya perlahan-lahan menjauh dari pintu masjid itu. Hilang bersama malam. Entah pergi kemana laki-laki itu. Yang pasti dia tidak ada lagi di hadapanku. Aku bingung. Apakah aku harus menerimanya. Apakah ibu juga mau menerimanya. Aku berlari mengejarnya. Langkahnya terlalu cepat menghilang. Di pintu masjid, terakhir aku melihat dia sujud. Doanya tak lagi dapat ku dengar. Entah untuk berapa lama lagi. Pintu masjid itu tetap terbuka untuk siapa saja yang ingin mencari ketenangan Mungkin aku harus pergi sejauh mungkin, sejauh hingga aku tak dapat lagi melihat jejaknya. Ibu kini aku punya ayah baru. Biarlah mimpi menyatukan kita ibu. Terimakasih untuk sahabatku *sutiana, siti hadrianti, syarufuddin dan siti zulaikah

Anda mungkin juga menyukai